Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN RETARDASI MENTAL

KELOMPOK 1:

Dinna Ayu Ragil P (P27820715002)

Andry Nur Imansyah (P27820715005)

Amita Pratama Putri (P27820715009)

Intan Ayu Agustin (P27820715013)

Mohammad Rizky Aulia (P27820715014)

Dwi Meyrin Komaria (P27820715020)

Maria Putri Prameswari (P27820715024)

Jessilin Renarosa (P27820715034)

Zahrotul Camelia (P27820715038)

PRODI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

TAHUN AJAR 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Jiwa tentang Asuhan Keperawatan Retardasi
Mental dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat
berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita semua. Sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah disusun di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan
semoga dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca. Sebelumnya kami
meminta maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Surabaya, 10 April 2017

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ....................................................... Error! Bookmark not defined.ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 5

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................... 6

2.1 Laporan Pendahuluan Retaldasi Mental...................................................................6


2.2 Asuhan Keperawatan Retaldasi Mental..................................................................14
BAB 3 Penutup ..................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 19

3.2 Saran ............................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih
dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu retardasi mental
merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan
baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan
masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang
seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama,
hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi
mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir.
Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak
penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan retardasi mental ?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari retamdasi mental ?
1.2.3 Apa saja klasifikasi dari retaldasi mental ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis dari retaldasi mental ?
1.2.5 Apa saja pemeriksaan penunjng untuk retaldasi mental ?
1.2.6 Bagaimana pencegahan retaldasi mental ?
1.2.7 Bagaimana penanganan untuk retaldasi mental ?

1.3 Tujuan
1.3.1 untuk mengetahui pengertian dari retaldasi mental
1.3.2 untuk mengetahui etiologi dari retaldasi mental
1.3.3 untuk mengetahui klasifikasi dari retaldasi mental
1.3.4 untuk mengetahui manifestasi dari retaldasi mental
1.3.5 untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk retaldasi mental

4
1.3.6 untuk mengetahui pencegahan retaldasi mental
1.3.7 untuk mengetahui penanganan retaldasi mental

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TINJAUAN TEORITIS


A. DEFINISI RETARDASI MENTAL
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala
yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis,
2005: 386). Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu
penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan
dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.

B. ETIOLOGI
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan
postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam
penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah.
Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan
psikososial. Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
 Tampak sejak lahir atau usia dini
 Secara fisis tampak berkelainan/aneh
 Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
 Tidak berhubungan dengan kelas sosial

Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut :
 Biasanya merupakan retardasi mental ringan

6
 Diketahui pada usia sekolaH
 Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
 Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
 Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih
merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi
mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural. Penyebab retardasi
mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a.Penyebab pranatal
o Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl
Keton Uria (PKU), Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea,
histidiemia, homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia,
tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi
serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme
karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
o Kelainan Kromosom Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan,
kebanyakan kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan
kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan
kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang bertahan,
kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21. Manusia
normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan down
syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom
ke 21).
o Infeksi maternal selama kehamilan yaitu infeksi TORCH dan Sifilis.
Cytomegali inclusion body disease merupakan penyakit infeksi virus yang
paling sering menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik
pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal.
Penyakit Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
o Komplikasi kehamilan Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada
ibu hamil yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa
dan solutio plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.

7
b. Penyebab perinatal
o Prematuritas Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah
sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami
kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi
mental.
o Asfiksia Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
o Kernikterus Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
o Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.

c. Penyebab postnatal
o Infeksi (meningitis, ensefalitis)
o Trauma fisik
o Kejang lama
o Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

C. KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL


Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69) Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah
dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk
mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan
rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 %
dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah
Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan
bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49) Sudah tampak sejak anak masih kecil
dengan adanya keterlambatan dalam perkembangan, misalnya perkembangan
wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk
merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan
dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan
ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.
8
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34) Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan
motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya
mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh
dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik
yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan
pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20) Sudah tampak sejak lahir yaitu
gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan
fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini
memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang sangat
mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan
perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak
mampu mengurus dirinya sendiri
5. F78 Retardasi Mental lainnya Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari
tingkat Retardasi Mental intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit
atau tidak mungkin dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti
buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak
mampu.

D. Manifestasi Klinis
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah,
pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak
hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat
diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada
anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena anak
retardasi mental kurang kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya
tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan
neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada pemeriksaan fisik pasien
dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik,
misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan
down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi menral sangan mudah dikenali seperti
hipertelorisme, yaitu lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan
ekspresi wajah yang tampak tumpul.
9
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun,
tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus
dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. penilaian
tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan
klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
kepala dapat membantu menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial
pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas
indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai
screening PKU. Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya
kelainan kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan
penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan,
dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3
tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada
bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan
bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan
motor dan American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan
tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:
 Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang
menurut tes IQ yang diadakan secara individu.
 Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi
saat ini (yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan
pada usianya dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini:
yaitu komunikasi, perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan
sosial-interpersonal, penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection,
keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan
keamanan.
 Terjadi sebelum berusia 18 tahun. Tingkatan keterbelakangan mental menurut
APA, diklasifikasikan menjadi mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai
sekitar 70), moderate mental retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55),
severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound
mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak
dengan keterbelakangan mental :

10
1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam
berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu
tidak melihat keterbelakangan ini.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman
dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam
oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara
sosial.
 Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan
kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan
dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

2. Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 – 49)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan
dengan jelas terlambat.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat
kesehatan dasar dan kebutuhan keamanan.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau
semi terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada
permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di tempat yang
dikenal, mampu merawat diri sendiri.

3. Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 – 34)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda,
sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan
mengerjakan sendiri (misalnya makan sendiri).
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat
ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon
pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai
kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan
memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan
pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.

11
4. Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)
 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua
bidang, kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan
perawatan diri.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas
tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari
pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi
dengan ketat.
 Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara
dengan cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular,
tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan perawatan
diri.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi
mental,yaitu:
a. Kromosom kariotipe
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
d. Titer virus untuk infeksi congenital
e. Serum asam urat (Uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h. Serum seng (Zn)
i. Logam berat dalam darah
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k. Serum asam amino atau asam organik
l. Plasma ammonia
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit
n. Urin mukopolisakarida

12
F. PENCEGAHAN RETARDASI MENTAL
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:
a) perawatan prenatal dengan baik,
b) pertolongan persalinan yang baik, dan
c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.

G. PENANGANAN RETARDASI MENTAL


Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada
penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun
orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita
retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena
itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki
kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan
konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar
orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis
dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta
perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki
dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.

13
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang,
sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan
hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih
anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah
terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan
adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi
mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian
sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang
baik dan buruk secara moral.

2.2. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Perawat dalam tiap tatanan dan bidang kerjanya sangat berperan dalam
melakukan pengkajian keperawatan kepada anak-anak dengan retradasi mental.
Pengkajian keperawatan meliputi aspek fisik,psikologi dan sosial yang terutama dapat
dilakukan pada saat kunjungan rumah atau kunjungan kesehatan sekolah. Sehingga data
baik dari orang tua maupun guru sangat berguna untuk perencanaan keperawatan
selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dikaji meliputi : riwayat kesehatan,riwayat penyakit
sebelumnya,perkembangan personal dan sosial,perkembangan kognitif,keterampilan
bahasa,perkembangan motorik dan sensorik, dan lingkungan tempat anak tinggal dan
belajar.

a. Faktor Predisposisi
- Faktor yang mempengaruhi harga diri seperti pengalaman dijauhi
teman-teman yang normal.

14
- Faktor yang mempengaruhi identitas diri,ketidak percayaan orang tua
pada anaknya.
- Pemeriksaan pada saat kehamilan dan persalinan
- Pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Faktor Presipitasi
- Trauma
- Ketegangan peran akibat perubahan pertumbuhan
Riwayat Kesehatan
Perawat perlu mengumpulkan data dari orangtua anak mengenai
keluhan dan perilaku anak di rumah. Masalah fisik,seperti alergi,nafsu
makan,masalah eliminasi,penyakit infeksi yang baru diderita,dan
masalah pernapasan bagian atas,serta penyakit yang biasa dialami
anak,juga perlu diperoleh dari orang tua.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit meliputi riwayat operasi dan pengobatan,kebiasaan
anak(seperti: bicara,emosi,tics,dan riwayat perkembangan serta
pendidikan).
Riwayat Perkembangan Personal dan Sosial
Gejala yang terlihat pada anak retradasi mental melalui
ketidakmatangan perilaku sosialnya,yang mana mereka lebih suka
bermain dengan anak-anak yang lebih kecil. Anak-anak retradasi mental
mungkin tidak berbicara dan melakukan sesuatu sesuai dengan tingkat
usia mereka. Mungkin berperilaku acting out,atau sebaliknya menarik
diri dari anak-anak lain. Pada umumnya mereka memiliki konsep diri
yang rendah dan mudah frustasi serta menangis.
Perkembangan Kognitif
Anak-anak yang bermasalah dalam belajar,tidak mampu mentransfer
hal-hal yang telah dipelajari dari satu situasi ke situasi lain. Mereka
belajar bahwa langit bewarna biru,tetapi tidak dapat mengenal burung
atau mobil yang bewarna biru. Anak retradasi mental juga tidak orang
yang dapat mengajarkan keterampilan melakukan kegiatan sehari-hari.

15
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian diatas kemungkinan diagnosa keperawatan yang
terjadi adalah
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan karena kerusakan fungsi
kognitif
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah karena tidak efektifnya koping
3. mekanisme
4. Gangguan identitas diri karena tidak realistis harapan orang tua
5. Perubahan proses keluarga karena mempunyai anak yang retradasi mental
6. Gangguan komunikasi

2. Perencanaan
Perencanaan keperawatan bagi anak retradasi mental bersifat individual. Selain
sebagai manusia,anak retradasi mental merupakan bagian dari kelompok atau pasien
dirumah sakit. Tujuan keperawatan yang utama adalah pencegahan penyakit dan
pengambilan fungsi serta kesehatan anak. Dimanapun tatanan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada anak retradasi mental,rencana keperawatan harus berdasarkan
informasi sebagai berikut:
a. Latar Belakang Informasi
Informasi dikumpulkan melalui pengkajian keperawatan,riwayat
kesehatan,riwayat keluarga dan cacatan medis.
b. Kebutuhan Anak
Informasi mengenai kebutuhan anak sangat tergantung kepada hasil
pengkajian,kemampuan berbahasa, dan area sensorik,baik ekspresif
maupun reseptif; perkembangan perilaku dan sosial;dan kemampuan
intelektual serta keterbatasan fisik.

c. Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan direncanakan bersama orangtua,tenaga kesehatan
lain,guru dan anak (jika memungkinkan). Perencanaan keperawatan yang
berkisar pada keterampilan motorik,keterampilan menolong diri
sendiri,keterampilan berbahasa dan berkomunikasi, keterampilan kognitif,
keperawatan sosial, merupakan hal yang sangat penting untuk berhasil
mencapai tiap tujuan keperawatan.
d. Batu Loncatan
Anak dengan retradasi mental sangat lamban dalam mempelajari sesuatu
dan memerlukan dorongan terus menerus. Serangkaian kegiatan yang sesuai
16
tingkat fungsi kognitif dan motorik harus dimulai sedini mungkin . pelajaran
yang sama dapat direncanakan dengan menggunakan kegiatan yang
berbeda.
e. Rujukan Keperawatan
Seringkali ketika sedang memberi asuhan keperawatan pada anak
retradasi mental berdasarkan hasil pengkajiannya perawat mungkin
merencanakan rujukan pada profesi lain.
Rencana asuhan keperawatan yang digunakan di rumah sakit dapat
digunakan pada perencanaan asuhan keperawatan pada tatanan pelayanan
kesehatan lainnya.
Rencana asuhan keperawatan dapat membantu jika anak dirawat
dirumah sakit lagi dan di pakai sebagai alat mengajar tenaga kesehatan
lainnya. Rencana asuhan keperawatan mendokumentasikan asuhan
keperawatan individual yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan
kesehatan untuk anak retradasi mental. Perawat dalam merencanakan
sebagai bagian dari tim kesehatan dan memberikan pendidikan pada anak
retradasi mental.

3. Implementasi
Anak dengan retradasi mental memerlukan lingkungan yang terstruktur
sehingga mereka dapat belajar dan berperilaku lebih. Jika anak mengetahui dengan
pasti apa yang diharapkan dari anak. Anak perlu dipisahkan dari stimulus atau
gangguan. Anak perlu tempat di ruang sekolah, rumah atau tempat lain dimana anak
merasa memiliki. Pengalaman anak bahwa ia dapat menyelesaikan tugas sangat penting
untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Anak ini cukup peka untuk mengetahui orang
yang dengan tulus menginginkan keberhasilan mereka. Abak berespon terhadap
sentuhan, kontak mata dan pujian. Intruksi yang sederhana dan bertahap membantu
proses belajar anak. Demonstrasi keterampilan dilakukan secara perlahan dan berulang-
ulang. Seing kali perawat perlu menuntun tangan anak dalam menyelesaikan tugasnya.
Memberikan penghargaan berupa pujian atau pelukan sangat membantu anak untuk
mencoba melakukan kegiatan dengan lebih sungguh-sungguh.
Semua anak belajar dengan menggunakan indera sentuhan,pendengaran dan
penglihatan. Anak perlu diajarkan tentang tugas dan konsep dengan berbagai
cara,kemudian diberi kesempatan untuk mempraktekannya.

17
4. Evaluasi
Evaluasi terhadap hasil asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan
kemampuan anak dilakukan dengan membandingkan data dasar dengan tingkaty
perkembangan dan keadaan kesehatan anak dengan tujuan yang dicapai.

18
BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan
sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ,
atau sistem kejiwaan mental. Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu /
manusia karena adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang
ditimbulkan pada penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi
serta delusi yang besar.

B. Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan
buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok. Pemerintah dalam hal ini
Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah prepentif guna menanggulangi
gangguan mental yang dapat membahayakan kesehatan anak dan remaja caranya yaitu
dengan menggalakkan penyuluhan tentang retardasi mental kepada masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Freedman et al. Modern Synopsis of Comprehensive Textbook of Psychiatry.


Baltimore : The Williams & Wilkins Co, 1972; pp 312 -329.

Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai