Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran jiwa merupakan bagian integral dari ilmu kedokteran dalam
meningkatkan taraf kesehatan secara umum. Peningkatan taraf kesehatan tersebut diterapkan
dalam kondisi sakit (fisik maupun psikis) maupun dalam kondisi sehat melalui terapi prevensi,
rehabilitasi dan promosi. Terapi yang digunakan terhadap penderita gangguan jiwa sangat
komprehensif, meliputi bidang organobiologik, psikoedukatif dan sosiokultural, serta selalu
mengikuti kaedah-kaedah ilmu kedokteran yang mutakhir. Dalam setiap kondisi tidak mudah
untuk menentukan aspek mana yang harus lebih diprioritaskan. Sebenarnya bukan dimaksudkan
untuk menempatkan satu diatas yang lain, tetapi memperlakukannya sebagai proses
berkesinambungan yang tidak terpisahkan.
Dewasa ini konsep kedokteran mengenai pengobatan gangguan psikotik masih berputar
pada penggunaan antipsikotik. Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat
psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs),
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Menurut WHO, obat
psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikotropik
hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi
dengan lebih baik.
Berdasarkan penggunaan klinik, psikoterapi dibagi menjadi 4 golongan yaitu: (1)
antipsikotik; (2) antianxietas; (3) antidepresi; dan (4) psikotogenik. Antipsikotik atau dikenal juga
dengan istilah neuroleptik (major tranquilizer) bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun
kronik. Antipsikotik bekerja dengan menduduki reseptor dopamin , serotonin dan beberapa
reseptor neurotransmiter lainnya . Antipsikotik dibedakan atas antipsikotik tipikal (antipsikotik
generasi pertama) antara lain klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol; serta antipsikotik
atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin, risperidon dan lain sebagainya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Obat antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk terapi psikosis. Psikosis merupakan
gangguan proses pikir berupa ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari khayalan (uji
realitas terganggu) disertai pembentukan realitas baru. Gangguan ini salah satunya dapat muncul
pada pasien skizofrenia.

B. Klasifikasi
Berdasarkan rumus kimianya, obat-obat antipsikotik dibagi menjadi derivat fenotiazin,
derivate thioxantin, dan butirofenon. Sedangkan untuk golongan antipsikotik terbaru, rumus
kimianya terbagi lagi menjadi dibenzodiazepin,benzisoxazole, thienobenzodiazepin,
dibenzotiazepin, dihidroindolon, dan dihidrokarbostril. Berdasarkan caran kerjanya terhadap
reseptor dopamin dibagi menjadi Dopamine receptor Antagonist (DA) dan Serotonine Dopamine
Antagonist (SDA). Obat-obat DA juga sering disebut dengan antipsikotik tipikal, dan obat-obat
SDA disebut juga dengan antipsikotik atipikal. Klasifikasi kemudian dibuat lebih sederhana
dengan membaginya menjadi antipsikotik generasi I (APG-I) untuk obat-obat golongan
antagonis Dopamin (DA) dan antipsikotik generasi II (APG-II) untuk obat-obat golongan
serotonin dopamin antagonis (SDA). Berikut pembagian obat anti psikotik tipikal dan atipikal:
1. Antipsikotik atipikal
a. Phenothiazine
1) Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE
2) Rantai piperazine : PERPHENAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE
3) Rantai piperidine : THIORIDAZINE
b. Butyrophenone : HALOPERIDOL
c. Diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE
2. Antipsikotik atipikal

2
a. Benzamide : SULPIRIDE
b. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE
OLANZAPINE
QUETIAPINE
c. Benzisoxazole : RISPERIDON

C. FARMAKOKINETIK
Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat memasuki
sistem saraf pusat dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik adalah lipid-soluble.
Kebanyakan obat-obatan antipsikotik bisa diserap tapi tidak seluruhnya. Obat-obatan ini juga
mengalami first-pass metabolism yang signifikan. Oleh karena itu, dosis oral chlorpromazine and
thioridazine mempunyai availability sistemik 25 – 35%. Haloperidol dimetabolisme lebih
sedikit, dengan availability sistemik rata-rata 65%. Kebanyakan obat antipsikotik bergabung
secara intensif dengan protein plasma (92 – 99%) sewaktu distribusi dalam dalam darah. Volume
distribusi obat-obatan ini juga besar, biasanya lebih dari 7L/kg.
Obat-obatan ini memerlukan metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan mempunyai
waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga memungkinkan once-daily dosing. Walaupun
setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-hydroxychloropromazine dan reduced haloperidol,
metabolit dianggap tidak penting dalam efek kerja obat tersebut. Terdapat satu pengecualian,
yaitu mesoridazine, yang merupakan metabolit utama thioridazin, lebih poten dari senyawa
induk dan merupakan kontributor utama efek obat tersebut. Sediaan dalam bentuk parenteral
untuk beberapa agen, seperti fluphenazine, thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai untuk terapi
inisial yang cepat.
Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-obatan
tersebut hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar. Waktu paruh eliminasi
(ditentukan oleh clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10 sampai 24 jam.

3
D. FARMAKODINAMIK
Cara kerja obat antipsikotik adalah dengan menurunkan aktivitas dopamin. Obat ini
bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin di otak, dengan target untuk
menurunkan gejala psikotik berupa halusinasi dan waham. Keempat sistem dopamin dalam otak
terlibat dalam mekanisme kerja obat antipsikotik, yaitu sistem nigrostriatal, sistem mesolimbik,
sistem mesokortikal dan sistem tuberoinfundibuler.
Gambar 1. Sistem Dopaminergik

Reseptor dopamin dalam otak sendiri merupakan jenis reseptor terkopel protein G.
Terdapat dua subtipe besar reseptor dopamin, yaitu D1 (menstimulasi adenilsiklase) dan D2
(inhibisi adenilsiklase). Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, ditemukan subtipe
famili lainnya, yaitu D5 yang mirip dengan D1, dan D3, serta D4 yang mirip D2. Neurotransmitter
yang melekat untuk mengaktifkan reseptor tersebut adalah dopamin.Neurotransmiter dopamin ini
tersebar dalam beberapa daerah otak dan membentuk sistem dopaminergik sebagai berikut:
1. Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal
adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan
seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi
antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau
bradikinesia.

4
2. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin mesolimbik
terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria yang terjadi karena
penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan delusi dan halusinasi.
Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu
jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai
peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga berperan pada
neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi dan sistem
kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini
bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat terjadi
galactorrhea.

E. ANTIPSIKOTIK TIPIKAL
a. Klorpromazin
Sediaan : Tablet, injeksi.
Mekanisme Kerja : Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamin pada
mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamtrofi hipofise anterior.
Indikasi : Skizofrenia, mania, balisme, sindrom Tourette, korea, anak hiperaktif, cegukan
(hiccups).
Kontraindikasi : Koma, depresiSSP, wanita hamil dan menyusui. Hati-hati pada
penderita dengan gangguan fungsi hati.
Efek samping : Gejala ekstrapiramidal, akitisia, parkinsonisme, hipotensi ortostatik, mulut
kering, mengantuk, pandangan kabur, retensi urin.
Interaksi Obat : Alkohol dan obat-obat depresi SSP lain meningkatkan efek sedasinya.
Menurunkan efektivitas obat antiparkinson. Obat antikolinergik meningktkan efek samping
obat ini.
b. Perfenazin

5
Sediaan : Tablet.
Mekanisme Kerja : Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamine pada
mesokortikal-mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamotropi hipofise anterior.
Indikasi : Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi
karena penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.
Kontraindikasi : Wanita hamil dan menyusui, depresiSSP atau koma, sindrom Reye,
anak-anak, MCI. Hati-hati pemberian pada penyakit hati.
Efek samping : Pandangan kabur, salivasi, hidung tersumbat, sakit kepala, reaksi
ekstrapiramidal, dikinesia tardif.
Interaksi Obat : Tidak boleh diberikan bersama penghambat MAO karena menimbulkan
hiperpiretik krisis. Epinefrin tidak boleh diberikan bersama karena mengantagonis obat ini.
Simetidin menurunkan metabolism perferazin. Paralitik ileus dapat terjadi bila digabung
dengan obat antikolinergik.
c. Trifluoperazin
Sediaan : Tablet.
Mekanisme kerja : Tidak begitu jelas, tetapi diduga menghambat reseptor dopamine di
sistem mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamotrofi hipofise
anterior.
Indikasi : Skizofrenia, mania, balisme, sindrom Taurette, depresi,ansietas non-psikotik,
antiemetik.
Kontraindikasi :Wanita hamil dan menyusui, depresi sumsum tulang, penyakit hati,
depresiSSP, gangguan atau kelainan darah.
Efek samping : Reaksi ekstrapiramidal, akatisia, parkinsonisme, mulut kering, retensi
cairan, pandangan kabur.
Interaksi obat : Mengantagonis kerja guanetidin. Tiazid meningkatkan efek hipotensi.
d. Flufenazin
1) Sediaan : Tablet, injeksi.
2) Mekanisme Kerja : Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamin pada
mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamotropi hipofise anterior.
3) Indikasi : Skizofrenia kronik.

6
4) Kontraindikasi : Gangguan (rusak) area subkortikal di otak, wanita hamil dan
menyusui. Hati-hati pada penderita penyakit hati, koma, depresiSSP.
5) Efek samping : Gejala ekstrapiramidal, diskinesia tardif, mengantuk, hipotensi
ortostatik.
6) Interaksi Obat : Alkohol dan bersama obat depresi SSP (antidepresan, antiansietas,
antipsikotik) meningkatkan depresi SSP.
e. Tioridazin
1) Sediaan : Tablet
2) Mekanisme Kerja : Memblokade reseptor D2 di sistem saraf pusat. Kerja anti-
adrenergisnya lebih kuat, juga efek antihistamin, antikolinergis, dan anti-
serotoninnya.Resorpsinyadi usus baik dan lengkap, tetapi BA-nya hanya 65% akibat
FPE besar. PP-nya di atas 95%, t1/2-nya 10-24 jam. Ekskresinya berupa metabolit lewat
tinja (50%) dan kemih (30%).
3) Indikasi : antipsikotis dan sedatif yang baik, sehingga sering digunakan pada pasienyang
sukar tidur. Obat ini digunakan pula pada neurose hebat dengan depresi, rasa takut, dan
ketegangan, serta depresi dengan kegelisahan.
4) Kontra Indikasi : Pasien yang memiliki aktivitas enzin CY2P6 yang rendah
5) Efek Samping : Efek samping yang terpenting adalah gejala antikolinergis kuat dan
hipotensi ortostatis, GEP dan hepatitis yang jarang terjadi.
6) Interaksi Obat : bila diberikan dengan antihipertensi, nitrat, dan alkohol akan menambah
potensiasi hipotensi. Depresi SSP bertambah jika digunakan dengan alkohol, opioid,
antihistamin, dan obat anestesi.efek antikolinergik bertambah jika diberikan bersama
atropin, antihistamin, dan antidepresan.
f. Haloperidol
1) Sediaan : Tablet, kapsul, injeksi
2) Mekanisme Kerja : Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik
mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan
Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal,
temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis. Onset kerja : sedasi :iv.:
sekitar 1 jam, Durasi dekanoat : sekitar 3 minggu; distribusi; melewati plasenta dan
masuk ke ASI. Ikatan protein : 90%, metabolisme: di hati menjadi senyawa tidak aktif,

7
bioavailabilitas oral : 60%, T½ eliminasi 20 jam, T maks serum : 20 menit, Ekskresi :
urin, dalam 5 hari, 33-40% sebagai metabolit, feses 15%.
3) Indikasi :Penanganan shcizofrenia, sindroma Tourette pada anak dan dewasa, masalah
perilaku yang berat pada anak.
4) Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi,
penyakit Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau
hati berat, koma.
5) Efek Samping : KV : takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal
dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes (sekitar 4%). SSP :
gelisah, cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda pseudoparkinson,
diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan temperatur
tubuh, akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi, pusing, depresi, lelah, sakit
kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang. Kulit : kontak dermatitis, fotosensitifitas,
rash, hiperpigmentasi, alopesia Metabolik & endokrin : amenore, gangguan seksual,
nyeri payudara, ginekomastia, laktasi, pembesaran payudara, gangguan keteraturan
menstruasi, hiperglisemia, hipoglisemia, hiponatremia; Saluran cerna : berat : mual
muntah, anoreksia, konstipasi, diare, hipersalivasi, dispepsia, xerostomia. Saluran
genito-urinari : retensi urin, priapisme; Hematologi : cholestatic jaundice, obstructive
jaundice; Mata : penglihatan kabur, Pernafasan : spasme laring dan bronkus; Lain-lain :
diaforesis dan heat stroke.
6) Interaksi Obat : Efek haloperidol meningkat oleh klorokuin, propranolol, sulfadoksin-
piridoksin, anti jamur azol, chlorpromazin, siprofloksacin, klaritromisin, delavirdin,
diklofenak, doksisiklin, aritromisin, fluoksetin, imatinib, isoniasid, mikonazol,
nefazodon, paroksetin, pergolid, propofol, protease inhibitor, kuinidin, kuinin, ritonavir,
ropinirole, telitromisin, verapamil, dan inhibitor CYP2D6 atau 3A4. Haloperidol dapat
meningkakan efek amfetamin, betabloker tertentu, benzodiazepin tertentu, kalsium
antagonis, cisaprid, siklosporin, dekstrometorfan, alkaloid ergot, fluoksetin, inhibitor
HMG0CoA reductase tertentu, lidokain, paroksetin, risperidon, ritonavir, sildenafil ,
takrolimus, antidepresan trisiklik, venlafaksin, dan sunstrat CYP2D6 atau 3A4.
Haloperidol dapat meningkatkan efek antihipertensi, SSP depresan, litium, trazodon dan
antidepresan trisiklik. Kombinasi haloperidol dengan indometasin dapat menyebabkan

8
mengantuk, lelah dan bingung sedangkan dengan metoklopramid dapat meningkatkan
resiko ekstrapiramidal. Haloperidol dapat menghambat kemampuan bromokriptin
menurunkan konsentrasi prolaktin. Benztropin dan antikholinergik lainnya dapat
menghambat respons terapi haloperidol dan menimbulkan efek antikholinergik.
Barbiturat, karbamazepin, merokok, dapat meningkatkan metabolisme haloperidol.
Haloperidol dapat menurunkan efek levodopa, hindari kombinasi. Haloperidol dapat
menurunkan efek levodopa, hindari kombinasi. Haloperidol mungkin menurunkan efek
substrat prodrug CYP2D6 seperti kodein, hirokodon, oksikodon dan tramadol.
7) Pimozide
1) Sediaan : Tablet
2) Mekanisme Kerja : Memblokade reseptor dopamin D2. Resorpsinya di usus lambat dan
variabel. Plasma t1/2-nya panjang: 55-150 jam; pada pasien schizofrenia rata-rata 55-150
jam. Sifatnya sangat lipofil dan hanya sedikit dirombak dalam hati. Ekskresinya sangat
lambat, karena selalu diresorpsi kembali oleh tubuli. Akhirnya ca 40% dikeluarkan lewat
kemih terutama berupa metabolit dan 15% dengan tinja secara utuh.
3) Indikasi : Derivat-difenilbutilpiperidin ini diturunkan dari droperidol (1969) dan memiliki
khasiat antipsikotis kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah beberapa waktu,
tetapi bertahan agak lama (1-2 hari). Pimozida khusus digunakan pada psikose kronis
jangka-panjang.
4) Kontra Indikasi : Obat ini tidak layak diberikan pada keadaan eksitasi dan kegelisahan
akut, yang memerlukan sedasi langsung. Lagi pula efek sedasinya lebih ringan
dibandingkan obat-obat lain.
5) Efek Samping : Efek sampingnya berupa umum, GEP sering terjadi, adakalanya nampak
perubahan jantung (ECG) dan aritmia.
6) Interaksi Obat : kontrasepsi oral dapat menurunkan atau meningkatkan efek, penggunaan
bersama supresan SSP lain, antihistamin, anti depresan, antikonvulsan dapat mensupresi
SSP. Penggunaan dengan simetidin meningkatkan efek. Merokok dan kafein menurunkan
efek, pemakaian bersama digoksin menyebabkan toksisitas digoksin.

9
F. ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
1. Benzamide
- AMISULPIRIDE
Dosis:
- Untuk akut psikotik : Oral dosis antara 400 mg/hari dan 800 mg/hari
direkomendasi. Dosis maksimal adalah 1200mg/hari
- Untuk pasien dengan gejala positif dan negatif: Dosis untuk control gejala
positifnya 400-800mg/hari.
- Untuk pasien dengan predominan gejala negative: Dosis antara 50-300mg.hari
direkomendasi.
Merupakan selektif dopamin antagonis. Dosis yang lebih tinggi (400-800mg/hari)
bertindak atas post-sinaptik reseptor dopamin yang mengakibatkan pengurangan
dalam gejala positif skizofrenia, seperti psikosis. Dosis yang lebih rendah,
(100mg/hari) bagaimanapun, bertindak atas dopamin autoreceptors, mengakibatkan
peningkatan dopamin transmisi, memperbaiki gejala negatif skizofrenia. Dosis rendah
amisulpride juga telah terbukti mempunyai antidepresan dan anxiolytic efek non-
pasien skizofrenia, menyebabkan dysthymia dan fobia sosial.
Farmakokinetik. Amisulpiride cepat diserap setelah pemberian oral, dan memiliki
50% bioavailabilitas absolut. Konsentrasi maksimum adalah 42-56 mg / L, dan dicapai
dalam 1-4 jam (Masa maksima); steady-state dicapai setelah 2-3 hari.
Volumedistribusi amisulpride adalah 5,8 L / kg dan protein plasma mengikat sekitar
17%. Waktu paruh eliminasi plasma adalah 12 jam, dengan klirens ginjal dari 17- 20 L
/ jam. Ekskresi utama terjadi melalui ginjal, dengan 22-25% dari dosis oral yang asal
dalam urin sebagai obat yang tidak terubah. Pada pasien dengan gangguan ginjal, obat
paruh tidak berubah tapi klearans sistemik dikurangi dengan sepertiga dan
memerlukan dosis penyesuaian memerlukan amisulpride mengalami metabolisme
minimal di hati, dan hanya menghasilkan dua metabolit utama, yang keduanya inaktif.
Dieliminasikan terutamanya melalui ginjal dan menariknya laju ekskresi ginjal adalah
2,5 kali lebih tinggi daripada yang mungkin diharapkan dari filtrasi glomerulus. Oleh
karena itu memungkinkan sekresi obat aktif terjadi.
2. Dibenzodiazepine

10
- CLOZAPINE (Clozaril)
Dosis
- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.
- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan
pemberian terbagi.
- Dosis maksimal 600 mg / hari.
- Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif (irritabilitas) maupun yang negative (social disinterest dan incompetence,
personal neatness) efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti
perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk
pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat selama pengobatan. Selain itu,
karena resiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat rendah, obat ini cocok untuk
pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal yang berat bila diberikan
antipsikosis yang lain, maka penggunaanya hanya dibatasi pada pasien yang resisten
atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi clozapine
perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu.
Farmakokinetik. Clozapine diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian
per oral; kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian
obat. Clozapine secara ektensif diikat protein plasma (>95%), obat ini dimetabolisme
hamper sempurna sebelum diekskresi lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-
rata 11,8 jam.
- OLANZAPINE (Zyprexa)
Dosis
- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.
- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.
- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
dibenobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak
olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada

11
pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30
jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.
Farmakokinetik. Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang
mempunyai afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin
(5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor
kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor
GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrom P450
CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang merokok dan
menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik
ciprofloxacin. Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga pengaruhnya
terhadap metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap
konsentrasi olanzapine.
Eliminasi waktu paruh dari olanzapine memanjang pada penderita usia lanjut.
Cleareance 30% lebih rendah pada wanita dibanding pria, hal ini menyebabkan
terjadinya perbedaan efektivitas dan efek samping antara wanita dan pria. Sehingga
perlu modifikasi dosis yang lebih rendah pada wanita. Cleareance olanzapine
meningkat sekitar 40% pada perokok dibandingkan yang tidak merokok, sehingga
perlu penyesuaian dosis yang lebih tinggi pada penderita yang merokok.

- QUETIAPINE (Seroquel)
Dosis
Pemberian pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis
untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural.
- Dimulai dengan dosis 50 mg per hari selama 4 hari,
- kemudian dinaikkan menjadi 100 mg selama 4 ahri,
- kemudian dinaikkan lagi menjadi 300 mg.
- Setelah itu dicari dosis efektif antara 300-450 mg/hari.
Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok
dibenzodiazepine derivates. Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif,
kognitif dan mood. Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik
generasi pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine.

12
Farmakokinetik. Absorpsinya berlangsung cepat setelah pemberian oral, konsentrasi
plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam setelah pemberian. Metabolisme terjadi
di hati, pada jalur sulfoxidation dan oksidasi menjadi metabolit tidak aktif dan waktu
paruhnya 6 jam.4 Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan
5HT2A), reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1
dan α2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin.
Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu
penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30% pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila
pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat,
carbamazepin dan antijamur ketokonazole.
3. Benzisoxazole
- RISPERIDONE (Risperidal)
Dosis :
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp
1 – 2 mg dengan 2 x pemberian.
- Umumnya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika
belum terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimianya adalah
benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh
makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat
terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya
kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan
dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian riperidone masih diizinkan dalam dosis
sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada
pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang di hubungkan
dengan demensia.

13
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I
tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki
fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia
misalnya demensia Alzheimer. 4
Farmakokinetik. Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim
CYP 2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperidone mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang
setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne
dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini
menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian
bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk
meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat
bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga
perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin
disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.

G. SEDIAAN ANTIPSIKOSIS

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis


Anjuran

1 Chlorpromazine LARGACTIL Tab. 25 mg, 100 150-600


mg mg/h
PROMACTIL

MEPROSETIL

ETHIBERNAL
Amp.25 mg/ml

2 Haloperidol SERENACE Tab. 0,5 mg, 5-15 mg/h


1,5&5 mg

Liq. 2 mg/ml

14
HALDOL Amp. 5 mg/ml

GOVOTIL Tab. 0,5 mg, 2


mg
LODOMER
Tab. 2 mg, 5 mg
HALDOL DECA- 50 mg / 2-4
Tab. 2 mg, 5 mg minggu
NOAS
Amp. 50 mg/ml

3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg, 4&8 12-24 mg/h


mg

4 Fluphenazine ANATENSOL Tab. 2,5 mg, 5 10-15 mg/h


mg
Fluphenazine- MODECATE 25 mg / 2-4
Vial 25 mg/ml minggu
decanoate

5 Levomepromazine NOZINAN Tab.25 mg 25-50 mg/h

Amp. 25 mg/ml

6 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h

7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 150-600


mg mg/h

8 Sulpiride DOGMATIL – Tab. 200 mg 300-600


mg/h
FORTE Amp. 50 mg/ml

9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h

10 Risperidone RISPERDAL Tab. 1,2,3 mg Tab 2-6 mg/h

NERIPROS Tab. 1,2,3 mg

NOPRENIA Tab. 1,2,3 mg

PERSIDAL-2 Tab. 2 mg

15
RIZODAL Tab. 1,2,3 mg

11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 25-100 mg/h


mg

12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 50-400 mg/h


mg, 200 mg

13 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 10-20 mg/h


mg

H. EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOSIS

OBAT ANTI PSIKOSIS EFEK EFEK EFEK EFEK


HIPOTE
EKSTR ANTIE SEDATIF
NSIF
APIRA METIK
MIDAL

A. DERIVAT FENOTIAZIN

1. Senyawa dimetilaminopropil :

Klorpromazin ++ ++ +++ ++

Promazin ++ ++ ++ +++

Triflupromazin +++ +++ +++ +

2. Senyawa piperidil :

Mepazin ++ ++ +++ ++

Tioridazin + + ++ ++

3. Senyawa piperazin :

Asetofenazin ++ ++ + +

16
Karfenazin +++ +++ ++ ++

Flufenazin +++ +++ ++ +

Perfenazin +++ +++ + +

Proklorperazin +++ +++ ++ +

Trifluoperazin tiopropazat +++ +++ ++ +

B. NON-FENOTIAZIN

Klorprotiksen ++ ++ +++ ++

C. BUTYROPHENONE

Haloperidol +++ +++ + +

17
BAB III

KESIMPULAN

Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang


meningkat.(Hiperaktivitas system dopaminergi sentral). Mekanisme kerja obat antipsikosis
atipikal disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 receptors”, juga terhadap “Serotonin
5HT2 receptors” (Serotonin-dopamin antagonists).Obat neuroleptik membutuhkan waktu
beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofrenia dan sebagian besar pasien akan
membutuhkan terapi rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi bahkan pada pasien
yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dari dua petiga pasien mengalami relaps dalam 1
tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga memblok reseptor dopamine pada
ganglia basalis dan seringkali menyebabkan gangguan pergerakan (efek ektrapiramidal, kanan)
yang menyebabkan stress dan kecacatan. Gangguan ini termasuk parkinsonisme, reaksi distonia
akut ( yang bias membutuhkan terapi dengan obat anti-kolinergik), akatisia (gerakan-gerakan
motorik tidak terkendali), dan diskinesia tardiv (gerakan orofasial dan batang tubuh) yang biasa
ireversibel. Tidak diketahui apa yang menyebabkan diskinesia tardiv, tetapi karena diskinesia
tardiv bisa memperburuk dengan menghilangkan obat, diduga bahwa reseptor dopamin striatum
menjadi supersensitive. Beberapa obat atipikal bebas atau relative bebas dari efek samping
ekstrapiramidal pada dosis rendah.potensi masing-masing obat dalam memblok reseptor otonom
dan dominasi efek samping perifernya, tergantung pada kelas kimia obat tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan


Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas Indonesia;
1995.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/
Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 1998.
3. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2001.
4. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klini, Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta: 2001.
5. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s Illustatrated Reviews: Pharmacology. 2nd
ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.

19

Anda mungkin juga menyukai