Anda di halaman 1dari 20

CA SERVIKS

Referat

Oleh:
Ma’watul Jannah, S.Ked
NPM. 19360117

Preceptor:
dr. Bambang Kurniawan., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG
PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDARLAMPUNG
2020
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul “CA
SERVIK” ini dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Obstetri dan Ginekologi di RS Pertamina
Bintang Amin Lampung. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Bambang Kurniawan., Sp.OG selaku dokter pembimbing.
2. Para Bidan dan Pegawai di Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RS
Pertamina Bintang Amin Lampung.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RS Pertamina Bintang
Amin Lampung.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik
dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir
penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam
menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandarlampung, Januari 2020.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2012,


diperkirakan terdapat 530. 000 kasus baru kanker serviks di seluruh dunia.
Lebih dari 270.000 orang perempuan meninggal setiap tahun akibat penyakit
ini, dan lebih dari 85% dari angka kematian ini terjadi di negaranegara
berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia.1 Data yang
dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 98.692 penderita
kanker serviks di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2015). Pusat data dan informasi ini juga menunjukkan peningkatan jumlah
kematian akibat kanker serviks di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun
2011 hingga tahun 2013. Pada tahun 2011 terjadi 35 kematian, tahun 2012
terjadi 42 kematian dan tahun 2013 terjadi 65.2 Terjadinya peningkatan
kematian akibat kanker serviks diduga disebabkan keterlambatan dalam
penanganan. Purwoto dan Nurrana4 mengatakan bahwa lebih dari 70 persen
penderita kanker serviks yang datang berobat ke rumah sakit sudah pada
stadium lanjut, yaitu stadium II dan III. Terjadinya kanker serviks sering
dikaitkan dengan Human Papilloma Virus (HPV). Menurut Fitzgerald5 , lebih
dari 99% kanker serviks mengandung HPV. Infeksi dalam waktu yang lama
dari jenis tertentu HPV dapat menyebabkan kanker serviks.6 Aziz3
mengatakan bahwa infeksi HPV sering terdapat pada perempuan yang telah
aktif secara seksual. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang
yang terinfeksi HPV terkena kanker serviks, yaitu: riwayat kehamilan;
perilaku seksual; penggunaan kontrasepsi; merokok; nutrisi; dan genetik.
Winawer dan Shike7 mengatakan bahwa perempuan yang hamil sebelum
berusia 18 tahun dan mengalami banyak kehamilan berisiko terkena kanker
serviks. Terkait dengan perilaku seksual, Fritzgerald, Stany dan Hamilton
menjelaskan bahwa perempuan yang melakukan hubungan seksual di usia
dini dan yang mempunyai banyak pasangan seksual berisiko terkena kanker
serviks. Selain riwayat kehamilan dan perilaku seksual, faktor penggunaan
kontrasepsi; merokok; nutrisi; dan genetik juga merupakan faktor yang
dikaitkan dengan risiko terkena kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi oral
lebih dari empat tahun, menurut Aziz3 dapat meningkatkan resiko. Aziz3 juga
menjelaskan bahwa bahan-bahan yang terdapat pada tembakau dapat
menyebabkan kanker serviks. Terkait nutrisi, Aziz mengatakan bahwa dari
beberapa penelitian ditemukan ternyata kekurangan asam folat, vitamin C,
vitamin E dan beta carotin dihubungkan dengan peningkatan resiko kanker
serviks. Selain faktor-faktor di atas, faktor gen juga turut memengaruhi
terjadinya kanker. Rasjidi mengatakan bahwa gen merupakan informasi
genetika yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Artinya,
perempuan yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker lebih berisiko
terkena kanker termasuk kanker serviks dibanding dengan perempuan yang
tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker.8 Meskipun ganas dan dapat
menyebabkan kematian, kanker serviks dapat dicegah. Pencegahan dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti mengontrol perilaku seksual diri
sendiri dan pasangan; memerhatikan kontrasepsi yang digunakan; tidak
merokok; serta mengkonsumsi makanan yang bergizi. Karena penyakit ini
sangat dikaitkan dengan HPV, maka infeksi virus ini dapat dicegah dengan
melakukan vaksinasi. Di samping itu, upaya deteksi dini juga dapat
dilakukan, yaitu dengan menjalani tes IVA (Inspeksi Visual Dengan Aplikasi
Asam Asetat) dan tes pap smear.
Walaupun kanker serviks dapat dicegah dan dideteksi sejak dini sehingga
tingkat morbilitas dan mortalitas akibat penyakit ini dapat ditekan, pada
kenyataannya jumlah perempuan dengan kanker serviks cenderung
mengalami peningkatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku
perempuan dalam upaya prevensi, pendeteksian dan pengobatan kanker
serviks. Faktor-faktor tersebut adalah: pengetahuan perempuan tentang
kanker serviks; kondisi keuangan; fasilitas dan tenaga kesehatan yang
tersedia; serta agama dan budaya. Penelitian yang dilakukan oleh Kivistik,
Lang, Baili, Anttila dan Veerus9 di Estonia menunjukkan bahwa pengetahuan
perempuan Estonia tentang kanker serviks dan faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit ini sangat rendah. Keterbatasan inilah yang
akhirnya membuat mereka tidak mengikuti program skrining. Kivistik, Lang,
Baili, Anttila dan Veerus juga menyimpulkan bahwa perempuan Estonia
membutuhkan informasi yang lebih komprehensif terkait kanker serviks,
faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks, dan program
skrining untuk penyakit ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 CA SERVIKS

2.1.1 Definisi

Kanker Serviks adalah kanker primer serviks (kanalis servikal dan/atau


porsio). Kanker pada kehamilan merupakan hal yang jarang dan kanker serviks
merupakan keganasan yang paling sering pada kehamilan. Insidensi kanker
serviks adalah 1,2 kasus per 10.000 kehamilan pada saat kehamilan saja dan
4,5 kasus per 10.000 kehamilan hingga 12 bulan pasca persalinan.

2.1.2 Etiologi

Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui, ada bukti kuat
kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,
diantaranya yang penting adalah jarang ditemukan pada perawan (virgo)
insiden lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin,
terutama pada gadis koitus pertama (coitarche ) dialami pada usia amat muda
(kurang dari 16 tahun), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi
bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan social ekonomi
rendah, higine seksual yang jelek, aktivitas seksual yang berganti ganti
pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya
disunat (sirkumsisi). Sering ditemukan pada perempuan yang mengalami
infeksi virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe 16, 18, 31, 45, dan kebiasaan
merokok.

Walaupun kanker serviks umumnya diderita oleh perempuan dalam


umur lanjut, kadang kadang dijumpai pula pada perempuan yang lebih muda.
Biasanya penderita tidak menjadi hamil, jika ditemukan, umumnya pada
multigravida yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih.

2.1.3 Epidemiologi
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0
pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000
penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa
dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi
serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan
terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006. Di Indonesia
diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya.
Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker
serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di
Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977,
kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker
pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker
serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada
stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium
IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih
dari sepertiga kasus.2 Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif
hampir 100%. Relative 1 dan 5 years survival masingmasing sebesar 88% dan
73%. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan
kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker
lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah,
status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana

2.1.4 Faktor Resiko

• Aktivitas seksual pada usia muda (<16 tahun)

• Sering berganti pasangan

• Menderita penyakit imunosupresif

• Merokok

Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara


seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat
hubungan seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya,
wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulai
hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker
serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama
usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun
akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat
pertama berhubungan maupun jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat
untuk terjadinya kanker serviks.

2.1.5 Gejala klinis

Kanker serviks dapat muncul tanpa gejala atau terdeteksi pada stadium
mikroskopik melalui pemeriksaan skrining.

 Sekret vagina yang berlebih yang kadang disertai dengan bercak


perdarahan
 Perdarahan pervaginam (perdarahan diluar haid dan perdarahan pasca
senggama)
Pada penyakit lanjut, keluhan yang ditemukan dapat berupa :
 Cairan pervaginam yang berbau busuk
 Nyeri : nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul, nyeri saat buang air
besar dan buang air kecil
 Sering berkemih.
2.1.6 Diagnosis

 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

 Tes Pap Smear

 Biopsi = Diagnosis pasti karsinoma serviks

 Foto thoraks, tulang belakang, IVP, barium enema, CT scan =


untuk melihat perluasan penyakit.

 Pemeriksaan hematologi = untuk menilai fungsi organ dan


menentukan jenis terapi.

Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal, lain hanya dengan tumor
stadium dini, lebih- lebih tumor yang belum memasuki jaringan dibawah
epitel (Preinvasive Carsinoma, karsinoma in situ), oleh karena itu, di
beberapa Negara pemeriksaan sitologi vaginal merupakan pemeriksaan
rutin pada setiap perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan biopsy apabila diperoleh hasil yang mencurigakan. Diagnosis
karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam kehamilan
dapat terjadi perubahan- perubahan pada epitel serviks, yang secara
mikroskopis hampir tidak dapat dibedakan dari tumor tersebut. Untuk
diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti berulang kali,
bahkan kadang-kadang kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir,
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pengaruh estrogen dan
kehamilan sifatnya refersibel, sedang karsinoma in situ ada setelah bayi
lahir. Apabila terdeteksi pada pemeriksaan prenatal, maka diagnosanya
lebih dini.

Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan :

• Biopsi punch dari lesi serviks yang luas, namun masih kontrovensi,
apakah masih dilakukan bila telah ada bukti kanker serviks
invasive dari pemeriksaan kolposkopi

• Evaluasi yang tepat dari asupan abnormal

• Evaluasi kolposkopi

• Biopsi kerucut (Cone Biopsi) dilakukan pada keadaan khusus


( trimester kedua dan diagnosis tidak dapat ditegakan berdasarkan
pemeriksaan lain).
Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 2000
Stadium Karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial
0
Stadium Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke karpus uteri
1 diabaikan)
Stadium Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara
1A mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau
dengan invasi yang seprfisial dikelompokkan pada stadium 18.
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan
1 A1
lebar horizontal lesi tidak lebih 7 mm
Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tetapi kurang dari 5 mm dan
I A2 perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm

Stadium Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik
1B lesi lebih luas dari stadium 1 A2

I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar

I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar


Stadium Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai
II dinding panggul atau sepertiga distal/bawah vagina
II A Tanpa invasi ke parametrium
II B Sudah menginvasi parametrium

Stadium Tumor telah meluas ke dinding panggul dana tau mengenai


III sepertiga bawah vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis
atau tidak berfungsinya ginjal
Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
III A
parametrium tidak sampai dinding panggul
III B
Tumor telah meluas ke dinding panggul dana tau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi
IV
Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dana
IV A tau ke luar dari rongga panggul minor
Metastasis jauh penyakit mikroinvasif; invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
IV B
invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi
kanker serviks

2.1.7 Prognosis

Ketahanan hidup penderita pada kanker serviks stadium awal


setelah histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada
beberapa faktor

1. Status KGB Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5-year


survival rate (5-YSR) antara 85 – 90%. Bila didapatkan metastasis ke
KGB maka 5-YSR antara 20 – 74%, bergantung pada jumlah, lokasi,
dan ukuran metastasis.

2. Ukuran tumor Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka


survivalnya 90% dan bila > 2 cm angka survival-nya menjadi 60%.
Bila tumor primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40. Analisis
dari GOG terhadap 645 penderita m enunjukkan 94,6% tiga tahun
bebas kanker untuk lesi yang tersembunyi; 85,5% untuk tumor < 3 cm;
dan 68,4% bila tumor > 3 cm.

3. Invasi ke jaringan parametrium Penderita dengan invasi kanker ke


parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan 95% tanpa invasi.
Bila invasi disertai KGB yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-
42%.

4. Kedalaman invasi Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan


akan turun menjadi 63 – 78% bila > 1 cm.
5. Ada tidaknya invasi ke lymph–vascular space Invasi ke lymph–
vascular space sebagai faktor prognosis masih menjadi kontroversi.

2.1.8 Pencegahan

Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau

pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada

orang yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan

penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik.

Program pemeriksaan/skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks

(WHO): skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40

tahun. Jika fasilitas tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55

tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia

35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-

60 tahun.

• Test Pap Smear

- Direkomendasikan saat mulai aktivitas seksual/ setelah menikah

- Pemeriksaan awal: 3 kali pemeriksaan dalam 1 tahun

- Pemeriksaan selanjutnya : interval tiap 3 tahun sekali

- Bila berisiko tinggi (Infeksi HIV, HPV, kehidupan seksual

berisiko)

Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker

mulut rahim bisa dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada

daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes

Pap. American College of Obstetrician and Gynecologists, (ACOG),


American Cancer Society (ACS), dan US Preventive Task Force

(USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya

melakukan tes Pap untuk skrining kanker mulut rahim saat 3 tahun

pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun. Karena tes

ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap yang kedua

seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir

tahun 1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai

interval pemeriksaaan Tes Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif.

Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and

Gynecology dan National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes

Pap dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang aktif secara

seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut

mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan

frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter.

Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan

skrining pap interval 3 tahun.

• IVA

IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam

asetat 2 %) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan

warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk

melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode

skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada wanita

pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak


kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. IVA

positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya

meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi.

2.1.8 Penatalaksanaan

Metode penatalaksanaan karsinoma serviks terdapat operasi,

radioterapi, kemoterapi, imunoterapi dan lainnya. Pemilihan metode terapi

berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat diferensiasi patologi, dan

ukuran tumor. Kasus stadium dini hanya dengan operasi atau radioterapi

sudah membawa hasil yang cukup baik, sedangkan dengan progresi

penyakit umumnya diperlukan terapi gabungan. 1

Penatalaksanaan dan terapi karsinoma serviks terdiri atas beberapa

yaitu sebagai berikut :

1. Terapi Konservatif Terapi konservatif dilakukan sesuai dengan

stadium patologi karsinoma berdasarkan gambaran CIN. CIN

menunjukkan sebagian sel dalam epitel skuamosa serviks uteri. Menurut

derajat tatalaksananya adalah sebagai berikut :

a. CIN I : Menurut data statistik hanya 15% pasien CIN I mengalami

progresivitas lesi, 20%lsi menetap, 65% lesi lenyap spontan. Maka

dapat dipilih terapi fisika atau observasi dan tindak lanjut.

b. CIN II : dapat dengan terapi konservatif ataupun konisasi, seperti

laser, krioterapi, elektrokoagulasi, konisasi pisau dingin, LEEP.

Dengan LEEP dan konisasi pisau dingin dapat diperoleh spesimen


untuk pemeriksaan patologik, dapat menemukan karsinoma insitu atau

mikroinvasif yang belum ditemukan praterapi.

c. CIN III : terdapat hiperplasia atipik berat dan karsinoma in situ. Perlu

konisasi, untuk pasien berusia lebih tinggi atau tak memerlukan

reproduksi lagi dapat dilakukan histerektomi total, masih kontroversial

apakah perlu mengangkat dinding segmen atas vagina, tapi dewasa ini

umumnya membuang 0,5-1 cm vagina, LEEP hanya sesuai untuk

pasien hiperlasia atipik berat

2. Terapi karsinoma serviks uteri invasif : - Terapi Operasi

a. IA1: Dengan histerektomi total, bila perlu konservasi fungsi

reproduksi, dapat dengan konisasi.

b. IA2:Dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah pembersihan

kelenjar limfe kavum pelvis bilateral.

c. IB1-IIA: Dengan histerektomi radikal modifikasi atau histerektomi

radikal ditambah pembersihan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral,

pasien usia muda dapat mempertahankan ovari

Radioterapi

a. Radioterapi radikal

b. Radioterapi praoperasi

c. Radioterapi pascaoperasi

Kemoterapi

Kemoterapi digunakan untuk terapi kasus stadium sedang dan

lanjut pra-operasi atau kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran


besar, relatif sulit diangkat secara operasi, kemoterapi dapat

mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan operasi, terhadap

pasien radioterapi, tambahan kemoterapi yang sesuai dapat

meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi, sedangkan bagi pasien

stadium lanjut yang tidak sesuai untuk operasi atau radioterapi ,

kemoterapi dapat membawa efek paliatif. Kemoterapi yang sering

digunakan secara klinis adalah DDP, karboplatin, CTX, 5FU, ADR,

BLM, IFO, taksan, CPT11, dll. Selain kemoterapi lewat kateterisasi

intra-arteri, belakangan ini dilakukan kateterisasi arteri femoral

perkutan menginjeksikan kemoterapi intra arteri iliaka interna iliaka

bilateral juga membawa efektivitas serupa.

- Elektrokauter

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau

radiofrekuensi dengan melakukan eksisi Loop diathermy terhadap

jaringan lesi prakarsinoma pada zona transformasi. Jaringan

spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk

konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan

tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan.

- Diatermi

Elektrokoagulasi Diatermi elektrokoagulasi dapat

memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika dibandingkan

dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi

umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan


serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat

dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas


BAB III

KESIMPULAN

Tidak dapat disangkal bahwa kanker serviks merupakan masalah kesehatan di

dunia pada masa lalu, masa sekarang, dan tidak mustahil juga merupakan masalah

di masa yang akan datang. Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak

kedua pada wanita dan menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada 2005.

Kurang lebih 80% kejadian kematian terjadi di negara berkembang. Masalah ini

ditengarai dapat diatasi dengan upaya pokok menemukan lesi prakanker. Berbagai

upaya telah dilakukan untuk menemukan lesi prakanker dalam rangka melakukan

deteksi dini pada kanker serviks. Upaya-upaya yang dilakukan berupa papsmear,

inspeksi visual dengan asam asetat, dan lain sebagainya. Sayangnya, usaha untuk

menemukan lesi prakanker atau yang sering disebut sebagai usaha skrining masih

belum optimal. Selain belum optimalnya usaha skrining, terdapat pula masalah

dalam penatalaksanaannya. Jadi, setelah dilakukan deteksi dini pada kanker

serviks dan didapatkan lesi prakanker, permasalahannya adalah apakah

penatalaksanaannya selama ini sudah adekuat? Oleh karena itu, untuk

meningkatkan deteksi dini kanker serviks dapat diusulkan untuk dilakukan

program see & treat. Dalam hal ini, pasien yang datang ke fasilitas kesehatan

setelah dilakukan proses diagnosis dan didapatkan lesi prakanker dapat langsung

dilakukan tata laksana


DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono, P. (2014). Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.


2. Rasjidi, I., (2009). Epidemiologi Kanker Serviks, Indonesia journal of cancer,

3 (3)
3. Susi, R., Suci, S. T.E., (2017). Presepsi Tentang Kanker Serviks Dan Upaya

Revensinya Pada Perempuan Yang Memiliki Keluarga Dengan Riwayat

Kanker. Jurnal kesehatan reproduksi :(4)3, 159-169


4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan

Karsinoma Serviks. Jakarta; 2010.


5. Laras L. Analisa Faktor Karsinoma Ca Serviks. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2009.


6. Susanti., Aulia, W.,(2017). Pengobatan Karsinoma Serviks. Majority(6)2.
7. Medical Mini Note, (2018). Ginekology. 61-62.

Anda mungkin juga menyukai