Anda di halaman 1dari 57

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

MANAJEMEN PAJAK PADA PERUSAHAAN JASA SEKTOR KEUANGAN

SUB SEKTOR BANK YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

2015 - 2017

SKRIPSI

Oleh

Okky Fahri Muhammad

NIM : 12110348

JURUSAN AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERTIWI BEKASI

2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Pembatasan Masalah .............................................................................. 7

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 7

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 8

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN


HIPOTESIS ...................................................................................................... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 9

2.1.1 Agency Theory........................................................................... 10

2.1.2 Pajak .......................................................................................... 11

2.1.3 Manajemen Pajak ...................................................................... 13

2.1.4 Akuntansi Pajak Penghasilan .................................................... 16

2.1.5 Good Corporate Governance ................................................... 18

2.1.5.1 Manfaat Good Corporate Governance .............................. 19

2.1.5.2 Prinsip – prinsip Good Corporate Governance .................. 20

2.1.5.3 Struktur Good Corporate Governance ............................... 21

2.1.6 Dewan Komisaris ...................................................................... 24

2.1.7 Dewan Komisaris Independen .................................................. 26

2.1.8 Komite Audit............................................................................. 27


2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 28

2.3 Hipotesis................................................................................................ 29

2.3.1 Jumlah Dewan Komisaris Independen terhadap


Manajemen Pajak ...................................................................... 29

2.3.2 Jumlah Komite Audit terhadap Manajemen Pajak.................... 30

2.3.3 Jumlah Dewan Komisaris Independen dan Jumlah Komite


Audit Secara Bersama – sama Berpengaruh terhadap
Manajemen Pajak ……………………………………………. 31

2.4 Penelitian Terdahulu …………………………………………………. 32

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 36

3.1 Desain Penelitian ................................................................................... 36

3.2 Obyek dan Waktu Penelitian................................................................. 36

3.3 Variable Penelitian ................................................................................ 37

3.3.1 Varibale Dependen ................................................................... 37

3.3.1.1 Manajemen Pajak ................................................................ 39

3.3.2 Variabel Independen ................................................................ 39

3.3.2.1 Jumlah Dewan Komisaris Independen ................................ 39

3.3.2.2 Jumlah Komite Audit ......................................................... 40

3.4 Operasionalisasi Variabel ..................................................................... 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 41

3.6 Analisis Data ........................................................................................ 42

3.6.1 Statistik Deskriptif ................................................................... 42


3.6.2 Uji Asumsi Klasik .................................................................... 43

3.6.2.1 Uji Normalitas Data ........................................................... 43

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas .......................................................... 44

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas ..................................................... 44

3.6.2.4 Uji Autokorelasi …………………………………………..45

3.6.3 Analisis Regresi Berganda ……………………………………46

3.6.4 Pengujian Hipotesis …………………………………………..47

3.6.4.1 Koefisian Determinasi (R2)………………………………..47

3.6.4.2 Koefisien Korelasi ............................................................... 53

3.6.4.3 Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F) …………………48

3.6.4.4 Uji Signufikasi Parameter Individual (Uji Statistik T) ……48


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu konsep yang

menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan,

dan pembagian beban tanggung jawab dari masing - masing unsur yang

membentuk unsur perseroan, dan mekanisme yang harus ditempuh oleh masing

- masing unsur tersebut. Good Corporate Governance berfungsi untuk

menumbuhkan kepercayaan nasabah. Penerapan Good Corporate Governance

akan mencegah kesalahan dalam pengambilan keputusan dan perbuatan

menguntungkan diri sendiri sehingga secara otomatis akan meningkatkan nilai

yang tercermin pada kinerja keuangan.

Munculnya corporate governance dilatarbelakangi dari berbagai skandal

besar yang terjadi pada perusahaan – perusahaan baik di Inggris maupun

Amerika Serikat pada tahun 1980 – an dikarenakan adanya tindakan yang

cenderung serakah dan mementingkan tujuan pihak – pihak tertentu. Hal itulah

yang menjadi pemicu kebutuhan / keharusan akan corporate governance.

Menurut Muhammad Arief Effendi (2016:3), tata kelola perusahaan atau

corporate governance merupakan suatu sistem yang dirancang untuk

mengarahkan pengelola perusahaan secara profesional berdasarkan prinsip –

1
prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independent, kewajaran

dan kesetaraan yang dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen

yang bersih, transparan dan profesional (BTP). Karakteristik corporate

governance sebuah perusahaan tentu saja menentukan bagaimana perusahaan

tersebut menerapkan manajemen pajak (Meilinda, Maria, 2013). Karakteristik

corporate governance yang dimaksud yaitu jumlah dewan komisaris

independen dan jumlah komite audit, dewan komisaris independent menurut

Muhammad Arief Effendi (2016:) ialah keberadaaan sebagai wakil pemegang

saham independent (minoritas) termasuk mewakili kepentingan lainnya,

misalnya investor. Disamping itu komite audit juga memegang peranan cukup

penting dalam mewujudkan good corporate governance karena merupakan

“mata” dan “telinga” dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya

perusahaan. Pengertian komite audit menurut Ikatan Komite Audit Indonesia

(Arief Effendi, Muhammad, 2016) adalah Suatu komite yang bekerja secara

profesional dan independent yang dibentuk oleh dewan komisaris, dengan

demikian tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris

(atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight)

atau proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan

implementasi dari corporate governance di perusahaan – perusahaan.

Manajemen pajak menurut Maria Meilinda (2013) yaitu merupakan

kegiatan untuk mewujudkan nyatakan fungsi – fungsi manajemen sehingga

efektivitas dan efisiensi pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dapat

tercapai. Manajemen pajak akan memiliki manfaat atau nilai guna yang besar

2
bila perusahaan dapat melaksanakannya sesuai dengan tujuan awal yang telah

ditetapkan. Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang

dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, agar dapat menghindari

sanksi-sanksi pajak dikemudian hari. Secara umum penghematan pajak

menganut prinsip the last and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal

mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang

dan peraturan perpajakan.

Salah satu penyebab belum maksimalnya manajemen pajak yang

dilakukan perusahaan – perusahaan di Indonesia yaitu adanya agency problem

dalam perusahaan. Adanya perbedaan kepentingan antara manejemen sebagai

agen dan pemilik perusahaan sebagai principal dimana agen lebih

mementingkan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan apa yang

diinginkan oleh pemilik perusahaan, yaitu salah satunya adalah manajemen

pajak. Disinilah letak pentingnya corporate governance yaitu sebagai

penjamin dilindunginya hak – hak pemegang saham, berkaitan dengan hal itu

kedua variabel tersebut akan dijadikan penentu apakah corporate governance

perusahaan berpengaruh terhadap manajemen pajak. Corporate governance

merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis,

yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan

komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate

governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan

sasaran – sasaran dari suatu perusahaan sebagai suatu sarana untuk menentukan

teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004).

3
Berkaitan dengan hal itu, kedua variabel ini akan dijadikan penentu apakah

corporate governance perusahaan berpengaruh terhadap manajemen pajak

perusahaan tersebut.

Literatur mengenai corporate governance terhadap manajemen pajak telah

ditemukan. Salah satunya oleh Minnick dan Noga (2010). Penelitian tersebut

menemukan bahwa paket kompensasi berbasis saham, sebagai salah satu

komponen corporate governance, mendorong manajer melakukan manajemen

pajak untuk efisiensi pembayaran pajak perusahaan. Hal tersebut dapat

menambah value dari perusahaan tersebut dan memberi manfaat kepada

pemegang saham karena berkaitan positif terhadap tingginya tingkat

pengembaian kepada mereka. Selain itu, Armstrong et, al. (2012) melakukan

penelitian mengenai hubungan kompensasi yang diterima oleh eksekutif

perusahaan, khususnya atas kompensasi yang diterima oleh direktur pajak,

terhadap tax planning perusahaan. Dalam penelitian tersebut, membuktikan

bahwa ada hubungan negatif yang kuat antara kompensasi yang diterima

direktur pajak perusahaan dengan tax planning melalui GAAP (Generally

Accepted Accounting Principles) effective tax rate. Hal ini menarik untuk

dilakukan penelitian, karena masalah ini merupakan isu baru dan pajak adalah

hal yang sangat kompleks.

Awalnya corporate governance hanya berkembang di Inggris dan

Amerika Serikat, tetapi seiringnya berkembangnya bisnis di berbagai negara di

dunia maka berkembang pula di banyak negara lain. Dewasa ini , corporate

governance merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital dengan adanya

4
aturan - aturan dan regulasi yang mengatur tentang bagaimana penerapan

corporate governance yang baik.

Isu perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia

diungkapkan oleh Muhammad Arief Effendi (2016:23) implementasi GCG di

negara kita sangat terlambat jika dibandingkan dengan negara – negara lain,

mengingat masuknya konsep GCG di Indonesia relatif masih baru. Konsep

GCG di Indonesia pada awalnya diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia dan

International Monetary Fund (IMF) dalam rangka pemulihan ekonomi

(economy recovery) pascakrisis. Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia

untuk Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Indonesia)

mengeluarkan The Indonesia Code for Good Corporate Governance (Kode

Tata Kelola Perusahaan yang Baik) bagi masyarakat bisnis Indonesia. Dalam

Indonesian Code for Good Governance tersebut dimuat hal – hal yang

berkaitan dengan pemegang saham dan hak mereka, fungsi dewan komisaris

perusahaan, fungsi direksi perusahaan, sistem audit, sekretaris perusahaan,

pemangku kepentingan (Stakeholders), prinsip pengungkapan informasi

perusahaan secara transparan, prinsip kerahasiaan, etika bisnis dan korupsi,

perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Salah satu isu mengenai Good Corporate Governance yang masih

mengemuka diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan, hanya dua emiten dari

Indonesia yang masuk dalam daftar 50 Emiten Terbaik dalam praktik GCG di

ASEAN dalam ajang penganugerahan ASEAN Capital Markets Forum

5
(ACMF) di Manila, Filipina. Kedua Emiten tersebut ialah PT. Bank Danamon

Tbk dan PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Wimboh mengungkapkan penerapan

GCG yang baik adalah aspek utama untuk membangun fundamental

perusahaan yang kokoh. Menurut Wimboh, keuangan perusahaan tidak akan

berkelanjutan bila tidak dilandasi oleh praktik – praktik tata kelola yang baik.

Selain itu, ia menilai laporan tahunan yang didukung GCG akan meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas publik, yang pada gilirannya akan meningkatkan

kepercayaan investor. (CNN Indonesia, 20/09/2017. “OJK: Praktik GCG

Perusahaan Indonesia Masih Tertinggal”)

Keberhasilan penerapan corporate governance akan sangat bergantung

pada kuatnya hukum sekuritas dan korporasi, standar akuntansi yang baik,

peraturan yang kuat, sistem peradilan yang efisien dan tekad yang kuat untuk

melawan segala bentuk korupsi yang diterapkan oleh pemerintah dan

perusahaan – perusahaan di Asia (Barton et al, 2004). Manajemen memegang

peranan penting dalam memilih strategi yang akan dilakukan perusahaan untuk

meningkatkan kekayaan (Irawan dan Aria, 2012). Manajemen berkewajiban

memanfaatkan sumber daya perusahaan secara efisien dan meningkatkan

kinerja perusahaan sehingga nilai perusahaan meningkat. Salah satu stretegi

yang dilakukan adalah dengan efisiensi pembayaran pajak. Manajemen dapat

memilih strategi manajemen pajak yang bermanfaat bagi perusahaan dalam

jangka Panjang. Manajemen pajak merupakan upaya perusahaan dalam

penanganan pembayaran pajak mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian.

6
Menurut Irawan dan Aria (2012), penerapan corporate governance

diharapkan mampu mengatasi masalah agensi yang dialami oleh perusahaan.

Masalah agensi ini timbul karena asimetri informasi akbibat pemisahan

kepemilikan dan manajemen perusahaan. Hal ini dapat memberikan celah bagi

manajemen untuk melakukan tindakan oportunis (moral hazard). Banyak

upaya yang telah dilakukan perusahaan untuk meminimalkan jumlah pajak

yang harus dibayarkan ke negara, salah satunya dengan manajemen pajak

(Meilinda, Maria, 2013).

Suandy (2008) menyebutkan bahwa asumsi pajak sebagai biaya akan

mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan asumsi pajak sebagai distribusi

laba akan mempengaruhi tingkat pengembalian atas investasi (rate of return on

investment). Status perusahaan yang go public atau belum akan mempengaruhi

kebijakan pembagian dividen. Perusahaan yang sudah go public umumnya

cenderung high profile daripada perusahaan yang belum go public. Agar harga

pasar sahamnya meningkat, manajer perusahaan go public akan berusaha

tampil sebaik mungkin, sukses, dan membagi dividen yang besar (Damayanti,

2009). Demikian juga dengan pembayaran pajaknya akan diusahakan sebaik

mungkin. Namun apa pun asumsinya, secara ekonomis pajak merupakan unsur

pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh

perusahaan. Oleh karena itu, investasi dijadikan salah satu strategi dalam

penghematan pajak (Minnick dan Noga, 2010:).

Penelitian tentang Good Corporate Governance memberikan bukti

empiris bahwa variabel tersebut merupakan faktor penting dalam menentukan

7
nilai perusahaan dan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan

seperti perbankan. Good Corporate Governance juga memegang peranan

penting dalam memilih strategi yang akan dilakukan perusahaan untuk

meningkatkan laba, salah satu strateginya yaitu dengan efisiensi pembayaran

pajak. Semakin rendah jumlah pajak yang dibayarkan maka distribusi laba

berupa dividen akan meningkatkan, yang nantinya dapat dibagikan kepada

investor atau diinvestasikan kembali kepada perusahaan tersebut.

Permasalahan yang muncul dan akan diteliti dalam tulisan ini apakah Good

Corporate Governance berpengaruh terhadap manajemen pajak perusahaan

perbankan di Indonesia?

Lebih lanjut peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian bagaimana

Good Corporate Governance yang diukur dari jumlah dewan komisaris

independen dan jumlah komite audit perusahaan mempengaruhi manajemen

pajak perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

mengambil judul “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap

Manajemen Pajak Pada Jasa Sektor Keuangan Sub Sektor Bank yang

Terdaftar Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Pembatasan Masalah

1. Dalam penelitian ini periode yang akan dilakukan adalah dari tahun

2015 – 2017 .

8
2. Untuk sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengambil sampel

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang

mempublikasikan annual report

3. Variabel independen yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Good

Corporate Governance dengan indikator variable jumlah dewan

komisaris indepenen dan jumlah komite audit yang berpengaruh

terhadap manajemen pajak.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap manajemen pajak. Hal tersebut dapat

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan

jasa sektor keuangan sub sektor bank yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia?

2. Bagaiana Manajemen pajak pada perusahaan jasa sektor keuangan sub

sektor bank yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia?

3. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance terhadap

manajemen pajak pada perusahaan jasa sektor keuangan sub sektor bank

yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah dewan komaris independen berpengaruh terhadap manajemen

pajak?

5. Apakah jumlah komite audit berpengaruh terhadap manajemen pajak?

9
6. Apakah dewan komisaris independen dan jumlah komite audit secara

bersama – sama berpengaruh terhadap manajemen pajak?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara

empiris terhadap:

1. Untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance pada

perusahaan jasa sektor keuangan sub sektor bank yang terdaftar pada

Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh manajemen pajak pada perusahaan jasa

sektor keuangan sub sektor bank yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance terhadap

manajemen pajak pada perusahaan jasa sektor keuangan sub sektor bank

yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris independen terhadap

manajemen pajak pada perusahaan jasa sektor keuangan sub sektor bank

yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.

5. Untuk mengetahui pengaruh jumlah komite audit terhadap manajemen

pajak pada perusahaan jasa sektor keuangan sub sektor bank yang

terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.

6. Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris independen dan jumlah

komite audit secara bersama – sama terhadap manajemen pajak pada

10
perusahaan jasa sektor keuangan sub sektor bank yang terdaftar pada

Bursa Efek Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1 Bagi akademisi dan peneliti, dapat dijadikan bukti empiris dan masukan

literatur ilmu pengetahuan di bidang akuntansi khususnya perpajakan dan

corporate governance, serta dapat menambah wawasan dan referensi

untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam yang berkaitan dengan

manajemen pajak.

2 Bagi perusahaan, dapat dijadikan sebagai panduan untuk manajemen pajak

perusahaan, yang diterapkan sesuai dengan karakteristik corporate

governance perusahaan bersangkutan. Selain itu, dapat dijadikan masukan

mengenai pentingnya manajemen pajak dengan upaya meminimalkan

pajak terutang serta menunjukkan keuntungan yang didapat apabila

perusahaan melakukan manajemen pajak.

3 Bagi investor, dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam

pengambilan keputusan investasi.

11
BAB I I

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

Pada bagian ini dijelaskan mengenai landasan teori yang digunakan dalam

penelitian, selain itu dalam telaah pustaka juga akan membahas tentang penelitian-

penelitian terdahulu yang sejenis dan juga hasil-hasilnya. Secara sistematis, bab ini

membahas tentang tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis dan daftar

jurnal penelitian terdahulu.

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami

corporate governance yang menyangkut hubungan kontraktual antara anggota

– anggota perusahaan.

Menurut Ichsan (2013:48) Teori keagenan merupakan merupakan suatu

kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen)

untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang

kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika prinsipal dan

agen memiliki tujuan yang sama maka agen akan mendukung dan

melaksanakan semua yang diperintahkan oleh prinsipal.

Teori keagenan juga mengimplikasikan terdapat asimetri informasi antara

manajer sebagai pihak agen dan pemilik sebagai prinsipal. Manajemen

sebagai agen, secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan

12
keuntungan para pemilik (prinsipal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh

kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua

kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak

berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang

dikehendaki sehingga munculah informasi asimetri antara manajemen (agent)

dengan pemilik (principal) yang dapat memberikan kesempatan kepada

manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam

rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi

perusahaan (Irfan, 2002) .

Bagian terpenting yang menjadi dasar dari terlaksananya konsep corporate

governance adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris independen.

Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan

karena dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen,

sedangkan manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan

daya saing perusahaan, sehingga dewan komisaris dapat mengawasi segala

tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk manajemen

pajak (Egon, 2000 dalam FCGI, 2004).

Good corporate governance sebagai efektivitas mekanisme yang

bertujuan meminimalisasi konflik keagenan, dengan penekanan khusus pada

mekanisme legal (Marga, 2011). Good corporate governance merupakan salah

satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi

serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para

pemegang saham dan stakeholders lainnya. Good corporate governance juga

13
memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari

suatu perusahaan, sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja

(Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004).

2.1.2 Pajak
Menurut UU No.28 Tahun 2007 tentang KUP, yang dimaksud

dengan “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-

undang, dengan tidak mendapatkanimbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan Negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.”

Mardiasmo (2011:1) mengemukakan pengertian pajak adalah iuran rakyat

kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dalam bidang perpajakan, dikenal istilah statutory tax rate (STR) atau

tarif pajak statutori (TPS) dan effective tax rate (ETR) atau tarif pajak efektif

(TPE). Tarif pajak statutori adalah tarif pajak yang ditetapkan oleh hukum atas

dasar pengenaan tertentu dan mengacu pada Undang-Undang Perpajakan yang

berlaku serta secara terus-menerus menjadi objek reformasi pajak. Tarif pajak

efektif adalah tarif pajak yang terjadi dan dihitung dengan membandingkan

beban pajak dengan laba akuntansi perusahaan. Tarif pajak efektif

menunjukkan efektivitas manajemen pajak suatu perusahaan. Selain itu, tarif

pajak efektif juga menunjukkan respon dan dampak insentif pajak terhadap

14
sebuah perusahaan.

Menurut Walby (2010:5) membagi tarif pajak menjadi empat macam,

yaitu:

a. Tarif Pajak Statutori (Statutory Tax Rate)

Tarif pajak statutori adalah tarif pajak yang secara legal berlaku dan

ditetapkan oleh otoritas perpajakan. Contoh dari tarif statutori adalah tarif

PPh badan sebesar 25%.

b. Tarif Pajak Rata-Rata (Average Tax Rate)

Tarif pajak rata-rata dalah rasio jumlah pajak yang dibayarkan terhadap

jumlah penghasilan kena pajak. Tarif pajak rata-rata akan menjadi

berbedadengan tarif pajak statutori ketika tarif pajak statutori memiliki tarif

yang bertingkat. Pada saat tersebut tarif pajak rata-rata akan lebih rendah

daripada tarif pajak statutori. Contohnya adalah lapisan tarif PPh

perseorangan yang memiliki tarif 5% sampai dengan 35%, tetapi bisa saja

tarif rata-ratanya berada pada tingkat 13%.

c. Tarif Pajak Marginal (Marginal Tax Rate)

d. Tarif pajak marginal adalah tarif pajak yang dikenakan atas sisa

penghasilan kena pajak setelah dikenakan dengan tarif pajak sebelumnya.

Contohnya penghasilan kena pajak A sebesar Rp85.000.000,00. Tarif pajak

yang berlaku adalah 5% untuk Rp0 - Rp50.000.000,00 dan tarif 15%

berlaku untuk Rp50.000.000,00 - Rp250.000.000,00. Atas

Rp35.000.000,00 penghasilan A akan dikenakan tarif sebesar 15%, dan

15% adalah tarif marginal.

15
e. Tarif Pajak Efektif (Effective Tax Rate)

Tarif pajak efektif adalah tarif pajak aktual yang yang harus dibayarkan

oleh perusahaan dibandingkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan.

2.1.3 Manajemen Pajak


Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan

melalui manajemen pajak. Manajemen pajak adalah cara untuk memenuhi

kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat

ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang

diharapkan (Suandy, 2011:6).

Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan

oleh perusahaan haruslah bersifat legal, agar dapat menghindari sanksi-sanksi

pajak di kemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip

the last and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada

waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan

perpajakan.

.Manajemen pajak atau perencanaan pajak adalah kegiatan penstrukturan

yang terkait dengan konsekuensi pajaknya, yang berfokus pada pengendalian

setiap transaksi dan konsekuensi pajaknya. Hal ini bermaksud agar

pengendalian pajak tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan

ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak

(tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion). Tidak seperti

tax avoidace dan tax evasion merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan

16
ditoleransi.Manajemen pajak merupakan kegiatan untuk mewujudnyatakan

fungsi-fungsi manajemen sehingga efektivitas dan efisiensi pelaksanaan hak

dan kewajiban perpajakan dapat tercapai. Maria Meilinda (2011:18)

mengemukakan bahwa dalam melaksanaan kewajiban perpajakan, wajib pajak

harus mengerti unsur-unsur berikut :

• Tax Compliance

Tax complience merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan

kegiatan- kegiatan untuk memenuhi aturan perpajakan. Kegiatan ini meliputi

administrasi yang harus dilakukan, pembukuan, pemotongan, pemungutan,

penyetoran, pelaporan, memberikan data untuk keperluan pemeriksaan pajak

dan sebagainya.

• Tax Planning

Tax planning merupakan rangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan

keuangan perusahaan untuk meminimalkan kewajiban pajak dengan cara-cara

yang tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Tax planning dalam

arti yang luas meliputi keseluruhan fungsi manajemen pajak.

• Tax Litigation

Tax litigation merupakan usaha-usaha untuk menyelesaikan perselisihan

atau sengketa pajak dengan pihak lain, terutama kantor pajak. Sengketa pajak

terjadi karena adanya perbedaan penafsiran atas suatu ketentuan perpajakan

atau atas masalah-masalah yang tidak ada aturannya secara jelas. Sengketa

pajak terjadi antara wajib pajak dengan fiskus dalam pemeriksaan atau

penelitian pajak. Di Indonesia, tax litigation berhubungan dengan permohonan

17
peninjauan kembali untuk pembetulan atau pembatalan surat ketetapan pajak,

permohonan pengurangan sanksi perpajakan, pengajuan keberatan, banding,

gugatan dan cara-cara lain yang sesuai dengan undang-undang.

• Tax Research

Tax research merupakan proses untuk mencari jawaban, solusi, atau

rekomendasi atas suatu permasalahan perpajakan. Kegiatan yang dilakukan

biasanya meliputi penentuan fakta-fakta yang akan dianalisis, mengidentifikasi

isu-isu pajak yang berkaitan dengan fakta-fakta tersebut, menentukan pihak-

pihak yang dapat menjadi sumber data dan informasi, mengevaluasi data dan

informasi yang diperoleh, mengembangkan kesimpulan, merumuskan

kesimpulan, megembangkan rekomendasi, merumuskan rekomendasi, dan

mengkomunikasikan rekomendasi yang dibuat.

Paparan diatas menyebutkan bahwa perencanaan pajak atau manajemen

pajak merupakan kesatuan dari perencanaan strategis perusahaan, sehingga

perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen

pajak. Kiswara (2008:38) menyatakan bahwa pelaksanaan manajemen pajak

harus ditempuh pertimbangan aspek ekonomis, efisiensi, dan efektifitas.

Manajemen pajak dimulai pada saat akan mendirikan perusahaan (pemilihan

bentuk usaha, pemilihan metode pembukuan, dan pemilihan lokasi usaha),

menjalankan perusahaan (pemilihan transaksi-transaksi yang akan dilakukan

dalam kegiatan operasionalnya, pemilihan metode akuntansi) sampai dengan

menutup perusahaan (restrukturisasi usaha, likudasi, merger, pemekaran, dan

18
sebagainya).

Manajemen pajak akan memiliki manfaat atau nilai guna yang besar bila

perusahaan dapat melaksanakannya sesuai dengan tujuan awal yang telah

ditetapkan.

Oleh karena itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan

berkompeten, perangkat kerja yang memadai, prosedur kerja yang tepat waktu,

tepat jumlah dan tepat informasi (Minnick dan Noga, 2010).

2.1.4 Akuntansi Pajak Penghasilan


Menurut Muljono (2006:18), akuntansi pajak adalah akuntansi yang

berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan

perundang- undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. Teori

akuntansi pajak adalah penalaran logis dalam bentuk seperangkat azas atau

prinsip yang diakui dalam ketentuan serta peraturan perpajakan. Fungsi

akuntansi pajak adalah mengelola data kuantitatif yang akan digunakan untuk

menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan.

Berdasarkan Pasal 3 Ayat 3 Poin C Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa wajib

pajak badan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak

penghasilan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah tahun buku

berakhir. Dalam SPT yang disampaikan oleh wajib pajak terdapat laba

perusahaan yang merupakan objek pajak penghasilan. Laba yang tertera dalam

laporan keuangan tidak bisa secara langsung dijadikan sebagai dasar

19
pengenaan pajak karena masih merupakan laba akuntansi.

Dasar pengenaan pajak bagi wajib pajak badan dan disampaikan dalam

SPT perusahan adalah laba fiskal. Laba akuntansi disusun oleh akuntan dengan

mengikuti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku,

sedangkan laba fiskal disusun menggunakan Undang-Undang Perpajakan yang

berlaku. Oleh karena hal ini, atas laba akuntansi harus dilakukan koreksi

terlebih dahulu dengan menggunakan Undang-Undang Perpajakan sehingga

menjadi laba fiskal.

Penyusunan yang berbeda dalam penghitungan laba menurut akuntansi

dan perpajakan maka menyebabkan perbedaan jumlah antara penghasilan

sebelum pajak (laba akuntansi) dengan penghasilan kena pajak (laba fiskal)

atau yang biasa disebut dengan book tax differences. Perbedaan ini dapat

terjadi karena adanya pos-pos penghasilan yang diakui oleh akuntansi, tetapi

tidak diakui oleh perpajakan. Demikian pula sebaliknya, perbedaan bisa terjadi

karena adanya pos-pos pendapatan yang tidak diakui dalam akuntansi, tetapi

diakui oleh perpajakan. Perbedaan juga bisa disebabkan karena adanya beban-

beban yang diakui dalam akuntansi, tetapi tidak diakui dalam perpajakan.

Sebaliknya, dimungkinkan pula adanya beban-beban yang tidak diakui dalam

akuntansi, tetapi diakui dalam perpajakan. Perbedaan yang disebabkan oleh

perbedaan pengakuan peghasilan dan beban dapat bersifat sementara

(temporary) ataupun bersifat tetap (permanent).

Sesuai PSAK No.46, perbedaan sementara adalah perbedaan antara

jumlah tercatat aset atau kewajiban dengan DPP-nya. Perbedaan sementara

20
terdiri dari penyisihan/akrual dan realisasi, penyusutan, amortisasi dan

kompensasi rugi. Beda sementara juga ditimbulkan karena adanya penyusutan

dan amortisasi. Secara fiskal, penyusutan dan amortisasi mempunyai ketentuan

tersendiri sebagaimana diatur dalam pasal 11 dan 11A UU PPh. Ketentuan ini

mengatur tentang metode penyusutan dan amortisasi dan masa manfaat.

Pembukuan penyusutan dan amortisasi yang dilakukan oleh akuntan mungkin

saja memiliki masa manfaat dan metode yang berbeda dengan perpajakan

sehingga timbul beda sementara. Sedangkan perbedaan permanen timbul

karena adanya peraturan yang berbeda terkait dengan pengakuan penghasilan

dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dan Ketentuan Peraturan

Perundang- undangan Perpajakan.

2.1.5 Good Corporate Governance


World Bank mendefinisikan Good Corporate Governance dalam konteks

internasional sebagai hal yang menyatukan hukum, peraturan, dan praktik

sektor swasta yang tepat. Good Corporate Governance memungkinkan

perusahaan untuk menarik sumber daya manusia dan modal, berkinerja efisien,

sehingga secara jangka panjang akan menghasilkan nilai ekonomis yang terus

menerus bagi pemegang saham dan masyarakat secara keseluruhan (Arief

Effendi, Muhammad, 2016:2).

Good Corporate Governance timbul sebagai upaya untuk mengatasi

perilaku manajemen dari sikap mementingkan diri sendiri bertujuan untuk

menciptakan pengawasan dalam perusahaan yang memastikan adanya

21
optimalisasi atas pemenuhan kepentingan stakeholder serta menciptakan

efisiensi bagi perusahaan. Menurut Michelon (2010) esensi dari corporate

governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan

kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap stakeholders

serta pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan

peraturan yang berlaku. Dengan diterapkannya Good Corporate Governance,

perusahaan akan mendapatkan manfaat, antara lain perbaikan dalam

komunikasi, minimalisasi potensi benturan, fokus pada strategi-strategi utama,

peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi, kesinambungan manfaat

(sustainability of benefits), promosi citra korporat (corporate images), dan

perolehan kepercayaan investor.

2.1.5.1 Manfaat Good Corporate Governance

Menurut Forum Corporate Governance Indonesia (FCGI) (2001:3)

penerapan Good Corporate Governance memberikan empat manfaat, yaitu:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan

keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih

meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga

akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di

Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena

22
sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen.

Surya dan Yustiavandana (2006:5) mengatakan bahwa tujuan dan

manfaat dari penerapan Good Corporate Governance adalah:

1. Mempermudah akses terhadap investasi domestik maupun asing.

2. Mempermudah biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.

3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja

ekonomi perusahaan.

4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku

kepentingan.

5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

2.1.5.2 Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance

Dalam menerapkan Good Corporate Governance yang sesuai manfaat dan

tujuannya, perusahaan harus menjalankan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance di setiap aspek bisnis dan semua jajaran perusahaan. Prinsip-prinsip

dasar dari Good Corporate Governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk

memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan.

Menurut Muhammad Arief Effendi (2016:117) Prinsip Good Corporate

Governance sesuai Pasal 3 peraturan Menteri Negara BUMN NO. 1 PER-

01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola

Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN disebutkan

bahwa prinsip – prinsip Good Corporate Governance, yaitu:

1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan

23
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Kemandirian (independency), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh

maupun tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

3. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan

pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan

terlaksana secara efektif.

4. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam

pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-

hak stakeholders lainnya yang timbul berdasarkan perjanjian dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.5.3 Struktur Good Corporate Governance

Umumnya terdapat dua model struktur internal Good Corporate

Governance di dunia, yaitu Model The Anglo-American System dan Model The

Continental European System. Model The Anglo-American System merupakan

model yang digunakan di US, UK, dan Kanada (Kamal, 2010). Struktur Good

Corporate Governance dengan model The Anglo-American System ini terdiri

24
dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Board of Directors (executive

directors dan non-executive directors), serta executive managers yang

dipimpin oleh CEO. Model The Anglo-American System ini biasa disebut

single atau one board system. Sistem ini menggunakan satu sistem

pengawasan. Biasanya perusahaan hanya memiliki satu dewan direksi yang

merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur

Eksekutif) dan direktur independen (Non-Direktur Eksekutif).

Gambar 2.1
Model Single Board System
The General
Shareholder’s Meeting

Board of Directors (Chairman of The Board)

Executive Directors Non-executive directors

Management (CEO)

Sumber: FCGI (2002)

Sementara model The Continental European System merupakan model

yang digunakan di Jepang, Jerman, dan Perancis (Kamal, 2010). Struktur Good

Corporate Governance dengan model Continental Europe terdiri dari Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS), Board of Commisioners (Dewan

Komisaris) sebagai dewan pengawas, dan Board of Directors (Dewan Direksi)

25
sebagai eksekutif perusahaan atau manajemen. Pemisahan keanggotaan dewan

komisaris dan dewan direksi yang dikenal dengan sebutan Model Dual Board

System atau Two Board System.

Gambar 2.2 Model Dual Board System

The General
Shareholder’s Meeting

Board
of Commisioners

Board of Directors
(Management)
Sumber: FCGI, 2002

Penerapan struktur Good Corporate Governance di Indonesia

menggunakan Model Dual Board System atau Two Board System. Sistem ini

menggunakan dua sistem pengawasan yang terpisah. Dalam sistem ini

perusahaan memiliki dua badan terpisah yaitu Dewan Pengawas (Dewan

Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Dewan Komisaris

bertugas mengawasi dan mengarahkan dewan direksi, sedangkan dewan

direksi bertugas untuk mengelola dan mewakili perusahaan. Penerapan Model

Dual Board System dalam struktur Good Corporate Governance di Indonesia

berbeda dengan Model Continental Europe (FCGI, 2002).

26
Gambar 2.3
Model Two Board System di Indonesia

Rapat Umum
Pemegang Saham
(RUPS)

Dewan Komisaris Direksi

Sumber: FCGI, 2002

2.1.6 Dewan Komisaris


Dewan komisaris dalam urutan manajemen merupakan tingkatan tertinggi

setelah pemegang saham. Dewan komisaris memegang peranan sentral dalam

corporate governance karena hukum perseroan memusatkan tanggung jawab

legal atas urusan perusahaan pada dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah

sebagai wakil pemegang saham untuk melakukan pengawasan dan

memberikan nasihat kepada direksi dalam rangka menjalankan tata kelola

perusahaan yang baik (Arief Effendi, Muhammad, 2016:26)

Indonesia menganut system dual board (two-tier) seperti yang dipakai di

Eropa dalam struktur organisasi internalnya. Satu board dikenal sebagai dewan

komisaris, dan satu yang lain dikenal sebagai dewan direksi. Keduanya

merupakan inti dari mekanisme pengendalian internal. Dewan komisaris terdiri

dari komisaris independen dan non independen. Dewan komisaris secara luas

27
dipercaya memainkan peranan penting dalam pengendalian internal dan good

corporate governance, khususnya memonitor manajemen (Gunarsih dan

Hartadi, 2002).

Menurut Pasal 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran

dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 108 Ayat 7 Undang – Undang Nomor

40 Tahun 2007 yaitu, Berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap anggota

direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi, setiap

anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri - sendiri dalam

menjalankan tugas dewan komisaris, kecuali berdasarkan keputusan dewan

komisaris.

2.1.7 Dewan Komisaris Independen


Menurut Muhammad Arief Effendi (2016:42) isitilah independen pada

direksi independen maupun komisaris independen tersebut bukan berarti

menunjukkan bahwa direksi atau komisaris lainnya tidak independen. Namun,

istilah direksi independen ataupun komisaris independen menunjukkan bahwa

keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen

(minoritas) termasuk mewakili kepentingan lainnya, misalnya investor. Saat

ini, hampir semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) sudah memiliki direktur independen dan komisaris independen dalam

28
struktur organisasi perusahaan. Namun demikian, masih terdapat beberapa

perusahaan publik yang belum mengetahui arti pentingnya peran direktur

independen dan komisaris independen dalam rangka implementasi good

corporate governance (GCG). Bahkan masih ada yang beranggapan bahwa

keberadaan direktur independen dan komisaris independen di perusahaan

publik sebagai pelengkap atau sekadar memenuhi regulasi yang berlaku.

Dalam FCGI (2002) keberadaan komisaris independen telah diatur dalam

Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000, dikemukakan

bahwa

perusahaan yang terdaftar di bursa harus memiliki komisaris independen

yang proporsional. Proporsional yang dimaksudkan adalah memiliki jumlah

perbandingan yang sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham

minoritas (non- controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan

jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan

komisaris.

2.1.8 Komite Audit

Menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) (dalam Muhammad

Effendi Arif, 2016:48) komite audit adalah suatu komite yang bekerja secara

profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan

demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan

komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan funsgsi pengawasan

(oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan

29
audit, dan implementasi dari corporate governance di perusahaan –

perusahaan.

Lebih lanjut menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) penerapan

prinsip-prinsip good corporate governance secara menyeluruh dan konsisten

merupakan hal yg bersifat fundamental bagi organisasi. Salah satu unsur

kelembagaan dalam kerangka good corporate governance yang diharapkan

mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level penerapannya adalah komite

audit. Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu dewan

komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan. Hal tersebut mencakup

review terhadap sistem pengendalian internal perusahaan, kualitas laporan

keuangan, dan efektivitas fungsi audit internal. Tugas komite audit juga erat

kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan, dan

juga kepatuhan terhadap regulasi. Dari gambaran sederhana mengenai tugas

dan fungsi dari lembaga tersebut, sudah barang tentu, keberadaan komite audit

menjadi sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan

good corporate governance.

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu, maka

peneliti mengindikasikan faktor good corporate governance dalam hal ini

dilihat dari jumlah dewan komisaris, persentase komisaris independen, dan

jumlah kompensasi, serta ukuran perusahaan, kinerja perusahaan, tingkat

hutang perusahaan, dan beda tarif pajak sebagai variabel kontrol yang

30
mempengaruhi penerapan manajemen pajak dalam suatu perusahaan.

Untuk membantu dalam memahami dinamika variabel-variabel di atas,

maka diperlukan suatu kerangka pemikiran. Dari landasan teori yang telah

diungkapkan, disusun hipotesis yang merupakan alur pikiran peneliti,

kemudian digambarkan dalam kerangka penelitian yang disusun sebagai

berikut:

Gambar 2.4

Variabel Independen :

1. Jumlah Dewan
Komisioner Independen
Variabel Dependen :

Manajemen Pajak

2. Jumlah Komite Audit

2.3. Hipotesis

Menurut Sekaran dan Bougie (2010:87) hipotesis adalah pernyataan

sementara namun dapat diuji dan dapat untuk diprediksi apa yang ingin ditemukan

peneliti dalam data empiris peneliti. Lebih lanjut dijelaskan hipotesis dinyatakan

sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah, karena jawaban tersebut

hanya didasarkan pada teori yang relevan dan hasil penelitian yang sebelumnya.

31
Dalam penelitian ini dewan komisaris independen dan komite audit dinyatakan

sebagai variabel independen, sedangkan manajemen pajak dinyatakan sebagai

variabel dependen. Menurut Barton et al, 2004 yaitu, keberhasilan penerapan

corporate governance akan sangat bergantung pada kuatnya hukum sekuritas dan

korporasi, standar akuntansi yang baik, peraturan yang kuat, sistem peradilan yang

efisien dan tekad yang kuat untuk melawan segala bentuk korupsi yang diterapkan

oleh pemerintah dan perusahaan – perusahaan di Asia. Berhubungan dengan hal

tersebut, Irawan dan Aria (2012) menjelaskan manajemen memegang peranan

penting dalam memilih strategi yang akan dilakukan perusahaan untuk

meningkatkan kekayaan. Dari dua teori diatas, dapat disimpulkan bahwa peran

dewan komisaris independen dan komite audit sangat berpengaruh pada

pengambilan keputusan dalam pengelolaan perusahaan, salah satunya yaitu

manajemen pajak perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini hubungan ketiga

variabel tersebut dirumuskan dalam hipotesis berikut:

2.3.1. Jumlah Dewan Komisaris Independen terhadap Manajemen Pajak

Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang

ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi

manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya

akuntabilitas.

Komisaris independen menurut Agoes dan Ardana (2014:110) adalah

Komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk

mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas) dan

pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak mana pun dan

32
semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman,

dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan

tugas demi kepentingan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka

hipotesis yang diajukan adalah:

H1 : Jumlah dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen

pajak.

H 1: ρ ≠ 0

Faisal Reza (2012), dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap

penghindaran pajak, dengan nilai koefisien positif sebesar 0,003849 dan

tingkat signifikansi sebesar 0,4229.

2.3.2. Jumlah Komite Audit terhadap Manajemen Pajak

Menjalankan perusahaan berdasarkan ketentuan good corporate

governance diperlukan adanya komite audit untuk meningkatkan manajemen

pajak. Kuatnya governance juga ditentukan oleh jumlah anggota komite audit

(Dhaliwal, et. al., 2006)

Jumlah anggota komite audit telah diatur dalam keputusan Ketua

BAPEPAM No. Kep – 29/ PM/2004 yang menyebutkan bahwa komite audit

yang dimiliki oleh perusahaan minimal terdiri dari 3 orang, dimana sekurang –

kurangnya 1 orang berasal dari komisaris independen dan 2 orang lainnya

berasal dari luar emiten atau perusahaan publik. Berdasarkan uraian di atas,

maka hipotesis yang diajukan:

H2 : Jumlah komite audit berpengaruh positif terhadap manajemen

33
pajak.

H 2: ρ ≠ 0

Faisal Reza (2012), komite audit tidak berpengaruh terhadap penghidaran

pajak, dengan nilai koefisien positif sebesar 0,007992 dan tingkat signifikansi

sebesar 0,3547..

2.3.3. Jumlah Dewan Komisaris Independen dan Jumlah Komite audit

Secara Bersama – sama Berpengaruh terhadap Manajemen Pajak

Menurut Maria Meilinda (2011), Karakteristik corporate governance

sebuah perusahaan tentu saja menentukan bagaimana perusahaan tersebut

menerapkan manajemen pajak sesuai The Indonesia Code for Good Corporate

Governance (Kode Tata Kelola Perusahaan yang Baik) yang dikeluarkan oleh

Komite Nasional Indonesia untuk Kebijakan Tata Kelola Perusahaan pada tahun

2001 disebutkan hal - hal diantaranya pemegang saham dan hak mereka, fungsi

dewan komisaris perusahaan dan fungsi direksi perusahaan.

Minnick dan Noga (2010) menemukan bahwa paket kompensasi berbasis

saham, sebagai salah satu komponen corporate governance, mendorong manajer

melakukan manajemen pajak untuk efisiensi pembayaran pajak perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan:

H3 : Jumlah dewan komisaris independent dan jumlah komite audit

berpengaruh positif terhadap manajemen pajak.

H 3: ρ ≠ 0

34
Indah Permata Sari (2018), secara simultan variabel independen mempunyai

pengaruh terhadap manajemen pajak dengan diketahui bahwa Fhitung 16,864 >

Ftabel 2,53 dengan signifikansi < 0,05

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai manajemen pajak telah banyak dilakukan baik di

Indonesia maupun di luar Indonesia (Minnick dan Noga, 2010; Noor dan

Azam, 2010; Meilinda, Maria, 2011; Irawan dan Aria, 2012; Sabli dan Noor,

2012). Beberapa penelitian tersebut telah berhasil membuktikan keterkaitan

antara good corporate governance dengan manajemen pajak namun belum

menunjukkan hasil yang konsisten. Hasil penelitiannya pun bervariasi.

Ringkasan mengenai penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 2.1

No Nama Judul Penelitian Metode Pembahasan


Penulis Penelitian

35
1. Minnick Do Corporate Multivariate - Menemukan hubungan
dan Noga Governance analysis, positif antara dewan
(2010) Characteristics Hansen test komisaris dengan GETR
Influence Tax of exogeneity dan CETR
Management? - Kompensasi dalam bentuk
insentif jangka panjang
bagi dewan komisaris dan
direksi akan memotivasi
untuk melakukan tax
management

2. Rumapea, Pengaruh Dewan Teknik - Dewan komisaris secara


Sarah Komisaris, Komite analisis parsial berpengaruh
Deasy Audit dan Jumlah regresi positif signifikan terhadap
(2012) Kompensasi Dewan berganda manajemen pajak
Komisaris Serta - Komite audit dan jumlah
Dewan Direksi kompensasi dewan
Terhadap Manajemen komisaris serta dewan
Pajak Pada direksi secara parsial tidak
Perusahaan berpengaruh terhadap
Manufaktur yang manajemen pajak.
Terdaftar di Bursa - Tingkat hutang dan
Efek Indonesia (2012 profitabilitas secara
-2014) parsial berpengaruh
negatif signifikan
terhadap manajemen
pajak.
- Dewan komisaris, komite
audit, jumlah kompensasi
dewan komisaris serta
dewan direksi, tingkat
hutang dan profitabilitas
secara simultan
berpengaruh terhadap
manajemen pajak.

3. Puspita, Pengaruh Tata Kelola model - Menunjukkan bahwa


Silvia Perusahaan terhadap regresi kepemilikan saham publik
Ratih. Penghindaran ordinary dan kepemilikan saham
(2014) Pajak. Skripsi. least square terbesar berpengaruh
Semarang negative terhadap
penghindaran pajak.
- Sedangkan latar belakang
keahlian akuntansi atau
keuangan komite audit,

36
proporsi komisaris
independen, kompensasi
eksekutif, dan ukuran
perusahaan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap penghindaran
pajak

4. Irawan Pengaruh Regression -Menemukan hubungan


dan Aria Kompensasi panel data yang positif dan signifikan
(2012) Manajemen Dan model antara corporate
Corporate governance dan
Governance Terhadap kompensasi dengan CETR
Manajemen Pajak
Perusahaan

5. Permata Pengaruh Corporate Teknik - Secara simultan corporate


Sari, Governance terhadap analisis governance berpengaruh
Indah Manajemen Pajak regresi signifikan terhadap
(2018) Perusahaan berganda manajemen pajak.
- Secara parsial komisaris
Independen ,kompensasi
dewan komisaris serta
direksi, komite audit
memiliki pengaruh
signifikan terhadap
manajemen pajak.
- Dewan Komisaris tidak
memiliki pengaruh
terhadap manajemen pajak.

6. Reza, Pengaruh Dewan Regression - Menunjukkan bahwa rapat


Faisal Komisaris dan panel data dan independensi ketua
(2012) Komite Audit model dewan komisaris tidak
Terhadap memiliki pengaruh
Penghindaran Pajak terhadap penghindaran
pajak baik diukur dengan
Current ETR ataupun
dengan GAAP ETR

37
7. Zulva, Pengaruh Corporate standar - Menunjukkan bahwa
Yuniati Governance Terhadap deviasi, kepemilikan public dan
dan Astuti Manajemen Pajak mean, komite audit tidak
Elly Perusahaan maksimum berpengaruh terhadap
(2017) Manufaktur di BEI dan manajemen pajak, dewan
2011 - 2015 minimum direksi berpengaruh
positif terhadap
manajemen pajak,
sedangkan hasil penelitian
secara simultan
menunjukkan kepemilikan
publik, dewan direksi, dan
komite audit secara
simultan berpengaruh
terhadap manajemen
pajak.

8. Natrion Pengaruh Corporate Pengujian - Menunjukkan bahwa


(2017) Governance Terhadap regresi jumlah dewan komisaris,
Manajemen Pajak sederhana persentase komisaris
Perusahaan independen dan
kompensasi dewan
komisaris serta dewan
dewan direksi tidak
berpengaruh terhadap
manajemen pajak.

9. Zulkarnae Pengaruh Good standar - Menunjukkan bahwa


n, Corporate deviasi, komisaris independen,
Novriansy Governance Terhadap mean, kompensasi manajemen
ah Manajemen Pajak maksimum eksekutif dan investor
(2015) Perusahaan (Studi dan institusional memiliki
Empiris Pada minimum pengaruh secara parsial
Perusahaan Non- terhadap manajemen
Keuangan Yang pajak.
Terdaftar di Bursa - Komisaris independen,
Efek Indonesia Tahun kompensasi manajemen
2010 – 2013) eksekutif dan investor
institusional memiliki
pengaruh secara simultan
dan signifikan terhadap
manajemen pajak.

38
10. Meilinda, Pengaruh Good Regression - Menunjukkan bahwa
Maria Corporate panel data jumlah dewan komisaris,
(2013) Governance Terhadap model ukuran perusahaan,
Manajemen Pajak kinerja perusahaan, dan
Perusahaan (Studi tingkat hutang perusahaan
Empiris Pada mempengaruhi
Perusahaan manajemen pajak secara
Manufaktur Yang signifikan.
Terdaftar di Bursa - Sementara persentase
Efek Indonesia Tahun komisaris independen,
2009 – 2011) kompensasi dewan
komisaris dan dewan
direksi, dan beda tarif
pajak tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen pajak
perusahaan.

BAB III

METODE PENELITIAN

39
Bab ini menjelaskan tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan

secara operasional. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai desain penelitian,

obyek dan waktu penelitian, variabel penelitian, opersaionalisasi variabel, Teknik

pengumpulan data, dan Teknik analisis data.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian menurut Indrawati (2015:113) adalah rencana cetak biru

(blue print) yang akan dilakukan peneliti terkait perumusan masalah, pengumpulan,

pengukuran, pengolahan dan analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian

sehingga tujuan penelitian tercapai. Berdasarkan jenis permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini, jenis penelitian ini tergolong pendekatan kuantitatif.

Pedekatan kuantitatif (Sugiyono, 2013:13) adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi

atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara

random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data

bersifat kuantitatif/stastisik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis. Karena itu, setelah masalah

dibatasi dengan tegas dan operasional, peneliti perlu mengembangkan hipotesis

yang akan diujinya. Hasil pengujian dapat terjadi hipotesis diterima atau ditolak.

3.2. Obyek dan Waktu Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode pengamatan mulai tahun 2015 -

2017. Sampel merupakan elemen dari populasi yang dijadikan objek

40
penelitian. Sampel yang diambil adalah perusahaan sektor jasa keuangan sub

sector bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Untuk waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2019 sampai dengan

Agustus 2019

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Variabel Dependen

Menurut Syaiful Bahri (2018:132) variabel dependen (terikat) adalah

variabel yang keberadaannya dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya

variabel bebas. Dinamakan variabel terikat karena kondisi atau variasinya terikat

atau dipengaruhi oleh variasi variabel lain, yaitu dipengaruhi variabel bebas.

Variabel terikat ada juga yang menyebutnya variabel tergantung, karena variasinya

tergantung pada variasi variabel lain. Variabel dependen dikenal sebagai standar

atau patokan (criterion variable) dan variabel output.

3.3.1.1. Manajemen Pajak

Dalam penelitian ini variabel dependen, yaitu manajemen pajak.

Manajemen pajak diukur dengan GAAP ETR dan Cash ETR. Dyreng et al (2007)

menyatakan bahwa GAAP ETR adalah alat yang dapat digunakan dalam mengukur

tax avoidance. effective tax rate berdasarkan standar pelaporan akuntansi keuangan

yang berlaku, sedangkan Cash ETR dihitung dengan rumus yang dipergunakan

oleh Derashid dan Zhang (2003). Model ini menggunakan total beban pajak satu

tahun sebagai pembilang dan pendapatan sebelum pajak satu tahun sebagai

41
penyebut untuk mengestimasi nilai GAAP ETR. Untuk mengestimasi Cash ETR,

model ini menggunakan jumlah pajak satu tahun dikurangi pajak tangguhan sebagai

pembilang dan sebagai penyebut digunakan pendapatan sebelum pajak selama satu

tahun.

Penelitian ini akan menggunakan nilai ETR dalam rentang 0 – 1.

Perusahaan yang memiliki nilai ETR di luar rentang tersebut tidak diperhitungkan

dalam analisis. Hal ini untuk menghindari adanya distorsi pada ETR dan

masalah dalam model yang digunakan. Dalam akuntasi pajak penghasilan, beban

pajak dihitung berdasarkan jumlah beban pajak kini dan beban pajak tangguhan.

Pajak tangguhan mencerminkan pajak yang akan dibayarkan atau dikembalikan

pada masa yang akan datang sebagai hasil dari book-tax differences. Perbedaan

tersebut merupakan manajemen pajak yang paling efektif dan popular dalam

mengurangi pajak dan memaksimalkan time value of money. Berikut adalah model

untuk mengestimasi GAAP ETR dan Cash ETR.

Dimana :

• GAAP ETR adalah effective tax rate berdasarkan standar pelaporan akuntansi
keuangan yang berlaku
• Cash ETR adalah effective tax rate berdasarkan pajak penghasilan badan yang
dibayarkan
• Tax expense i,t adalah total beban pajak untuk perusahaan i pada tahun t
berdasarkan laporan keuangan perusahaan

42
• Cash tax paid i,t adalah beban pajak kini untuk perusahaan i pada tahun t
berdasarkan laporan keuangan perusahaan
• Pretax Income i,t adalah pendapatan sebelum pajak untuk perusahaan i pada
tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan

3.3.2 Variabel Independen

Variabel Independen (Variabel Bebas) adalah tipe variabel yang

memengaruhi atau sebab perubahan timbulnya variabel terikat (dependen). Dapat

dikatakan variabel bebas karena dapat mempengaruhi variabel lainnya. (Bahri,

Syaiful, 2018:130)

3.3.2.1. Jumlah Dewan Komisaris Independen

Variabel ini diberi simbol BOARD. Pada penelitian Subramaniam et al

(2009) variabel ini diukur secara numeral, yaitu dilihat jumlah nominal dari anggota

yang tergabung dalam dewan komisaris independen. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris mempengaruhi efektifitas

pengawasan dalam perusahaan.

3.3.2.2. Jumlah Komite Audit

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel yang diukur secara numeral

yang dilihat dari jumlah anggota komite audit. Dalam penelitian ini jumlah komite

audit disimbolkan dengan COMP.

3.4. Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel diperlukan guna menentukan jenis dan indikator

43
dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Disamping itu,

operasionalisasi variabel bertujuan untuk menentukan skala pengukuran dari

masing-masing variabel, sehingga pengujian hipotesis dengan menggunakan alat

bantu dapat dilakukan dengan tepat. Secara lebih rinci operasionalisasi variabel

dalam penelitiannya ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1

Operasional Variabel

N Variabel Pengukuran
o
1Variabel Dependen

- Manajemen Pajak

2Variabel Independen

- Jumlah Dewan Komisaris


BOARD = ∑ Seluruh anggota yang tergabung dalam
dewan komisaris independen
(BOARD)

- Jumlah Komite Audit


(COMP) COMP = ∑ Seluruh anggota yang tergabung dalam
komite audit

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Studi Pustaka

44
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengolah literatur,
artikel, jurnal, hasil penelitian terdahulu, maupun media tertulis lainnya
yang berkaitan dengan topik pembahasan dari penelitian ini.

2. Studi dokumentasi

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan


seluruh data sekunder dan seluruh informasi yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam dokumen. Sumber-sumber data
dokumenter seperti laporan tahunan perusahaan menjadi sampel
penelitian.

Adapun kriteria pertimbangan dan pemilihan sampel dalam penelitian ini


adalah :

1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum 31

Desember 2015 dan tidak delisting selama periode 31 Desember 2015

sampai dengan 31 Desember 2017

2. Perusahaan jasa sektor jasa keuangan sub sektor bank yang menerbitkan

laporan keuangan per 31 Desember untuk periode 2015, 2016 dan 2017.

3. Perusahaan sampel mempunyai data yang lebih lengkap sesuai dengan

yang dibutuhkan untuk penelitian ini, yaitu perusahaan mengungkapkan

data mengenai jumlah dewan komisaris independent dan jumlah komite

audit dalam perusahaan tersebut.

4. Perusahaan sampel melakukan pembukuan dengan menggunakan mata

uang rupiah.

5. Perusahaan sampel memiliki laba setelah pajak bernilai positif untuk

tahun 2015, 2016 dan 2017.

45
6. Perusahaan sampel memiliki nilai dan

0-1.

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yang
sumbernya berasal dari laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan
auditan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015 -
2017 dalam situs resmi BEI yaitu www.idx.com dan www.sahamok.com.

3.6. Analisis Data

3.6.1 Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi atas

variabel-variabel penelitian secara statistik. Statistik deskriptif yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai

minimum, dan standar deviasi.

Nilai minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang

bersangkutan. Nilai maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar

data yang bersangkutan. Nilai rata-rata (mean) digunakan untuk mengetahui

rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui

seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji apakah

data memenuhi asumsi klasik. Hal ini untuk menghindari terjadinya estimasi

yang bias mengingat tidak semua data dapat diterapkan regresi. Salah satu

syarat untuk bisa menggunakan uji regresi adalah terpenuhinya uji asumsi

klasik. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji multikolonearitas, uji

46
heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

3.6.2.1 Uji Normalitas Data

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai

distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah mempunyai

distribusi data normal atau mendekati normal.

Untuk menghindari adanya hasil yang menyesatkan menggunakan grafik,

maka uji grafik ini dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang digunakan

adalah dengan menggunakan uji non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:

H0 : data residual berdistribusi normal

HA : data residual tidak berdistribusi normal

Dasar pengambilan keputusan pada one sample kolmogorov-smirnov test

adalah dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Jika angka

probabilitas < α = 0,05 variabel tidak terdistribusi secara normal. Sebaliknya,

bila angka probabilitas > α = 0,05 HA ditolak yang berarti variabel terdistribusi

secara normal (Ghozali, 2006).

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik

adalah tidak terjadi korelasi antar variabel bebas (independen).

Menurut Ghozali (2006) multikolinearitas dapat juga diihat dari nilai

Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini

47
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang disajikan oleh variabel

bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi

variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance

mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan

oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF

tinggi (karena VIF= 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang

tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau

sama dengan nilai VIF di atas 10. Setiap analisis harus menentukan tingkat

kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Pengujian multikolinearitas dilakukan

dengan menggunakan nilai VIF.

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah nilai dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Pengujian ada atau tidak adanya heteroskedasititas

dalam penelitin ini adalah dengan cara melihat grafik plot nilai prediksi

variabel dependen (ZPRED) dengan residunya (SRESID). Dasar analisis :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola


tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit)
maka terjadi heteroskedasitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y maka terjadi homoskedastisitas (Ghozali,
2005)

Di samping menggunakan metode grafik, uji heteroskedastisitas dilakukan

dengan metode statistik berupa uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan

meregresikan nilai absolut residual sebagai variabel dependen dengan variabel

48
independennya. Jika variabel independen signifikan secara statistik

mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi

heteroskedastisitas (Gujarati, 1999).

3.6.2.4 Uji Autokorelasi

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi

yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Pada penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson (DW test). Jika d lebih

kecil dibandingkan dengan dl atau lebih besar dari 4-dl, Ho ditolak, yang

berarti terdapat autokorelasi. Jika DW terletak di antara DU dan 4-DU, berarti

tidak terjadi autokorelasi.

Autokorelas Daerah Ragu- Tidak Ada Daerah Ragu- Autokorelasi


i Positif Ragu Autokorelasi Ragu Negatif
0 Dl Du 4-du 4-dl

Keterangan :

dl : Nilai batas bawah tabel Durbin Watson

du : Nilai batas atas tabel Durbin Watson

3.6.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda (multiple regression analysis) digunakan untuk

menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen.

Analisis regresi berganda berkenaan dengan studi ketergantungan satu

variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas atau penjelas, dengan tujuan

49
mengestimasi atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel

bebas atau penjelas, dengan tujuan mengestimasi atau memprediksi rata-rata

populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel

independen yang diketahui. Analisis ini juga mengukur kekuatan hubungan antara

dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen

dengan variabel independen.

Adapun persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dimana :

• ETR terdiri atas GAAP ETR dan Cash ETR

• α0 adalah konstanta

• adalah koefisien variabel

• BOARD adalah jumlah dewan komisaris

• INDEP adalah persentase komisaris independen dalam dewan komisaris

• COMP adalah jumlah kompensasi atau remunerasi dewan direksi dan dewan

komisaris dibagi dengan penjualan perusahaan

• ε1 adalah residual of error

• i adalah perusahaan ke i

3.6.4 Pengujian Hipotesis

Secara statistik, setidaknya pengujian hipotesis ini dapat diukur dari nilai

50
koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t.

3.6.4.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

independen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

independennya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap

tambahan satu variabel independen, maka R2 akan meningkat, tidak peduli apakah

variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena

itu, penelitian ini menggunakan adjusted R2 seperti yang banyak dianjurkan

peneliti. Dengan menggunakan nilai adjusted R2 dapat dievaluasi model regresi

mana yang terbaik.

3.6.4.2 Koefisien Korelasi

Menurut Sugiyono (2014:248) penentuan koefisien korelasi dengan

menggunakan metode analisis korelasi Pearson Product Moment dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

51
3.6.4.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2006).

Uji statistik F menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen dalam

model penelitian tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen. Dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%), maka kriteria pengujian adalah

sebagi berikut:

1. Bila nilai signifikansi f < 0.05, maka H0 ditolak, artinya terdapat pengaruh

yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen.

2. Bila nilai signifikansi f > 0.05, maka H0 diterima, artinya semua variabel

independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.6.4.4 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2006). H0 yang ingin diuji adalah apakah suatu parameter

dalam model sama dengan nol, jika:

α > 0,05 : tidak mampu menolak H0, dan

α < 0,05 : menolak H0

52
53

Anda mungkin juga menyukai