Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena

termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih

dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan

menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul

komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak), penyakit jantung koroner, dan gagal

ginjal (Gunawan, 2001). Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan

hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan

besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan

walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension).

Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi

pada lansia.

Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang

berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi

sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang

lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal

jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan

pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007). Kondisi yang berkaitan dengan

usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama,
terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-

arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian

diri. Dinding, yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar

dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang

tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik)

(Wolff , 2008). Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia.

Sebagai hasil pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan umur harapan

hidup, sehingga jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia tersebut

sering diikiuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan

lain pada kelompok ini. Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang

sering dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah.2005).

Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang

atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan

26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun

2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639

sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007).

Umur Harapan Hidup (UHH, proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas

pada tahun 1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat

menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat

menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun.

Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak

ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan

UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada
pergeseran pola penyakit di masyarakat. seperti kardiovaskuler, stroke. Faktor untuk

menguranggi risiko tersebut antara lain menguranggi mengkonsumsi tembakau,

lemak tinggi, makan makanan yang berserat, dan olahraga secara teratur. Oleh karena

itu penulis tertarik untuk membuat dan melakukan asuhan keperawatan komunitas

pada klien dengan kasus hipertensi di RT 02 RW 01 Kelurahan Kereng Bangkirai

Kecamatan Sebangau Palangka Raya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan bagaimana pelaksanaan

asuhan keperawatan pada lansia dengan “Hipertensi” mulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1.3 Tujuan

Tujuan penyusunan dan penulisan laporan studi kasus dapat di bagi menjadi 2

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Diperoleh kemampuan dalam menerapkan dan menyajikan laporan studi kasus

serta pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan pada kasus Hipertensi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

2) Menegakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

3) Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

4) Melakukan inplemnentasi keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

5) Melakukan evaluasi pada pasien dengan hipertensi.


1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan laporan studi kasus ini adalah :

1.4.1 Teoritis

Laporan studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan

dalam peningkatan kualitas pelayanan asuhan keperawatan dengan masalah

hepertensi.

1.4.2 Praktis

1) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Hasil studi ini dapat membuka wawasan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dan kesehatan pada umunya, dalam hal ini

keterkaitannya dengan penyakit hipertensi.

2) Bagi mahasiswa

Memberikan pengetahuan tentang ilmu keperawatan khususnya asuhan

keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

3) Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber bacaan tentang Hiprertensi dan asuhan keperawatannya.


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep lanjut usia


1.1 Pengertian lanjut usia
Lanjut Usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,
2008).
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Lansia mengalami banyak kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandaidengan kulit keriput, rambut mulai memutih (beruban), gigi yang
mulai berkurang,kepekaan pendengaran berkurang, ketajaman
penglihatan berkurang, gerakan lamban,dan bentuk tubuh yang tidak
proporsional. Ma’rifatul (2011)
1.2 Proses Menua
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Dengan demikian menua
ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body mass (LBM =
jaringan aktif tubuh) yang sudah dimulai sejak usia 40 tahun disertai
dengan menurunnya metabolisme basal sebesar 2% setiap tahunnya yang
disertai dengan perubahan disemua sistem didalam tubuh manusia (Rihan,
2012).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang terlah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur,
rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh tidak
proporsional (Nugroho, 2006).
2.1.1 Batasan lanjut usia
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Nugroho (2008)
menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis menjadi
4 kelompok, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun.
2.2.3 Teori-teori proses penuaan
Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu: teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori
spiritual.
2.2.3.1 Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology
slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai
silang.
a. Teori genetik dan mutasi
b. Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai
akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-
molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi.
c. Immunology slow theory
d. Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi
efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke
dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
e. Teori stres
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya
sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan
regenerasi.
g. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-
sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
1.3 Teori psikologi
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut
menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.
Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan
terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima,
memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan
muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
2.2.3.3 Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan,
yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori
penarikan diri(disengagement theory), teori aktivitas (activity
theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori
perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia
(age stratification theory).
a. Teori interaksi sosial.
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang
dihargai masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya
berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka
juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan
kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
b. Teori penarikan diri.
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia
dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di
sekitarnya.
c. Teori aktivitas.
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut
lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang
dilakukan.
d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi
lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah
menjadi lansia.
e. Teori perkembangan
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi
tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia
terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai
positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak
menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan
atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.
f. Teori stratifikasi usia.
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan
yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan
untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat
makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang
demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya.
Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan
untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa
stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan
klasifikasi kelas dan kelompok etnik.
.2.2.3.4 Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang arti kehidupan.

2.2.5 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Perubahan yang sering terjadi pada lansia meliputi: perubahan kondisi
fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan
kognitif, dan perubahan spiritual:
2.2.5.1 Perubahan kondisi fisik
a. Sistem indra
1) Sistem penglihatan
Kornea lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul
sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa
menjadi keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar
(daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah
melihat cahaya gelap), berkurang atau hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang (berkurang luas
pandangan, berkurangnya sensivitas terhadap warna,
menurunnya kemampuan membedakan warna hijau atau
biru pada skala dan depth perception.
2) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran, membran
timfani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis,
penumpukan serumen sehingga mengeras karena
meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,
bertambahnya obstruksi tuba eustachi, berkurangnya
persepsi nada tinggi, berkurangnya pitch diserimination.
3) Sistem pengecap dan pembau
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan
dan pembauan, sensitivitas terhadap empat rasa menurun
(gula, garam, mentega, dan asam) setelah usia 50 tahun.
4) Sistem perabaan
Karena kulit menjadi semakin kering dan keras, maka
indera peraba di kulit semakin kurang peka.(Mubarak,
2009).
b. Sistem musculoskeletal
1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon,
tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
2) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata,
kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cendrung kearah
progresif (Azizah, 2011).
3) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif.
4) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas.
c. Sistem kardiovaskular
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi
dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena
perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan
klasifikasi SA node dan jaringan konduksi berubah menjadi
jaringan ikat (Azizah, 2011).

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan


jantung memompa darah menurun dan berkurangnya curah
jantung.Kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer.Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi
dan perdarahan (Mubarak, 2009).
d. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir
keparu berkurang (Azizah, 2011).
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas silia, berkurangnya elastisitas paru,
alveoli ukurannya melebar dari biasanya, jumlah alveoli
berkurang, dan oksigen arteri menurun (Mubarak, 2009).
e. Sistem pencernaan
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar,
rasa lapar menurun, paristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorsi melemah, hati semakin mengecil
dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang
(Mubarak, 2009).
f. Sistem metabolisme
Pada usia lanjut, obat-obatan dimetabolisme dalam jumlah
yang sedikit dan ada kecendrungan terjadinya peningkatan
efek samping, overdosis, dan reaksi yang merugikan dari obat.
Oleh karena itu dosis obat yang diberikan kepada lansia lebih
kecil dari dewasa.
g. Sistem perkemihan
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan
memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Pola
berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di malam
hari.Hal ini menunjukan bahwa inkontinensia urin meningkat.
h. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia.Lansia
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011).
Berkurangnya berat otak, berkurangnya sel kortikal, reaksi
menjadi lambat, kurang sensitif terhadap sentuhan,
berkurangnya aktivitas sel T, bertambahnya waktu jawaban
motorik, hantaran neuron motorik melemah, dan kemunduran
fungsi saraf otonom (Mubarak, 2009).
i. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovari dan uterus.Terjadi atrofi payudara.Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur
(Azizah, 2011).
2.2.5.2 Perubahan kondisi mental
Perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan perubahan
fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan,
dan situasi lingkungan.Dari segi mental dan emosional sering
muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan
cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak
berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri
serta cendrung bersifat introvert (Mubarak, 2009).
2.2.5.3 Perubahan psikososial
a. Pensiun
Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya
transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres
psikososial. Menurut Budi Darmojo dan Martono (2004)
dalam Azizah (2011), bila seseorang pensiun (purna tugas), ia
akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain:
1) Kehilangan financial (besar penghasilan semula)
2) Kehilangan status
3) Kehilangan teman atau kenalan
4) Kehilangan kegiatan atau pekerjaan
b. Perubahan aspek kepribadian
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia
mengalami perubahan kepribadian. Menurut kuntjoro (2002)
dalam Azizah (2011), kepribadian lanjut usia dibedakan
menjadi 5 tipe kepribadian yaitu tipe kepribadian konstruktif
(construction personality), mandiri (independent personality),
tipe kepribadian tergantung (dependent personality),
bermusuhan (hostile personality), tipe kepribadian defensive
dan tipe kepribadian kritik diri (self healt personality).
1) Perubahan dalam peran sosial di mayarakat
Akibat berkurangnya fungsi indra pendengaran,
penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia
misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengarannya
sangat berkurang, penglihatanya kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak
untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-
kadang terus muncul perilaku regresi (Azizah, 2011).
2) Perubahan minat
Perubahan yang dialami oleh setiap orang akan
mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Ciri-ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (harlock, 1979)
dikutip oleh Munandar (1994) dalam Azizah (2011)
adalah:
a) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya
b) Penarikan diri kedalam dunia fantasi
c) Selalu mengingat kembali masa lalu
d) Selalu khawatir karena pengangguran
e) Kurang ada motivasi
f) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga
kurang baik
g) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
h) Perubahan kognitif
i) Memory (daya ingat, ingatan)
Pada lanjut usia,, daya ingat (memory) merupakan salah
satu fungsi kognitif yang sering kali paling awal
mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang (long
term memory) kurang mengalami perubahan, sedagkan
ingatan jangka pendek (short term memory) atau
seketika 0-10 menit memburuk (Azizah, 2011).

(1) IQ (Intellegent Quocient)


Lansia tidak mengalami perubahan dengan
informasi matematika (analitis, linier, sekuensial)
dan perkataan verbal.Tetapi persepsi dan daya
membayangkan (fantasi) menurun (Azizah, 2011).
(2) Kemampuan belajar (learning)
Menurut Brocklehurst dab Allen (1987); Darmojo
& Martono (2004) dalam (Azizah, 2011), lanjut
usia yang sehat dan tidak mengalami dimensia
masih memiliki kemampuan belajar yang baik.
(3) Kemampuan pemahaman (comprehension)
Kemampuan pemahaman atau menangkap
pengertian pada lansia mengalami penurunan.Hal
ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi
pendengaran lansia yang mengalami penurunan.
(4) Pemecahan masalah (problem solving)
Hambatan pemecahan masalah dapat berasal dari
penurunan daya ingat, pemahaman, dan lain-lain,
yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi
lebih lama.
(5) Pengambilan keputusan (decission making)
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering
lambat atau terjadi penundaan oleh karena itu,
mereka membutuhkan petugas atau pendamping
yang dengan sabar sering mengingatkan mereka.
(6) Kebijaksanaan (wisdom)
Menurut Kuntjoro (2002) dalam (Azizah, 2011),
pada lansia semakin bijaksana dalam menghadapi
suatu permasalahan.Kebijaksanaan sangat
tergantung dari tingkat kematangan kepribadian
seseorang dan pengalaman hidup yang dijalani.
(7) Kinerja (performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan
kinerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan
organ-organ biologis ataupun perubahan yang
sifatnya patologis (Azizah, 2011).
(8) Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang
mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi
mencapai sesuatu yang diinginkannya atau yang
dituntut oleh lingkungannya.Motivasi dapat
bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif.
(9) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi
dalam kehidupannya. Spiritualitas pada lansia
bersifat universal, intrinsik, dan merupakan proses
individual yang berkembang sepanjang rentang
kehidupan, satu hal pada lansia yang diketahui
sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu
sikap mereka terhadap kematian. Pada tahap
perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar
akan kematian (Sense of Awareness of Mortality)
(Azizah, 2011).

2.1 HIPERTENSI

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom,

1995 )

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik

lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih

besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104

mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan

hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini

berdasarkan peningkatan tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari

peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan

hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan

tekanan darah (Mansjoer,2000 : 144)


2.1.2 Klasifikasi

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan menjadi :

No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

1. Optimal <120 <80

2. Normal 120 – 129 80 – 84

3. High Normal 130 – 139 85 – 89

4. Hipertensi

Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119

Grade 4 (sangat berat) >210 >120

2.1.3 Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar

yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )

1) Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya,

2) Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.


Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi

terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.

Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

1) Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport

Na.

2) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan

darah meningkat.

3) Stress Lingkungan : stress, merokok, alcohol, obat-obatan.

4) Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran

pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan – perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :

1) Ginjal

(1) Glomerulonefritis

(2) Pielonefritis

(3) Nekrosis tubular akut

(4) Tumor
2) Vascular

(1) Aterosklerosis

(2) Hiperplasia

(3) Trombosis

(4) Aneurisma

(5) Emboli kolestrol

(6) Vaskulitis

3) Kelainan endokrin

(1) DM

(2) Hipertiroidisme

(3) Hipotiroidisme

4) Saraf

(1) Stroke

(2) Ensepalitis

5) Obat – obatan

(1) Kontrasepsi oral

(2) Kortikosteroid

2.1.4 Manifestasi Klinik

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita

hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas
4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epistaksis

8) Kesadaran menurut

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf

simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat

sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan


pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra

vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk

pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system

pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada

usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan

ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,

aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume

darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan

curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Path way

HIPERTENSI

aaa

Aterosklerosis Peningkatan afterload

Sklerosis
koroner Peningkatan tekanan
dinding ventrikel

Penurunan suplai
Hipertropi
oksigen miokard Hiposistole
ventrikel kiri

Penurunan stroke Peningkatan kerja


volume jantung

Dekompensasi
kordis
Iskemia miokard Peningkatan
kebutuhan oksigen
miokard

Kardiomegali
Calcium influx berlebihan
CHF
Penyakit jantung iskemik

2.1.6 Komlikasi

Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat

menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :

1) Stroke

2) Gagal jantung

3) Ginjal

4) Mata

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:

pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak

nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah: Gangguan

penglihatan, Gangguan saraf, Gagal jantung, Gangguan fungsi ginjal, Gangguan

serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak

yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum

bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung,

stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup

dan pola makan. Beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak

sehat, seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman beralkohol, merokok, dan

kurang istirahat. Kebiasaan makan juga perlu diwaspadai. Pembatasan asupan


natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk

kesehatan penderita hipertensi.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

2) Pemeriksaan retina

3) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan

jantung

4) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

5) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

6) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan

fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.

7) Foto dada dan CT scan

2.1.8 Penatalaksanaan medis

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1) Penatalaksanaan Non Farmakologis.

(1) Diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat

menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam

plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

(2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan

batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,

bersepeda atau berenang.

2.1.9 Penatalaksanaan Farmakologis.

Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.

2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

4) Tidak menimbulkan intoleransi.

5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti

golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,

golongan penghambat konversi rennin angitensin.


2.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian

2.2.1.1 Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat,

diagnosa medis, tanggal MRS, tanggal pengkajian.

2.2.1.2 Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan mengganggu saat ini.

2.2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Berisi keadaan dan keluhan saat terjadi serangan, waktu dan frekuensi

timbulnya serangan, penjalaran dan kualitas serangan, tindakan yang telah

dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk mengatasi keluhan. Factor yang

menjadi penyebabnya.

2.2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya dan

biasanya berhubungan dengan masalah klien.

2.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama penyakit

menular atau keturunan.


2.2.1.6 Pengkajian Psikososial

Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap

penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien

terhadap tindakan yang dilakukan pada dirinya.

2.2.1.7 Pemeriksaan Fisik

(1) Aktivitas/ Istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

(2) Sirkulasi

Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan

penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.

Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi,

murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin

(vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda.

(3) Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan,

keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan

meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

(4) Eliminasi

(5) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit

ginjal pada masa yang lalu).


(6) Makanan/cairan

Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta

kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun), riwayat

penggunaan diuretic

Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

la : Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat

bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam), gangguan

penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).

Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses

pikir, penurunan kekuatan genggaman tangan.

(7) Neurosensori

Gejag. Nyeri/ ketidaknyaman

Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit kepala.

(8) Pernafasan

Gejala : Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk

dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas

tambahan (krakties/mengi), sianosis.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular

2) Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral


3) Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan

dengan gangguan sirkulasi

4) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

proses penyakit dan perawatan diri

2.2.3 Intervensi Keperawatan

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia

miokard.

Kriteria hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah /

bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima

(1) Pantau TD

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap

tentang keterlibatan/bidang masalah vaskular.

(2) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas

Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya

hipertropi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium).

(3) Amati warna kulit, kelembaban, suhu

Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab mengindikasikan pengisian kapiler

lambat mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan

dekompensasi/penurunan curah jantung.


(4) Catat adanya edema

Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau

vaskular.

2) Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat

Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.

(1) Kaji skala nyeri,karakteristik dan lokasi nyeri

Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri.

(2) Bantu pasien menentukan posisi yang nyaman

Rasional : Klien sendiri yang merasakan posisi yang lebih menyenangkan

sehingga mengurangi rasa nyeri

(3) Ajarkan tehnik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian pasien agar

mampu mengurangi rasa nyeri

(4) Kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : Sebagai profilaksis untuk menghilangkan nyeri

3) Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan

dengan gangguan sirkulasi

Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.

Kriteria hasil : Perfusi jaringan yang membaik, TD dalam batas yang dapat diterima,

tidak ada keluhan sakit kepala.

(1) Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur

Rasional : Agar pertukaran udara (O2 dan CO2) adekuat


(2) Pertahankan cairan dan obat-obatan.

Rasional :Mengurangi resiko dehidrasi.

(3) Ukur masukan dan pengeluaran.

Rasional :Untuk menghitung keseimbangan cairan.

4) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

proses penyakit dan perawatan diri

Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi.

Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan

perawatan diri

(1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur.

Rasional : Menambah pengetahuan pasien tentang penyakitnya

(2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang

Rasional : Mengurangi resiko stres

(3) Diskusikan tentang obat-obatan yang dipakai, nama, dosis, waktu pemberian,

tujuan dan efek samping atau efek toksik

Rasional : Untuk menghindari kesalahan dalam pemakaian obat

2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent) dan

tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independent) adalah aktivitas perawat yang

didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk

atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang

didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
2.2.5 Evaluasi

Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya.

Tujuannnya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai

dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

A. KONSEP DASAR KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Friedman (1998) mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau

lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Pengertian

keluarga yang lain sebagaimana dinyatakan oleh Suprajitno (2004) yaitu suatu ikatan/

persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis

yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian

dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah

rumah tangga. Sementara itu Effendi (1998:30) mendefinisikan keluarga sebagai

perkumpulan dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan

darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu

rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing

dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Berdasarkan ketiga pengertian tersebut diambil kesimpulan (Suprajitno,

2004:14) bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua

orang atau lebih yang tinggal disuatu tempat atau rumah dan berinteraksi satu sama
lain, mempunyai perannya masing-masing-masing-masing dan mempertahankan

suatu kebudayaan.

Maka untuk itu indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung

tinggi adat ketimuran yang menekankan bahwa keluarga harus dibentuk atas dasar

perkawinan, seperti yang tertulis dalam peraturan pemerintah (PP) No. 21 tahun 1994

bahwa keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah.

2. Tipe – tipe keluarga menurut suprajinto (2004:2)

a. Keluarga inti ( Nuclear family )

Adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

b. Keluarga besar ( Exstended family )

Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,

keponakan, saudara sepupu, paman, atau bibi.

c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)

Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau

kehilangan pasangannya

d. Orang tua tunggal (single parent family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah

satu orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal

pasangannya,

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (the unmarried teenage mother)

f. Orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah

menikah (the single adult living alone)

g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital

heterosecual cohabiting family)


h. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and

lesbian family).

3. Tahap perkembangan keluarga dan tugas perkembangan menurut Suprajitno (1004:3)

Bukan hanya individu saja yang memiliki tahap perkembangan, keluargapun

memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan masing-masing.

Tahap–tahap perkembangan itu antara lain:

a. Tahap perkembangan keluarga baru menikah

 Tugas ini dimulai dengan membina hubungan intim yang memuaskan

pasangannya

 Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.

 Membina rencana memiliki anak

b. Keluarga dengan anak baru lahir

 Dimulai dengan mempersiapkan menjadi orang tua

 Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga,

hubungan seksual dan kegiatan

 Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya

c. Keluarga dengan anak usia pra sekolah

 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal,

privasi dan rasa aman

 Membantu anak untuk bersosialisasi

 Beradaptasi dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak yang

lain yang lebih tua juga harus terpenuhi,

 Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga

 Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak

 Pembagian tanggung jawab anggota keluarga


 Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan

perkembangan anak.

d. Keluarga dengan anak usia sekolah.

 Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan

lingkungan lebih luas

 Mempertahankan keintiman pasangan

 Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan

kesehatan anggota keluarga.

e. Keluarga dengan anak remaja.

 Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat

anak remaja adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi

 Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga

 Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,hindarkan

terjadinya perdebatan kecurigaan dan permusuhan

 Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga

untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

f. Keluarga mulai melepaskan anak sebagai dewasa

 Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga besar

 Mempertahankan keintiman pasangan

 Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat

 Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah.

g. Keluarga dengan usia pertengahan.

 Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan


 Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-

anaknya dan sebaya

 Meningkatkan keakraban pasangan.

h. Keluarga usia tua.

 Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling

menyenangkan pasangan

 Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan,

kekuatan fisik dan penghasilan keluarga

 Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat

 Melakukan life review masa lalu.

4. Struktur Keluarga menurut Suprajino (2004:7)

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi

keluarga di masyarakat, antara lain:

a. Struktur peran keluarga

Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri

dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal

b. Nilai dan norma keluarga

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga,

khususnya yang berhubungan dengan kesehatan

c. Pola komunikasi keluarga

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu, orang tua

dengan anak, anak dengan anak dan anggota keluarga lain dengan keluarga inti.

d. Struktur kekuatan keluarga


Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan

mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung

kesehatan.

5. Fungsi keluarga menurut Friedman (1998)

Secara umum fungsi keluarga (friedman, 1998) adalah:

a. Fungsi afektif

Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk

mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain

b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi

Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan

sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di

luar rumah

c. Fungsi reproduksi

Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan

keluarga.

d. Fungsi ekonomi

Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi

dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

e. Fungsi pemerliharaan kesehatan

Adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

tetap memiliki produktivitas tinggi

6. Lima tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Suprajitno (2004:4)


keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan

antara lain:

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena

tanpa kesehatan segala sesuatu akan tidak berarti dan karena kesehatanlah

kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga akan habis.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadan keluarga, dengan mempertimbangkan siapa

diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan

tindakan keluarga.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi

keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga itu sendiri

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitar keluarga.

f.

B. PROSES KEPERAWATAN KELUARGA

Menurut Friedman (1998:54), Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan

keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi

tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah.

Friedman dalam Proses keperawatan keluarga juga membagi dalam lima tahap proses

keperawatan yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah


keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi

rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.

Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga menurut Effendi (2004)

dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan

mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat

untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan

kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan

keluarga dan membina komunikasi dua arah dengan keluarga.

Friedman (1998: 55) menjelakan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari

lima langkah dasar meliputi :

1. Pengkajian

Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika

seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga

yang dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan

keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai

dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa

yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).

Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan

informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian

keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman, 1998: 56)

a.1. Pengumpulan data

1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan

tipe keluarga.

2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga


a. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh

Keluarga. Untuk penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan

yang bayak menandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi.

b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan

Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan

merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit stroke

fase rehabilitasi terutama ahli fisiotherapi.

c. Pengobatan tradisional

Karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga

bisa memanfaatkan pengobatan tradisional dengan minum air ketimun

yang dijus sehari dua kali pagi dan sore.

3) Status Sosial Ekonomi

a. Pendidikan

Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal

hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola

pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi

masalah dangan tepat dan benar.

b. Pekerjaan dan Penghasilan

Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga

dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga

yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut

(Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga


dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan

karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.

4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga

Menurut Friedmen (1998:125), Riwayat keluarga mulai lahir hingga

saat ini. termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman

kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam

kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis

seseorang yang dapat mengakibatkan kecemasan.

5) Aktiftas

Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan

darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan

kegiatan fisik, seperti olah raga (Friedman, 1998:9).

6) Data Lingkungan

a. Karakteristik rumah

Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah,

penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab

terjadinya cedera pada penderita stroke fase rehabilitasi.

b. Karakteristik Lingkungan

Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh

lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat

kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi

7) Struktur Keluarga

a. Pola komunikasi
Menurut (Friedman, 1998) Semua interaksi perawat dengan

pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik

merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga

untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup

ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa

kepedulian yang tinggi.

b. Struktur Kekuasaan

Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi

kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress

psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah pasien

hipertensi.

c. Struktur peran

Menurut Friedman(1998), anggota keluarga menerima dan

konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat

anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan

sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan

harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.

8) Fungsi Keluarga

a. Fungsi afektif

Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang

menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri

bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang

dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena


kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga

yang sakit (Friedman, 1998).

b. Fungsi sosialisasi .

Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga

yang menderita stroke dalam bersosialisasi dengan lingkungan

sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada

anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi

sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan

mudah stress.

c. Fungsi kesehatan

Menurut suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih

anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah

untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.

9) Pola istirahat tidur

Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang

mengalami masalah yang belum terselesaikan.

10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga

Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif,

pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut

sampai kuku untuk semua anggota keluarga. Setelah ditemukan

masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.

11) Koping keluarga


Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan

koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota

keluarga yang berkepanjangan.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon

manusia atas perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat

secara legal dapat mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan.

Kolaburasi dan koordinasi dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk

menghindari kebingungan anggota akan kurangnya pelayanan kesehatan.

Dalam diagnosa keperawatan stroke atau cerebro vasculer accident

didapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

a. Perubahan perfusi jaringan cerebral (Doengoes, 2000)

b. Kerusakan mobilitas fisik ( Doengoes, 2000)

c. Komunikasi, kerusakan verbal dan tertulis (Doengoes, 2000)

d. Perubahan persepsi sensori (Doengoes, 2000)

e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (Lynda Juall, 2001)

f. Ketidakmampuan merawat diri (Lynda Juall, 2001)

g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan (Doengoes, 2000)

3. Intervensi Keperawatan

a. Menyusun prioritas

Friedman (1998:64), menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi

bersama yang dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas


perasaan peka terhadap klien dan efek terpeutik terhadap tindakan dimasa

mendatang.

b. Menyusun tujuan

Friedman (1998:64) menjelaskan perencanaan meliputi perumusan tujuan yang

berorientasi kepada klien kemungkinan sumber-sumber penggambaran

pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan dan operasional perencanaan.

Ada 3 kegiatan menurut Friedman (1998:64) yaitu:

1. Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur langsung dan spesifik

2. tujuan jangka menengah

3. tujuan akhir atau jangka panjang yang sifatnya umum dan mempunyai

tujuan

c. Menentukan kriteria dan standar evaluasi.

Kriteria yang akan dicapai adalah respon verbal, afektif dan psikomotor

keluarga mengenai penjelasan tentang masalah kesehatan (Friedman:1998:71)

4. Implementasi keperawatan

Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-

sumber yang tersedia.

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi.

Intervensi:
1) Berikan informasi kepada keluarga mengenai: pengertian, tanda dan gejala,

penyebab, komplikasi, cara perawatan, penanganan dan pencegahan

hipertensi

2) Motivasi keluarga untuk mengenal masalah hipertensi

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai

tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita post

hipertensi

Intervensi:

1) Memberikan informasi tentang alternatif pencegahan dpat diambil untuk

mengatasi pasien hipertensi, seperti menjaga kesehatan lingkungan,

menghindari faktor pencetus, serta minum obat secara teratur

2) Mendiskusikan akibat bila tidak melakukan tindakan keperawatan untuk

mengatasi hipertensi

3) Memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan tentang tindakan

kesehatan yang diambil pada anggota keluarga yang terkena hipertensi

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau

perawatan hipertensi

Intervensi :

1) Sarankan atau anjurkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan

secara teratur, jaga diet penderita hipertensi.

2) Demonstrasikan teknik latihan tentang gerak dirumah

d. Ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat

menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan

Intervensi :
1) Memberikan semangat pada penderita terutama yang berasal dasri keluarga

itu sendiri atau melalui orang atau sumber-sumber yang dipercaya

mempunyai pengaruh terhadap proses penyembuhan

2) Modifikasi lingkungan yang dapat mendukung proses penyembuhan klien

e. Ketidakmampuan keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan

kesehatan terhadap perawatan hipertensi

Intervensi :

1) Memberikan informasi tentang sumber-sumber yang dapat digunakan

untuk memperoleh pelayanan kesehatan misalnya rujukan kontrol,

perawatan fisiotherapi dan sumber-sumber lain.

2) Memberikan motivasi agar keluarga memanfaatkan sumber-sumber yang

ada secara berkesinambungan.

5. Evaluasi

Friedman (1998:71) menjelaskan bahwa evaluasi didasarkan pada seberapa

efektifnya intervensi yang dilakukan keluarga, perawat dan yang lainny.

Keefektifan dilihat dari respon keluarga bukan intervensi yang diimplementasikan.

Modifikasi dlam asuhan keperawatan mengikuti perencanaan evaluasi dan mulai

dengan proses siklus kembali ke pengkajian dengan memberikan informasi yang

diperoleh dari pertemuan sebelumnya dan diteruskan dengan revisi setiap fase

dalam siklus bila dibutuhkan.

Evaluasi dalam asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi berdasarkan

respon keluarga terhadap implementasi yang kita lakukan sesuai dengan kriteria

evaluasi yaitu mengetahui pengertian hipertensi, mengetahui gangguan pada

penderita hipertensi dan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan bagi

penderita hipertensi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Seseorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan dara sistolik
≥140mmHg dan tekanan darah diastoltik ≥90mmHg. Penyakit in adalah penyakit
yang berbahaya karena merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2, yaitu hipertensi primer
atau merupakan hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui secara pasti.
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyebab spesifik
tertentu, misalnya penyakit ginjal, penyakit endokrin atau karena penyakit
koartasio aorta.

B. SARAN
Setelah membaca makalah ini saya berpesan kepada para pembaca :
 Selalu menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan anugrah yang tak ternilai
harganya. Karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
 Selalu memperhatikan asupan makanan yang masuk dalam tubuh kita.
Makanlah makanan yang bergizi tinggi yang dapat memenuhi semua
kebutuhan tubuh kita
 Rajin berolahraga
DAFTAR PUSTAKA

Farmakologi dan terapi. Edisi IV: FKUI. 1995. Jakarta

Ir.Sri Rahayu dkk. 2000. Nutrisi untuk klien hipertensi. Jakarta

Jurnalistik Guedilines for the management hipertention:1997

Jurnalistik International of Cardiovasculer Medicine,Surgery and pathology: 1997

Marcia Stanhope dan Ruth N. Knollmueler. 1997. Keperawatan Komunitas dan


kesehatan rumah ,pengkajian intervensi dan penyuluhan: buku kedokteran
EGC. Jakarta

Nasrul Effendi editor Yasmin Asih. 1998. Dasar Keperawatan Kesehatan Komunitas
edisi II: buku kedokteran EGC. Jakarta

Patologi hipertensi Lab. SMF. Penyakit jantung. RSUD. Dr. Soetomo: 1997. Surbaya

Prof. Dr. Moerdono. 1994. Masalah hipertensi: Penerbit Bhrata Karya Aksara.
Jakarta.

Proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistim kardiovasculer. Editor Ni


Luh Gede Yasmin S.Kp: Penerbit buku kedokteran EGC I: 1993 Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai