Ilmu secara bahasa ُ( اَلْعِ لْمal-‘ilmu) ialah lawan dari ُْج ْهل
َ ( اَلal-jahl atau
kebodohan), maksudnya adalah mengetahui sesuatu hal sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, disertai dengan pengetahuan yang pasti.
Kedua arti ilmu secara istilah yang dimana dijelaskan oleh sebagian ulama
bahwa ilmu merupakan ma’rifah (pengetahuan) sebagai lawan dari al-jahl
(kebodohan). Sedangkan menurut ulama lainnya ilmu itu lebih jelas dari apa
yang diketahui.
ُسلِم
ْ لُم
ِّ ِ ُعلَىُك
َ ض ٌة
َ َطلَبُالْعِ لْمِ ُ َف ِر ْي
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari
sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam
Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)
Menuntut ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah turun
perintah Allah yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita
lakukan adalah sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan
firman Allah Ta ‘ala:
ُُۚاُوأَ َط ْع َنا
َ واُس ِم ْع َن
َ ْ َمُأ
نُيَقول ْ ُبَيْ َنه
ُم َ ِِينُإِ َذاُدعواُإِلَىُال َّله
َ ُو َرسولِهِ ُلِيَ ْحك َ لُالْم ْؤ ِمن
َ انُ َق ْو
َ ََّماُك
َ إِن
َُ ِكُهمُالْم ْفلِح
ون َ َوأو ََٰلئ
Sebagaimana kita meluangkan waktu kita untuk shalat. Ketika waktu sudah
menunjukkan waktu shalat pasti kita akan meluangkan waktu untuk shalat
walaupun misal kita sedang bekerja dan pekerjaan kita masih banyak. Kita
akan tetap meninggalkan aktivitas kita dan segera mengerjakan shalat. Maka
begitupun sebaiknya yang harus kita lakukan dengan menuntut ilmu.
Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk menunaikan
apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna
pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak
Allah ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.
Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan
minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu.
Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu daripada
makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan
dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu.”
Jika kita ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak terkikis
oleh perjalanan malam dan siang, tak lekang oleh pergantian masa dan tahun,
kewibawaan tanpa kekuasaan, kekayaan tanpa harta, kedigdayaan tanpa
senjata, kebangsawanan tanpa keluarga besar, para pendukung tanpa upah,
pasukan tanpa gaji, maka kita mesti berilmu.
Namun, yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu
yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa
masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-
sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya,
dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan” (Fathul Baari, 1/92).
Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya
disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh
karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan
dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan
As-Sunnah, tetapi yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu
duniawi. Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar
ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada
tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila
digunakan dalam keburukan, maka buruk. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14).
Nasehat Ulama Imam Syafi’I tentang
Kewajiban Menuntut Ilmu
Adapun seorang Ulama yang biasa kita kenal sebagai Imam Syafi’I dengan
nama asli Muhammad bin Idris mengatakan beberapa nasehatnya tentang
sebuah ilmu yaitu :
Hal yang disayangkan ternyata beberapa majelis ilmu sudah tidak memiliki
daya magnet yang bisa memikat umat Islam untuk duduk di sana, bersimpuh
di hadapan Allah untuk meluangkan waktu mengkaji firman-firman Allah ‘Azza
wa Jalla dan hadist nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui keutamaan dan keuntungan menuntut
ilmu. Terdapat banyak dalil dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya terkait
keutamaan ilmu dan pemilik ilmu. Di antaranya adalah:
Artinya :
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak untuk disembah)
melainkan Dia, Yang Menegakkan Keadilan. Para malaikat dan orang-orang
berilmu (juga yang menyatakan demikian itu). Tak ada Tuhan yang berhak
disembah melainkah Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Artinya :
Artinya :
“…. sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya hanyalah
orang-orang yang berilmu”.
“Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang
tidak tahu.”
Orang-orang yang menuntut Ilmu, terutama Ilmu yang sesuai dengan syariat.
Makan Allah akan memberikan anugrah kepadanya. Hal itu disebut dalam Al-
Qur’an Al-Baqarah ayat 269 yang berbunyi :
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan kepada seorang hamba maka Ia akan
difahamkan tentang agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dimana yang dimaksud dalam hadist ini bahwasanya ahli ilmu itu sangat
sedikit sedangkan ahli ibadah, itu bisa mencakup hampir seluruh muslim yang
jumlahnya sangat banyak.
“Sesungguhnya dunia itu terlaknat, terlaknat segala isinya, kecuali zikir kepada
Allah dan amalan- amalan ketaatan, demikian pula seorang yang alim atau
yang belajar.” (HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh syaikh Al-Albani
dalam sahih al-jami’, no:1609)
منُكانُباهللُاعرفُكانُهللُاخوف
“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah”.
8. Allah Tidak Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan
Apa Pun Selain Ilmu
Allah berfirman:
ْما
ً ُز ْدنِيُعِ ل
ِ بِ ِّ ُر
َ لْ َوق