Anda di halaman 1dari 24

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM RESPIRASI DAN PENGKAJIAN

KEPERAWATAN PADA SISTEM PERNAFASAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Respirasi

Yang Di Bina Oleh :

Ns. Putu Sintya Arlinda Arsa., S.Kep, M.Kep

Di Susun Oleh :

Dessy Natalya Pamaratana

1501070389

SEKOLAH TINGGI lLMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PODI STUDI SI KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah pencipta langit dan bumi yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
terutama rahmat iman dan kekuatan sehingga "makalah Pemeriksaan Diagnostik Pada Sistem
Respirasi Dan Pengkajian Keperawatan Pada Sistem Pernafasan" ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan tugas mata kuliah
Agama program studi S1 Keperawatan. Bersyukur untuk semua pihak yang dengan caranya
masing-masing telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat selesai tepat
pada waktunya. Penyusunan makalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
bantuan dari semua pihak. Untuk itu perkenankan dalam menyampaikan terima kasih yang tulus
untuk teman-teman dan semua pihak yang telah membantu. Sangat disadari makalah ini baik isi
maupun teknik penulisannya masih banyak kekurangan, oleh sebab itu sangat diharapkan saran
dan perbaikan dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Malang,…. Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................... ............. i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ………. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ……… iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ ............ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... ............ 2
1.3 Tujuan ........................................................................................ ……… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pemeriksaan Sputum …………………………........................................ 3
2.2 Pemeriksan Analisa Gas Darah ................................................................. 8
2.3 Pemeriksaan Radiologi ……………………………….………...….……. 10
2.4 Monitoring Spo2 Dan Sao2 …………………………………….……………….……………..… 15
2.5 Monitoring Etco2 …………………………………………………………………...………………… 17
2.6 Pengkajian Keperawatan Pada Sistem Pernapasan .................................. 18

BAB VI PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................... ……… 20
4.2 Saran ............................................................................................. ……… 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ………


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laboratorium adalah salah satu sarana kesehatan yang diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang berperan sebagai pendukung maupun penegak sebuah
diagnosis penyakit dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal. Kesehatan yang
optimal merupakan syarat untuk menjalankan tugas dalam pembangunan. Menurut
paradigma sehat, diharapkan orang tetap sehat dan lebih sehat, sedangkan yang
berpenyakit lekas dapat di sembuhkan agar sehat. Untuk segera dapat disembuhakn, perlu
di tentukan penyakitnya dan pengobatan yang tepat, serta prognosis atau ramalan yaitu
ringan, berat, atau fatal.
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur tindakan dan
pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita dapat berupa
urine (air kencing), darah, sputum (dahak), atau sample dari hasil biopsy untuk
menentukan diagnosis penyakit bersama dengan tes penunjang lainnyam anamnesis, dan
pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mendetekksi penyakit,
menentukan resiko, memantau perkembangan penyakit, memantau perkembangan
pengobatan, dan lalin-lain.
Diagnostik dan spesimen adalah suatu pemeriksaan yang mutlak dilakukan untuk
menegakkan suatu diagnosis penyakit klien. Melalui pemeriksaan ini kita dapat
mengetahui tujuannya adalah untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respon
klien terhadap status kesehatan / penyakit. Faktor-faktor yang menegakkan suatu
masalah, kemampuan klien untuk mengatasi masalah. Jenis-jenis spesimen yaitu
pemeriksaan darah, urine, feses, sputum. Sumber kesalahan diagnostic yaitu : kesalahan
pengumpulan data, kesalahan dalam interpretasi dan analisis data, kesalahan dalam
pengelompokan data, kesalahan dalam pernyataan diagnostik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Yang Dimaksud Dengan Pemeriksaan Sputum ?
1.2.2 Apa Yang Dimaksud Dengan Pemeriksan Analisa Gas Darah ?
1.2.3 Apa Yang Dimaksud Dengan Pemeriksaan Radiologi ?
1.2.4 Apa Yang Dimaksud Dengan Monitoring Spo2 Dan Sao2 ?
1.2.5 Apa Yang Dimaksud Dengan Monitoring Etco2 ?
1.2.6 Apa Yang Dimaksud Dengan Pengkajian Keperawatan Pada Sistem Pernapasan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Dengan Pemeriksaan Sputum.
1.3.2 Untuk Mengetahui Definisi Pemeriksan Analisa Gas Darah.
1.3.3 Untuk Mengetahui Definisi Pemeriksaan Radiologi.
1.3.4 Untuk Mengetahui Definisi Monitoring Spo2 Dan Sao2.
1.3.5 Untuk Mengetahui Definisi Monitoring Etco2.
1.3.6 Untuk Mengetahui Definisi Pengkajian Keperawatan Pada Sistem Pernapasan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Sputum


Sputum adalah bahan atau cairan yang dihasilkan dari paru dan trakea yang
kemudian dikeluarkan melalui mulut. (Dorland, 2014). Sputum juga dapat diartikan
sebagai suatu cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli. Sputum yang
memenuhi syarat pemeriksaan harus benar-benar dari trakea dan bronki bukan berupa
air ludah. Sputum berbeda dengan dengan ludah, cairan sputum lebih kental
dibandingkan dengan air ludah dan tidak terdapat gelembung-gelembung busa
diatasnya , sedang pada air ludah akan membentuk gelembung-gelembung jernih
dibagian atas permukaan cairan. Secara mikroskopik ludah akan menunjukkan
gambaran sel-sel gepeng sedangkan pada sputum tidak ditemukan hal tersebut.
(widman,2013).
Sputum yang baik untuk melakukan pemeriksaan sputum adalah sputim yang
diambil pada pagi hari setelah bangun tidur karena sputum yang dihasilkan pada pagi
hari mengandung paling banyak kuman. Sputum diambil sebelum menggosok gigi,
tapi sudah berkumur terlebih dahulu untuk membersihkan sisa-sia makanan yang
tertinggal di dalam mulut. (B. sandjaja, 2011)
Pemeriksaan sputum diperlukan apabila diduga terdapat penyakit pada paru-
paru. Pada membrane mukosa saluran pernafasan berespon terhadap inflamasi dengan
meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab
penyakit. Pemeriksaan sputum meliputi pemeriksaan :
1. Jumlah Sputum Yang Dihasilkan
Normalnya sputum yang dihasilkan oleh orang dewasa yaitu 100ml/hari.
jumlah berlebihan terlihat pada inflamasi bronchial kronik dan system paru,
jumlah sedikit dapat terlihat pada inflamasi bronchial akutdan pada tahap dini
pneumonia lobar.
2. Warna, Bau, Viskositas
a) Sputum hitam dapat menunjukkan antrakosis (debu batubara).
b) Sputum berwarna karat, mukoporulen, dan kental mengindikasikan
pneumonia.
c) Sputum berwarna kuning atau kehijauan dengan bau tidak sedap
mengindikasikan pseudomonas
d) Sputum mukopurulen kental kekuningan terlihat pada tahap dini pneumonia
lobar, abses paru dan tuberculosis
e) Sputum berwarne abu-abu atau putih dan berlendir mengindikasikan
bronchitis kronik.
f) Sputum berwarna merah muda dan berbusa mengindikasikan edema paru-paru
akut.
3. Darah
a) Bila darah yang tercampur dengan sputum, perdarahan ada pada bronkiolus.
b) Jumlah banyak darah yang tercampur dengan sputum mengindikasikan
robeknya [pembuluh darah besar].
c) Darah berwarna merah terang dan berbusa mengindikasikan emboli paru,
tuberculosis atau robekkan aneurisma.
4. Tes Kultur Sputum
Digunkan untuk mengidentifikasi organism spesifik untuk menegakkan diagnosa
dan menentukan keefektifan pengobatan antibiotic.
5. Pewarnaan Gram
Digunakan untuk mendapatkan informasi tentang jenis mikroorganisne
6. Sensitivitas
Berfungsi untuk mengidentifikasi antibiotic yang mencegah pertumbuhan
organisme yang terdapat dalam sputum. Sputum dikumpulkan sebelum pemberian
antibiotic.
7. Basil tahan asam
Digunakan untuk menentukan adanya mikrobakterium tuberkolosis.
8. Sitologi
Digunakan untuk mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung runtuhan
sel dari percabangan tracheabronkhial sehingga terdapat adanya sel-sel yang
abnormal (malignansi).
9. Tes Kuantitatif
Pengumpulan sputum selama 24-72 jam. Tes kuantitatif untuk menentukan apakah
sekresi yang dikeluarkan itu merupakan saliva, lendir, pus , atau bukan. Pada tes
kulitatif, klien diberikan wadah khusus untuk mengeluarkan sputum kemudian
pada akhir 24 jam wadah tersebut ditimbang sehingga dapat diketahui jumlah serta
karakternya.
2.1.1 Cara pemeriksaan sputum
Sebelum pengumpulan sputum akan dilakukan , informasikan dahulu
kepada klien tentang pemeriksaan sputum ini. Intruksikan kepada klien untuk
mengumpulkan sputum yang benar-benar berasal dari paru-paru. Sputum yang
dihasilkan setelah bangun tidur dipagi hari banyak mengandung organism yang
produktif, dan biasanya dibutuhkan sekitar 4ml sputum untuk melakukan
pemeriksaan sputum.

1. Persiapkan alat dan bahan


a) Wadah atau botol specimen sputum yang steril dengan penutup
b) Sarung tangan dan masker
c) Disinfektan dan alat penguap
d) Ose, kaca objek, Rak sediaan
e) Spirtus, alcohol
f) Label yang berisi lengkap untuk menandai wadah sputum
g) Obat kumur
h) Sputum klien
i) Larutan carbol fuchsin, larutan HCL, larutan methylen blue, xylol
2. Pengambilan sputum
Sebelumnya jelaskan terlebih dulu kepada klien tentang apa yang akan
dilakukan, berikan informasi dan intruksi kepada klien bahwa jangan
menyentuh bagian dalam specimen, menjaga bagian luar wadah sputum
tidak terkena sputum.
a) Posisikan klien pada posisi fowler atau semifowler
b) Minta klien untuk berkumur dengan obat kumur yang telah disediakan
c) Pasang sarung tangan dan pegang bagian luar wadah tersebut untuk
klien Letakkan wadah sputum yang sudah dibuka dekat dengan mulut
dan keluarkan sputum kedalam wadah yang telah disediakan . pastikan
sputum tidak terkena bagian luar wadah sputum
d) Minta klien untuk menarik nafas dalam 2-3 kali setiap kali hembuskan
nafas dengan kuat dan membatukkan sputum
e) Tutup rapat wadah tersebut, untuk mencegah adanya penyebaran
mikroorganisme secara tidak sengaja ketempat lain
f) Lepas dan buang sarung tangan.
g) Beri label yang berisi nama, alamat tanggal pengambilan serta nama
pengirim
h) Dokumentasikan smua informasi yang relevan meliputi jumlah ,
warna, dan konsistensi.

3. Pembuatan preparat
a) Ambil wadah sputum dan kaca objek yang beridentitas sama dengan
wadah sputum
b) Panaskan ose diatas nyala api spritus sampai merah dan kemudian
didinginkan
c) Ambil sputum dengan menggunakan ose
d) Buatlah hapusan diatas kaca objek dengan ukuran 2-3cm
e) Keringkan hapusan sputum dengan suhu kamar
f) Setelah setengah kering lewatkan preparat berisi hapusan sputum
tersebut diatas nyala api spritus sebanyak 3x selama 3-5 detik untuk
difiksasi
g) Setelah itu hapusan langsung diwarnai dengan pewarna Ziehl Neelsen.

4. Pewarnaan Ziehl Neelsen


a) Teteskan carbol fuchsin pada hapusan sputum
b) Panaskan dengan api spritus sampai keluar uap 3-5 menit.
c) Bilas dengan air yang mengalir pelan sampai zat warna terbuang
d) Teteskan dengan alcohol HCL sampai warna merah pada fuchsin
hilang
e) Bilas dengan air yang mengalir pelan
f) Teteskan larutan methylen blue dan diamkan 10-20 detik
g) Bilas dengan air yang mengalir pelan
h) Keringkan hapusan sputum diudara terbuka

Prinsip pewarnaan mycobacterium yang dinding selnya tahan


asam karena mempunyai lapisan lilin yang tidak mudah untuk ditembus cat.
Pewarnaan Ziehl Neelsen setelah basil tahan asam ( BTA) mengambil warna
dari fchsin kemudian dicuci dengan dengan air yang mengalir pelan, lapisan
lilin akan terbuka pada saat dipanaskan dan akan merapat kembali karena
terjadi pendinginan pada saat dicuci. Saat dituangi dengan HCL alcohol,
warna merah pada dari basic fuchsin pada BTA tidak luntur sedangkan pada
bakteri yang tidak tahan asam akan melepaskan warna merahnya sehingga
akan menjadi pucat atau tidak berwarna. Pada waktu dicat dengan methylen
blue BTA akan tetap berwarna merah sedangkan pada bakteri yang tidak
tahan asam akan mengambil warna berwarna biru.
5. Pembacaan Hapusan Sputum
Preparat hapusan sputum yang terwarnai dan kering, dilap bagian
bawahnya dengan kertas tisu. Kemudian teteskan minyak imersi dengan 1
tetes pada hapusan sputum. Hapusan sputum dibaca dengan mengunnakan
mikrskop dengan perbesaran kuat. Pembacaan hapusan sputum ini dimulai
dari ujung kiri dan digeser ke kanan kemudian digeser kembali ke kiri.
Pembacaan dilakukan secara sistematika, kuman BTA berwarna merah
berbentuk batang lurus, terpisah, berpasangan atau berkelompok dengan
latar belakang berwarna biru.

2.2 Pemeriksan Analisa Gas Darah


Analisa gas darah merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
bertujuan untuk mengetahui keseimbangan asam basa, oksigen yang ada dalam
darah, PH, kadar karbon dioksida, kadar bikarbonat. Pemeriksaan ini tidak dapat
digunakan untuk menegakkan diagnose sehingga pemeriksaan ini harus digabungkan
dengan pemeriksaan fisik, riwayat penyakit dan data-data laboratorium lainnya.
Dalam pemeriksaan ini dibutuhkan adanya sampel darah arteri yang dapat diambil
dari arteri femuralis, radialis atau brachialis dengan menggunakan spuit yang telah
diberi heparin agar tidak terjadi pembekuan darah pada klien. Sebelum melakukan
pemeriksaan ini, perlu di lakukan tes allen’s.

1. Tes Allen’s
Tes allen’s merupakan pengkajian cepat sirkulasi arteri radialis, sehingga
tes ini penting sebelum melakukan fungsi arteri radialis. Cara melakukan tes ini
yaitu : Sumbat keduan arteri radialis dan ulnaris klien, minta klien untuk
mengepalkan tangannya saat kedua arteri tersebut masih tersumbat sehingga
tangan klien akan pucat. Lepaskan sumbatan dari salah satu arteri, harusnya
tangan klien akan berwarna pink hal ini terjadi karena adanya sirkulasi kolateral.
Jika sirkulasi kolateral adekuat maka pengambilan darah dari arteri radialis ini
dapat dilakukan. Spuit yang telah berisikan sampel darah ditutup untuk mencegah
terjadinya kontak dengan udara dan letakkan ke dalam wadah termos berisi es
sampai waktu dianalisa.

2. Pengukuran Oksigen Dalam Darah


Oksigen dapat diukur dengan menggunakan pemeriksaan ini melalui
evaluasi pada PaO2 dan SaO2. Hanya 3% oksigen yang larut dalam darah dan
97% berikatan dengan hemoglobin pada sel darah merah. Pada PaO2 adalah 80-
90 mmhg. PaO2 cenderung menurun karna usia. Pada klien berusia 60-80 tahun, .
PaO2 normal adalah 60-80 mmhg. Jika PaO2 rendah disebut Hipoksemia.
SaO2 normalnya adalah antara 93% dan 97%. SaO2 adalah untuk menilai
oksigen karena sebagian besar oksigen yang dipasok ke jaringan dibawa oleh
hemoglobin.

3. Pengukuran PH
Nilai normal Ph adalah 7,35-7,45. Jika akumulasi ion hydrogen menumpuk
maka ph turun yang disebut asidemia. Asidemia mengacu pada kondisi darah
yang terlalu asam. Asidemia dengan dua sebab yaitu asidosis metabolic atau
asidosis respiratorik. Jika ph meningkat disebut alkalemia. Alkalemia mengacu
pada kondisi dimana darah terlalu basa, dengan dua sebab yaitu alkalosis
metabolic atau erupalkalosis respiratorik.
Proses perubahan ph terdapat dua macam yaitu proses perubahan yang
bersifat metabolik, adanya perubahan konsentrasi bikabonat yang disebabkan
adanya gangguan metabolisme. Dan yang bersifat respiratorik, adanya perubahan
tekanan parsial karbon dioksida yang disebabkan gangguan respirasi.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh dikendalikan oleh 3 mekanisme :
1) Ginjal, ginjal berperan untuk mengeleminasi kelebihan asam dalam bentuk
ammonia.
2) Buffer , dalam tubuh terdapat penyangga ph dalam darah. Bikarbonat
(komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Jika
lebih banyak asam yangmasuk dalam darah maka akan dihasilkan lebih
banyak bikarbonat dalam dan lebih sedikit karbon dioksida.
3) Pembuangan CO2 , jika jumlah karbon dioksida yang dibuang bertambah,
kadar karbon dioksida akan menurun dan selanjutnya ph menjadi basa dan
proses sebaliknya terjadi apabila jumlah karbon dioksida yang dibuang
berkurang.

4. Pengukuran Karbon Dioksida


PaCO2 mengacu pada tekanan yang diberikan oleh CO2 yang terlarut
dalam darah. PaCO2 mempunyai nilai normal yaitu 35-45 mmhg. Pada
interpretasi analisa gas darah, PaCO2 dianggap sebagai asam. Eleminasi CO2 dari
tubuh merupakan salah satu dari fungsi paru-paru.
Klien dengan hipoventilasi, akumulasi CO2 dan PaCO2 meningkat diatas
45 mmhg, retensi CO2 mengakibatkan asidosis respiratori. Klien dengan
hiperventilasi, eleminasi CO2 dan PaCO2 menurun dibawah 35 mmhg. Hilangnya
CO2 mengakibatkan alkalosis respiratori.

5. Pengukuran Bikarbonat
Bikarbonat (HCO3), ditemukan pada serum yang membantu tubuh
mengatur ph. Konsentrasi dari bikarbonat diatur oleh ginjal dan disebut sebagai
proses regulasi metabolic. Tingkat bikarbonat yang normal adalah 22-26 mEq/L.
Jika bikarbonat lebih dari 26 disebut alkalosis metabolic, jika bikarbonat
dibawah 22 disebut asidosis metabolik.

2.3 Pemeriksaan Radiologi


Dada (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim
paru paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar x,
sehingga parenkim membiarkan bayangannya yang sangat memancar. Bagian yang
lebih padat udara akan sukar ditembus sinar X, sehingga bayangnnya lebiih padat.
Benda yang lebih padat akan memberikan kesan berwarna lebih putih dari pada bagian
yang berbentuk udara jika dilihat pada lembar hasil radiologi dada. ( Somantri, Irman.
2017. Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :
Salemba Medika).
Langkah – langkah pemeriksaan foto toraks :

1. Kaji data umum pasien


Teliti nama, usia, jenis kelamin, tanggal pemeriksaan. Hal ini sangat penting
karena beberapa penyakit sangat berhubungan dengan data – data ini. Perhatikan
keterangan klinis, karena sangat menentukan interpretasi dari foto thorax.
2. Kaji data teknis
a) Perhatikan marker L dan R
Marker L dan R menunjukkan sisi kiri ( Left ) atau kanan ( Right ) pasien.
b) Apakah foto sudah simetris
Ujung medial clavicula harus sama jaraknya dengan dengan garis tengah
(midline). Rotasi pasien menyebabkan distorsi bayangan mediastinum.
c) Apakah faktor ekspos yang diberikan sudah tepat
Overexposed menyebabkan kehitaman film dan underexposed menyebabkan
struktur tidak tampak jelas. Kondisi suatu foto thorax dikatakan baik apabila
corpus vertebra thoracal hanya terlihat jelas sampai T4-T5, sebelum
percabangan trachea. Vertebra thoracal VI (T6) kebawah terlihat samar.
d) Apakah foto sudah dibuat dalam keadaan inspirasi penuh.
Midpoint hemidifragma kanan harus berada diantara ujung anterior costa 5
dan 7. Foto yang dibuat dalam keadaan ekspirasi mrnyebabkan interprestasi
yang keliru terhadap Cardiomegali dan abnormalitas bayangan basal paru.

Perhatikan bagian-bagian foto thoraks:

1) Trakhea, harus terlihat (luscen berarti berisi udara) dan harus ditengah.
Lihatlah apakah ada pendorongan trakhea. Bifurcatio trakhea (carina)
normal <90®, bila >90 berarti atrium terangkat.
2) Bandingkan ICS kiri dan kanan : harus sejajar, apakah ada penyempitan.
Adanya desakan atau tarikan, dapat dicurigai adanya suatu proses patologis.
3) Jantung : perhatikan besar, bentuk dan posisi jantung. Ada tidaknya
pembesaran jantung dapat ditentukan dengan rumus :
A+B
CTR ( Cardio-Thoracic Ratio) = x 100%
C

Apabila CTR >50% = abnormal (dicurigai kardiomegali)


Keterangan :
A : bagian terlebar dari jantung kanan ke garis tengah
B : bagian terlebar jantung kiri ke garis tengah
C : lebar thoraks terlebar
Tanda Pembesaran Jantung ( Kardiomegali )
a) Atrium kiri : pinggang jantung menghilang
b) Atrium kanan : batas jantung lebih dari sepertiga klavikula desktra
c) Ventikel kiri : apex tertanam pada diafragma
d) Ventrikel kanan : apex terangkat dan membulat
e) Jantung treadrops : jantung menggantung, ukuran kecil

Aorta : apakah melebar atau tidak, apakah ada kalsivikasi ( gambaran opak ),
ukuran normal aorta 4 cm, jarak antara puncak arcus aorta dengan ujung
media klavikula lebih kecil 1 cm, atas kanan jantung di tempati oleh aorta,
kalsivikasi aorta : bayangan radioopak ( putih ) sejajar permukaan.

4) Menilai kedua sinus cortoprenicus (bentuk sinus normal adalah tajam.


Adanya evusi plura menimbulkan gambaran sinus akan tampak tumpul. Pada
super posisi mamae, gambaran sinus dapat tertutup) dan kedua sinus
kardioprenicus ( bentuk sinus normal adalah tajam. Jika cabang – cabang
sinus tertutup, biasanya disebabkan karena adanya super posisi mamae )
5) Diafragma, normal diafragma kanan lebih tinggi dari pada kiri.
Perbedaannya 2,5 cm. Bila < 3cm : abnormal
Bentuk diafragma :
Diafragma scaloping ( berobus – lobus )
Diafragma bulging
Diafragma tenting
6) Pulmo : terdiri dari udara yang merupakan kontras negatif akan terlihat
sebagai bayangan radio lusen yang berwarna hitam. Bandingkan paru kiri
dan kanan.
Patas paru normal :
Apeks : puncak paruh (alas costae) sampai clavikula (batas atas)
Atas : clavikula sampai costa II anterior
Tengah : costae II –IV
Bawah : costae IV – diafragma
7) Hillus
- Pada hilus terdapat : pembuluh darah, bronchus dan limpah
- KGB : putih besar, kadang bulat
- Pembuluh darah : arteri pulmonalis akan terlihat, vena pulmonalis
biasanya tidak tampak, bronkhus akan tampak berwarna hitam (luscent)
dan bulat.
- Normal hillus paru kiri lebih tinggi dari kanan ( beda 1 costa ). Biasanya
berukuran 1,5 cm. Hillus kasar : corakan banyak , banyak cabang yang
jelas dan tegas. Biasanya normal , terlihat putih – putih
- Hillus melebar ( bila diameternya lebih dari diameter trakea ). Pada
hipertensi pulmonar : arteri melebar. Pada kranialisasi : vena melebar
- Hillus kabur ( tidak terlihat ) : pada edema paru

Chest X-Ray Berdasarkan Arah Pancaran Posteroanterior ( PA )

Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui


posterior ( back ) dari thorax dan keluar dari anterior ( front ) dimana X-ray
tersebut terdeteksi. Untuk mendapatkan gambaran ini, individu berdiri
menghadap permukaan datar yang merupakan detektor X-ray. Sumber
radiasi diposisikan di belakang pasien pada jarak yang standart, dan pancaran
X-ray ditransmisikan.
Tes Radiologi
Pemeriksaan Makna Diagnostik Keterangan
Radiograf dada Digunakan untuk mendeteksi Tes non-invasif rutin,
dan mengevaluasi berbagai radiograf dada
masalah paru paru, posteroanterior (PA) atau
menentukan ukuran dan lateral umum, tetapi film
lokasi dari lesi dan tumor anteroposterior (AP) sering
paru, mematikan penempatan digunakan pada unit
dari selang endotrakeal, perawatan intensiv atau ICU
kateter, arteri, pulmonal, atau bila pasien tidaak dapat
selang dada dan membedakan dipindahkan.
edema paru paru dari
inflamasi dan infeksi paru-
paru

Fluroskopi Digunakan untuk mendeteksi Tes non-invasif dapat


obstruksi bronkiolar digunakan untuk
melokalisasi lesi paru paru memudahkan prosedur
dan memperlihatkan gerakan seperti pemasangan kateter
diafragmatik dan struktur arteri pulmonal, torasentesis,
paru paru dan jantung dan bronkoskopis.
Angiografi paru paru Digunakan untuk Tes invasif dimana bahan
mendiagnosa penyakit kontras dimasukkan ke arteri
trombolitik pada paru paru pulmonal
dan vaskularisasi paru paru
dan untuk mendeteksi
perubahan dalam jaringan
paru-paru
Scan Ventilasi-perfusi Untuk mengevaluasi emboli Tes scan nuklir invasif
paru-paru, melakukan tes
fungsi paru-paru dan
mendiagnosa PPOK
Prosedur Khusus
Bronkoskopis Dapat digunakan untuk Mungkin merupakan
memperoleh biopsi atau tindakan terapeutik bila
specimen lainnya, digunakan untuk membuang
mendiagnosa penyakit paru- perlengketan mukosa atau
paru atau mengevaluasi benda asing
perubahan-perubahan
Torasentesis Digunakan untuk Juga dapat memberikan
memperoleh specimen cairan pembuangan terapeutik
pleura cairan pleural
Biopsi paru-paru sering digunakan untuk Specimen dapat diambil
mendeteksi keganasan melalui bromkoskopi atau
biopsi jarum
2.4 Monitoring SpO2 dan SaO2
Saturasi oksigen dalam darah untuk mengindikasikan persentase molekul
hemoglobin di dalam darah arterial dengan oksigen. Saturasi dalam darah arteri
disebut sebagai SaO2. Ukuran bervariasi dari 0 sampai 100%. Normal ukuran pada
orang dewasa yang sehat rentang antara 94% sampai 100%. Istilah SpO2 artinya
pengukuran SaO2 yang ditentukan oleh pulse oximetry.

1. Sensor SpO2
Dalam sensor SpO2 cahaya infra merah melewati jaringan, kebanyakan
sensor bekerja pada ekstremitas seperti jari, kaki, atau telinga. Sensor mengukur
jumlah cahaya merah dan inframerah yang diterima oleh detektor akan
menghitung jumlah yang diserap. Sebagian besar diserap oleh oleh jaringan,
tulang dan darah vena. Jumlah cahaya yang diterima oleh detektor menunjukkan
jumlah oksigen yang diikat oleh hemoglobin dalam darah. Oksigen hemoglobin
(oxyhemoglobin atau HbO2) menyerap lebih sinar inframerah daripada
inframerah. Dengan membandingkan jumlah cahaya merah dan inframerah yang
diterima, instrumen dapat menghitung ukuran SpO2.
Ukuran tempat aplikasi menentukan ukuran sensor apa yang tepat untuk
digunakan. Jika sebuah sensor terlalu besar atau terlalu kecil, cahaya pemancar
dioda dan detektor cahaya mungkin tidak segaris. Hal ini bisa menyebabkan
pengukuran yang salah atau sebuah peringatan. Jika sebuah sensor jari terlalu
besar, itu dapat menyelinap sehingga sebagian sumber cahaya menutupi jari.
Kondisi ini disebut optik bypass, menyebabkan pembacaan yang salah.
Jika jari disisipkan terlalu jauh ke sensor dapat ditekan oleh sensor, yang
menyebabkan gerakan pulsasi vena. Pulse oximeter mengenali darah arteri hanya
dengan gerak berdenyut, sehingga dalam kasus ini juga mengukur darah vena.
Hal ini menyebabkan minimnya pengukuran yang salah. Karena gerakan antara
sensor dan tempat aplikasi dapat menyebabkan gerakan artefak, perekat sensor
mungkin lebih baik daripada non-perekat sensor. Neonatus cenderung memiliki
gerakan artifactin pada jari-jari mereka, jadi Pilihlah sensor jari kaki atau kaki.
Jangan mempergunakan sensor terlalu ketat dalam upaya untuk mengurangi
gerakan artefak. Tidak hanya tidak mengurangi gerakan artefak, itu dapat
menyebabkan denyutan vena dan nekrosis.

2. Efek dari Hemoglobin non-functional pada pengukuran saturasi oksigen


Untuk menilai kondisi pasien, idealnya memiliki saturasi oksigen dalam
darah yang dinyatakan sebagai persentase dari total hemoglobin yang disaturasi
dengan oksigen. Dalam banyak keadaan, itu adalah yang anda dapatkan dari
pengukur pulse oximeters. Namun, bila Anda memiliki sejumlah besar
hemoglobin yang tidak berfungsi, pengukuran ini tidak akurat. hemoglobin non-
functional didefinisikan sebagai hemoglobin yang tidak mampu membawa
oksigen, termasuk carboxyhemoglobin (HbCO) dan methemoglobin (METHb).
Hemoglobin fungsional didefinisikan sebagai hemoglobin yang mampu
membawa oksigen. Termasuk oksigen hemoglobin (HbO2) dan deoxygenated
haemoglobin (Hb).

3. Masalah umum dengan pulse Oximetry


Meskipun pulse oximeter mudah digunakan, ada masalah umum yang terkait
dengan penggunaan oximeters.
a) Gangguan ringan
Sumber cahaya eksternal kadang-kadang dapat menyebabkan pengukuran
yang tidak akurat. Jika anda menduga bahwa cahaya yang dapat
menyebabkan gangguan, coba untuk menutupi tempat dengan bahan buram
dan lihat jika pengukuran berubah. Jika demikian, biarkan tempat tertutup.
b) Gerakan artefak
Gerakan artefak, seperti menggigil, telah diatasi dengan algoritma SpO2
terbaru, seperti SpO2 yang cepat. Namun, gerakan yang kuat dapat
menyebabkan gerakan artefak pada denyut nadi. Menggunakan sensor untuk
tempat yang kurang rentan jika mungkin.
c) Aplikasi sensor
Sensor harus pas pada tempat aplikasi. Jika terlalu ketat, dapat menyebabkan
pulsasi vena. Jika terlalu longgar, cahaya keluar dari emitters mungkin tidak
lolos sepenuhnya melalui tempat dan dapat menyebabkan bacaan yang keliru.
Jika ukuran sensor perekat tidak tepat, emitor dan detektor mungkin tidak
berbaris dengan benar. Pastikan anda menggunakan sensor yang benar bagi
pasien untuk mendapatkan pengukuran yang paling akurat.
d) Aliran darah tidak adekuat
Manset tekanan darah, pakaian ketat atau pembatasan dapat mengganggu
aliran darah. Gunakan tempat aplikasi lain atau melonggarkan pakaian.
e) Kuku
Beberapa kuku dan kuku palsu dapat menyebabkan pengukuran yang salah.
Jika mungkin, beralih ke kuku kasar, atau mempertimbangkan tempat aplikasi
lain.

2.5 Monitoring EtCO2


qEtCo2 adalah konsentrasi maksimal (tekanan parsial) CO2 pada akhir
hembusan nafas, yang dinyatakan sebagai mmHg. Nilai normal adalah 5% sampai 6%
CO2, yang setara dengan 35-45 mmHg. (Siamak Rahman, 2013).
1. Cara Pengukuran
a) Kapnografi
Jumlah karbon dioksida yang didapatkan dalam udara ekshalasi (end
tidal carbon dioxide; etCO2) sangat berhubungan dengan tekanan parsial
karbon dioksida arteri (PaCO2) pada klien dengan fungsi pernafasan,
kardiovaskular, dan metabolik yang normal. Gradien normal PaCO2-etCO2
sekitar 5 mmHg. Dengan peningkatan PaCO2 pada hipovolemia, atau
penurunan pada hipervolemia, perubahan yang berkaitan akan terlihat pada
etCO2. Kapnografi membutuhkan sampel kontinu udara ekshalasi. Pada
pengukuran etCO2 klien akan dipasang selang endotrakheal atau trakheostomi
untuk ventilasi mekanik atau penatalaksanaan jalan napas. Sensor akan
ditempelkan pada selang tersebut untuk mengukur etCO2. (Christantie, 2003.
b) Signifikasi klinis pemantauan tingkat etCO2
etCO2 yang normal, monitor menyediakan numeric dan grafis
gelombang display. Tampilan pada monitor merupakan konsentrasi tertinggi
CO2 mencapai akhir pernafasan dan dianggap mewakili gas alveolar, di
bawah pencocokan ventilasi-perfusi yang normal di paru-paru sejajar tingkat
arteri karbon dioksida. Dengan demikian, ketegangan etCO2 (PetCO2)
dianggap perkiraan non-invasif status ventilasi alveolar pasien dengan
korelasi erat dengan PaCO2 dalam kondisi normal.
c) Kalibrasi
Kapnografi harus di kalibrasi secara periodik, pada interval yang
berbeda di beberapa model, namun paling tidak setiap hari alat tersebut butuh
dikalibrasi. Agar pengukuran kapnograf lebih akurat, mengenolkan monitor
udara dan memasukkan konsentrasi gas CO2. Kapnograf mainstream sering
dilengkapi dengan kalibrasi sample cells diperkuat dengan campuran CO2 dan
N2. Perubahan pada tekanan barometrik mempengaruhi pengukuran
ketegangan etCO2 (PetCO2), prosedur kalibrasi harus dilakukan
menggunakan sampling tube yang akan digunakan ketika analyzer
dihubungkan pada sampling pasien.

2.6 Pengkajian Keperawatan Pada Sistem Pernapasan


Anamnesis merupakan teknik wawancara dengan pasien dalam rangka
mengali informasi terkait penyakit yang sedang diderita nya. Anamnsis didahului
dengan membuat hubungan emosional yang baik antara dokter dengan pasien. Hal
yang ditanyakan pada anamnesis meliputi; identitas pasien secara lengkap, keluhan
utama yang menyebabkan pasien datang berobat, keluhan penyakit sekarang, riwayat
pengobatan & alergi obat, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat sosial ekonomi ( pekerjaan, kebiasaan dll).
Keluhan yang sering berhubungan dengan penyakit respirasi diantaranya,
batuk, batuk berdahak, datuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam dan suara napas
menciut. Pasien tidak jarang datang dengan keluhan yang beragam misalnya ; adanya
keluhan sesak napas disertai demam dan batuk berdahak atau ada sesak napas
menciut disertai batuk- batuk dan sebagainya. Perlu ditanyakan keluhan mana yang
paling menonjol yang menjadi alasan pasien datang berobat yang menjadi keluhan
utamanya.
Keluhan utama yang sudah di sampaikan oleh pasien harus di pertegas
dengan beberapa pertanyaan yang dapat mempertajam analisa dan dilengkapi dengan
pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang , riwayat penyakit dahulu, riwayat
pengobatan, riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan sosial ekonomi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur tindakan
dan pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita
dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), atau sample dari hasil
biopsy untuk menentukan diagnosis penyakit bersama dengan tes penunjang
lainnyam anamnesis, dan pemeriksaan lainnya
Sputum adalah bahan atau cairan yang dihasilkan dari paru dan trakea
yang kemudian dikeluarkan melalui mulut. Pemeriksaan sputum meliputi Jumlah
sputum yang dihasilkan,Warna, bau, viskositas darah,tes kultur sputum,
pewarnaan gram, sensitivitas, basil tahan asam, sitologi tes kuantitatif.
Pemeriksan Analisa Gas Darah meliputi Tes Allen’s, Pengukuran oksigen dalam
darah, Pengukuran PH, Pengukuran karbon dioksida dan Pengukuran bikarbonat.

3.2 Saran
Sebagai seorang tenaga kesehatan pemeriksaan laboratorium sangat
penting dilakukan. Pemeriksaan laboratorium juga sebgai ilmu terapan untuk
menganalisa cairan tubuh dan jaringan untuk membantu petugas kesehatan dalam
mendiagnois dan mengobati pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2011. Teknik Prosedural Keperawatan dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Asih, Niluh Gedhe Yasmin. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta:EGC.
Tablot, laura A. 2014. Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai