Anda di halaman 1dari 11

PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK YANG DEMOKRATIS,

DAMAI DAN BERMARTABAT

Achmad Arifulloh
Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum UNISSULA
achmadarifulloh@unissula.ac.id

Abstract
In practice, the election of regional heads sparked conflicts, among others triggered by
the problems of voter data administration, the neutrality of election organizers, and the lack of
compliance of local elections and political parties to the prevailing regulations. This study uses
a reflexive qualitative research method, which is to reflect on the simultaneous regional head
election and its relation to the effort to build democracy in the local government and politics
and ensure the presence of common good in society. The problem is how the simultaneous
election of regional heads as the national political agenda towards democratization can proceed
substantially and not merely procedural rituals.
This paper will describe the Implementation of Democratic, Peaceful and Dignified
Democratic Head election in realizing fair and open competition in the regional head elections
simultaneously.
The results of the study indicate that the election of democratic, constitutional, peaceful and
dignified regional head is the election of the regional head which is transparent, accountable,
credible and participative in implementation process, and the result is acceptable to all parties,
thus ensuring the presence of common good in the community.

Keywords: Simultaneous, Democratic, Peaceful and Dignified Regional Head Elections

Abstrak
Dalam praktiknya Pilkada melahirkan berbagai konflik yang di antaranya dipicu oleh masalah
administrasi data pemilih, netralitas penyelenggara Pemilu, serta kurangnya kepatuhan
peserta pilkada dan partai politik terhadap peraturan yang berlaku. Kajian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif refleksif, yaitu ingin merefleksikan tentang pilkada serentak dan
kaitannya terhadap upaya membangun geliat demokrasi dalam pemerintahan dan politik lokal
serta menjamin hadirnya kemaslahatan bersama dalam masyarakat. Masalahnya adalah
bagaimana pilkada serentak sebagai agenda politik nasional menuju demokratisasi dapat
berjalan secara substansi dan tidak sekedar ritual prosedur semata.
Tulisan ini akan memaparkan mengenai Pelaksanaan Pilkada Serentak Yang Demokratis,
Damai Dan Bermartabat dalam mewujudkan kompetisi yang fair dan terbuka (fair and open in
regular base) dalam pemilihan kepala daerah secara serentak.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pilkada yang demokratis konstitusional, damai dan
bermartabat adalah pemilihan kepala daerah yang dalam proses pelaksanaannya transparan,
akuntabel, kredibel, dan partisipatif, serta hasilnya dapat diterima oleh semua pihak, sehingga
mampu menjamin hadirnya kemaslahatan bersama dalam masyarakat.

Kata Kunci : Pilkada Serentak, Demokratis, Damai Dan Bermartabat

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015 301
A. Pendahuluan pilkada serentak tahap II di provinsi
Agenda politik nasional strategis Jawa tengah akan diselenggarakan di
dan memiliki aspek pemerintahan dan tujuh Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten
kemasyarakatan yang luas dengan segala Banjarnegara, Kabupaten Batang,
konsekuensinya bagi masa depan sistem Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap,
politik Indonesia adalah Pelaksanaan Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara dan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Salatiga.
serentak. Bukan hanya mengejar target Pilkada serentak merupakan upaya
keserentakan pencalonan, dinamika untuk menciptakan local accountability,
kampanye, dan pelantikannya, tetapi political equity dan local responsiveness.
juga kesejalanannya dinamika di daerah Dengan begitu, demokratisasi di tingkat
dengan agenda pembangunan yang lokal terkait erat dengan tingkat partisipasi,
dicanangkan Pusat agar dapat mencapai dan relasi kuasa yang dibangun atas dasar
sasaran dengan hasil maksimal. pelaksanaan azas kedaulatan rakyat.
Konstruksi politik beroperasinya sistem Selain itu, hasil pilkada juga harus mampu
presidensial yang tidak terpencar masing- menghantarkan masyarakat pada kondisi
masing kegiatannya di tingkat lokal sosial, politik dan ekonomi yang lebih
sebagai akibat latar belakang politik baik. Pilkada yang baik akan melahirkan
kepala daerahnya yang beragam dengan pemerintahan yang baik. Pilkada yang
pemerintah koalisi di Pusat, adalah diselenggarakan secara lebih profesional,
sintesa besar dari pembahasan substansi demokratis, akan memberikan dampak
penting dari demokrasi pilkada sebagai nyata terhadap perubahan politik.
agenda nasional. 1 Meskipun demikian, dalam
Penyelenggaraan pilkada praktiknya Pilkada melahirkan berbagai
serentak yang dilaksanakan secara konflik yang di antaranya dipicu oleh
bertahap dimulai pada 2015, kemudian masalah administrasi data pemilih,
tahap kedua akan dilaksanakan pada netralitas penyelenggara Pemilu, serta
15 Februari 2017 untuk kepala daerah kurangnya kepatuhan peserta pilkada
yang masa jabatannya berakhir pada dan partai politik terhadap peraturan yang
semester kedua 2016 dan yang berakhir berlaku. Pilkada serentak sebagai agenda
pada 2017. Selanjutnya, secara bertahap politik nasional menuju demokratisasi
gelombang ketiga direncanakan Juni dapat berjalan secara substansi dan tidak
2018, berikutnya tahun 2020, 2022, dan sekedar ritual prosedur semata. Dalam
2023 hingga pilkada serentak nasional tulisan ini, Penulis tertarik untuk membahas
pada tahun 2027 yang meliputi seluruh tentang Bagaimana Pelaksanaan Pilkada
wilayah Indonesia. Pilkada secara rutin Serentak Yang Demokratis, Damai Dan
menjadi agenda nasional yang dilakukan Bermartabat?
dalam kurun waktu 5 tahun sekali.
Pilkada serentak 2017 akan B. Pembahasan
diselenggarakan di 7 provinsi (Aceh, 1. Kerangka Teoretis Demokrasi
Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Konstitusional dalam
Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Penyelenggaraan Pilkada Serentak
Papua Barat), 18 kota, dan 76 kabupaten Secara harfiah demokrasi
atau khusus bagi kepala daerah dan wakil berasal dari bahasa Yunani, demos
kepala daerah yang akan mengakhiri masa yang berarti rakyat dan kratia yang
jabatannya pada Juli 2016-Desember berarti pemerintahan. Sedangkan
2017 (tersebar di 28 Provinsi). Adapun secara istilah, demokrasi merupakan
1 Dahlan Thaib, 1989, Implementasi Sistem Ketatanegaraan dasar hidup bernegara yang
Menurut UUD 1945, Liberty, Jogjakarta, hlm. 37. menempatkan rakyat dalam posisi

Jurnal Pembaharuan Hukum


302 Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015
berkuasa (government or role by sebagai tujuan dan sebagai label bagi
people) sehingga pada tingkat sistem politik yang ada. Teori normatif
terakhir rakyat memberikan ketentuan berkenaan dengan demokrasi sebagai
mengenai kehidupannya, termasuk tujuan (resep tentang bagaimana
dalam menilai kebijaksanaan negara demokrasi seharusnya), sementara
karena kebijaksanaan tersebut teori empiris berkenaan dengan sistem
menentukan kehidupan rakyat. politik yang ada (deskripsi tentang apa
Demokrasi dapat dijustifikasikan demokrasi itu sekarang).4 Sedangkan
sebagai government of, by, and for Franz Magnis Suseno dalam
people.2 menelaah mengenai pengertian dasar
Ada dua pendekatan terhadap demokrasi, membedakan antara apa
demokrasi: pendekatan normatif dan yang disebutnya dengan ”telaah etika
pendekatan empirik.3 Pendekatan politik” di satu pihak dan ”diskursus
normatif, menekankan pada ide dasar politik” di lain pihak. Menurutnya
dari demokrasi yaitu kedaulatan ada ”diskursus politik” dapat diartikan
di tangan rakyat dan oleh karenanya sebagai mengajukan penilaian, kritik,
pemerintahan diselenggarakan dan tuntutan langsung terhadap
dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam realitas politik yang bertujuan menilai,
perkembangannya, ide kedaulatan mempengaruhi, mempertahankan
rakyat secara utuh sulit diterapkan atau mengubah keadaan dalam
selain beragam dan seringkali saling negara serta menanggapi langsung
bertentangan, rakyat juga sulit argumentasi dan legitimasi yang
dihimpun untuk penyelenggaraan diajukan oleh pelbagai aktor di
pemerintahan sehari-hari. Oleh panggung politik. Sedangkan telaah
karena itulah muncul ide demokrasi ”etika politik” termasuk telaah filsafat
yang terkonkretisasi dalam lembaga yang obyeknya adalah prinsip-
perwakilan, baik lembaga eksekutif, prinsip sebagai dasar untuk dapat
legislatif maupun yudikatif yang mempertanyakan syarat, konsistensi
anggota-anggotanya dipilih dari dan implikasi-implikasi pertanyaan
partai politik atau perseorangan diskursus politik dari segi prinsip etika.
sebagai agregasi dari berbagai Terkait dengan demokrasi dari
kepentingan rakyat. Sedangkan segi etika politik, negara demokratis
pendekatan empirik menekankan memiliki lima gugus ciri hakiki, yaitu:
pada perwujudan demokrasi dalam negara hukum; prinsip kontrol nyata
kehidupan politik sebagai rangkaian masyarakat terhadap pemerintah;
prosedur yang mengatur rakyat untuk prinsip perwakilan melalui lembaga
memilih, mendudukkan dan meminta perwakilan yang dipilih melalui pemilu
pertanggungjawaban wakilnya di yang bebas; prinsip mayoritas; dan
lembaga perwakilan. Wakil-wakil adanya prinsip jaminan terhadap
inilah yang kemudian membuat dan hak-hak demokratis.5 Sedangkan
menjalankan keputusan publik. negara demokratis terkait dengan
Anders Uhlin mengemukakan diskursus politik memiliki lima macam
adanya dua pendekatan berbeda elemen, yaitu: partisipasi, di mana
terhadap konsep demokrasi, yaitu 4 Rofik Suhud, 1998, Oposisi Berserak: Arus Deras
2 Bagir Manan, 2003, Teori dan Politik Konstitusi, FH Demokratisasi Gelombang Ketiga di Indonesia, Mizan,
UII Press, Jogjakarta, hlm. 11. Bandung, hlm. 33.
3 Jean Baechler, Democracy an Analytical Survey, 5 Franz Magnis Suseno, 1997, Mencari Sosok Demokrasi:
Unesco, USA, 1995, hlm. 7, lihat pula Afan Gaffar, Sebuah Telaah Filosofis, Gramedia, Jakarta hlm.87-92,
Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka lihat pula Franz Magnis Suseno, 2003, Etika Politik,
Pelajar, Jogjakarta, 1999, hlm. 11. Gramedia, Jakarta, hlm. 281-290.

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015 303
rakyat terlibat dalam pembuatan Demokrasi normatif sebagai
keputusan politik; adanya kontestasi sebuah ide pemerintahan rakyat
yang menyamakan kedudukan di memposisikan rakyat dalam posisi
antara rakyat; adanya tingkat liberasi sentral untuk menentukan dan menilai
dan kebebasan yang dijamin untuk kebijaksanaan negara oleh karena
atau oleh rakyat; adanya sistem kebijaksanaan tersebut menentukan
perwakilan; dan satu sistem pemilihan kehidupan rakyat. Kedaulatan rakyat
berdasarkan aturan mayoritas.6 ini dipahamai Rousseau sebagai
Menurut Beetham normatifitas kemauan rakyat (volonte generale
demokrasi bertujuan untuk memberi atau general will) yang dilembagakan
ruang kontrol rakyat terhadap urusan- melalui lembaga perwakilan rakyat
urusan publik atas dasar kesetaraan agar dapat dirumuskan dalam
politik dan solidaritas antara public policy. Atas dasar tersebut
warganegara yang mensyaratkan maka lahirlah teori demokrasi
seperangkat prinsip umum tentang representatif, di mana hak untuk
hak dan kemampuan bagi semua membuat keputusan-keputusan politik
orang untuk berpartisipasi, otorisasi, dijalankan oleh sedikit orang dalam
representasi dan bertanggungjawab lembaga parlemen (legislatif) yang
secara transparan.7 Dalam suatu dipilih rakyat melalui pemilu sebagai
pemerintahan, prinsip-prinsip di implementasi kedaulatan rakyat
atas mensyaratkan seperangkat yang diimbangi dengan lembaga
instrumen, meliputi: (i) pemilu yang pemerintah (eksekutif) sebagai
demokratis, keterwakilan, pemerintah pelaksana kebijakan parlemen dan
yang responsif dan bertanggung lembaga-lembaga hukum (yudikatif).
jawab; (ii) konstitusi atau hukum yang Sedangkan dari sudut empiris, sistem
menjamin kesetaraan, kepastian politik demokratis adalah sistem yang
hukum dan keadilan; dan (iii) menunjukkan bahwa kebijakan umum
partisipasi masyarakat dalam segala ditentukan atas dasar mayoritas
bentuk, baik media, seni, maupun oleh wakil-wakil yang diawasi secara
organisasi masyarakat sipil yang efektif oleh rakyat dalam pemilihan
bebas dan berorientasi demokratis. berkala yang didasarkan atas prinsip
Prasyarat efektifnya suatu sistem kesamaan politik dan diselenggarakan
demokrasi adalah independensi atau dalam suasana terjaminnya
kemandirian dan korespondensi atau kebebasan politik.9
kesesuaian antara definisi resmi demos Terkait dengan hal tersebut,
(yakni bagaimana “warganegara April Carter maupun Lawrence Dood10
Indonesia” didefinisikan secara legal- menyatakan bahwa dalam teori
konstitusional dan administratif) yakni demokrasi (representative democratie
dengan bagaimana masyarakat theory), institusi perwakilannya
mengidentifikasi diri mereka dalam meliputi kekuasaan legislatif,
urusan public dalam arti kratos. Hal eksekutif dan yudikatif. Pelembagaan
inilah yang pada akhirnya mengacu demokrasi memiliki tiga komponen
pada responsifitas representasi.8 kualifikasi sebagai modus vivendi
6 Lyman Tower Sargent, 1984, Contemporary Political yang diharap dapat mendorong dan
Ideologies, The Dorsey Press, London, hlm. 32-33. 9 Deliar Noer, 1983, Pengantar ke Pemikiran Politik,
7 Beetham, 1999, Democracy and Human Rights, Polity Rajawali, Jakarta, hlm. 207.
Press, Oxford, hlm. 12. 10 April Carter, 1985, Otoritas dan Demokrasi, Rajawali,
8 Beetham, Bracking, Kearton & Weir, 2002, International Jakarta, hlm. 70, lihat juga Lawrence Dood, 1976,
IDEA Handbook and Democracy Assessment, Kluwer Coalitions in Parliamentary Government, Princeton
Law International, New York, hlm. 37-39. University Press, New Jersey, hlm. 16.

Jurnal Pembaharuan Hukum


304 Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015
mengembangkan demokrasi yang dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
sehat, yaitu kompetensi, konstituensi Wakil Walikota) adalah pelaksanaan
maupun integritas.11 Tiga komponen kedaulatan rakyat di wilayah provinsi
kualifikasi tersebut merupakan dan kabupaten/kota untuk memilih
modus vivendi yang bersifat kumulatif Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
bagi demokratisnya pelembagaan dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
demokrasi secara hukum. Wakil Walikota secara langsung dan
Konstituensi memberikan legalitas demokratis (Pasal 1 angka 1 UU No.
kepada posisi politik seseorang dengan 8 Tahun 2015).
tanggung jawab yang harus diberikan 2. Pembelajaran dari Pilkada Serentak
kepada konstituennya dapat diukur 2015
berdasarkan dedikasi. Kompetensi KPU, Panwaslu, dan pemda
memberikan efektivitas kepada posisi merupakan tiga pilar utama dalam
politik seseorang, dengan tanggung pelaksanaan pilkada. Hal ini berkaitan
jawab yang harus diberikan kepada dengan kelengkapan logistik dan
komitmen kerjanya dapat diukur perlengkapan Pilkada, daftar pemilih
berdasarkan prestasi. Sedangkan tetap (DPT), penerbitan surat keputusan
integritas memberikan legitimasi pemberhentian bagi pasangan calon
kepada seseorang dengan tanggung bupati-wakil bupati atau walikota-wakil
jawab berkenaan dengan komitmen walikota yang merupakan pegawai
terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip negeri sipil (PNS), anggota DPR,
yang menjadi pedoman, oleh karena maupun TNI/Polri aktif, serta penertiban
itu diukur berdasarkan kemampuan alat peraga kampanye atau APK di
resistensi terhadap represi politik, beberapa daerah yang pemasangannya
komersialisasi dan tingkat otonomi melanggar peraturan. Pilkada serentak
berhadapan dengan deviasi politik. 2015 di Jawa Tengah diikuti sebanyak
Demokrasi konstitusional 56 pasangan calon kepala daerah. Yakni
(constitutional democratie) adalah Kota Semarang, Magelang, Surakarta,
gagasan bahwa pemerintahan yang Pekalongan, Kabupaten Rembang,
demokratis adalah pemerintahan yang Kebumen, Purbalingga, Pekalongan,
terbatas kekuasaannya dan tidak Boyolali, Blora, Kendal, Sukoharjo,
dibenarkan bertindak tiran terhadap Semarang, Wonosobo, Demak,
warganya. Pembatasan kekuasaan Purworejo, Grobogan, Pemalang, Sragen,
pemerintahan tersebut termaktub dan Wonogiri, Klaten. Dari 56 pasangan
dalam konstitusi yang dibuat calon, 52 pasangan calon di antaranya
berdasarkan prosedur demokratis diusung partai politik dan gabungan partai
sehingga sering disebut dengan politik. Sedangkan empat pasangan
pemerintahan berdasarkan konstitusi calon, mencalonkan diri melalui jalur
(constitutional government).12 Dengan perorangan. Calon perorangan dari
demikian, Pilkada Serentak (Pemilihan Kabupaten Wonosobo, Klaten, Rembang,
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Magelang. Sebanyak 13 calon
11 Jimly Asshidiqie, 1996, Pergumulan Peran Pemerintah merupakan mantan bupati/walikota
dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta,
setempat, 11 calon adalah wakil bupati/
hlm. 36. Baca juga Arif Budiman, 1997, Teori Negara:
Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia, Jakarta, wakil walikota yang mencalonkan diri
hlm. 29. sebagai bupati/walikota, sebanyak 26
12 Sri Soemantri, 1981, Pengantar Perbandingan Antar calon berprofesi sebagai anggota DPR
Hukum Tata Negara, Rajawali, Jakarta, hlm.40. RI/DPRD, dan 10 calon berlatar belakang
Bandingkan dengan Samuel Edward Finer cs., 1995,
Comparing Constitutions, Clandron Press, Oxford, hlm. PNS.
37.

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015 305
Terkait dengan penyelenggaraan pelaku politik uang. Sanksi pidana bagi
Pilkada serentak 2015 di Jawa Tengah, pelaku politik uang sulit diimplementasikan.
ketidaknetralan ASN dalam juga terjadi, UU Pilkada memang cenderung sangat
salah satunya di Kabupaten Pemalang progresif, tetapi ironisnya justru kurang
yakni intervensi Sekretaris Daerah operasional. Meskipun pada saat pilkada
(Sekda) Kabupaten Pemalang, terhadap serentak 2015, akhirnya muncul nama
anggota panitia pengawas (panwas) tersangka akibat dugaan politik uang,
daerah setempat, namun penindakan sebagaimana terjadi pada pilkada
kepada ASN tersebut lemah. Selain itu, Kabupaten Halmahera Timur.
terdapat 3 (tiga) TPS yang dilakukan Pilkada serentak 2015 ditandai
Pemungutan Suara Ulang(PSU)   yaitu oleh rendahnya partisipasi politik
di Kabupaten Kebumen da 1 TPS dan di masyarakat untuk menggunakan hak
Kabupaten Pekalongan ada 2 TPS. pilihnya. Meskipun kuantitas persentase
Pengalaman berharga yang dapat penggunaan hak pilih dalam pilkada
dipetik dari pelaksanaan pilkada serentak bukan indikator tunggal demokrasi
2015, dapat kita telaah untuk mewujudkan substansi, tetapi partisipasi politik ketika
pilkada serentak yang demokratis pilkada menjadi salah satu indikator
konstitusional, damai dan bermartabat. penting terhadap perkembangan sistem
Pertama, fase pra pemungutan suara. politik suatu negara. Partisipasi politik
Kedua, fase proses pemungutan suara, yang kontras dalam penggunaan hak
dan ketiga, fase pasca pemungutan suara. pilih antara daerah yang satu dengan
Pada fase pra pemungutan suara, daerah lainnya, menunjukkan pentingnya
setidaknya persoalan yang muncul adalah pembenahan kelembagaan pilkada terkait
masalah pencalonan, penganggaran, sebelum dan sesudah pemungutan suara.
data pemilih, kampanye, dan distribusi
logistik. Munculnya kasus pelanggaran Tabel Partisipasi Politik dalam Pilkada
administratif yang diuji melalui putusan serentak 2015
PTUN dan berlanjut dengan kasasi di Partisipasi Tinggi Partisipasi Rendah
tingkat MA memakan waktu lama. Kurun Kabupaten Mamuju Tengah, Kota Medan, Sumut
Sulbar (92,17 %) (26, 86 %)
waktu penyelesaian sengketa pilkada
Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Serang,
yang lama tersebut, telah berakibat pada Papua Barat (89,92 %) Banten (50,84 %)
tertundanya pilkada serentak di lima Bolaang Mongondow Timur, Kota Surabaya,
daerah atau gagal dilaksanakan (Provinsi Sulawesi Utara (88,83 %) Jatim (52,18 %)
Kota Tomohon, Sulawesi Utara Kabupaten Jember,
Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak, (88,47 %) Jatim (52,19 %)
Kota Pemantangsiantar, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Kabupaten Tuban,
Simalungun, dan Kota Manado). Tenggara (88,24 %) Jatim (52,15 %)
Pada fase proses pemungutan Sumber: Kompas 12 Desember 2015
suara hingga rekapitulasi perolehan
suara merupakan momen krusial yang Pada fase pasca pemungutan
paling disoroti berbagai kalangan, karena suara, berragam kasus muncul baik
dianggap momen yang paling rawan gugatan sengketa hasil maupun gugatan
terjadinya berbagai pelanggaran pemilu. adanya pelanggaran TSM. Pasca
Mulai dari pemilih mencoblos lebih dari putusan MK, muncul desakan agar desain
satu kali, praktek politik uang, manipulasi perselisihan hasil pilkada harus lebih
perolehan suara dan lain sebagainya. jelas dan tegas. MK telah menegaskan
Politik uang dalam tahapan pencalonan posisinya hanya sebagai institusi korektif
ataupun ketika di tahapan pemungutan untuk hasil pemilihan yang memenuhi
suara masih berkembang. UU Pilkada ambang batas selisih suara yang
belum dapat digunakan untuk menjerat ditentukan UU No. 8 Tahun 2015. Dari total

Jurnal Pembaharuan Hukum


306 Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015
148 perkara, sebanyak 135 di antaranya kesejahteraan dan pemenuhan hak-
tidak diterima karena tidak memenuhi hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta
syarat ambang batas selisih suara, yaitu pemenuhan kebutuhan yang secara
0,5- 2 persen dari peraih suara mayoritas. konkret dirasakan melalui pelayanan
Hanya satu perkara yang diputus MK untuk publik yang diterima oleh masyarakat. 13
dilakukan pemungutan suara ulang, yaitu Pengelolaan kesejahteraan
Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku bukan semata persoalan manajerial
Utara. Dalam pelaksanaan Pilkada 2015, yang menyangkut metode pengelolaan
dari total pelanggaran Pilkada sebanyak dan pendistribusian sumber-sumber
2.572, hanya sebanyak 231 (8,9 persen) daya, tetapi juga persoalan politik yang
yang datang dari laporan masyarakat. memerlukan partisipasi publik secara
Sedangkan terkait masalah substantif dalam keseluruhan proses
pelantikan, pada kenyataannya tidak pengambilan keputusan tersebut.
dapat dilakukan secara serentak. Hal Demokrasi memberi peluang bagi setiap
ini berkaitan dengan masa jabatan orang untuk memperoleh akses yang
kepala daerah yang sedang menjabat setara terhadap sumber-sumber daya
dan konsekuensi bagi memperpanjang untuk meningkatkan taraf hidupnya.
masa jabatan bagi daerah yang dijabat Kendati akses ini seringkali harus diraih
oleh Pelaksana Tugas (Plt). Di tingkat melalui kompetisi, tapi demokrasi diyakini
pelantikan pula, masih adanya kasus memberikan jaminan bagi tersedianya
keterlambatan usulan dari gubernur aturan main yang fair, sehingga tidak ada
kepada Pusat melalui Mendagri terkait SK orang yang kemudian termarginalkan
penetapan calon terpilih. Akibatnya, tujuan dalam pertarungan tersebut.
pilkada serentak untuk menyatukan akhir Kesejahteraan lebih dari sekedar soal
masa jabatan kepala daerah guna menuju kemakmuran atau capaian-capaian yang
pilkada serentak secara nasional harus bersifat materiil, tetapi juga mencakup
dilakukan secara bertahap. Kemudian hal-hal yang mendasar bagi kehidupan
juga terdapat kontroversi atas pelantikan yang lebih baik, seperti kebahagiaan,
bagi kepala daerah/wakil kepala daerah kebebasan, pengakuan, dan sebagainya.
yang berstatus hukum tertentu, terutama Hal-hal ini hanya dapat diraih ketika
yang berstatus tersangka. pengelolaan kekuasaan dilakukan
dengan membuka seluas mungkin
3. Mewujudkan Pilkada Serentak 2017 peluang bagi munculnya keberagaman
yang Demokratis Konstitusional, dan pengambilan keputusan dilakukan
Damai dan Bermartabat atas dasar kesepakatan bersama,
Harus diakui bahwa terdapat sebagaimana menjadi prinsip dari
banyak keberhasilan kecil di setiap daerah demokrasi. 14
yang membuat kita harus selalu optimis Jika demokrasi dinilai sebagai cara
bahwa demokratisasi yang kita bangun untuk mencapai kesejahteraan bersama
saat ini bergerak menuju perubahan secara lebih luas, maka pilkada sebagai
yang lebih baik. Bahwa kesejahteraan perwujudan dari demokrasi prosedural
rakyat selalu menjadi alasan utama untuk berperan penting untuk menjaga kualitas
mencapai negara yang adil, makmur dan kepemimpinan lokal, memberikan garansi
berdaulat, meskipun proses yang dilalui terhadap keberlanjutan pemerintahan
harus panjang dan berliku. Pergeseran 13 Didit Hariadi Estiko, 2001, Amandemen UUD 1945 dan
arah perkembangan demokrasi, yang Implikasinya terhadap Pembangunan Sistem Hukum,
Tim Hukum PPIP Sekretaris Jendral MPR, Jakarta,
ditandai dengan bergesernya harapan hlm. 33.
publik akan demokrasi, dari kebebasan 14 Satya Arinanto, 1991, Hukum Dan Demokrasi, Ind
dan pemenuhan hak-hak politik menjadi Hill-Co, Jakarta, hlm. 59.

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015 307
yang nantinya dijalankan serta secara sebagai pesta yang menggembirakan.
kontekstual mampu membangun Pemilu adalah milik rakyat, pilkada adalah
sinergitas korelasional antara pemimpin milik masyarakat di daerah, sehingga
dengan rakyat yang dipimpin. Hal ini perlu untuk menggugah kesadaran
dikarenakan pilkada pada dasarnya masyarakat melaksanakan pengawasan
berorientasi untuk memberikan nilai atas partisipatif dalam pilkada sebagai
pengaruh kepemimpinan tingkat lokal tanggungjawab bersama. Membangun
terhadap kemaslahatan dan kepentingan partisipasi masyarakat, membutuhkan
rakyat. komitmen kuat agar bisa menjamin setiap
Meskipun demikian, perlu juga warga negara bisa berpartisipasi secara
disadari bahwa demokrasi tidaklah baik dan berkualitas.
sempurna. Potensi masalah dalam Prasyarat dalam mewujudkan
penyelenggaraan pilkada serentak pilkada serentak yang demokratis-
meliputi efektivitas dan efisiensi anggaran, konstitusional, damai dan bermartabat
ancaman money politik dan black adalah tiga komponen kualifikasi sebagai
campaigne yang masif, profesionalitas modus vivendi yang bersifat kumulatif,
penyelenggara baik dari hulu hingga yaitu:
hilir dan bahkan kemungkinan terjadinya 1. Konstituensi memberikan
kegaduhan politik. Disadari atau tidak, legalitas kepada posisi politik
bahwa hingga saat ini para stakeholder seseorang dengan tanggung
belum dapat merumuskan strategi jitu jawab yang harus diberikan
dalam melumpuhkan tingkat pragmatisme kepada konstituennya dapat
masyarakat. Bahkan ada sebagian diukur berdasarkan dedikasi.
masyarakat yang menanti momentum 2. Kompetensi memberikan
pilkada untuk memperkaya diri sendiri efektivitas kepada posisi politik
dengan menjual nama rakyat. Ekspektasi seseorang, dengan tanggung
publik yang tinggi terhadap pelaksanaan jawab yang harus diberikan
pilkada yang berkualitas dan berintegritas kepada komitmen kerjanya dapat
memerlukan dukungan masyarakat diukur berdasarkan prestasi.
terhadap pengawasan dan pemantauan 3. Integritas memberikan legitimasi
pilkada, pencegahan dan antisipasi kepada seseorang dengan
terhadap berragam pelanggaran. tanggung jawab berkenaan
Setiap daerah memiliki keunikan dengan komitmen terhadap nilai-
tersendiri, setidaknya terdapat 3 corak nilai dan prinsip-prinsip yang
yang mengemuka dalam khazanah menjadi pedoman, oleh karena itu
pemilihan kepala daerah di Indonesia, diukur berdasarkan kemampuan
yaitu: (i) corak patronase (politik figure) resistensi terhadap represi
yang mengandalkan populisme seperti politik, komersialisasi dan tingkat
DKI, Kota Bandung, Kota Surabaya, dan otonomi berhadapan dengan
daerah-daerah pasca konflik, seperti deviasi politik.
Aceh, Poso, dll; (ii) politik identitas yang Indikator kinerja utama (key
mengandalkan ikatan-ikatan primordial, performance indicators) dalam
misalanya di Belu, Ternate; dan (iii) politik mewujudkan pilkada serentak yang
aksi yang mengedepankan penyelesaian demokratis-konstitusional, damai dan
isu pelayanan publik sebagai wacana, bermartabat adalah: (1) Regulasi yang
contoh keberhasilannya di Banjarmasin, tepat dan jelas; (2) Partai Politik yang
Kota Ambon, Kupang, Lampung Selatan. kompeten; (3) Pemilih yang cerdas; (4)
Pilkada, sebagai hajatan Penyelenggara Pemilu Independen; dan
demokrasi sepatutnya diperlakukan

Jurnal Pembaharuan Hukum


308 Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015
(5) Birokrasi yang netral. 15 Peran publik menjadi bagian
Adapun spirit utama dalam penting dari proses penyelenggaraan
mewujudkan pilkada serentak yang pilkada untuk memastikan pemilu
demokratis-konstitusional, damai dan dilakukan secara jujur, adil, dan demokratis.
bermartabat adalah: (1) Tekad menjaga Partisipasi politik tidak sekadar persoalan
dan mendahulukan keutuhan Negara dari sisi pemilih menggunakan hak
Kesatuan Republik Indonesia, menjaga pilihnya saat pemilu di bilik suara, tetapi
persatuan dan menciptakan suasana juga bagaimana publik berperan dalam
damai; (2) saling menghormati (santun menciptakan proses pemilu yang kredibel
dan etis) masing-masing Pasangan Calon dan bersih melalui keterlibatan dalam
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan pengawasan pemilu sebagai bagian
Wakil Walikota dan selalu tunduk dan taat kontrol terhadap penyelenggaraan pemilu
kepada peraturan dalam melaksanakan itu sendiri. Dalam konteks inilah kemudian
kegiatan kampanye, baik di dunia nyata partisipasi masyarakat menjadi penting
maupun virtual; dan (3) Tidak melakukan untuk menciptakan kualitas pemilu yang
praktik jual beli suara, penyuapan kepada baik.
pemilih dan penyelenggara pemilihan Pengawasan pilkada diadakan
dalam bentuk apapun. agar kedaulatan rakyat yang diwujudkan
Keberhasilan penyelenggaraan dalam hak pilih warga negara bisa
pilkada serentak yang demokratis- tersalurkan dengan sebenarnya, tanpa
konstitusional, damai dan bermartabat manipulasi dan kecurangan. Pengawasan
ditentukan oleh: (1) institusi demokrasi, pilkada semestinya melibatkan banyak
(2) aktor demokrasi, (3) relasi aktor dan pihak secara luas, termasuk kalangan
institusi demokrasi, (4) isu publik, dan (5) media massa untuk mengawal proses
kapasitas maupun strategi aktor dalam penyelenggaraan pilkada dalam semua
menyambungkan antara gerakan mereka tahapannya.
dengan isu yang menjadi kepentingan Komitmen kolektif kita merupakan
banyak pihak (isu publik). Adapun sistem pengawasan integratif dalam
keberhasilan substansi penyelenggaraan pencegahan dan antisipasi terhadap
pilkada serentak yang demokratis- berbagai bentuk pelanggaran pilkada,
konstitusional, damai dan bermartabat yang dapat mencegah konflik politik
dapat diukur dari bekerjanya institusi berujung pada tindak kekerasan, seperti
negara (hirarki), pasar (transaksional), penyalahgunaan jabatan, keberpihakan
dan komunitas (resiprositas). penyelenggara pemilu, dan mobilisasi
Partisipasi pemilih dalam pilkada politik melalui intimidasi (paksaan) dan
menjadi penting karena akan berdampak iming-iming (bujukan): jabatan, barang,
secara politis terhadap legitimasi sebuah dan uang (money politics) [Pasal 73 UU
pemerintahan yang dihasilkan. Jika No.1/2015 sebagaimana diubah dalam
sebuah pilkada hanya diikuti oleh separuh UU No.8/2015].
dari jumlah pemilih, tentu dari pemilih Kesediaan kelompok-kelompok
yang menggunakan hak pilihnya tersebut strategis untuk terlibat dalam pelaksanaan
tidak semuanya memilih satu pilihan pengawasan partisipatif, dapat menutupi
politik yang sama. Legitimasi adalah berbagai kekurangan dalam ketersediaan
syarat mutlak yang secara politik turut sistem penegakan hukum yang lebih
menentukan kuat tidaknya atau lemah khusus terkait penegakan pidana
tidaknya sebuah pemerintahan di daerah. dalam Pilkada. Pilkada serentak harus
disertai dengan pembangunan kapasitas
15 Moh. Mahfud MD, 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, kelompok-kelompok strategis yang dapat
Gama Media, Jogjakarta, hlm. 9. mendukung keberlangsungan pilkada

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015 309
serentak yang demokratis-konstitusional, bisa menjadi faktor penentu sukses atau
damai dan bermartabat. UU Pilkada yang tidaknya pilkada.
terakhir kali diubah dengan UU Nomor 10
Tahun 2016 juga mengatur beberapa hal C. Penutup
baru yang harus disinkronkan oleh tiga Agar Pilkada serentak dapat
lembaga dalam Sentra Gakkumdu, yakni berjalan lancar, aman, kondusif,
Kepolisian, Bawaslu, dan Kejaksaan. Hal efisien dan berkualitas sesuai harapan
ini berkaitan dengan teknis penanganan masyarakat, untuk itu peran perangkat
pidana pilkada secara cepat dan efektif, aturan hukum menjadi hal yang sangat
karena pada pengalaman sebelumnya penting. Masyarakat pun tidak dapat
banyak kasus-kasus pidana pilkada menangguhkan keberlangsungan pilkada
yang daluarsa akibat tidak efektifnya serentak hanya kepada penyelenggara
penanganan pidana pilkada. pemilu. Dibutuhkan kerjasama seluruh
Dalam proses demokrasi, elemen masyarakat untuk mendukung
media massa punya peran yang sangat keberhasilan pilkada serentak tersebut.
penting dalam menjaga netralitasnya Apabila masyarakat selalu bersikap
terkait pilkada. Penyelenggara pilkada apatis terhadap proses pilkada, maka
dan media massa sama-sama harus apapun upaya yang akan dilakukan oleh
memberikan pendidikan politik kepada pemerintah untuk mewujudkan Pemilu
masyarakat. Keduanya harus bisa yang berkualitas hanya akan berujung
memastikan masyarakat menggunakan sia-sia. Semoga masyarakat Indonesia
hak pilih dan memilih berdasarkan mampu memaknai Pilkada Serentak ini
informasi yang benar serta memastikan sebagai proses perubahan bangsa yang
masyarakat terlibat aktif dalam semakin berkualitas. Hal ini merupakan
pengawasan penyelenggaraan pilkada. tantangan demokrasi, di mana rakyat
Filosofi media, yakni “bijak di garis tidak Indonesia telah memilih pilihannya
berpihak”, akan memberikan kontribusi untuk sebuah sistem demokrasi,
besar kepada bangsa. Media massa untuk itu mari bertanggung jawab
tidak boleh diskrimintatif, memberitakan mewujudkan demokrasi yang damai dan
setiap calon harus secara berimbang dan bertanggungjawab guna mensukseskan
proporsional. Media bisa ikut mengukur kepentingan nasional, semoga demokrasi
kadar kualitas pilkada. Bahkan, media membawa kebaikan bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Afan Gaffar, 1999.Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar,


Jogjakarta
Arif Budiman, 1997, Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi, cetakan kedua,
Gramedia, Jakarta.
Bagir Manan, 2003, Teori dan Politik Konstitusi, UII Press, Jogjakarta.
Beetham, 1999, Democracy and Human Rights, Polity Press, Oxford.
Beetham, Bracking, Kearton & Weir, 2002, International IDEA Handbook and Democracy
Assessment, Kluwer Law International, New York.
Benny K. Harman, 1999, Langkah-langkah Strategi Politik dan Hukum untuk Mewujudkan
Independency of Judiciil, makalah disampaikan pada Lokakarya Mencari Format
Peradilan yang Mandiri, Bersih dan Profesional, Jakarta, 11-12 Januari 1999.
Dahlan Thaib, 1989, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Liberty,
Jogjakarta.

Jurnal Pembaharuan Hukum


310 Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015
Deliar Noer, 1983, Pengantar ke Pemikiran Politik, Rajawali, Jakarta.
Didit Hariadi Estiko, 2001, Amandemen UUD 1945 dan Implikasinya terhadap Pembangunan
Sistem Hukum, Tim Hukum PPIP Setjen MPR, Jakarta.
Franz Magnis Suseno, 1997, Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah Filosofis, cetakan
kedua, Gramedia, Jakarta.
Franz Magnis Suseno, 2003, Etika Politik, cetakan ketujuh, Gramedia, Jakarta.
Jean Baechler, 1995, Democracy an Analytical Survey, Unesco, USA.
Jimly Asshiddiqie, 2003, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, PS-
HTN FH UI, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press,
Jakarta.
Jimly Asshidiqie, 1996, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen Dalam Sejarah, UI
Press, Jakarta.
KC Wheare, 2003, Konstitusi-Konstitusi Modern, terjemahan dari Modern Constitution,
Alih bahasa, Muhammad Hardani, Pustaka Eureka, Jakarta.
Lawrence Dood, 1976, Coalitions in Parliamentary Government, Princeton University
Press, New Jersey.
Lyman Tower Sargent, Contemporary Political Ideologies, The Dorsey Press, London, 1984.
Miriam Budiardjo, 2004, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke duapuluh enam, Gramedia,
Jakarta.
Moh. Mahfud MD, 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Jogjakarta.
______________, 2003, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, cetakan kedua, Rineka
Cipta, Jakarta.
Rofik Suhud, 1998, Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di
Indonesia, cetakan pertama, Mizan, Bandung.
Rudi G. Teitel, 2000, Transitional Justice, Oxford Press, Oxford.
Samuel Edward Finer cs , 1995, Comparing Constitutions, Clandron Press, Oxford.
Satya Arinanto, 1991, Hukum Dan Demokrasi, Ind Hill, Jakarta.
Sri Soemantri, 1981, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Rajawali,
Jakarta.

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 2 Mei - Agustus 2015 311

Anda mungkin juga menyukai