Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA

PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA


DI RUANG MARWAH 3 RSU HAJI SURABAYA

Disusun oleh

INTAN AYU AGUSTIN


P27220019276

PROGRAM STUDI PROFESI NERS POLTEKKES SURAKARTA


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HEMATEMESIS MELENA


1. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang
berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah denganasam
lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna sepertikopi atau
kemerah-merahan dan bergumpal gumpa (Nurarif, 2013).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk
segar(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena
enzimdan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran
kopi.Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah
gambarannonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan
saluran pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket
danhitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan
perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus
(Davey,2005)
Biasanya terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena
dapat terjadi tersendiri atau bersama – sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi
perdarahan sebanyak 20 – 200 ml, beru dijumpai keadaan melena. Banyak darah yang
keluar selama hematemesis atau mele sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera dirumah
sakit.

2. ETIOLOGI

1. Kelainan di esofagus
 Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esofagus,
tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat
perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-
hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

 Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan anemis, hanya seseklai
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang
terletak di sepertiga bawah esofagus.

 Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esofagus.

 Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang pria
muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras
tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCl, yang bersifat korosif untuk
mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita juga
mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan epigastrum.

 Esofagitis dan tukak esofagus


Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.

2. Kelainan di lambung
 Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan obat
rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.

 Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan
dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang.
Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari hematemesis.

 Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih,
nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.

3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura


trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain

3. PATOFISIOLOGI

Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum.


Begitu juga riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsialkohol
yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum.

Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarahlebih


kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan kegastritis
(30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadangvarises.Penurunan
berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahanyang berat disertai adanya
bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkankemungkinan varises. Adanya
riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnyameningkatkan kemungkinan
fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda denganriwayat perdarahan saluran cerna
bagian atas singkat berulang (sering disertaikolaps hemodinamik) dan endoskopi yang
normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya
dekat jantung, yang dapatmenyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten
yang banyak) (Davey,2005).

Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat


dikembalikankepada factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh
darah(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus;
factortrombosit (thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat
pembentukdarah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain.
Malahan pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya variseses
ophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer akibat
hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-selhati.Khusus
pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi
yaitu pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinng
idan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan
vena porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanani
ntra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat, danlain-
lain.Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,seperti
pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain.Dapat
pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, daniatrigenic seperti
penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-induce
thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain.
4. PATHWAYS
5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:
a. Gelisah
b. Suhu badan mungkin meningkat
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih
e. Rasa sakit di perut
f. Rasa kembung
g. Tonus dan turgor kulit berkurang
h. Selaput lendir dan bibir kering

6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang
teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :

1. Pengawasan dan pengobatan umum


 Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
 Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
 Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
 Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
 Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
 Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
 Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
 Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage
(kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada
kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan
terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan
akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air
sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan
ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan
setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

3. Pemberian pitresin (vasopresin)


Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.
Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut
terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.

4. Pemasangan balon SB Tube


Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya
varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan
kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian
alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul
pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik
dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan
bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube
yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah
dijumpai.

5. Pemakaian bahan sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak
3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises
kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose
umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer
dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hari membaik.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia
dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan
memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda
anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang
lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari
tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,
eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan
edema tungkai. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan
secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya
varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan
radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah :
a. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahankesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang
menyertaikelainan parenkim hati)
b. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantungdan
tekanan darah menurun)
c. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
salurannapas)
d. Anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari).(Mubin, 2006)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Nama, umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), jenis kelamin (bisa laki –laki
maupun perempuan), suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS,
dan diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang dating
secara tiba-tiba.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang dating secara tiba
- tiba
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat oenyakit hepatitis kronis, sirosis hepatis,
hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit
darah (missal : DM), riwayat pengguunaan obat ulserorgenik, kebiasaan/ gaya hidup
(alkoholisme, gaya hdiup/ kebiasaan makan).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang
dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota
keluarga yang lain.
f. Pola – pola Fungsi Kesehatan
1. Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pasien mempunyai kebiasaan alkoholisme, penggunaan obat
ulserogenik
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung, dan
nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus dalam bentuk makanan yang
lunak yang mudah dicerna
3. Pola aktifitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein)
yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot
dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari – hari termasuk pekerjaan harus dibatasi
atau harus berhenti bekerja
4. Pola eliminasi
Pola eleminasi mengalami gangguan, baik BAK maupun BAB. Pada BAB terjadi
konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis,
konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
5. Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut
membesar karena ascites dan kulit mongering, bersisik agak kehitaman
6. Pola hubungan dan peran
Dengan adanya perawatan yang lama maka akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula
7. Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perubahan karena ketidakseimbangan hormone, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido
dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus
haid atau daoat terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien
sebagai pasangan suami istri
8. Pola penanggulangan stress
Biasanya pasien dengan koping stress yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi pasien yang tidak bagus kopingnya maka
pasien dapat destruktif lingkungan sekitarnya
9. Pola nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada pasien
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umumpasien hematemesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,
mual, muntah, kembung
2. B1 ( Breathing)
Jelaskan bentuk pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, batuk,sputum,
batuk berdarah, pemeriksaan fisik dengan cara:
1. Inspeksi : bentuk dada
2. Palpasi : Kesimetrisan pergerakan dada, premitus taktil, clubbingfinger
3. Perkusi : Suara perkusi paru, batas paru
4. Auskultasi : Jenis suara nafas, kelainan suara nafas, wheezing, stridor
3. B2 (Blood)
Jelaskan apakah ada nyeri dada, nafas pendek, orthopnea, sesak nafas,
berkeringat, palpitasi toleran terhadap aktifitas, dan pemeriksaan fisikdengan
cara:
1. Inspeksi : Sehat/tidak sehat, nyeri, sianosis, anemia, temperature,nafas, pucat,
keringat, clubbing finger.
2. Palpasi : apek jantung, nadi, JVP, oedema, asites
3. Perkusi : batas jantung
4. Auskultasi : Suara jantung, suara tambahan, murmur, gallop.
4. B3 (Brain)
Tingkat kesadaran, fungsi, koordinasi, reflek, postur. Kemampuan bergerak,
kelumpuhan, nyeri kepala, muntah, pemeriksaan syarafkranial.
5. B4 (Bowel)
Jelaskan nyeri, mual dan muntah, kembung, pemeriksaan fisik dengancara :
1. Inspeksi : distensi, kesimetrisan
2. Palpasi : asites, nyeri tekan, batas organ
3. Perkusi : distensi
4. Auskultasi : suara peristaltic, BU
6. B5 (Bladder)
Periksa keadaan alat kelamin, nyeri, pemeriksaan rektal
7. B6 (Bone)
Jelaskan adanya deformitas, postur, kelemahan, nyeri, bengkak, penurunan
kemampuan mobilitas, penurunan fungsi, ROM.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
2. Resiko syok hipovolemik dengan faktor Perdarahan dilambung
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungandengan Mual,
muntah dan nafsu makan menurun (ketidakmampuanmemproses makan)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Kelemahan
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan
penyakitnya

3. INTERVENSI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
NIC : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas
efektif. Kriteria Hasil :
- Frekuensi pernafasan sesuai yang diharapkan
- Irama nafas sesuai yang diharapkan
- Kedalaman inspirasi dan ekspansi dada yang simetris

NOC :

- Posisikan pasien untuj memaksimalkan ventilasi


- Monitor respirasi dan status O2
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
- Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian oksigen

2. Resiko syok hipovolemik dengan faktor perdarahan dilammbung


NIC : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan syok
teratasi. Keiteria hasil :
- Nadi dalam batas normal
- Irama jantung dalam batas normal
- Frekuensi nafas masih dalam rentang yang duharapkan

NOC :

- Monitor status sirkulasi tekanan darah, warna kulit, suhu kulit dan observasi dalam
batas normal
- Monitor tanda- tanda awal syok
- Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala dan tanda syok
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah


dan nafsu makan menurun
NIC : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
keseimbangan nutrisi dapat dipertahankan. Kriteris hasil :
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- BB sesuai dengan TB

NOC :

- Kaji jumlah nutrisi dan kandungan kalori


- Berikan informasi tentang kebutuhan tubuh
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan konsumsi protein dan Vit.C
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dubutuhkan pasien
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan
yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent, interdependent. Pada
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data.

5. EVALUASI
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan
sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: EGC

Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007.At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta:
Media.Aesculapius.

Mubin (2006). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan


Terapi(2ndEd.).Jakarta: EGC.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC

Nurari. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC . Yogyakarta : Media Action Publishing.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorrain M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses
Penyakit , edisi 6, Jakarta: EGC.

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan


.Edisi6.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai