Anda di halaman 1dari 27

REKONSTRUKSI FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH

DALAM PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI


BERBASIS PENGUATAN SISTEM BIKAMERAL

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat


Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Hukum

Oleh:

Nama : Mastur
NIM : T311308009

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

i
MOTO

Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara


kamu dan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
(Al-Mujadillah:11)

“Barang siapa keluar untuk mencari Ilmu maka dia berada di jalan
Allah “.
( HR. Turmudzi)

Terangilah mereka dengan cahaya keilmuan, maka mereka akan


mendapatkan pencerahan dan ilmu yang kau miliki takkan pernah
pudar.

Disertasi ini kupersenbahkan untuk :


1. Kedua Orang tuaku Bapak Kartowasis (Alm) dan
Ibu Rungisah serta Bapak Sumardi dan Ibu Sakinah
yang selalu mendoakanku setiap saat.
2. Istri dan Putriku tercinta Dwi Mulyanti dan
Az-zahra Khalifah Ardyana yang selalu
mendoakan dan mendukung ku serta memberi
semangat menyelesaikan disertasi.

v
PRAKATA

Dengan memanjatkan segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan hidayahNya, pada kesempatan ini Kami diberikan kekuatan dalam
menyelesaikan Disertasi dengan judul: “Rekonstruksi Fungsi Dewan Perwakilan
Daerah Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Berbasis Penguatan Sistem
Bikameral”
Penulis menyadari bahwa diseratasi ini jauh dari kesempurnaan,
bahkan tanpa ada bimbungan, arahan, dan doa restu dari pihak-pihak
manapun kemungkinan tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu pada
kesempatan ini kami haturkan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kami untuk mengikuti
study dan pula telah membuat nyaman dalam melakukan kegiatan
akademik di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan study ini;
2. Prof. Dr. M. Furqon, MPd selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
kesempatan kami untuk mengikuti study dan pula telah membuat
nyaman dalam melakukan kegiatan akademik di lingkungan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga memudahkan penulis
dalam menyelesaikan study ini;
3. Prof. Dr. Supanto, SH., MH, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi motivasi
sejak awal penulis diterima pada Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta;
4. Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.Hum, selaku Kepala Program Doktor
Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penguji dan juga
membimbing penulis dalam beberapa mata kuliah, penguji dengan

vi
penuh kesabaran dan keteladaannya sebagai ilmuwan, memberikan
motivasi, sehingga dapat menyelesaikan studi ini dengan baik;
5. Prof. Dr. H Setiono, SH., M.S, selaku Promotor, yang dengan
kesabarannya telah memberikan arahan, motivasi dan bimbingan ditengah
kesibukannya sebagai Rektor Universitas Surakarta yang selalu
mendorong untuk menggapai derajat akademik tertinggi, membantu
penulis dalam menginterpretasi dan mengekplorasi teori-teori hukum
menjadi gagasan yang progresif dan aplikatif;
6. Dr. Isharyanto, SH.,M.Hum, selaku Co Promotor, yang tidak henti-
hentinya memberikan motivasi, inspirasi dan gagasan-gagasan segar
dalam ilmu hukum melalui pebimbingan pada penulis, sehingga
membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi sehingga bisa
selesai.
7. Prof. Dr. Jos Yohan Utama, SH.,M.Hum, selaku dosen mata kuliah
penunjang disertasi (MKPD) yang sejak awal telah memberikan yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan
disertasi sehingga, disertasi ini dapat diselesaikan ditengah
kesibukannya sebagai Rektor Universitas Diponegoro.
8. Prof. Dr. Adi Sulistiyono, SH., MH, sebagai Penguji sejak
kulaifikasi, usulan disertasi, seminar hasil, hingga disertasi, yang
selalu memberikan arahan dan bimbingan, pembenahan-pembanahan
dalam penulisan disertasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
dengan baik;
9. Prof Dr I Gusti Ayu Ketut Rachmi H, SH.MM, selaku penguji sejak
kualifikasi, usulan disertasi, seminar hasil penelitian dan disertasi,
memberikan arahan bimbingan, saran-saran dan masukan demi
kesempurnaan disertasi, sehinga penulis dapat menyelseaikan disertasi ini
dengan baik;
10. Prof Dr. M Guntur Hamzah, SH,MH selaku penguji eksternal, yang telah
memberikan arahan bimbingan, saran-saran dan masukan demi

vii
kesempurnaan disertasi, sehinga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini
dengan baik;
11. Prof. Dr. Mahmutarom HR,SH, MH Rektor UNWAHAS (2017-2021)
yang telah memberikan masukan-masukan yang berarti dalam
penyelesaian disertasi dan yang telah memberi rekomendasi pada kami
untuk melanjutkan study pada program doktor ilmu hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, dan pula memberikan saran-saran dan arahan
sehingga disertasi ini bisa selesai dengan baik;
12. Prof Dr. H Noor Achmad, MA , Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI yang
telah memberikan motivasi dan arahan sehingga dapat menyelesaikan
studi pada program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
13. Dr. Suparmin, SH, MHum selaku Dekan pada Fakultas Hukum
Universitas Wahid Hasyim, yang telah memberikan kesempatan kami
untuk melanjutkan study pada program doktor ilmu hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, dan Teman-teman Fakultas Hukum UNWAHAS
Dr. Sidqon Prabowo, SH, MH, Anto Kustanto, SH, MH, M Agung Arif
Nugroho, SH, MH dan lainnya yang telah memberikan semangat,
motivasi dan teman diskusi sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini
dengan baik;
14. Para Dosen pengampu mata kuliah pada program doktor ilmu hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof Dr Setiono, SH, MS, Prof.Dr.
Supanto, SH.M.Hum, Prof Dr. Jamal Wiwoho, SH.M.Hum, Prof Dr.
Hartiwiningsih, SH.M.Hum, Prof Dr. Adi Sulistyono, SH.M.Hum, Dr.
Hari Purwadi, SH.M.Hum, Dr. Bernad L. Tanya, SH.M.Hum, Prof. Liek
Wilarjo, Prof Dr. Bagir Manan SH, Mcl., Prof Dr. Maman Suparman, SH.
MH., Prof Dr. Insan Budi Maulana, SH., LLM., Dr. Widyo Pramono,
SH.M.Hum. Dr. Sulistyowati Irianto, SH., dll, yang selalu memberikan
motivasi, semangat dan dorongan sehingga proses studi ini bisa berjalan
dengan baik;

viii
15. Rusmanto, SH, MH sebagai Kabid Pelaksanaan Diklat Dewan Perwakilan
Republik Indonesia yang telah membantu menghimpun data yang
diperlukan untuk penelitian ini.
16. Purwanto, SH selaku Kepala Biro Administrasi Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah yang telah membantu menghimpun data-data
yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini.
17. Iwan Hermawan, S.Sos, M.Si Biro Administrasi dan Pengawasan
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat RI di Jakarta yang
telah membantu menghimpun data yang digunakan untuk penelitian ini.
18. Hj. Denty Eka Widi Pratiwi, S.E., M.H. anggota DPD perwakilan Jawa
Tengah yang telah membantu mengumpulkan data dan berdiskusi untuk
menyelesaikan disertasi ini.
19. Kepala Perpustakaan dan Staf Perpustakaan di Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Indonesia
Jakarta, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas Wahid
Hasyim Semarang serta Kepala Perpustakaan dan Staf MPR, DPR,DPD
dan Kepala Perpustakaan dan Staf Mahkamah Konstitusi di Jakarta,
terimaksih atas bantuan dan kerjasamanya dalam menghimpun data
pustaka, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini;
20. Teman-teman Perjuangan angkatan 2013, Mas Ari, Mas Dedy, Mas
Sudiyana dan Teman-teman angkatan 2013 lainnya yang saling
memotivasi, inspirasi dan saling bantu membantu guna menyelesaikan
disertai ini.
21. Semua Staf Administasi PDIH UNS khususnya mbak Dyah yang dengan
sabar dan senyum selalu melayani kami selama menempuh pendidikan di
PDIH Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
22. Bapak Karto Wasis (alm) dan Ibu Rungisah serta Bapak Sumardi dan Ibu
Sakinah yang semasa hidupnya telah merawat, mendidik,
memperjuangkan dan tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam
menempuh pendidikan sampai Strata 3;

ix
23. Istriku tercinta Dwi Mulyanti, yang telah memberikan kesempatan,
pengertian, memberi semangat dan selalu mendoakan sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan pada PDIH UNS ini dengan baik;
24. Anakku Azzahra Khalifah Ardyana yang telah memberikan kebahagiaan
dan keceriaan, warna hidup dan semangat hidup serta ketegaran dalam
menyelesaikan study ini; serta kakak-kakakku yang turut serta
memperjuangkan kesemangatan kami dalam study ini;
25. Kepada semua pihak yang tak dapat disebutkan satu-persatu yang dengan
tulus iklas member bantuan, dukungan, dan doa kepada penulis selama
menempuh pendidikan pada program doktor ilmu hokum hingga
mencapai keberhasilan ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta


perlindungan pada kita semua. Amin

Surakarta, September 2017


Penulis

x
ABSTRAK

Mastur NIM: T311308009, Rekonstruksi Fungsi Dewan Perwakilan Daerah


dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Berbasis Penguatan Bikameral. Promotor
Prof Dr. H. Setiono, SH, MS, Co Promotor Dr. Isharyanto, SH, MHum. Disertasi
Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2017.
Disertasi ini bertujuan untuk : 1. mendeskripsikan dan menganalisis
secara mendalam keberadaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pelaksanaan
fungsi legislasi 2. mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang
Dewan Perwakilan Daerah dalam pelaksanaan fungsi legislasi dikaitkan dengan
sistem bikameral belum seimbang dan sejajar dengan Dewan Perwakilan Rakyat
pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. 3. mendapatkan model
Rekonstruksi yang ideal fungsi Dewan Perwakilan Daerah dalam pelaksanaan
fungsi legislasi berbasis penguatan sistem Bikameral di Indonesia.
Hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Keberadaan Dewan Perwakilan
Daerah dalam menjalankan fungsi legislasi dalam sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia sudah berbasis sistem bikameral meskipun kewenangan
terbatas dalam bidang-bidang tertentu. 2. Fungsi legislasi Dewan Perwakilan
Daerah dalam sistem parlemen bikameral Indonesia belum seimbang bila
dibandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Sistem bikameral Indonesia
yaitu sistem bikameral yang lemah (soft bicameral). Sistem bikameral yang
seimbang apabila diantara kedua kamar yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah adanya mekanisme check and balances diantara
lembaga Parlemen. 3. Rekonstruksi yang ideal Dewan Perwakilan Daerah dalam
menjalankan fungsi legislasi diantara lembaga parlemen memiliki kewenangan
yang sejajar dan seimbang. Keseteraan kewenangan dan fungsi Dewan Perwakilan
Daerah dalam menjalankan fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi
anggaran dibutuhkan agar terwujud sistem bikameral yang kuat atau strong
bikameral. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum tata negara yang berkaitan dengan
fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga legislatif. Disertasi ini
memberikan saran dilakukan Amandemen UUD 1945 Pasal 22 C dan Pasal 22 D
terkait Tugas, kewenangan dan keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah.

Kata Kunci: Rekonstruksi Dewan Perwakilan Daerah, Fungsi Legislasi, Sistem


Bikameral

xi
ABSTRACT

Mastur NIM: T311308009, The Reconstruction of the Function of Regional


House of Representatives in the Implementation of Bicameral-Reinforcement-
Based Legislation Function. Promoter: Prof Dr. H. Setiono, SH, MS, Co-
Promoter: Dr. Isharyanto, SH, MHum. Dissertation of Program of Doctor in Law
Science, Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret, 2017.
The purposes of this dissertation are 1. to describe and analyze deeply the
existence of Regional House of Representative in the implementation of
legislation function. 2. to describe and analyze deeply the Regional House of
Representatives in the implementation of legislation function related to the
bicameral system which is unbalanced and not parallel with the House of
Representatives after the Amendment of UUD 1945 (the 1945 Constitution). 3. to
obtain an ideal model of reconstruction of the function of Regional House of
Representative in the implementation of bicameral-system-reinforcement-based
legislation function in Indonesia.
From the results of the research, it can be concluded that: 1. The existence
of Regional House of Representatives in implementing the legislation function in
the State Administration system of the Republic of Indonesia has based on the
bicameral system although their authority is limited to certain fields. 2. The
legislation function of Regional House of Representative in the bicameral
parliament system of Indonesia has been unbalanced compared to the House of
Representatives. The bicameral system of Indonesia is soft bicameral. A balanced
bicameral system when between the two chambers, the House of Representatives
and the Regional House of Representatives have a mechanism of check and
balances between the parliament legislatures. 3. An ideal reconstruction of the
Regional House of Representatives in implementing the legislation function
among the parliament legislatures has a parallel and balanced authority. The
authority equality and the function of the Regional House of Representatives in
implementing the legislation function, the supervisory function, the budgetary
function are needed in order to create a strong bicameral system. This research is
hoped to give benefits for the development of the science of state administration
law related to the legislation function of the Regional House of Representatives as
a legislature. This dissertation suggests conducting an Amendment on Article 22C
and Article 22D of UUD 1945.

Keywords: The Reconstruction, of the Regional House of Representatives,


Legislation function, Bicameral system

xii
RINGKASAN

Konsekuensi adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 berdampak


pada perubahan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Perubahan
tersebut diantaranya mereposisi sistem perwakilan dari unikameral menjadi
bikameral. Salah satu Lembaga Baru yang merupakan hasil Amandemen UUD
1945 yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagaimana diatur dalam Pasal
22C dan Pasal 22D. Legitimasi konstitusional DPD sebagai lembaga politik yang
mewakili kepentingan daerah berada dalam posisi yang setara dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses-proses legislasi perundang -undangan.
Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia berlaku dua sistem lembaga
perwakilan yaitu DPR yang mewakili konstituensi secara nasional dan DPD yang
mewakili kepentingan daerah.
Pasca-amandemen UUD 1945 yang menempatkan DPD pada posisi yang
lemah dibandingkan dengan posisi politik DPR. Aturan pasal tentang DPD kurang
memberi kewenangan politik DPD untuk terlibat dalam proses legislasi dengan
DPR dalam konteks pembahasan dan pengesahan RUU. Dalam praksis politik,
legitimasi konstitusional Pasal 22D UUD 1945 belum menjamin kesetaraan peran
antara DPD dengan DPR. Dalam konteks kelahiran DPD sebagai representasi
kepentingan daerah dirasa sangat tepat dilihat dari alasan strategis DPD sebagai
fungsi penyeimbang kepentingan antara kepentingan legislasi nasional yang lebih
makro dengan kepentingan daerah yang secara sosio cultural sangat majemuk.
Untuk menghasilkan proses check and balance yang efektif dalam proses
penyelenggaraan sistem perwakilan kepentingan, dibutuhkan kehadiran DPD
yang kuat secara kelembagaan dan mengakar dalam masyarakat yang diwakilinya.
Peran legislasi DPD bila dikomparasikan dengan peran legislasi DPR,
baik sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-
X/2012, belum optimal dalam membangun checks and balances di lembaga
legislatif sekaligus menimbulkan persoalan baru. Pertama, pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dikeluarkan, tidak ada aturan
pelaksana atau undang-undang baru pengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun

xiii
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga DPD tetap
bergerak dalam keterbatasan karena peran legislasinya belum dituangkan secara
rinci dalam undang-undang yang baru. Kedua, mekanisme checks and balances
dengan model parlemen bikameral tidak diakomodasi secara total dalam UUD
1945. Checks and balances dalam kegiatan legislasi dapat tercipta apabila peran
legislasi DPR dan DPD dalam keseluruhan atau sebagian besar aspek
diakomodasi dalam konstitusi.
Keberadaan DPD dalam menjalankan fungsi legislasi dalam sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia sudah berbasis sistem bikameral meskipun
dalam menjalankan tugas kewenangannya masih terbatas. Keterbatasan wewenang
yang diberikan konstitusi berpengaruhnya terhadap peran DPD dalam legislasi
meskipun secara legitimasi demokratis sebenarnya DPD lebih mempunyai nilai
politis yang demokratis daripada DPR. Kewenangan DPD dalam fungsi legislasi
yang terbatas dalam bidang-bidang tertentu. Hal ini bisa dilihat dalam
pelaksanaan maupun aturan formalnya baik yang tercantum dalam Pasal 22D
UUD 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, tentang Susunan Kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD. Apabila dilihat sejarah pembentukan dan tujuan
dibentuknya DPD sebagai pengganti Utusan Daerah pada Rapat-rapat Panitia Ad
Hoc (PAH) MPR RI dan pandangan Fraksi-fraksi dan Risalah-risalah
Amandemen belum sesuai dengan awal terbentuknya DPD dan apabila
dibandingkan saat berlakunya Konstitusi RIS tidak sesuai dengan harapan
sebagai lembaga parlemen selain DPR dalam menjalankan fungsi legislasi dalam
sistem bikameral. Dalam Teori Perwakilan bahwa fungsi perwakilan meliputi
fungsi legislasi, pertimbangan dan anggaran namun DPD sebagai lembaga
perwakilan daerah fungsinya terbatas dan hanya yang berkaitan dengan otonomi
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya serta berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Penguatan fungsi legislasi DPD menjadi ujian sesungguhnya political
will pelaku politik di Indonesia. Pasca keluarnya Putusan MK Nomor 92/PUU-
X/2012 yang memperkuat kewenangan DPD dalam menjalankan fungsi legislasi

xiv
berbasis bikameral seharusnya peran dan fungsi DPD sejajar dengan DPR akan
tetapi Kewenangan DPD direduksi oleh Peraturan Perundang-undangan yaitu
didalam UU MD3 maupun UU P3. Dalam teori yang dikemukakan oleh Giovanni
Sartori, kategori sistem bikameral berdasarkan kewenangan membentuk UU
(fungsi legislasi dalam arti sempit) terbagi atas perfect bicameralism, strong
bicameralism, dan weak bicameralism. Berdasarkan perbandingan dengan
berbagai negara, saat ini Indonesia menggunakan weak bicameralism dimana
kamar kedua tidak memiliki kewenangan membentuk UU.
Kewenangan ideal DPD RI juga berkaitan dengan mekanisme checks and
balances, apabila sesuai dasar pembentukan DPD, maka bukan hanya antar
cabang kekuasaan tetapi dalam lembaga legislatif itu sendiri. Kewenangan DPD
harus ditingkatkan meskipun tidak harus sama dengan DPR. Keberadaan DPD
sebagai mitra DPR yang berkaitan dengan daerah. Suatu RUU yang dibahas oleh
DPR, DPD, dan Presiden, yang berkaitan dengan daerah, mendapat persetujuan
bersama meskipun demikian DPR tetap memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang. Keberadaan DPD apabila dilihat dari kewenangannya, maka
harus memperhatikan keserasian dan keseimbangan fungsinya dengan DPR
sebagai lembaga perwakilan.

xv
SUMMARY

The consequence of the change in 1945 Constitution (Undang-Undang


Dasar 1945) has an impact on the change in the state administration of
theRepublic of Indonesia.The change includes repositioning the representative
system from unicameral into bicameral.One of New Institutions resulted from the
results of 1945 Constitution Amendment is Regional Representative Council
(Dewan Perwakilan Daerah (DPD) as regulated in Article 22C andArticle 22D.
The constitutional legitimation of DPD as a political representative which
represents the regional interest is in the similar position as the position of The
House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)) in the legislation
processes. In the state administration system in Indonesia, there are two systems
of representative: DPR that represents the constituencynationally and DPD that
represents the regional interests.
After the amendment of 1945 Constitution which places DPD in a weak
position compared to the political position of DPR, the regulation of article about
DPD gives less political authority of DPD to be involved in the legislation process
with DPR in the contexts of the discussion and the ratification of the bill. In the
political practice, the constitutional legitimationof Article 22Dof 1945
Constitution has not assured the equality in role between DPD and DPR. In the
context of the DPD presence as the representation of regional interest, it seems
that DPD is very appropriate viewed from the strategic reason of DPD as the
balance function of interests between the more macro national legislation interest
and the regional interest which socio-culturally is very plural. To create an
effective process of check and balancein the process of the administration of
interest representative system, the presence of DPD is much needed which is
institutionally strong and rooted in the society they represent.
If the role ofthe legislation ofDPDis compared to the role of the
legislation of DPR, either before and after the Decision of Constitution Court
Number 92/PUU-X/2012 has not been optimal in building the checks and

xvi
balances in the legislative institution as well as generating problems. First, after
the Decision of Constitution Court Number 92/PUU-X/2012 was released, there is
no performance regulation or new law as the replacement of Act Number 12 of
2011 on the Forming of Legislation, there fore, DPD still moves in a limitation
because its legislation role has not been contained in detail in the new law.
Second, the mechanism of checks and balances using the model of bicameral
parliament is not totally accommodated in 1945 Constitution. Checks and
balances in the legislation activity can be created if the role of legislation of DPR
andDPD in a whole or in majority of aspects are accommodated in the
constitution.
The presence of DPD in performing the legislation function in the system
of State Administration of Republic of Indonesia has been based on the bicameral
system although in performing the task, their authority is still limited. The
limitation in authority gave by the constitution influence the role of DPD in
legislation although in the way of legitimation and democracy, actually DPD have
more democratic political value than DPR. The authority of DPD in the legislation
function is limited in certain fields. It can be viewed from the performance or the
formal regulation either contained in the Article 22D of 1945 Constitution, Act
Number 17 of 2014, regarding the Position Structures of MPR, DPR, DPD and
DPRD. If being viewed from the history of the forming and the purpose of the
forming of DPD as the replacement of Regional Representatives in the Meetings
of Ad Hoc Committee (Panitia Ad Hoc (PAH) of MPR RI and The view of
fractions and treatise of Amendment have not been appropriate to the early
forming of DPD and if being compared in the time of the prevailing of the RIS
Constitution is not appropriate to the hope as a parliament institution other than
DPR in performing the legislation function in the bicameral system. In the
Theory of Representative that the representative function includes the legislation
function, consideration and budgeting function but DPD as a regional
representative institution has a limited function and only the functions that are
related to the regional autonomy, the forming and the expansion as well as the
integration of a region, the management of natural resources and other economic

xvii
resorces and also related to the financial balancing between a region and the
center.
The strengthening of legislation function of DPD becomes a real
examination of the political will of the politicians in Indonesia. After the release
of the Decision of the Supreme Court Number 92/PUU-X/2012 which strengthens
the authority of DPD in performing the legislation function based on bicameral,
the role and function of DPD should be equal to those of DPR but the Authority of
DPD is reduced by the Legislation that is in the Act of MD3 or in the Act of P3.
In the theory conveyed by Giovanni Sartori, the category of bicameral system
based on the authority to make an act (legislation function in a narrow meaning) is
divided into perfect bicameralism, strong bicameralism, and weak bicameralism.
Based on the comparison to many countries, recently, Indonesia uses a weak
bicameralism in which the second camber has no authority to make an act.
The ideal authority of DPD RI is also related to the mechanism of checks
and balances, if it is appropriate to the base of the forming of DPD, it will not be
inter branches of power but in the legislative institution it self. The authority of
DPD must be increased although it must not be similar to the authority of DPR.
The presence of DPD as the partner of DPR which is related to a region. A bill
discussed by DPR, DPD, and President related to a region obtains a collective
approval, nevertheless, DPR still hold an authority to make an Act. If being
viewed from their authority, the presence of DPD should consider the harmony
and the balancing of their function to those of DPR as the representative
institutions.

xviii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................. iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v
PRAKATA ............................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................... xi
ABSTRACT .............................................................................................. xii
RINGKASAN ........................................................................................... xiii
SUMMARY .............................................................................................. xvii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xxvi
DAFTAR BAGAN ................................................................................... xxvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Permasalahan................................................................................. 14
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 14
D. Konstribusi Penelitian ................................................................. 14

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori .............................................................................. 16


1. Teori Demokrasi Deliberatif .................................................. 16
2. Teori Demokrasi Pancasila ..................................................... 23
3. Teori Perwakilan ..................................................................... 26
a. Lembaga Perwakilan .................................................. 27
b. Sistem Perwakilan Dua Kamar (bikameral sistem) .... 32

xix
4. Teori Kewenangan .................................................................. 35
5. Teori Perundang-undangan .................................................... 38
6. Sistem Pemilu ......................................................................... 43
B. Kajian Pustaka ................................................................................ 46
1 Penelitian yang Relevan dan Kebaharuan Penelitian ............. 46
2 Kerangka Berpikir .................................................................. 48

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ........................................................................ 50
B. Metode Pendekatan ................................................................. 51
C. Sumber Data ........................................................................... 53
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 55
E. Analisis.................................................................................... 56
F. Batasan Variabel Penelitian ................................................... 57

BAB IV FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH


DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

A. Desain Awal Sistem Perwakilan di Indonesia .............................. 63


1 Periode Sebelum Kemerdekaan Indonesia ........................ 64
2 Periode 1945-1949 ( berlakunya UUD 1945 pertama) .... 66
B. Fungsi Legislasi dalam Parlemen menurut Konstitusi RIS........... 67
C. Fungsi Legislasi dalam Sistem Bikameral Masa RIS .................. 77
1 Kewenangan DPR dan Senat dalam Konstitusi RIS ........ 77
a. Kewenangan DPR dalam Konstitusi RIS ................... 79
b. Kewenangan Senat dalam Konstitusi RIS ................. 79
2 Rekruitmen Keanggotaan DPR dan Senat dalam
Konsitusi RIS ................................................................. 80
3 Mekanisme Hubungan antara DPR dengan Senat
dalam Pembentukan Undang-undang............................... 82
a. Mekanisme Pembentukan Rancangan Undang-Undang

xx
atas usul Senat ............................................... 84
b. Mekanisme Pembentukan Rancangan Undang-Undang
atas usul DPR ............................................................ 84
c. Mekanisme Pembentukan Rancangan Undang-Undang
atas usul Pemerintah ............................................... 85

D. Pelaksanaan Fungsi Legislasi dalam Sistem Bikameral Pada Masa


RIS ............................................................................................... 86
1 Mekanisme Hubungan DPR dan Senat dalam Pembentukan
UU dalam Konstitusi RIS .................................................. 88
2 Pelaksanaan Fungsi Legislasi Parlemen Masa Berlakunya
Konstitusi RIS ................................................................... 90
a. Kewenangan DPR ...................................................... 90
b. Kewenangan Senat ..................................................... 93
3 Metode Seleksi Anggota DPR dan Senat ......................... 96
4 Mekanisme Hubungan antara DPR dan Senat dalam
Pembentukan Undang-Undang ......................................... 97
E. Perkembangan Struktur dan Fungsi Parlemen Indonesia .
1 Fungsi Legislasi Parlemen dalam UUD 1945 ................... 100
2 Kedudukan MPR ............................................................. 104
3 Kamar dalam Parlemen. ................................................... 108
4 Kewenangan DPD dalam Pembentukan UU .................... 109
F. Fungsi Legislasi pada Masa Berlakunya UUD 1950 .............. 116
G. Fungsi Legislasi pada Masa Berlakunya UUD 1945 ............. 121
1 Periode Orde Lama (1959-1966 ) .................................... 121
2 Periode Orde Baru (1966-1998 ) ...................................... 122
3 Periode Awal Reformasi (1998-2004) .............................. 125
H. Sistem Perwakilan Indonesia dalam Peraturan Perundang-
Undangan
1 Sistem Perwakilan menurut Konstitusi ............................ 126

xxi
2 Perkembangan Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPD dalam Peraturan
Perundang –undangan ...................................................... 132
a. Fungsi Legislasi DPD dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2003 .............................................. 132
b. Fungsi Legislasi DPD dalam Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 .............................................. 136
c. Fungsi Legislasi DPD dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 .............................................. 141
d. Fungsi Legislasi DPD dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 .............................................. 150
I. Sistem Perwakilan Bikameral yang Dianut Indonesia ............ 156

BAB V PERBANDINGAN MODEL PERWAKILAN PARLEMEN DENGAN


SISTEM BIKAMERAL DI NEGARA LAIN

A. Sistem Bikameral di Amerika Serikat ............................. 160


1 Sistem Dua Majelis Amerika Serikat (Bikameral) .... 161
2 Keanggotaan .............................................................. 162
3 Kongres Amerika Serikat .......................................... 164
B. Sistem Bikameral Belanda ............................................... 168
1 Proses Legislasi .......................................................... 170
2 Fungsi Pengawasan dan Anggaran ............................ 173
C. Sistem Bikameral Australia ............................................. 175
D. Sistem Bikameral Inggris ................................................. 178
E. Sistem Bikameral Jerman.................................................. 180
F. Sistem Bikameral Jepang ................................................. 183
G. Sistem Bikameral Filipina ................................................ 185
H. Sistem Bikameral Thailand .............................................. 188
I. Sistem Bikameral Malaysia ............................................ 191
J. Sistem Bikameral Kamboja ............................................. 195
K. Sistem Afrika Selatan ....................................................... 197

xxii
L. Analisis Struktur Fungsi Legislasi Parlemen dalam Sistem
Bikameral di berbagai negara ........................................... 202
1. Analisis Struktur Lembaga Parlemen sistim Bikameral
dengan berbagai negara ............................................... 202
2. Analisis Kewenangan Formal Lembaga Parlemen dari
berbagai negara penganut Sistem Bikameral ............... 206
3. Analisis Rekuitmen Anggota Parlemen dari berbagai
negara penganut Sistem Bikameral .............................. 207
4. Analisis Sistem Bikameral Indonesia melalui
Perbandingan Negara .................................................... 209

BAB VI FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH


BERBASIS PARLEMEN BIKAMERAL DI INDONESIA
A. Fungsi Legislasi dalam sistem Pemerintahan Indonesia ....... 212
1. Fungsi DPD dalam sistem Pemerinthan Presidensiil ..... 215
2. Fungsi DPD dalam sistem Pemerinthan Parlementer ..... 222
3. Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen di Indonesia .... 224
a. Perkembangan Struktur Parlemen ........................... 224
b. Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen Indonesia .. 230
c. Kewenangan Formal DPR ....................................... 233
d. Kewenangan Formal DPD ..................................... 237
e. Kewenangan Formal MPR ...................................... 243
4. Rekruitmen dan Seleksi Anggota yang duduk di Parlemen. 245
a. Rekruitmen Anggota DPR ...................................... 245
b. Rekruitmen Anggota DPD dan kategori warga yang
diwakili .................................................................... 247
c. Rekruitmen Anggota MPR dan kategori warga yang
Diwakili .................................................................... 251
.B. Fungsi Legislasi DPD sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 92 /PUU-X/2012 .......................................................... 253
1. Hubungan DPR dan DPD dalam bidang Legislasi ........ 253

xxiii
2. Mekanisme Kerja DPR dan DPD ................................... 255
3. Pelibatan DPD dalam Program Legislasi Nasional ........ 259
4. Kewenangan Legislasi DPD Direduksi oleh UU MD3 dan
UU P3 ............................................................................. 260
5. kewenangan DPD Direduksi oleh UU MD3 dan UU P3 262
6. Distorsi UU MD3 pada RUU Usulan DPD menjadi Usulan
DPR ............................................................................... 262
7. Keddudukan DPD sebagai Sub Ordinat DPR ................ 264
8. Pelibatan DPD dalam Proses Pembahasan RUU ........... 265
C. Fungsi Legislasi DPD sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 92 /PUU-X/2012 ........................................................... 267
1. Kewenangan DPD dalam Penyusunan Program
Legislasi Nasional ( Prolegnas ) ................................... 267
2. Kewenangan DPD dalam Pengajuan Rancangan
Undang- Undang ............................................................ 273
3. Kewenangan DPD dalam Membahas Rancangan
Undang- Undang ............................................................ 285
a. Persandingan Pasal sebelum dan Pasca Putusan MK
dalam membahas RUU .......................................... 288
b. Persandingan Amar Putusan Mahkmah Konstitusi
Nomor 79/PUU-XII/2014 Dan Amar Putusan
Mahkmah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 ....... 296
4. Pembahasan RUU secara Tripartid ................................ 302

BAB VII KONSTRUKSI YANG IDEAL DEWAN PERWAKILAN DAERAH


DALAM FUNGSI LEGISLASI BERBASIS BIKAMERAL

A. Kewenangan DPD dalam Fungsi Legislasi Berdasar Konsep


Pancasila .................................................................................... 304
B. Kewenangan dan fungsi DPD dalam Konsep Negara
Kesatuan ...................................................................................... 312

xxiv
1. DPD sebagai Wakil Daerah dan Konsekuensi sebagai Wakil
Daerah ................................................................................. 314
2. Pola Hubungan Kerja DPD dengan Lembaga-lembaga
negara lainnya ..................................................................... 316
C. DPD menuju Sistem Legislasi yang Berbasis Bikameral Kuat .. 318
1. Konstruksi DPD dalam Menjalankan Fungsi Legislasi
dalam Bikameral yang Kuat ........................................... 322
2. Konstruksi DPD dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan
dalam Bikameral yang Kuat ........................................... 325
3. Konstruksi DPD dalam Menjalankan Fungsi Anggaran
dalam Bikameral yang Kuat ........................................... 327
4. Konstruksi Ideal DPD dalam Hubungan dengan
Lembaga lain ................................................................ 329
5. Konstruksi Ideal DPD dalam Sistem Bikameral
Analisis Perbandingan berbagai negara ........................ 331

BAB VIII PENUTUP


A. Kesimpulan ...................................................................... 333
B. Implikasi ........................................................................... 335
C. Rekomendasi ..................................................................... 336

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 339

xxv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan penelitian yang relevan dan fokus studi


dan kebaharuan ………………………………………… 40
Tabel 2 Perbandingan Negara Bikameral menurut
Sistim Pemerintahan, Bentuk Negara, Susunan Negara 199
Tabel 3 Perbandingan Metode Pengisian anggota Parlemen
Pada negara sistem bikameral berbagai negara ........... 202
Tabel 4 Model Bicameralism dikaitkan dengan bentuk negara,
Susunan negara, sistem pemerintahan dan sistem
Rekuitmen ..................................................................... 204
Tabel 4 Kewenangan Penyusunan Prolegnas ............................ 264
Tabel 5 Penyusunan Prolegnas ................................................. 265
Tabel 6 Penetapan Prolegnas .................................................... 267
Tabel 7 Kewenangan DPD dalam Pengajuan RUU ................... 269
Tabel 8 Kewenangan DPD dalam Membahas RUU .................. 282
Tabel 9 Persandingan Amar Putusan MK No 79/PUU-XII/2014
Dan Amar Putusan MK No :92/PUU-X/2012 ............ 290
Tabel 10 Lembaga-lembaga mitra kerja DPD dan potensi aliansi
strategis .............................................................................. 324

xxvi
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Kerangka Teori ............................................................. 42


Bagan 2 Model keterwakilan DPD ........................................... 309
Bagan 3 Hubungan DPD dengan Lembaga Pemerintahan
Nasional dan Daerah ..................................................... 311

xxvii

Anda mungkin juga menyukai