TAFSIR BASMALAH
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Firman Allah
Bismillahirrahmaanirrahiim
“Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”
Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi
setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya
anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya
adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Kita katakan (dalam kaidah bahasa Arab) bahwa jar majrur harus memiliki
kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah
ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di
belakang.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu
pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah
ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila
telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis
pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang
dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih
hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah “[1] Atau :
“Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah” [2]
Merupakan nama bagi Allah Rabbul Alamin, selain Allah tidak boleh diberi
nama denganNya. Nama ‘Allah’ merupakan asal, adapun nama-nama Allah
selainnya adalah tabi’ (cabang darinya).
Ar-Rahmaan
Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan
dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan keluasannya.
Ar-Rahiim
Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi diriNya bersifat hakiki berdasarkan
dalil wahyu dan akal sehat. Adapun dalil wahyu, seperti yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang penetapan sifat Ar-Rahmah (kasih
sayang) bagi Allah, dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal sehat, seluruh
nikmat yang kita terima dan musibah yang terhindar dari kita merupakan salah
satu bukti curahan kasih sayang Allah kepada kita.
Sebagian orang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki ini. Mereka
mengartikan kasih sayang di sini dengan pemberian nikmat atau kehendak
memberi nikmat atau kehendak memberi nikmat. Menurut akal mereka
mustahil Allah memiliki sifat kasih sayang. Mereka berkata : “Alasannya, sifat
kasih sayang menunjukkan adanya kecondongan, kelemahan, ketundukan
dan kelunakan. Dan semua itu tidak layak bagi Allah”.
Bantahan terhadap mereka dari dua sisi.
Pertama : Kasih sayang itu tidak selalu disertai ketundukan, rasa iba dan
kelemahan. Kita lihat raja-raja yang kuat, mereka memiliki kasih sayang tanpa
disertai hal itu semua.
Lucunya, orang-orang yang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki
dengan alasan tidak dapat diterima akal atau mustahil menurut akal, justru
menetapkan sifat iradah (berkehendak) yang hakiki dengan argumentasi akal
yang lebih samar daripada argumentasi akal dalam menetapkan sifat kasih
sayang bagi Allah. Mereka berkata : “Keistimewaan yang diberikan kepada
sebagian makhluk yang membedakannya dengan yang lain menurut akal
menunjukkan sifat iradah”. Tidak syak lagi hal itu benar. Akan tetapi hal
tersebut lebih samar disbanding dengan tanda-tanda adanya kasih sayang
Allah. Karena hal tersebut hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang
pintar. Adapun tanda-tanda kasih sayang Allah dapat diketahui oleh semua
orang, tidak terkecuali orang awam. Jika anda bertanya kepada seorang
awam tentang hujan yang turun tadi malam : “Berkat siapakah turunnya hujan
tadi malam ?” Ia pasti menjawab : “berkat karunia Allah dan rahmatNya”
MASALAH
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat
bahwa basmalah termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah, harus dibaca jahr
(dikeraskan bacaannya) dalam shalat dan berpendapat tidak sah shalat tanpa
membaca basmalah, sebab masih termasuk dalam surat Al-Fatihah.
Sebagian ulama lain berpendapat, basmalah tidak termasuk dalam surat Al-
Fatihah. Namun ayat yang berdiri sendiri dalam Al-Qur’an.
Inilah pendapat yang benar. Pendapat ini berdasarkan nash dan rangkaian
ayat dalam surat ini.
Adapun dasar di dalam nash, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Aku membagi shalat (yakni surat Al-Fatihah) menjadi dua bagian,
separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca :
“Segala puji bagi Allah”. Maka Allah menjawab : “Hamba-Ku telah memuji-Ku”.
Apabila ia membaca : “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Maka
Allah menjawab: “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku”. Apabila ia membaca :
“Penguasa hari pembalasan”. Maka Allah menjawab : “Hamba-Ku telah
mengagungkan-Ku”. Apabila ia membaca : “ Hanya Engkaulah yang kami
sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”. Maka
Allah menjawab : “Ini separoh untuk-Ku dan separoh untuk hamba-Ku”.
Apabila ia membaca : “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus”. Maka Allah
menjawab : “Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta” [3]
Ini semacam penegasan bahwa basmalah bukan termasuk dalam surat Al-
Fatihah. Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan dari Anas bin Malik
Radhiyalahu ‘anhu, ia berkata : “Aku pernah shalat malam bermakmum di
belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman
Radhiyallahu ‘anhum. Mereka semua membuka shalat dengan membaca :
“Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamin” dan tidak membaca ;
‘Bismillaahirrahmaanirrahiim” di awal bacaan maupun di akhirnya. [4]
[Disalin dari kitab Tafsir Juz ‘Amma, edisi Indonesia Tafsir Juz ‘Amma, penulis
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari,
penerbit At-Tibyan – Solo]
Pembentukan kata basmalah dari ucapan bismillah ini dalam literatur bahasa Arab disebut
naht (lebih jauh tentang naht lihat attahrir wat tanwir: I/77). Sepintas dilihat dari tulisannya,
basmalah terdiri dari empat kata, yaitu bismi, Allahi, arrahmani, arrahimi. Namun
sebenarnya ia terdiri dari lima kata, karena Bi dihitung satu kata atau satu kalimah dalam
gramatika Arab atau nahwu. Bi : Dalam bahasa Indonesia Bi sering diterjemahkan “dengan”
dan tampaknya kata inilah yang mendekati makna aslinya, sekalipun Bi itu tidak selalu
berarti “dengan”. Bi adalah kalimat huruf dalam sub bagian huruf jer. Huruf jer selalu
mempunyai ta’alluq atau hubungan dengan kalimat lain, hal ini karena kalimat huruf itu
tidak bisa berdiri sendiri. Kalimat yang menjadi ta’alluqnya Bi pada bismillah ini dibuang.
Sebagian ulama’ ada yang mentaqdirkan (mengira-ngirakan adanya kalimat) ibda’ yang
artinya “mulailah” seperti pendapat Abu Bakar al-Jasshos (Ahkamul Qur’an: I/10), sehingga
makna bismillah menjadi “mulailah dengan menyebut nama Allah”, ada pula yang
mentaqdirkan kata abtadiu yang berarti “aku memulai”, dengan begitu bismillah berarti “aku
memulai dengan menyebut nama Allah”. Ibnu Jarir At-Thobari dan Ibnu Katsir berpendapat:
Bismillah bisa dita’alluqkan dengan fi’il apa saja sesuai dengan keadaan orang yang
membacanya. untuk mengharap
1. keberkahan (tabarruk),
Jika ia membaca basmalah ketika berdiri maka artinya “saya berdiri dengan menyebut
nama Allah”, ketika duduk maka artinya menjadi “saya duduk dengan menyebut nama
Allah”, begitu seterusnya. Pendapat ini berdasarkan hadits Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim
dari riwayat Ibnu Abbas, “Sesungguhnya pertama kali malaikat Jibril turun kepada Nabi
Muhammad ﷺIa berkata kepada Nabi ﷺ, Wahai Muhammad ﷺkatakan asta’idzu
bissami’il’alimi minassyathonirrojim, kemudian Jibril berkata, katakan
bismillahirrohmanirrohim. Ibnu Abbas berkata, malaikat jibril berkata, katakan bismillah
wahai Muhammad, bacalah dengan menyebut Allah Tuhanmu, berdirilah, duduklah dengan
menyebut Allah”. (Tafsir Ibnu Katsir: I/20-21, Jami’ul Bayan: I/114) Ismi : kata ismi berasal
dari kata sumuwwi yang berarti kemuliaan atau keluhuran. Pendapat lain mengatakan
bahwa ismi tercetak dari kata simah yang berarti alamat/petunjuk/ciri-ciri/tanda. Imam al-
Qurthubi mengatakan bahwa pendapat yang pertama itu lebih shohih. Dari akar kata
tersebut, baik sumuwwi maupun simah dicetak kata ismi yang berarti nama. Mungkin
karena itu orang yang baik, terkenal dan mulia biasa disebut orang yang “punya nama”.
Allah : adalah nama yang mulia untuk Dzat yang wajib wujudnya yang bersifat dengan sifat-
sifat kemuliaan dan jauh dari sifat-sifat kurang. Allah adalah nama yang khusus, tidak
digunakan oleh selainNya ﷻ. Para ulama’ menyatakan bahwa Allah ﷻadalah nama yang
paling agung atau ismul a’dhom karena nama Allah ﷻmencakup semua sifat yang Dia miliki.
Ketika orang sakit berkata Ya Allah maka artinya Wahai Dzat yang maha menyembuhkan.
Orang yang berada dalam kekurangan dan ia berdoa Ya Allah, artinya dia berkata Wahai
Dzat yang maha kaya, orang yang berada dalam kesempitan berkata Ya Allah artinya wahai
Dzat yang maha lapang, dan seterusnya. Pendapat para Ulama Para ulama berbeda
pendapat apakah nama Allah ini alam manqul (nama yang mempunyai asal kata) ataukah
alam murtajal (nama yang tidak punya asal kata), kebanyakan para ulama’ menyatakan
bahwa Allah adalah alam murtajal, tidak tercetak dari kalimat manapun. Ulama yang
menyatakan bahwa nama Allah adalah alam manqul (tercetak dari sebuah lafadh yang
punya arti tertentu) menjelaskan bahwa nama Allah tercetak dari kata ilahun yang berarti al-
ma’bud yaitu Dzat yang disembah, lalu ditambahkan al ta’rif menjadi al-ilahu. Untuk
meringankan bacaan maka hamzahnya ilahu dibuang sehingga menjadi Allahu. Setelah
ilahun ditambah al ta’rif maka maknanya menjadi khusus, tidak hanya Dzat yang disembah.
Tapi Dzat yang disembah secara haq. Banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia
tapi satu-satunya yang haq hanyalah Allah ﷻ. Arrahman : Tercetak dari kata rahim atau
rahmah. Secara etimologi rahmah mempunyai arti arriqqoh wal ‘uthf artinya kurang lebih
lemah lembut dan kasih sayang (attahrir wattanwir: I/104). Arrahman berarti Dzat pemilik
rahmat, Dzat yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Arrahim: Mempunyai akar kata
yang sama dengan Arrahman. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa Rahman dan Rahim
adalah dua kata yang mempunyai arti sama. Jumhurul ulama’ menyatakan bahwa pada
dasarnya Rahman dan Rahim memang mempunyai arti yang sama, namun tetap
mempunyai kandungan dan cakupan yang berbeda. Kedua-duanya berarti Dzat yang Maha
pengasih, lemah lembut dan penyayang, namun belas kasihan Allah dalam kata rahman
berbeda dengan belas kasih Allah dalam Rahim. Sebagian ulama’ mengartikan Rahman
adalah kasih sayang Allah kepada makhluknya dalam bentuk pemberian nikmat yang
tampak (dhohir) seperti pemberian rizki, kesehatan, anak, istri dan lain-lain. Rahmat Allah
Rahmat seperti ini diberikan Allah secara umum untuk seluruh makhluknya, mulai hewan,
tumbuhan, jin dan manusia baik beriman ataupun yang kufur. Sedangkan Rahim adalah
kasih sayang yang berupa nikmat yang tidak tampak (abstrak) seperti iman, keyakinan, ilmu
dan lain-lain. Kebanyakan mufassir mengatakan bahwa Rahman adalah Dzat yang maha
pengasih dan penyayang dengan kasih sayang yang umum dan diberikan kepada semua
makhuknya di dunia tanpa kecuali. Sedangkan kata Rahim mengandung arti kasih sayang
yang khusus yang hanya diperuntukkan orang-orang beriman saja di akhirat.
Pendapat Sayyid Quthub dalam Dhilalil Qur’an : ” Permulaan dengan bismillah adalah adab
yang diwahyukan Allah kepada Nabinya dari sejak awal diturunkannya al-Qur’an, yaitu
firman Allah Iqra’ bismi rabbika … hal ini sesuai dengan kaidah terbesar dalam pemahaman
Islam yakni sesungguhnya Allah “Dialah yang awal dan yang akhir, yang dhohir dan yan
bathin”. Allah adalah entitas haqiqi yang darinya terwujud semua hal yang wujud. Darinya
segala hal bermula. Maka dengan namaNya segala sesuatu dimulai. Dengan namaNya pula
semua gerak terwujud. Dipermulaan ini Allah mengenalkan Dirinya dengan dua shifat
Rahman dan Rahim, sifat yang meliputi semua rahmat. Hanya pada Allah dua shifat ini
berkumpul …… semua kasih sayang dalam berbagai warna dan bentuknya terwujud dari
kedua sifat ini. Maka tergambarlah pemahaman Islam yang kedua, yakni sebuah gambaran
tentang hubungan Allah dengan hambanya. Hubungan haqiqi antara Allah dengan
hambanya adalah hubungan kasih sayang”. (Dhilalul Qur’an: I/1).
Wallahu a’lam Secuil dari lautan tafsir yang terserak Sahabat tafaqquh, andaikata laut
adalah tinta dan pohon-pohon dibumi pena, maka tak akan bisa menuntaskan tulisan
tentang kalimat-kalimat Allah, begitu pula halnya dengan kalimat Bismillahirrohmanirrohim.
Tafsir yang bisa kami sampaikan adalah secuil dari lautan tafsir yang terserak dalam
berbagai lembaran para mufassir. Selain karena kedangkalan ilmu kami, juga tidak pada
tempatnya kami mengulas makna basmalah ini lebih jauh lagi. Karena maqshudul a’dhom
dari kajian tafsir kita adalah mengupas kandungan al-Qur’an berkenaan dengan hukum-
hukum yang terdapat di dalamnya, hukum yang berkenaan dengan af’alul mukallaf. Karena
itu, tafsir bismillahirrohmanirrohim di atas sudah lebih dari cukup dari segi pemahaman
maknanya. Dan selanjutnya –Insya Allah- kita teruskan pembahasan tentang basmalah
namun dengan kajian yang berbeda, yakni apakah basmalah termasuk ayat al-fatihah atau
bukan? Bagaimanakah hukum bacaan basmalah dalam sholat? Dan lain sebagainya. Jangan
lupa doakan kami agar tetap bisa istiqomah.
يم َّ َ ْ َّ ِ ب ْسم ه
ِ اَّلل الرحم ِن الر ِح ِ ِ
“dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
ه
ِ ِب ْس ِمsaja biasanya disebut tasmiyah. Tentu kita semua tidak
Adapun kalimat اَّلل
asing lagi dengan basmalah.
Jika Alloh sudah mencintai hambanya maka alloh akan turunkan baginya
barokahnya, lawan takwa adalah fujur;(nafsu)
Ma ana bi Qori’ : bi disini litta’qid untuk menguatkan
contoh lagi alaisallohu biahkamil hakimin
Maka dalam surat al alaq menunjukkan alif disana ada proses panjang yang perlu di
capai seseorang ketika sedang belajar
Sedangkan bi dalam basmalah alloh tidak berikan alifdi dalamnya karena Alloh tidak
ingin memperpanjang/melamakan memberikan rahmat,dan ingin segera Alloh
memberikan rahmat kepada hambanya
Mughnil labib an kutubil maarif: ibnul hisyam alanshory 1/19-59
Almushohabah : bi makna ma’a tau berdampingan tanpa melekat
Alilshooq: merekat
1- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ُ َ ْ ا: ا ُ ا َ ْ َا ُ َ ْ ا ا ْ ُ ا ا ُْا ْ َ ْ َ ُ ُّ َ ا
– هللا فهو أبت – أو قال أقطع ِ ال َل يفتح ِب ِذك ِر
ٍ كل كَل ٍم أو أم ٍر ِذي ب
“Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah,
maka terputus berkahnya.” (HR. Ahmad, 2: 359. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan
bahwa sanad hadits ini dha’if)
ْ ا ْ ُ ه ا َ ا ُ ُ ُّ َ ا ا ُ ْ ا
ّلِل ف ُه او أ ْجذ ُم
ِ ِ د محل بِ ِ ِ كل كَل ٍم َل يبد
يهف أ
“Setiap pembicaraan yang tidak dimulai dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus.”
(HR. Abu Daud, no. 4840; Ibnu Majah, no. 1894. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa sanad hadits ini dha’if)
4- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
Sebagian ulama menghasankan hadits di atas, ada pula yang menshahihkannya. Yang
menghasankan hadits tersebut adalah Imam Nawawi dan Ibnu Hajar. Sedangkan Ibnu
Daqiq Al-‘Ied dan Ibnul Mulaqqin menyatakan bahwa hadits tersebut shahih.
Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz (lahir
tahun 1909, meninggal dunia tahun 1990) dalam Majmu’ Fatawanya (25: 135)
menyatakan bahwa sebagian ulama mendhaifkan hadits ini. Yang lebih tepat menurut
Syaikh Ibnu Baz, hadits di atas dinilai hasan.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan bahwa secara makna hadits tersebut
bisa diterima dan diamalkan karena Allah Ta’ala memulai kitab suci Al-Qur’an dengan
bismillah. Begitu pula Nabi Sulaiman ‘alaihis salam menulis surat pada penguasa Saba’
dengan bismillah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memulai suratnya pada Raja Heraklius
dengan bismillah. Begitu pula kala berkhutbah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memulainya dengan hamdu lillah dan memuji Allah Ta’ala.
Kebanyakan ulama tetap menganjurkan membaca bismillah untuk perkara yang penting.
(Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 146079)
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (8: 92) dinyatakan, para fuqaha sepakat bahwa
membaca bismillah disyari’atkan untuk (memulai) setiap perkara penting, untuk hal
ibadah atau lainnya.
Beberapa hal yang disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (8: 92) yang dianjurkan
membaca bismillah di awalnya (karena sebagian dianjurkan dalam hadits diawali dulu
dengan bismillah):
Disebutkan dalam kitab yang sama, bacaannya adalah “bismillah”, lengkapnya adalah
“bismillahirrahmanir rahiim”. Jika lupa membaca bismillah atau meninggalkannya
sengaja, maka tidak ada dosa untuknya. Namun jika dilakukan berpahala.
Imam Nawawi Al-Bantani menyatakan bahwa bismillah dibaca pada suatu perkara yang
penting atau pada perkara mubah dan tidak termasuk dalam suatu yang haram atau
makruh. Namun bismillah tidak untuk suatu perkara yang remeh seperti menyapu
kotoran binatang, dan bacaan bismillah bukanlah sebagai bacaan dzikir seperti tahlil.
(Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najaa, hlm. 26)
Keutamaan Basmalah
Oleh karena itu disunnahkan membaca basmalah pada awal setiap ucapan
maupun perbuatan. Disunnahkan juga membacanya pada awal khuthbah.
Dan disunnahkan juga membaca basmalah sebelum masuk kamar mandi.
Berdasarkan hadist dalam musnad Imam Ahmad dan juga dalam kitab Sunan
dari riwayat Abu Huraira, Sai’id bin Zaid dan Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhum.
Secara marfu’, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak sah wudhu seseorang yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala
(mengucap basmalah)” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan dishahihkan
al-Albani)
Hendaknya kita membiasakan diri memulai aktifitas kita dengan bacaan basmalah,
misalnya mulai memperbaiki laptop, menulis surat, menyusui anak dan lain-lain. Kita
juga membiasakan membaca doa-doa keseharian yang ada tuntunannya dalam
syariat.
.التكة َ
ناقص ر: أي، ” كل أمر ذي بال َل يبدأ فيه بـ ” بسم هللا ” فهو أبت
“Setiap perkara (kehidupan) yang tidak dimulai dengan BISMILLAAHIR-RAHMAANIR-
RAHIIM, maka dia akan terputus. Artinya adalah kurang barakahnya”[1]
Mengenai takhrij hadits ini syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
ن
التتك بها ألنها كلمة مباركة
والحكمة يف البدء ببسم هللا الرحمن الرحيم ر
ن ن
أما الكتب أو.فإذا ذكرت يف أول الكتاب أو يف أول الرسالة تكون بركة عليه
ختالت َل تبدأ ببسم هللا الرحمن الرحيم فإنها تكون ناقصة َل ر َ
الرسائل ي
ومن ناحية أخرى بسم هللا الرحمن الرحيم فيها اَلستعانة باهلل جل،فيها
وعَل
“Hikmah yang tersimpan dalam mengawali perbuatan
dengan bismillahirrahmaanirraahiim adalah demi mencari barakah dengan
membacanya. Karena ucapan ini adalah kalimat yang berbarakah, sehingga apabila
disebutkan di permulaan kitab atau di awal risalah maka hal itu akan membuahkan
barakah baginya. Selain itu di dalamnya juga terdapat permohonan pertolongan
kepada Allah ta’ala” [3]
-ketika makan, jika tidak membaca maka setan ikut makan bersama kita
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha berkata: “Telah bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam,
ه ن ْ ْ ُ ه ا ْ ا ا ن َ َّ ا ْ ا ْ ْ ُا ََ ا َ ا ُ ُ ْ ا ا ً اْا
اّلِل ِ يف
ِ س ِ يف أو ِل ِه فليقل ِبس ِم
اّلِل ف ِإن ن ِ يِ ِإذا أ كل أحدكم طعاما فليقل ِبس ِم
ا َّ َ
آخ ِر ِه
ِ أو ِل ِه و
“Bila salah seorang diantara kalian makan maka hendaknya ia mengucapkan
bismillah, bila ia lupa diawalnya, maka hendaknya ia membaca bismillah fi awwalihi
wa akhirihi.”[5]
-ketika berhubungan badan, jika tidak dibaca, maka setan ikut bersama kita
َّ ْ ا ا ا ا ا ْ ا ا ِّ ه ه ُ َّ ا ِّ ْ ا َّ ْ ا ا ا ا
اّلِل اللهم جنبنا الشيطان وجن ِب الشيطان ما رزقتنا ِ ِب ْس ِم
“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan
jauhkanlah setan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami.”
Bila Allah subhanahu wata’ala memberikan karunia anak kepadanya maka setan
tidak akan mampu memudharatkannya.”[6]
ْ َ ا ا ا ْ ُ ُ ْ َّ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ه ا
اّلِل علي ِه
ِ وَل تأ كلوا ِمما لم يذك ِر اسم
“Dan janganlah kalian makan hewan yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (Al-
An’am: 121)
-ketika tidur
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Bila seseorang keluar dari rumahnya, lalu ia membaca:
ه ا ا ه ْ ُ ا َ ه ا ا ْ ا ا ا ُ َّ ا َّ ه
اّلِل
ِ اّلِل َل حول وَل قوة ِإَل ِب ِ ِب ْس ِم
ِ اّلِل توكلت عَل
“Dengan nama Allah, aku bertawakkal hanya kepada Allah, tiada daya dan upaya
kecuali dengan izin Allah.”
Maka dikatakan padanya: “Engkau telah mendapat petunjuk, engkau tercukupi dan
engkau telah terjaga (terbentengi),” sehingga para setan lari darinya. Setan yang lain
berkata: “Bagaimana urusanmu dengan seseorang yang telah mendapat petunjuk,
tercukupi, dan terbentengi?!”[9]
Dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
َل اء َأ ْن اي ُقولا
ان اا ا ا ا ا َ ا ُ ُ ْ ْ ا ا
ات ب ِ يت آدم ِإذا دخل أحدهم الخ ا ْ ا َْ ُ ا ا ْ نا َ ْ ُ ن ْ ِّ ا ا
ِ ي ال ِجن وعور ِ ست ما ب ري أع ر
ه
ِ ِب ْس ِم
اّلِل
“Penutup antara pandangan-pandangan jin dengan aurat bani Adam ketika
seseorang masuk wc adalah membaca basmalah.” [10]
Demikian petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dalam hal etika
makan yang mesti dipatuhi oleh seorang muslim. Pertama kali, beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan agar tidak lupa membaca bismillah di awal
menyantap makanan dan mengambilnya dengan menggunakan tangan kanan.
َ ُ ُ َ ِّ َ
هللا َوك ْل ِب ِي ِم ْي ِن ِك َوك ْل ِم َّم َي ْليك سم
Sebutlah nama Allah Ta’ala, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa
yang ada di dekatmu. [Muttafaqun ‘alaih].
Pentingnya tasmiyah (membaca bismillah) ini kian jelas dengan petunjuk Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang lupa membacanya. Disebutkan dalam
satu hadits dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah bersabda, yang artinya: “Jika salah
seorang dari kalian akan makan, hendaklah menyebut nama Allah Ta’ala. Apabila
lupa menyebut nama Allah Ta’ala, hendaklah mengucapkan: ‘Bismillah awwalahu wa
akhirahu’.” [HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni].
Dalam masalah ini, hukum membaca tasmiyah adalah wajib. Jika meninggalkannya
dengan sengaja, maka seseorang berdosa dan setan akan menyertainya dalam
hidangan tersebut, dan pasti, tidak ada seorang pun yang ingin musuhnya bersama
dia menyantap makanan miliknya. (Lihat Syarhu Riyâdhish-Shâlihin, Syaikh
Muhammad al-‘Utsaimin, 2/1051). Karena, di antara manfaat membaca tasmiyah,
ialah untuk menghindari campur tangan setan dalam makanan dan minuman yang
hendak dikonsumsi oleh seorang muslim. Sehingga ia pun akan memperoleh
keberkahan dengan makanan yang disantapnya.
َ ْ ْ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ ْ َ ُّ ُ ُ ْ ْ َ َ َ
م َعل ْي ِه
ِفيما لم يذكر اس ِ ي: ف ِفيم ِرز ِ يق؟ قال, كل خلقك بينت ِرزقه: قال ِإب ِليس
Iblis berkata kepada Allah: “Setiap makhluk-Mu telah Engkau terangkan rizkinya.
Mana rizkiku?” Kemudian Dia menjawab: “Pada makanan yang tidak disebut nama-
Ku padanya”. [Lihat ash-Shahîhah, 708].
Dari ‘Aisyah, ia berkata: “Nabi makan bersama enam sahabatnya. Kemudian ada
seorang Badui datang dan ikut makan (dengan) dua suapan (tanpa membaca
bismillah, Pen.). (Maka) Rasulullah bersabda: ‘Seandainya ia mengucapan bismillah,
maka akan menjadi cukup bagi kalian’.” [Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni].
ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ه ه
يه ِم ْن غ ْ ِي َح ْو ٍل ِم ِّ ين َوْل ق َّو ٍة
ِ َّلل ال ِذي أطعم ِ ين هذا الطعام ورزق ِن
ِ ِ الحمد
Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan ini kepadaku dan yang telah
memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku. [Shahîh Sunan at-Tirmidzi,
no. 2751]
Demikian secara ringkas etika makan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Tidak hanya bermanfaat dalam mendatangkan keberkahan, tetapi, sekaligus
mencerminkan rasa syukur hamba kepada Allah, Dzat Pemberi kenikmatan.
Wallahu a’lam.
Apabila salah seorang masuk ke rumahnya dan mengingat Allah (berdzikir) ketika
masuknya dan ketika makan, maka setan berkata : “Tidak ada tempat istirahat dan
makan malam untuk kalian”. Dan apabila ia masuk dan tidak mengingat Allah ketika
masuk, maka setan berkata :”Kalian telah mendapatkan tempat istirahat dan makan
malam. [HR Muslim, 2018]
Menyempurnakan Barakah
Dengan bismillah akan dapat menyempurnakan keberkahan pada amal. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan bismillah (dalam riwayat lain :
dengan mengingat Allah) maka amalan tersebut terputus (kurang) keberkahannya.[3]
Disahihkan oleh jama’ah, seperti Ibnu Shalah, Nawawi dalam Adzkar-nya, Syaikh Bin
Baz berkata : “Hadits ini hasan dengan syawahidnya
Dan sabdanya : “Penghalang antara mata jin dan aurat Bani Adam, apabila salah
seorang dari mereka melepas pakaiannya, ialah dengan membaca bismillah”
[terdapat dalam al-Jami Shagir. Dan dihasankan oleh Munawi dalam syarhnya
]
Pengalaman Nyata
Ketika Khalid bin Walid tertimpa kebimbangan, mereka berkata kepadanya :”Berhati-
hatilah dengan racun. Jangan sampai orang asing memberikan minum padamu”,
maka ia berkata, “Berikanlah kepadaku,” dan ia mengambil dengan tangannya dan
membaca : “Bismillah”, lalu ia meminumnya. Maka sedikitpun tidak memberikan
bahaya kepadanya. [5]
(Al-Hisnu al-Waqi, Syaikh Dr Abdullah bin Muhammad as-Sad-han, dengan pengantar
dari Syaikh Dr Abdullah bin Abdir-Rahman bin Jibrin)