Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“KERUKUNAN SESAMA UMAT BERAGAMA MENURUT AJARAN AGAMA


HINDU”

NAMA : NI KADEK DWI CANTIKA PUTRI

NPM : 1932121262

KELAS : C14

FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN : MANAJEMENT

TAHUN : 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Setiap manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang hidup di dunia ini selalu
mendambakan kerukunan dan perdamaian. Demikian pula umat Hindu yang hidup di
Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat mendambakan hal itu, bukan saja bagi diri
atau kelompoknya tetapi bagi keluhuran warga negara, bahkan seluruh penduduk dan
atau lingkungannya.
Konsep pemikiran yang disajikan dalam makalah ini lebih menekankan pada
masalah ” etik dan moral ” berdasarkan ajaran Veda, dalam konteks kehidupan ber-
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, ditengah arus
kehidupan globalisasi dan perjuangan reformasi guna menemukan serta mewujudkan
citra dirinya sebagai bangsa besar yang rukun dan damai.
Masyarakat Indonesia yang beragam atas kebudayaan dan agama
memungkinkan perselisihan diantara pihak yang heterogen terhadap yang lain,ini
bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran dianut sesama umat beragama.Pentingnya
ajaran mengenai kerukunan dalam bemasyarakat hendaknya perlu ditekankan lebih ke
pada masyarakat di Indonesia dewasa ini.
Secara umum, definisi kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan
makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan
“kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran.Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah
sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.
1.2. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kerukunan?
b. Bagimana makna kerukunan menurut Weda ?
c. Bagaimana ajaran kerukunan dalam agama hindu?

1.3. Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar umat yang
beragama khususnya agama hindu dapat menerapkan ajaran kerukunan dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam beragama.
1.4. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode yaitu
mencari informasi-informasi dalam situs-situs internet yang memiliki
keterkaitan dengan judul yang diangkat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kerukunan Dalam Ajaran Agama Hindu
Agama Hindu menyebut Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam agama lain, tentu dijumpai sebutan yang
berbeda, namun pada hakikatnya tetaplah merujuk pada Tuhan yang
bersubstansi tunggal, hanya satu dan tidak ada duanya. Dalam Kitab Rgveda I.
164. 46 dinyatakan bahwa: Tuhan Yang Maha Agung adalah tunggal. Para bijak
menyebut Dia dengan nama yang berbeda-beda
Melalui kutipan terjemahan mantram Kitab Rgveda tersebut, dinyatakan
secara tegas bahwa semua agama memuja Tuhan yang sama, hanya
penyebutannyalah yang berbeda, sehingga adanya perbedaan agama bukan
berarti memuja Tuhan yang berbeda pula. Oleh sebab itu, perbedaan penyebutan
Tuhan Yang Maha Esa bukanlah alasan untuk menimbulkan perpecahan
antarumat beragama, karena pada hakikatnya semua nama tersebut dibuat dan
diucapkan dengan tujuan yang sama, yaitu untuk mengagungkan kebesaran
Beliau
Dalam ajaran Kitab suci Veda, masalah kerukunan dijelaskan secara
gamblang dalam ajaran Tattwam Asi, Karma Phala, dan Ahimsa
2.1.1. Pengertian TattwamAsi
Tatwam Asi adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu,
dan sebaliknya kamu adalah saya, dan segala makhluk adalah sama sehingga
menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain
berarti pula menyakiti dirisendiri (Upadesa, 2002: 42). Antara saya dankamu
sesungguhnya bersaudara.Hakekat atman yang menjadikan hidup saya dan
kamu berasal dari satusumberyaituTuhan.Atman yang menghidupkan tubuh
makhluk hidup merupakan percikan terkecil dari Tuhan.Kita sama-sama
makhluk ciptaaan Tuhan.Sesungguhnya filsafat tattwam asi ini mengandung
makna yang sangat dalam. Tatwamasi mengajarkan agar kita senantiasa
mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri
tidak merasa senang disakiti apa bedanyad engan orang lain. Maka dari itu
janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan sebaliknya bantulah orang
lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya semua tindakan
kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengan baik, maka
akan terwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma
atmaaikhyam”, yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama.
Sebagai ilustrasi penerapan ajaran tattwam asi dicontohkan sebagai berikut:
Bila kita menunjuk orang lain dengan menggunakan jari tangan, ternyata
spontanitas hanya 2 (dua) jari saja menunjuk orang lain, selebihnya 3 (tiga) jari
lainnya menunjuk pada diri kita sendiri. Kesimpulannya perbandingan
prosentase menunjuk orang lain dan menunjuk diri sendiri (40:60 %),
lebihbesarpresentase yang ditujukankepada diri sendiri. Berarti bila kita
mengatakan orang lain jahat, sesungguhnya diri kita sendiri jauh lebih jahat dari
orang lain yang kitatuduhberbuatkejahatan. Demikian juga sebaliknya, bila
mengatakan baik kepada orang lain tentu diri kita lebih baik dari mereka. Lebih
parah lagi bila menunjuk dalamkeadaankesal, dongkol, danemosionaltinggi
tentu akan menunjuk orang lain dengantangandikepal, makasepenuhnya
(100%) jari tangan menunjuk/ mengalamatkan apa yang diucapkan itu tertuju
pada diri sendiri. Pandangan ini mengkristal dalam upaya membina
terwujudnya kerukunan hidup beragama yang berlandaskan pada
prinsipkebenaranajarantattwamasi. Oleh karena itu, tiadaalasanuntukmenjelek-
jelekkan/ menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah kepada orang
lain/ agama lain, bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka bumi
ini, tanpa terkecuali.
Ajaran tattwamasi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut
merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Seseorang bila menyakiti
orang lain sebenarnya iatelahbertindakmenyakiti/menyikasadirinyasendiri, dan
sebaliknya bila telah membuat orang lain menjadi senang dan bahagia, maka
sesungguhnya dirinya sendirilah yang ikut merasakan kebahagiaan itu juga.
Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalinnya
hubungan yang serasi atas dasar “asah, asih, asuh” di antara sesama hidup.
“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada brahmana budiman
yang rendah hati, maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina
papa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap
dirimu, perbuatanseperti orang sadhu hendaknyasebagaibalasanmu.
Jangnanlahsekali-kali membalasdengan perbuatan jahat, sebab orang yang
berhasratberbuatkejahatanitu pada hakekatnya akan menghancurkan dirinya
sendiri” (Sarasamuscaya 317).
2.1.2. Pengertian Karma Phala
Umat Hindu sangat menyakini akan kebenaran hukum ini. Apapun yang
dilakukan sengaja maupun tidak sengaja akan menimbulkan dampak. “Setiap
sebab akan membawa akibat. Segala sebab yang berupa perbuatan akan
membawa hasil dan perbuatan di masa yang akan datang. Segala karma
(perbuatan) akan mengakibatkan karma phala (hasilatauphala perbuatan).
Hukum rantai sebab dan akibat perbuatan (karma) danphalaperbuatan (Karma
phala) ini disebut Hukum Karma” (PancaSradha, 2002;54). Jadi setiap akibat
yang timbultentuadapenyebabnya.Tidak mungkin ada akibat tanpa sebab.
Demikian juga sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan sudah pasti akan
menerima akibat, baik atau buruk, cepat maupun lambat mau tidak mau
hasilakan selalu mengikutinya. Ini merupakan dalil yang logis, yaitu setiap
sebab pasti menimbulkan akibat dan setiap akibat yang ada pasti ada
penyebabnya. Antara sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan satusamalainnya,
diibaratkan diri kita dengan bayangannya, bayangan akan selalu mengikuti
Perbuatan yang baik yang dilakukan akan mendatangkan hasil yang baik,
demikian juga perbuatan yang buruk pasti akan mendatangakan hasil yang
buruk pula. Batu dengan batu, atau kayu dengan kayu bila digosok-gosok
menimbulkan akibat yaitu panas.Hukum ini berlaku pada semua makhluk
hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama tidak perlu
disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, cuman waktu untuk
menerima hasil perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang
lambat, dan bahkan bisa pula diterima dalam penjelmaan berikutnya. Oleh
karena itu, berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam memupuk kerukunan
hidup beragama senantiasa berbuat baik berlandaskan dharma.Yang dipuji
adalahk arma.Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik
adalah perbuatannya yang baik, dan sebaliknya yang menjadikan orang
berkeadaanburukadalahperbuatannya yang buruk. Seseorang akan menjadi
baik, hanya dengan berbuat kebaikan, seseorang menjadi papa
karenaperbuatanjahatnya. “Subhaasubhaprawrttiyaitu baik buruk atau amal
dosa dari suatu perbuatan yang merupakan dasar daripada karma phala dharma
yang jugadisebutsubha karma akan membuahkan kebahagiaan hiduplahir
bathin dan karma yang jahathinadanadharma yang juga dinamakan asubha
karma akan mendapatkan pahala berupa penderitaan dan kesengsaraan
lahirbatin” (Panca Sradha,2002:60).
2.1.3. Pengertian Ahimsa
Ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang hukum
alam. Jika melanggar hukum alam maka akan mengundang reaksi keras.
Mereka harus belajar memelihara dan melindungi lingkungan sendiri, agar
tercipta kehidupan yang harmonis dan selaras dengan lingkungannya sendiri.
Jadi ahimsa, mengandung pengertian tidak melakukan kekerasan dalam bentuk
tidak membunuh-bunuh makhluk hidup apapun, ahimsa juga dimaksudkan
tidak melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain. Bertentangan
dengan ahimsa karma, perbuatan membunuh-bunuh adalah adharma,
bertentangan dengan agama. Tan sayogyaprihen, tidak pantas dilakukan oleh
orang yang sedang mencoba mengamalkan ajaran dharma. “Ahimsa ngaranya
tan pamati-matisarwaprani, nguniwehjanmamanusa….” (Ahimsa berarti tidak
membunuh-bunuh makhluk hidup, terlebih lagi manusia).Sebab dengan
membiasakan diri membunuh-bunuh binatang, hati orang menjadi keras. Lama
kelamaan melihat pembunuhan manusia tidak akan merupakan hal yang aneh
baginya. Darmayasa, Ahimsa dharma & vegetarian, 31).Karena sudah terbiasa
dengan hidup kekerasan.
Ahimsa juga merupakan landasan penerapan kerukunan hidup
beragama.Ahimsa berarti tanpa kekerasan.Secara etimologi, ahimsa berarti
tidak membunuh, tidak menyakiti makhluk hidup lainnya.“Ahimsa
paramadharmah” adalah sebuah kalimat, sederhana namun mengandung makna
mendalam.Tidak menyakiti adalah kebajikan yang utama atau dharma tertinggi.
Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran tidak dengan perusakan-
perusakan, karena sifatmerusak, menjarah, memaksakan, mengancam,
menteror, membakar dan lain sebagainya sangat bertentangan de4ngan ahimsa
karma, termasuk menyakiti hati umat lain denganniat yang tidakbaik, atau
denganberkata-kata kasar, pedas dan mengumpat. Keutamaan ahimsa karena
nilainya yang begitu tinggi sebagaimana yang diungkapkan dengan kalimat-
kalimat lainnya sebagaiberikut: Ahimsa ayah parodharmah, ahimsa alaksano
dharmah, ahimsa aparama tapa, ahimsa aparamasatya, maksudnya: Ahimsa
adalah kebajikan tertinggi, perbuatan dharma, pengendalian diri tertinggi dan
kebenaran tertinggi).

2.2. Perspektif Kerukunan


Mengingat kebenaran agama adalah suatu kebenaran mutlak
(bersumberpadawahyuTuhan), yang ajarannya sepenuhnya didasarkan atas
keyakinan/kepercayaan tersendiri, yang sudah barang tentu berbeda antara
keyakinan agama yang satu dengan keyakinan agama lainnya, meskipun ada
unsur-unsur persamaannya.Berdasarkan logikatersebut, wajarlah adanya
perbedaan-perbedaan pandangan terhadap satu kebenaran antara agama yang
satu dengan yang lainnya. Kita harus menghargai perbedaan-perbedaan tersebut
(disadarisecaratheologismemangberbeda), namun bagaimana kitamencari
unsur-unsur persamaannya dijadikan sebagai tali perekat menjalin hubungan
yang harmonis antara agama yang satu dengan yang lainnya. Dalam aktivitas
sosial diharapkan bisa menyatu duduk bersama di antara umat yang berbeda
agama.
Dalam konsep ajaran Hindu, Rig Veda I.164.46 menjelaskan: “Ekam
sat viprahbahudavadanti”, yang artinyahanya satu Tuhan akan tetapi orang
bijaksana menyebut dengan banyak nama. Hindu memandang tuhan yang satu,
dapat disebutkan dengan banyak nama seperti: Agni, Yama, Matariswadan lain-
lain. Dalam kitabsuci veda bahkan disebut ribuan nama tuhan (sahasranama
Brahman). Dalam upaya mewujudkan kerukunan hidup beragama dapat
ditempuh dengan beberapa pendekatan secara manusiawi (tanpa kekerasan)
melalui jalan musyawarah intern umat beragama, musyawarah antar umat
beragama melalui wadah FKPA yang sudah cukup gencar mengadakan dialog
dan juga pertemuan/musyawarah antara umat beragama dengan pemerintah.
Melalui cara-cara seperti itu diharapkan semakin sering diadakan temu muka
antara tokoh-tokoh agama, berkomunikasi langsung saling mengenal satu sama
lainnya, duduk berdampingan satu sama lainnya membahas masalah
kerukunan. Sehingga semakin dapat menghilangkan prasangka buruk sebagai
bentuk kesalah pahaman diantara sesama penganut umat beragama. Semua ini
dapat terwujud hanya melalui terbinanya kesadaran akan hidup bersama secara
berdampingan, kesadaran saling membutuhkan, saling melengkapi satu sama
lainnya, niscaya kerukunan hidup beragama dapat terwujud.
Kerukunan hidup beragama menjadi dambaan kita semua, sebab bila hal
ini terwujud, maka kita akan dapat merasakan satu kedamaian. Kerukunan perlu
dipupuk, dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan rasa kesadaran umat
beragama, sehingga terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa sesuai
bunyi slogan lambangnegarakita “Bhineka Tunggal ika” yang artinya berbeda-
beda tetapi tetap satu jua. Ungkapan ini cocok dengan kondisi negara republik
Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam agama, kebudayaan, adat istiadat,
etnis dan lain sebagainya, namun pada hakekatnya kita semua adalah satu, yaitu
satu tanah air bangsa Indonesia
BAB III
PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kerukunan dalam hidup beragama sngatlah
perlu dilakukan sesama ciptaan Tuhan yang maha esa/Sang Hyang Widhi Wasa.
Kerukunan perlu dipupuk, dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan rasa
kesadaran umat beragama, sehingga terwujudnya rasa persatuan dankesatuan
bangsa sesuai bunyi slogan lambang negara kita “Bhineka Tunggal ika” yang
artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua
3.2. Saran
Dengan mengetahui pentingnya dan mepaparan diatas mengenai
kerukunan dalam beragama,diharapkan kita sebagai umat agama hindu dapat
menerapkan ajaran-ajaran yang telah dimuat dalam kitab suci kita Veda atas
keyakinan terhadap ciptaan Sang Hyang Widhi Wasa
DAFTAR PUSTAKA
Hindu, K. (2019). Kerukunan dan Toleransi umat beragama dalam pandangan Hindu.
Retrieved 28 December 2019, from
https://dharmagupta.blogspot.com/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umat-
beragama.html
Hindu, K. (2019). Kerukunan dan Toleransi umat beragama dalam pandangan Hindu.
Retrieved 28 December 2019, from
https://dharmagupta.blogspot.com/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umat-
beragama.html

Anda mungkin juga menyukai