ProsidingAMTeQ2015 FMEArev
ProsidingAMTeQ2015 FMEArev
net/publication/290899548
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) sebagai Tindakan Pencegahan pada
Kegagalan Pengujian
CITATIONS READS
0 11,497
1 author:
Tri Widianti
Indonesian Institute of Sciences
25 PUBLICATIONS 52 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Tri Widianti on 18 January 2016.
Annual
Meeting
on Testing
and Quality
2015
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
INTISARI
Analisis resiko merupakan salah satu tindakan pencegahan terhadap ketidaksesuaian yang dapat
diterapkan dalam proses pengujian. Pada proses pengujian lemari es, laboratorium belum memiliki
analisis resiko yang dibutuhkan untuk mengendalikan resiko kegagalan yang mungkin terjadi. FMEA
merupakan metode yang dapat digunakan untuk menganalisis resiko kegagalan. Metode ini dapat
menentukan peringkat resiko yang direpresentasikan dengan nilai RPN (Risk Priority Number). Nilai
RPN diperoleh dari perkalian tiga indikator yaitu S (severity), O (occurrence), dan D (detection). Hasil
analisis menunjukkan bahwa nilai RPN tertinggi yaitu 85 (pada komponen termokopel dengan mode
kegagalan: ketidaktepatan suhu terukur). Kemudian secara berturut-turut empat nilai RPN yang tinggi
tinggi adalah, 75 (pada komponen termokopel dengan mode kegagalan: suhu tidak terukur), 69 (pada
komponen walk-in chamber dengan mode kegagalan: chiller tidak bekerja), 63 (pada komponen power
source dengan mode kegagalan: tegangan tidak keluar), dan 57 (pada komponen RCL meter dengan
mode kegagalan: resistansi tidak terukur). Hasil analisis menunjukkan bahwa prioritas perawatan atau
pencegahan terhadap mode kegagalan yang perlu diperhatikan adalah komponen termokopel, RCL
meter, walk-in chamber, dan power source karena komponen tersebut memiliki nilai RPN yang tinggi.
Kata Kunci: FMEA, pengujian, lemari es, suhu, termokopel, wakl-in chamber, RLC meter
ABSTRACT
A risk analysis is a precaution toward nonconformity which can be applied in the testing process. In the
refrigerator testing, the laboratory had not had a risk analysis that is needed to control the risk of failure
that may occur. FMEA is a method that can be used to analyze a failure risk. This method could
determine a risk rating which is represented by the value of the RPN (Risk Priority Number). The RPN
value had been obtained by multiplying the three indicators, that is S (Severity), O (Occurrence), and D
(Detection). Analysis result showed that the highest RPN skor is 85 (thermocouple component with failure
mode: inaccuracy measured temperature). Then consecutively the four high values high RPN are 75
(thermocouple component with failure mode: the temperature was not measurable), 69 (walk-in chamber
component with failure mode: chiller did not work), 63 (power source component with failure mode: no
voltage output), and 57 (RCL meter component with failure mode: the resistance was not measurable).
The analysis result showed that maintenance and preventive priority toward failure mode which to be
considered was thermocouple, RCL meter, walk-in chamber, and power source since these components
had a high RPN value.
Keywords: FMEA, testing, temperature, refrigerator, thermocoupel, wakl-in chamber, RLC meter
1. PENDAHULUAN
Pada proses pengujian tentunya resiko kegagalan yang dapat muncul kapan saja.
Beberapa contoh kasus terjadinya kegagalan pengujian yang pernah terjadi di
laboratorium uji antara lain disebabkan oleh hal-hal yang ditunjukkan poleh Tabel 1.
Frekuensi Kejadian
Penyebab Kegagalan Uji
Chamber suhu yang tiba-tiba mati 2
Kerusakan power source saat pengujian 4
Terlepasnya termokopel dari badan komponen elektronik 6
Pengukuran suhu oleh hybrid recorder menunjukkan anomali 3
RCL meter mati 1
Kegagalan ini dapat berpengaruh terhadap mutu hasil pengujian [3]. Hal ini tentunya
tidak diinginkan dalam proses pengujian, sehingga tindakan pencegahan menjadi
penting. Tindakan pencegahan terhadap kegagalan dapat dilakukan dengan melakukan
analisis resiko [3]. Laboratorium belum memiliki analisis resiko pada pengujian lemari
es. Padahal jika melihat pemaparan di atas penting metode pengujian yang dilakukan
memiliki tindakan pencegahan untuk menghindari resiko kegagalan. Hal ini menjadi
dasar pemikiran peneliti untuk melakukan analisis resiko dengan studi kasus pengujian
lemari es pada klausul pengujian suhu. Klausul suhu diambil karena merupakan klausul
pengujian yang cukup kompleks dalam pengujian lemari es. Diharapkan dengan
dibangunnya pola analisis resiko dalam klausul ini dapat menjadi acuan analisis resiko
pada keseluruhan klausul dan metode pengujian yang lain.
Salah satu metode analisis resiko yang dapat digunakan adalah FMEA (Failure Mode
and Effect Analysis) [4]. Metode ini sudah banyak digunakan di bidang konstruksi,
otomotif, kesehatan, penerbangan, dan sebagainya. Namun menarik, berdasarkan hasil
penelusuran yang dilakukan peneliti, dalam beberapa database jurnal besar seperti
Emeraldinsight, Sciencedirect, Googlescholar, EBSCO, Springerlink, dan Proquest,
metode in belum pernah digunakan dalam konteks laboratorium pengujian. Sehingga
penerapan dalam bidang pengujian merupakan hal yang baru. Penerapan FMEA di
bidang pengujian ini diharapkan dapat memperkecil resiko terjadinya kegagalan
pengujian atau diperolehnya data yang tidak valid dengan cara mempersiapkan sistem
uji dengan baik dan memberikan perhatian lebih besar pada hal-hal yang dapat
berpotensi menyebabkan kegagalan pengujian.
2. DASAR TEORI
132
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
UUT
RCL Meter
Power Meter
Power Source
a) Metode Termokopel
Kenaikan suhu pada lemari es dan lingkungan sekitarnya diukur dengan menggunakan
termokopel. Pada pengujian ini, kawat termokopel yang digunakan memiliki diameter
tidak melebihi 0.3 mm. Bagian-bagian pada lemari es yang perlu diukur suhunya
menggunakan termokopel yaitu: pin jalur masuk peranti, terminal, daerah sekitar
sakelar, thermostat dan pembatas suhu, bahan insulasi karet atau polivinil klorida baik
pada pengkawatan dalam dan luar termasuk senur suplai maupun untuk isolasi tegangan
lainnya. Selain itu, titik insulasi terluar senur, fiting lampu, PCB, kayu, termasuk sudut
uji dan penopang datar, permukaan kapasitor, selungkup luar, bagian pegangan dan
tombol, serta bagian yang bersentuhan dengan minyak yang memiliki titik nyala
tertentu, juga harus dilakukan pengukuran suhunya.
134
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
∆ = C E (F + 1 ) − ( > − 1 )
B DB
menghitung kenaikan suhu menggunakan Persamaan 1 di bawah ini:
BE
(1)
keterangan: ∆t : kenaikan suhu kumparan
R1 : resistansi pada permulaan uji
R2 : resistansi pada akhir uji
K : konstanta 234,5 tembaga dan 255 untuk kumparan aluminium
t1 : adalah suhu kamar pada permulaan uji
t2 : adalah suhu kamar pada akhir uji
FMEA dapat dipakai baik untuk menganalisis mode kegagalan pada proses maupun
produk [4]. Pada penelitian ini, FMEA yang digunakan adalah FMEA proses. Evaluasi
kegagalan FMEA proses pengujian suhu dilakukan dengan menggunakan tiga indikator
yaitu severity (S), occurrence (O) serta detection (D) [4]. Untuk menentukan nilai
prioritas mode kegagalan, ketiga indikator tersebut dikalikan dan menghasilkan RPN
(Risk Priority Number). RPN ini menunjukkan tingkat prioritas sebuah mode kegagalan
yang diperoleh dari hasil analisis pada proses yang dianalisis [24]. Semakin tinggi nilai
RPN maka urutan prioritas perbaikannya semakin tinggi [4]. Nilai RPN dihitung dengan
rumus di bawah ini:
RPN = S x O x D (2)
Nilai S atau severity merupakan sebuah penilaian pada tingkat keseriusan suatu efek
atau akibat dari potensi kegagalan pada proses yang dianalisis. Skala 1 sampai 10
digunakan untuk menentukan nilai severity [4]. Penjelasan skala severity dapat dilihat
pada Tabel 2. Nilai O pada analisis mencerminkan probabilitas atau peluang terjadinya
kegagalan yang terjadi sedangkan nilai D adalah peluang terjadinya kegagalan yang
dapat terdeteksi sebelum terjadi [4]. Skala penilaian nilai O, D sama dengan skala nilai
S yaitu dari 1 sampai 10, yang membedakan adalah deskripsi pada masing-masing skala
(lihat Tabel 1).
135
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Menurut [4] ketika menerapkan FMEA pada sebuah proses, yang perlu diperhatikan
adalah elemen-elemen analisis dalam proses. Sehingga langkah pertama yang harus
dilakukan adalah melakukan identifikasi proses serta elemen-elemennya. Kemudian
baru dapat dibuat tabel rentang penilaian nilai S, O, dan D yang dapat dilihat pada
Tabel 2, 3, dan 4 di bawah ini
136
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
3. METODOLOGI
Langkah analisis resiko dengan FMEA pada klausul uji suhu pada pengujian lemari es
dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini:
Tinjauan Proses
Brainstorming potensi
kegagalan
Pemeringkatan occurrence
tiap mode kegagalan
G = HI J8 (3)
K
891
4. PEMBAHASAN
Hasil penilaian terhadap mode kegagalan pada klausul suhu pengujian lemari es dapat
dilihat pada Tabel 5. Hasil pada Tabel 5 menunjukkan nilai S merupakan rataan
geometri hasi penilaian severity oleh responden (tim pelaksana pengujian). Nilai O
rataan geometri occurrence dan D adalah nilai rataan geometri detection. Dari tabel di
atas diperoleh nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian dari
rataan geometri nilai S, O, dan D. Nilai RPN tertinggi terdapat pada item termokopel
pada mode kegagalan suhu terukur tidak tepat yaitu 85. Pada mode kegagalan ini yang
menjadi penyebab adalah lepasnya perekat termokopel pada saat proses pengukuran
yang mengakibatkan proses pengujiam harus diulang. Prioritas nilai RPN ke dua adalah
pada item termokopel dengan mode kegagalan suhu tidak terukur dengan nilai 75. Mode
kegagalan ini disebabkan oleh terbukanya ujung termokopel dan putusnya sambungan
termokopel dengan dampak yang diakibatkan adalah pengujian harus diulang.
Prioritas ketiga nilai RPN adalah pada item walk in chamber dengan mode kegagalan
pendingin (chiller) tidak bekerja yang mengakibatkan tidak dapat dilakukan pengujian.
Berdasarkan hasil analisa ditunjukkan yang menjadi penyebabnya adalah pasokan air
mampet dan saringan tertutup kotoran. Gejala ini diketahui dengan adanya peringatan
pada layar kendali MCB chamber trip. Nilai RPN pada mode ini adalah 69. Urutan
keempat nilai RPN adalah 63 yang diperoleh dari item power source. Efek yang
ditimbulkan dari item ini adalah dihentikannya proses pengujian dan pengukuran
diulang. Berdasarkan analisis penyebabnya adalah overload pada tegangan input.
Prioritas kelima ditempati oleh mode kegagalan pada RCL meter dengan nilai RPN 57.
Penyebab kegagalan ini adalah putusnya probe RCL meter yang mengakibatkan
penguijantidakdapatdilanjutkan
138
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Potensi Mode
ID Item Pengaruh Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Metode Deteksi Kegagalan D RPN
Kegagalan
1 RCL meter Resistansi tidak Pengujian tidak dapat Tidak ada nilai yang ditampilkan saat
8.00 Kabel probe putus 3.11 2.29 57
terukur dilakukan digunakan untuk pengukuran
Meter tidak dapat dinyalakan.
Meter tidak Pengujian harus
4.58 Sekering putus 3.91 Sekering diperiksa menggunakan ohm 2.29 41
beroperasi diulang
meter
Nilai terukur tidak Ketika probe dihubungkan indikator
Hasil uji tidak valid 3.48 Tidak dilakukan zeroing 4.72 2.29 38
terkoreksi tidak nol
Yang terukur bukan Tidak dilakukan
Hasil uji tidak valid 4.38 3.04 Dikenali pada tampilan alat 2.29 30
resistansi DC pengesetan awal
2 Walk-in- Chiller tidak Pengujian tidak dapat Suplai air mampet, Muncul peringatan pada layar
8.00 5.43 1.59 69
chamber bekerja dilakukan saringan tertutup kotoran kendali, MCB Chamber trip
Suhu dapat dipantau di layar kendali,
Suhu target tidak Pengujian tidak dapat
6.84 Heater rusak 4.31 Muncul peringatan pada layar 1.59 47
tercapai dilakukan
kendali,
3 Stopwatch Waktu start Stopwatch tidak merespon saat tombol
Pengujian diulang 3.63 Tombol rusak 4.16 1.59 24
tertunda start ditekan
Layar tidak
Pengujian diulang 4.58 Batere kehabisan muatan 4.76 Tidak ada indikasi angka pada layar 1.59 35
menyala
Penunjukan waktu Derating komponen Koreksi alat besar berdasarkan
Hasil uji tidak valid 5.94 3.42 2.52 51
tidak akurat sertifikat kalibrasi.
4 Termokopel Suhu terukur tidak Diketahui saat pembongkaran, suhu
Pengujian diulang 5.01 Perekat lepas 5.43 3.11 85
tepat tidak berubah secara normal
Ujung termokopel
terbuka, Kawat Warning Open TC pada hybrid 1.82 75
Suhu tidak terukur Pengujian diulang 7.65 5.43
termokopel putus di recorder
dalam
Pemasangan kawat
termokopel pada hybrid
Suhu terukur recorder terbalik,
Pengujian ditunda 2.00 62
mengalami 5.01 penyambungan 6.21 Suhu terukur berkebalikan dengan
sejenak
anomaly termokopel suhu sebenarnya
pada hybrid recorder
tidak ketat
139
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
140
ISSN 1907-7459
10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis resiko terhadap klausul suhu pada pengujian lemari maka
dapat maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Nilai RPN tertinggi yaitu 85 (pada mode kegagalan suhu terukur tidak tepat pada
komponen termokopel). Kemudian secara berturut-turut nilai RPN tertinggi 75
(mode suhu tidak terukur pada termokopel), 69 (mode pendingin tidak bekerja
pada walk-in chamber), 63 (mode tegangan tidak keluar pada power source), dan
57 (mode resistansi tidak terukur pada RCL meter).
2) Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis pengujian dengan metode FMEA,
prioritas perawatan atau pencegahan terhadap mode kegagalan yang perlu
diperhatikan dalam proses pengukuran suhu pada pengujian lemari es adalah
komponen termokopel, RCL meter, walk-in chamber, dan power source karena
komponen tersebut memiliki nilai RPN yang tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh tim pengujian lemari yaitu
Nanang Kusnandar, Bayu Utomo, Suyut dan Heri atas kerjasama, dukungan dan
bantuannya dalam proses penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[11] Ilangkumaran, M. dan Thamizhselvan, P., Integrated hazard and operability study
using fuzzy linguistics approach in petrochemical industry, 2010, International
Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 27 No.5, Hal.541 – 557.
[12] Kolich, M., Using failure mode and effects analysis to design a comfortable
automotive driver seat, 2014, Applied Ergonomics, Vol. 45, Hal. 1087-1096.
[13] Liao, C-J. dan Ho, C-C., Risk management for outsourcing biomedical waste
disposal– Using the failure mode and effects analysis, 2014, Waste Management,
Vol. 34, Hal. 1324-1329.
[14] Lopez-Tarjuelo, J. dkk, Failure mode and effect analysis oriented to risk-
reduction interventions in intraoperative electron radiation therapy: The specific
impact of patient transportation, automation, and treatment planning availability,
2014, Radiotherapy and Oncology. Vol. 113, Hal. 283-289.
[15] Mohideen, P.B.A. dan Ramachandran, M., Strategic approach to breakdown
maintenance on construction plant – UAE perspective, 2014. Benchmarking: An
International Journal, Vol. 21 No.2, Hal. 226 – 252.
[16] Murphy, M. Heaney, G. dan Perera, S., A methodology for evaluating
construction innovation constraints through project stakeholder competencies and
FMEA, 2011, Construction Innovation, Vol. 11, No.4, Hal.416 – 440.
[17] Nassimbeni, G. Sartor, M. dan Dus, D., Security risks in service offshoring and
outsourcing, Industrial Management & Data Systems, Vol.112 No.3, Hal.405 –
440.
[18] Forman, H. E dan Selly, M.A.,. Decision by Objectives: How to Convince Others
that You Are Right, World Scientific Publishing Co.Pte.Ltd, London, 2001.
[19] Ookalkar, A.D. Joshi, A.G. dan Ookalkar, D.S. Quality improvement in
haemodialysis process using FMEA”, 2009, International Journal of Quality &
Reliability Management, Vol.26 No.8, Hal.817 – 830.
[20] Segismundo, A. dan Miguel, P.A.C., Failure mode and effects analysis (FMEA) in
the context of risk management in new product development: A case study in an
automotive company, 2008, International Journal of Quality and Reliability
Management, Vol. 25 No.9, Hal. 899 – 912.
[21] Sharma, V. Kumari, M. dan Kumar, S., Reliability improvement of modern
aircraft engine through failure modes and effects analysis of rotor support system,
2011, International Journal of Quality and Reliability Management, Vol. 28, No.6,
Hal.675 – 687.
[22] Vinodh, S. dan Santhosh, D., Application of FMEA to an automotive leaf spring
manufacturing organization, 2012, The TQM Journal. Vol.24, No.3, Hal.260 –
274.
[23] Wahyunugraha, W.H. dkk, Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan
Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA), 2013, Jurnal Teknik
Pomits, Vol. 1, No. 1, Hal. 1-6.
[24] Jimmy, Manajemen risiko dengan metode multi attribute failure mode analysis
(MAFMA), studi kasus pada perusahaan kontraktor telekomunikasi, 2012, Skripsi
S1 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri Universitas Indonesia, Depok.
[25] Forman, H. E dan Selly, M.A., Decision by Objectives: How to Convince Others
that You Are Right, World Scientific Publishing Co.Pte.Ltd, London, 2001.
DISKUSI
Tidak ada pertanyaan
147
ISSN 1907-7459