Anda di halaman 1dari 30

PAPER

OSTEOARTHRITIS

Disusun Oleh:
1. Maruli Liasna 140100215
2. Febriana Rahmadani 140100162

Pembimbing:
dr. Benny, M.Ked(Surg), Sp.OT(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah berjudul ”Osteoarthritis”. Makalah ini disusun sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada dr. Benny, M.Ked(Surg), Sp.OT(K) selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses
penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan makalah di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan
ilmiah di masa mendatang.

Medan, Januari 2020

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................... 3
1.3 Manfaat Penulisan ......................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi ......................................... 4
2.2 Definisi Osteoarthritis ..................................................... 7
2.3 Epidemiologi Osteoarthritis ........................................... 7
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko ............................................. 8
2.5 Patofisiologi ................................................................... 11
2.6 Klasifikasi Osteoarthritis ............................................... 13
2.7 Manifestasi Klinis .......................................................... 13
2.8 Diagnosis ....................................................................... 16
2.9 Tatalaksana .................................................................... 19
2.10 Diagnosa Banding .......................................................... 23
2.11 Komplikasi dan Pencegahan .......................................... 23
BAB III. KESIMPULAN ...................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 26
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit


sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang
melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA
merupakan bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini
juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Faktor resiko
utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi
obesitas padasuatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit
osteoarthritis (Fauci et al, 2012).

Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena


meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut,
dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi
interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-send
yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan
kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas dimungkinkan
karena sendi-sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas
sehari-hari seperti memegang/menggenggam benda yang cukup berat
(memungkinkan OA terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA dilutut
dan pinggul), dan lain sebagainya (Fauci et al, 2012).

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan


atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studikadaver pada tahun-
tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir universal, antara lain hilangnya
tulang rawan (dilihat sebagai berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada
pemeriksaan radiologis sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis
2

mengalami OA berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada


sendi (Fauci et al, 2012).

Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung gambaran


radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di Amerika
Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul simptomatik kira-
kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara OA asimtomatik (tidak
menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari gambaran radiologis) pada
tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut. Meski begitu, OA simptomatik di
tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan sering menghasilkan keterbatasan
fungsi gerak sendi (Lawrence et al, 2008 dan Dillon et al, 2006).

Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal


tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyakit ini juga jauh lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Lawrence et al, 2008 dan Dillon et al,
2006).

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
osteoartritis. Pengobatan yang ada hingga saat ini hanya berfungsi untuk
mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi dari sendi yang terkena. Ada tiga
tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses terapi osteoarthritis yaitu untuk
mengontrol nyeri dan gejala lainnya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas
sehari-hari dan untuk menghambat proses penyakit. Pilihan pengobatan dapat
berupa olahraga, kontrol berat badan, perlindungan sendi, terapi fisik dan obat-
obatan. Bila semua pilihan terapi tersebut tidak memberikan hasil, dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pada sendi yang terkena
(Setiati S, et al, 2014).
3

1.2 Tujuan

Penyusunan telaah pustaka mengenai osteoarthritis ini bertujuan untuk


mengkaji mengenai patofisiologi, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan
osteoarthritis yang merupakan kasus yang sering dijumpai di bidang orthopaedi
dan traumatologi sehingga bisa menjadi acuan dan bahan referensi untuk
pembaca.

1.3 Manfaat

Penyusunan telaah pustaka ini diharapkan dapat mengembangkan


kemampuan dan pemahaman penulis serta pembaca mengenai osteoarthritis.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi

Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-


tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain. Pada sendi sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua
bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler yang
mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama
agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam
hialuronat mebentuk agrerat yang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan
kompresi hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali
seperti semula. Jaringan kolagen merupakan molekul protein yang kuat. Kolagen
ini berfungsi sebagai kerangka dan mencegah pengembangan berlebihan dari
agregat proteoglikan (Christine, 2002).
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan
(reparasi). Agar tetap berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat
menanggung perubahan sebab fisis sedikit yaitu sebesar 25kg/cm3. Fungsi utama
rawan sendi yaitu disamping memungkinkan gesekan pada gerakan, juga
menyerap energi beban dengan mengubah bentuk dan dengan efektif
menyebarkan beban tersebut pada suatu daerah yang luas (Fauci et al, 2012;
Christine, 2002).
5

Gambar 2.1 Anatomi Sendi Sinovial

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu:


kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di
dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi (Christine, 2002).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan
sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi, ligamen, bersama dengan
kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang tersebar di
sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya
memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang
cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang
menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang
terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup
pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut
turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan
deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan
6

didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak


yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap
goncangan yang diterima (Iannone, 2003).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi
ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi
sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi
sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk
mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Christine, 2002).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen
tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi
molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah
molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan
kepadatan pada kartilago. Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular,
mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit
menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin (Interleukin-1 (IL-1), Tumor
Necrosis Factor (TNF)), dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan
enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan
membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan
ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor
lingkungan (Christine, 2002).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks
yangdikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek
dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago
(Christine, 2002).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses
degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek
terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat
7

proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis


aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini
berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Christine, 2002).

2.2 Definisi Osteoarthritis

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya
penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi
ringan. Osteoartritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang
rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk
memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang
bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan
gerakan pada sendi (Setiati et al, 2014).
Osteoartitis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif yang
mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Hal ini ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi,
meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang didekat persendian tersebut,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi (Setiati et al,
2014).

2.3 Epidemiologi Osteoarthritis

Berdasarkan survei World Health Organization (WHO) pada tahun 2011,


penderita osteoarthritis di dunia mencapai angka 151 juta dan 24 juta jiwa pada
kawasan Asia Tenggara. Sedangkan National Centers for Health Statistics
memperkirakan terdapat 15,8 juta (12%) orang dewasa antara rentang usia 25-74
tahun memiliki keluhan osteoarthritis (Kaur et al, 2018).
8

Prevalensi OA di dunia termasuk dalam kategori tinggi berkisar antara


2.3% hingga 11.3%, selain itu OA merupakan penyakit muskuloskeletal yang
sering terjadi yaitu pada urutan ke-12 di antara seluruh penyakit yang ada. Hal
tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi OA pada lansia usia > 60 tahun
diestimasikan sebesar 10 - 15% dengan angka kejadian 18.0% pada perempuan
dan 9.6% pada laki - laki, dari angka tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi OA
pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki - laki (Ireneu et al, 2017).
Bagi masyarakat barat, OA merupakan masalah yang semakin umum dan sering
terjadi. Diperkirakan 8,5 juta orang di Inggris menderita penyakit osteoarthritis
sehingga menyebabkan rasa sakit bahkan kecacatan (Kingsbury et al, 2013).

Angka kejadian osteoartritis di Indonesia yang didiagnosis oleh tenaga


kesehatan sejak tahun 1990 hingga 2010 telah mengalami peningkatan sebanyak
44,2% yang diukur dengan DALY (Disability Adjust Lost Years). Berdasarkan
hitungan DALY kualitas hidup pada penderita OA mengalami kemunduran yaitu
per 100.000 pada laki - laki hanya 907,7 tahun dan pada tahun 2013, perhitungan
OA berdasarkan DALY per 100.000 perempuan mencapai puncak pada 1.327,4
tahun. Prevalensi OA berdasarkan usia di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada
usia 40 tahun, 30% pada usia 40 - 60 tahun, dan 65% pada usia tua (lansia) lebih
dari 61 tahun (Ireneu et al, 2017).

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Osteoartritis merupakan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,


remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Pada OA terjadi peningkatan
degradasi dan penurunan sintesis rawan sendi. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan rawan sendi, dan membuat produk hasil degradasi
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali
respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi (Imayati K, 2011).

Pada OA juga terjadi peningkatan fibrinogenik dan penurunan fibrinolitik


yang menyebabkan penumpukan trombus dan kompleks lipid pada pembuluh
9

darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan


subkondral tersebut. Lalu dilepaskannya mediator inflamasi yaitu prostaglandin
dan interleukin yang menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui
mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab
rasa sakit itu juga berupa akibat dan dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin
dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau
ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikular akibat kerja yang berlebihan.
Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum
dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intrameduler akibat statis vena intramedular karena proses remodelling pada
trabekula dan subkondrial (Imayati K, 2011).

Faktor risiko utama terjadinya OA adalah (Blom et al, 2018):


1. Predisposisi genetik
Dari studi telah diperkirakan bahwa sekitar 40% dari faktor predisposisi OA
adalah genetik. Namun, tidak terdapat 'gen OA’. Yang ada adalah beberapa
lokasi berbeda dalam genom masing-masing berkontribusi terhadap
peningkatan risiko. Banyak lokasi yang terkait dengan peningkatan risiko ini
berhubungan dengan gen penting untuk perkembangan tulang, yang
menambah bukti lain bahwa ukuran dan bentuk tulang merupakan salah satu
penentu seseorang mendapatkan OA.
2. Usia
OA sangat terkait dengan pertambahan usia. Hubungan OA dengan usia
berkitan dengan stabilitas sendi dan otot. Seiring bertambahnya usia, tulang
rawan kita semakin menipis dan otot kita bertambah lemah, dan stabilitas
sendi utama seperti sendi lutut terpengaruh oleh perubahan ini. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa kelemahan otot mendahului perkembangan OA
lutut.
3. Jenis kelamin
Terdapat perbedaan prevalensi OA antara pria dan wanita. Alasan untuk ini
tidak jelas. Perubahan terkait dengan menopause pada wanita tampaknya
sangat penting, karena prevalensi OA lutut pada wanita meningkat tajam
10

setelah menopause, dan OA inflamatori pada tangan sering terjadi sesudah


menopause.
4. Diet dan obesitas
Obesitas menyebabkan peningkatan beban pada sendi penahan berat badan,
yang merupakan kontribusi mekanis obseitas yang paling penting. Penderita
obesitas memiliki momen adduksi lutut absolut yang lebih besar karena massa
tubuh yang lebih besar, dan terlibat dalam pola gaya jalan kompensatoris
seperti kecepatan berjalan yang lebih lambat dan peningkatan sudut toe-out.
Selain itu, adipokine berlebih juga memberikan efek pada jaringan sendi,
termasuk kartilago, synovial, dan tulang. Leptin dan adiponektin adalah
adipokin yang paling banyak diproduksi, dan reseptornya diekspresikan pada
permukaan kondrosit, sinoviosit dan osteoblas subkondral. Leptin telah
ditemukan meningkatkan kadar enzim degradatif, seperti matrix
metalloproteinases (MMPs) dan nitrit oxide serta produksi sitokin
proinflamasi (King et al, 2013).
5. Bentuk dan ukuran sendi yang abnormal
Bentuk sendi merupakan faktor risiko penting, terutama untuk OA panggul.
Displasia panggul menjadi faktor predisposisi untuk mengalami OA di
kemudian hari. Perbedaannya bentuk panggul pada orang Cina dibandingkan
orang Kaukasia juga dapat menjelaskan rendahnya prevalensi OA panggul di
Cina. Ada kemungkinan bahwa ukuran dan bentuk sendi juga penting dalam
OA lutut.
6. Cedera sebelumnya
Cedera yang mempengaruhi bentuk atau stabilitas sendi merupakan
predisposisi OA. Di sendi lutut, cedera meniskus dan ligamen, terutama
pecahnya ACL, adalah faktor predisposisi penting untuk OA.
7. Gangguan neuromuskular
Kelonggaran sendi merupakan predisposisi OA. Sebaliknya, spastisitas
menyebabkan persendian menjadi sangat kencang disertai oleh penumpukan
beban sendi yang abnormal sehingga terjadi kerusakan sendi dan osteoartritis
sekunder. OA panggul khususnya sering terjadi pada orang yang menderita
serebral palsi tipe spastic.
11

8. Beban pada sendi, pekerjaan, dan obesitas


Pekerjaan spesifik tertentu yang melibatkan penggunaan sendi secara
berlebihan dapat menjadi faktor predisposisi OA. Contohnya, para pekerja di
percetakan berisiko mengalami OA di dasar jempol karena sehari-harinya
mereka bekerja menggeser blok pencetakan dengan ibu jari mereka.
9. Densitas mineral tulang
Studi telah mengkonfirmasi bahwa, di kedua lutut dan panggul, kepadatan
mineral tulang yang tinggi adalah faktor risiko OA, dan kepadatan mineral
tulang yang rendah adalah faktor protektif.

2.5 Patofisiologi
A. Kerusakan kartilago

Kerusakan kartilago adalah proses patognomonik/hallmark process yang


terjadi pada OA, proses ini terjadi secara fokal dan progresif. Pada stadium awal,
kartilago mengalami penebalan tetapi dalam perkembangannya akan menjadi
lunak dan berfibril. Hal ini menyebabkan terganggunya integritas permukaan
sendi, penipisan, dan ulserasi yang meluas ke tulang.

Dalam keadaan normal, pada kartilago terdapat homeostasis enzim


degradatif dan regeneratif. Enzim degradatif pada kartilago terdiri dari protease,
plasmin, metalloproteinase matriks (MMP), dan disintegrin metalloproteinase
trombospondin motif 5 (ADAMTS-5) yang berperan dalam merusak proteoglikan
dan kolagen. Enzim regeneratif sendi terdiri dari tissue inhibitor of
metalloproteinases (TIMP) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang
disintesis oleh kondrosit, serta faktor-faktor pertumbuhan, seperti insulin-like
growth factor-1 (IGF-1), transforming growth factor- β (TGF-β), dan basic
fibroblast growth factor (FGF) yang berfungsi merangsang sintesis proteoglikan.

Kerusakan sendi yang berlangsung kronis menyebabkan homeostasis


kartilago pada OA berubah menjadi proses katabolik. Kartilago kehilangan
kondrositnya, sehingga terjadi penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen,
terutama tipe II. Kerusakan ini diperparah dengan peningkatan aktifitas enzim-
12

enzim degeneratif yang ada, sehingga meskipun regenerasi fibrokartilaginosa


terjadi untuk memperbaiki kerusakan kualitasnya tidak akan sebaik kondisi awal.
Peningkatan aktivitas enzim degradatif ini distimulasi oleh interleukin-1 (IL-1).
IL-1 bersifat katabolik terhadap kartilago dan menekan sintesis proteoglikan,
sehingga menghambat proses perbaikan matriks kartilago. Reaksi stres oksidatif
juga dinilai berperan dalam kerusakan struktur kartilago.

B. Pembentukan Osteofit

Pembentukan osteofit pada OA diperkirakan merupakan respon perbaikan


sendi yang ireguler. Sampai saat ini, pembentukan osteofit pada OA masih belum
dapat dijelaskan dengan pasti. Beberapa studi pada tikus menemukan bahwa
osteofit terbentuk akibat meningkatnya vaskularisasi subkondral, metaplasia
jaringan ikat synovial, dan osifikasi kartilago. Pembentukan osteofit didukung
oleh sel-sel prekursor pada periosteum dan TGF-β.

C. Sklerosis Subkondral

Proses kerusakan sendi pada OA berlangsung secara prorgresif hingga


tulang yang awalnya terlindungi oleh tulang rawan menjadi terekspos. Hilangnya
proteksi kartilago menyebabkan gesekan terus menerus dengan tulang lain pada
persendian tersebut. Gesekan berulang-ulang ini memberikan tekanan berlebih
pada tulang dan akhirnya kemampuan biomekanik tulang menjadi tidak adekuat.
Hal ini mendorong tulang subkondral untuk meningkatkan vaskularisasi dan
proliferasi sel, sehingga terjadi penebalan (eburnasi).

D. Kista Subkondral

Pembentukan kista subkondral (KSK) pada OA sampai saat ini masih belum
dapat dijelaskan. Beberapa hipotesa menyatakan KSK terjadi akibat masuknya
cairan sinovial ke dalam tulang subkondral melalui angiogenesis pada
osteochondral junction. Teori lain menyatakan bahwa KSK terjadi akibat nekrosis
tulang subkondral yang terjadi karena stres mekanik kronik, kerusakan mikro, dan
resorpsi tulang fokal. Mineralisasi tulang juga dianggap berperan dalam
terbentuknya KSK.
13

Gambar 2.2 Patogenesis osteoarthritis (El-Tawil, 2016)

2.6 Klasifikasi Osteoarthritis


Pembagian osteoartritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi
osteoartritis primer yang disebut juga osteoartritis idiopatik adalah osteoartritis
yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoartritis
sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. Osteoartritis
primer lebih sering ditemukan dari pada osteoartritis sekunder (Jahr, Brill, &
Nebelung, 2015).

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala khas yang muncul adalah nyeri yang melibatkan satu atau beberapa
sendi mulai terjadi selama beraktivitas serta menghilang dengan beristirahat.
Beberapa kasus yang khususnya melibatkan sendi interphalangeal (IP), pasien
dapat merasakan perubahan bentuk, seperti ketinggian tulang, sebelum mengalami
nyeri. Persendian yang paling sering terlibat termasuk IP distal, IP proksimal,
14

karpal-metakarpal pertama, lutut, pinggul dan tulang belakang (Chu et al, 2010).
Kartilago sendi tidak memiliki persyarafan, nyeri dapat berasal dari struktur lain
(Amin LZ, 2015).

Gambar 2.3 Lokasi Predileksi Osteoarthritis

Saat pagi hari atau setelah tidak beraktivitas sering terjadi kekakuan sendi.
Osteoartritis tidak dihubungkan dengan tanda sistemik atau gejala inflamasi
karenanya, tidak ada kekakuan di pagi hari yang signifikan atau lama. Osteofit
sering terjadi secara klinis sebagai pembesaran tulang pada tepi sendi. Hal ini
dapat menyebabkan nyeri, eritema pada kulit dan terganggunya pergerakan tulang
normal (Brandth, 2014).

Osteoartritis primer mengenai beberapa sendi terutama sendi lutut, panggul,


tulang belakang (facet/sendi apofiseal vertebra cervical dan lumbal),
carpometacarpal I joint, proximal interphalangeal joint dan distal
interphalangeal joint (Romans et al, 2009).
Bila progresifitas OA terus berlangsung terutama setelah terjadi reaksi
radang (sinovitis) nyeri akan terasa saat istirahat. Sedangkan istirahat ataupun
15

immobilisasi yang lama dapat menimbulkan efek-efek pada jaringan ikat dan
kekuatan penunjang sendi (Ira, 2014).

Gejala klinis pada osteoartritis diantaranya :

1. Nyeri umumnya merupakan gejala yang membuat pasien datang ke


dokter untuk diperiksa. Nyeri dapat terasa menyebar, atau bahkan
dapat teralihkan ke lokasi yang jauh dari lokasi predileksi yang
sesungguhnya (nyeri lutut oleh karena OA yang terjadi pada pinggul).
Nyeri muncul perlahan- lahan dan diperparah oleh kerja. Nyeri akan
terasa berkurang dengan istirahat, namun seiring dengan berjalannya
waktu, istirahat tidak terasa cukup untuk mengurangi nyeri.
2. Kekakuan sering ditemukan yang biasanya terjadi setelah beberapa
saat pasien tidak melakukan kegiatan apapun. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu kekakuan ini akan terasa menetap dan progresif.
3. Pembengkakan dapat terjadi secara terus menerus (dengan penebalan
kapsular atau dengan adanya osteofit
4. Deformitas dapat terjadi oleh karena adanya kontraktur kapsular atau
instabilitas sendi.
5. Hilangnya fungsi (fungsiolaesa) merupakan gejala yang paling
dikeluhkan oleh pasien. Biasanya pasien mengeluhkan gait yang tidak
sempurna dan cenderung terpincang, kesulitan untuk menaiki tangga,
kesulitan untuk berjalan jauh, atau ketidakmampuan progresif untuk
menjalani aktivitas sehari- hari (Pratiwi, 2015).

Tabel 2.1 Penyebab nyeri sendi pada pasien osteoartritis (Amin LZ, 2015)

Sumber Mekanisme
Sinovium Peradangan
Tulang subkhondrial Hipertensi medularis, mikrofraktur
Osteofit Peregangan ujung syaraf periosteum
Ligamentum Peregangan
Kapsul Peradangan dan distensi
16

Otot Kejang

2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan
radiologi (Romans et al, 2009).

A. Anamnesa

1. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)


2. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit,
bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak
yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
3. Tidak disertai gejala sistemik
4. Nyeri sendi saat beraktivitas
5. Sendi yang sering terkena:
a. Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), proksimal interfalang
(PIP) dan distal interfalang (DIP).
b. Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut,
vertebra servikal dan lumbal serta pelvis (Romans et al, 2009).

B. Pemeriksaan Fisik (Look, Feel, dan Move)


1. BMI
2. Gaya berjalan
3. Adanya kelemahan/atrofi otot
4. Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi
5. Lingkup gerak sendi (ROM)
6. Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
7. Krepitus
8. Deformitas/bentuk sendi berubah
9. Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
17

10. Nyeri tekan pada sendi dan periartikular


11. Penonjolan tulang (nodul bouchard’s dan heberden’s)
12. Pembengkakan jaringan lunak
13. Instabilitas sendi (Romans et al, 2009).

Diagnosis klinis osteoartritis berfokus pada enam gejala klinis dan tanda
tanda berikut (Muslimah, 2014):
1. Nyeri persisten lutut
2. Kekakuan lutut terbatas (<30 menit)
3. Penurunan fungsi, gerakan terbatas
4. Krepitus
5. Enlargement tulang

C. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan
monitor terapi. Pemeriksaan laboratorium spesifik dapat membantu
mengetahui penyakit yang mendasari osteoarthritis sekunder.
Sebaliknya osteoarthritis primer bukan penyakit sistemik maka
lanjut endap darah, penentuan kimia serum, hitung darah dan
urinalisis memberikan hasil yang normal (Amin LZ, 2015).
2. Pemeriksaan Radiologi
Osteoartritis dulunya hanya didiagnosis dengan roentgen yang
menunjukkan lebarnya celah sendi dan osteofit. Akhir-akhir ini
terdapat modalitas tambahan seperti MRI, ultrasound (US) dan
optical coherence tomography (OCT) membantu diagnosis dan
terapi OA dengan mempertajam gambaran jaringan lunak
(Fadhilah, 2016). Pada praktiknya, pencitraan sendi secara umum
lebih memberikan informasi tambahan daripada informasi
diagnostik. Meskipun osteoartritis memiliki gambaran radiografi
yang khas, namun radiografi juga digunakan untuk menentukan
18

progresi struktur atau untuk menyingkirkan penyebab lain dari


nyeri. Sebagai tambahan, tidak adanya temuan radiografi yang khas
dari osteoartritis, tidak menyingkirkan diagnosis karena kartilago
gambarannya radiolusen dan perubahan tulang dapat tidak muncul
pada awal penyakit (Soeroso et al, 2014).
Gambaran radiografi sendi yang mendukung diagnosis osteoartritis
adalah (Soeroso et al, 2014):
1. Penyempitan celah sendi
2. Peningkatan densitas (sklerosis) pada tulang subkondral
3. Kista tulang
4. Osteofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi
19

Gambar 2.4 Alur pendekatan diagnostic osteoarthritis

2.9 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan OA adalah mengurangi/mengendalikan nyeri,
mengoptimalkan fungsi gerak sendi, mengurangi keterbatasan aktivitas fisik
sehari-hari (ketergantungan kepada orang lain), meningkatkan kualitas hidup,
menghambat progresivitas penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi.
Penatalaksaaan osteoarhtritis non bedah dibagi menjadi dua yaitu tatalaksana non
farmakologi dan tatalaksana farmakologi.
1. Tatalaksana Non Farmakologi
20

a. Edukasi pasien
b. Program penatalaksanaan mandiri
c. Bila berat badan berlebih (BMI>25), program penurunan berat
badan, minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI
18,5-25
d. Program latihan aerobik
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot-otot dan alat bantu gerak sendi
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik
sehari-hari
2. Tatalaksana Farmakologi
I. Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat
diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat
kontraindikasi pemberian obat tersebut:
1. Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari)
2. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topical
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang
memiliki risiko pada sistem pencernaan (usia >60 tahun,
disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus
peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi
obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
1. Acetaminophen ( kurangdari 4 gram per hari)
2. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topical
3. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif,
denganpemberianobatpelindunggaster (gastro- protecting
agent).
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) harus dimulai
dengan dosis analgesic rendah dan dapat dinaikkan
21

hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah


respon kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap
(misalnya Na-Diklofenak SR 75 atau SR 100) agar
dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan
kepatuhan pasien. Pengunaan misosprol atau proton
pump inhibitor dianjurkan pada penderita yang memiliki
factor risiko kejadian perdarahan sistem gastrointestinal
bagian atas dengan adanya ulkus saluran pencernaan.
4. Cyclooxygenase-2 inhibitor.
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan
sendi, aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid
intraartikular (misalnya triamsinolonehexatonide 40 mg) untuk
penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu)
dapat diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi non
steroid per oral (OAINS).
II.Pendekatan terapi alternatif
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat,
dan memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor
spesifik dan OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300 mg
dalamdosisterbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA
dengan gejala klinis sedang hingga berat.
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan atau
kortikosteroid jangka pendek (satuhinggatigaminggu) pada OA
lutut.
c. Kombinasi:
Meta analisis membuktikan: manfaat kombinasi paracetamol-
kodein meningkatkan efektifitas analgesic hingga 5%
dibandingkan paracetamol saja, namun efek sampingnya lebih
sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-
22

bukti penelitian kilnis menunjukkan kombinasi ini efektif


untuk non-cancer related pain.
III.Tahap ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya arthritis
inflamasi: bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi
diagnostic dan terapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/
bedah ortopedi).
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi
(merupakan kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien
harus dirawat di rumah sakit).
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri yang
menetap atau bertambah berat setelah mendapat pengobatan
standard sesuai dengan rekomendasi baik secara non-
farmakologik dan farmakologik (gagal terapi konvensional)
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu
aktivitas fisik sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup: menyebabkan
gangguan tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup
mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri karena penyakit
yang dideritanya.
d. Deformitas varus dan valgus (>15 hingga 20 derajat) pada
OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi
retinalakular media, distal patellarealignment, lateral
release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguanberjalan/giving way,
lututterkunci/locking, tidakdapatjongkok/inability to squat):
tandaadanyakelainanstruktursendisepertirobekan meniscus:
untuk kemungkinan tindakan atroskopi atau tindakan
23

unicompartmental knee replacement or


osteotomy/realignment osteotomies.
g. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full,
medial unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral
unicompartmental) pada pasien dengan:
a. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
b. Kekakuan sendi yang berat
c. Menganggu aktivitas fisik sehari-hari.

2.10 Diagnosa Banding

1. Atritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi kronis sistemik yang


ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi, serta destruksi membran
sinovial persendian. Hal ini terjadi akibat adanya predisposisi genetik,
terutama HLA-DR4 dan HLA-DR 1yang menimbulkan reaksi imunologi
pada membran synovial.
2. Gout atritis merupakan kumpulan suatu gejala yang timbul akibat adanya
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi
asam urat di dalam cairan ekstraseluler.
3. Fibromyalgia merupakan nyeri pada tulang dan otot yang menjalar ke
bagian dalam tubuh dari lokasi nyeri tersebut berasal.
4. Avascular Necrotik kematian jaringan tulang karena kuragnya suplai
darah dan mengarah pada kerusakan sendi yang berdekatan dengan tulang
yang terkena.

2.11 Komplikasi dan Pencegahan


Komplikasi dapat terjadi apabila osteoartritis tidak ditangani dengan serius.
Terdapat dua macam komplikasi yaitu:
1. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah terjadi kelumpuhan.
2. Komplikasi akut
24

a. Osteonekrosis
b. Bursitis

Osteoartritis dapat dicegah dengan beberapa langkah, antara lain:

a. Menghindari setiap faktor risiko, misal mencegah obesitas

b. Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena

c. Olah raga yang tepat untuk membantu mempertahankan kesehatan


tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot-otot
disekitarnya sehingga otot dapat menyerap benturan dengan lebih baik

d. Menjaga berat badan agar senantiasa dalam kondisi seimbang

e. Menjaga pola makan dan minum (diet) agar selalu baik dan seimbang
sehingga pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna dan normal

f. Berdiri, berjalan, mengangkat barang harus pada posisi yang benar

g. Senantiasa berhati-hati agar terhindar dari berbagai kecelakaan yang


mengakibatkan sendi rusak

h. Dianjurkan menggunakan kursi dengan sandaran keras, kasur yang


tidak terlalu lembek dan tempat tidur yang dialas dengan papan
25

BAB III
KESIMPULAN

Osteoartritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang
rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk
memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang
bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan
gerakan pada sendi.
Osteoartitis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif yang
mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Hal ini ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi,
meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang didekat persendian tersebut,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal
tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyakit ini juga jauh lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
osteoartritis. Pengobatan yang ada hingga saat ini hanya berfungsi untuk
mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi dari sendi yang terkena. Ada tiga
tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses terapi osteoarthritis yaitu untuk
mengontrol nyeri dan gejala lainnya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas
sehari-hari dan untuk menghambat proses penyakit. Pilihan pengobatan dapat
berupa olahraga, kontrol berat badan, perlindungan sendi, terapi fisik dan obat-
obatan. Bila semua pilihan terapi tersebut tidak memberikan hasil, dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pada sendi yang terkena.
26

DAFTAR PUSTAKA

Amin LZ. Osteoartritis.2015;28(2):53–8


Blom A, Warwick D, Whitehouse MR. 2018. Apley & Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma Tenth Edition. CRC Press: New York
Brandth KD. Harrison’s Rheumatology. Philadelphia: The McGraw Hill
Company Inc; 2014. 1886-1891hal
El-Tawil S, Arendt E, Parker D. 2016. Position statement: the epidemiology,
pathogenesis and risk factors of osteoarthritis of the knee. JISAKOS vol.1
Christine G, 2002, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
Chu CR, Williams A, Tolliver D, Kwoh CK, Bruno S 3rd, Irrgang JJ. Clinical
optical coherence tomography of early articular cartilage degeneration in
patients with degenerative meniscal tears. Arthritis Rheum.2010;62:1412–
20
David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.
Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United
States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
Fadhilah RN. Studi penggunaan obat pada pasien osteoarthritis.2016;26–32
Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of
Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies
Iannone F, Lapadula G. 2003.The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin
Exp Res. 15(5):364–372.
Jahr H, Brill N, Nebelung S. Detecting early stage Osteoartritisby optical
coherence tomography. Biomarkers.2015;20(8)590-596
Kaur G. Sharma MK, Swami HM, et al. 2018. An epidemiological study of co-
relates of osteoarthritis in geriatric population of Chandigarh. Indian J
Community Med 2018;32:77
King LK, March L, Anandacoomarasamy A. 2013. Obesity and osteoarthritis.
Indian J Med Res 138 (2): 185 - 193
27

Kingsbury SR. 2013. How do people with knee osteoarthritis use osteoarthritis
pain medications and does this change over time? Data from the
Osteoarthritis Initiative. Arthritis Res Ther 15(5): R106
Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence
of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II.
Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
Lestari I, Rahkmatullah AP, Rosady DS. 2017. The relation of body mass index
on knee osteoarthritis in Al-Ihsan hospital of Bandung. Prosiding
Pendidikan Dokter vol.3 no.1
Pratiwi AI. Diagnosis and treatment osteoarthritis. 2015;4:10–7
Setiati S., Alwi I., Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:
InternaPublishing; 2014.
Soeroso, Juwono, Isbagio, Harry, Kalim. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.6ed.
Jakarta: Internal Publishing; 2014. 3197-3209hal

Anda mungkin juga menyukai