Isi PDF
Isi PDF
BAB I
PENDAHULUAN
dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya
simpan yang relatif lama.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan (BBRP2BKP) melakukan penelitian tentang
pembuatan abon ikan berbasis limbah hasil samping dari flake belly dan trimming
ikan patin. Oleh karena itu penulis merasa pentig untuk melakukan magang industri
dengan judul “Produksi Abon Ikan Berbasis Limbah Hasil Ekstraksi Flake Belly
dan Trimming Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus)” di (BBRP2BKP)
Jakarta Pusat.
1.2. Tujuan
Tujuan dari Magang Industri di BBRP2BK Jakarta Pusat ini yaitu untuk
mengetahui proses pembuatan abon ikan dengan memanfaatkan limbah hasil
samping flake belly dan trimming ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus).
1.3. Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan magang industri di BBRP2BKP Jakarta Pusat adalah
dapat mempelajari cara pembuatan abon ikan dengan memanfaatkan limbah hasil
samping flake belly dan trimming ikan patin ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada penulis mengenai proses – proses pembuatan abon, terutama
untuk dapat diterapkan kepada masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
besar dan bergerigi dibelakangnya, sedangkan jari-jari lunak 6-7 buah. Pada
permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil.Sirip dubur
agak panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak. Sirip perut terdapat 6 jari-jari
lunak.Sedangkan sirip dada terdapat 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil
dan 12-13 jari-jari lunak.Sirip ekor bercagak dan bentuknya simetris (Ghufron,
2005).
Patin merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai dan muara-muara sungai
serta danau yang mampu bertahan pada lingkungan perairan yang jelek, misalnya
kekurangan oksigen.Patin dikenal sebagai hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif
pada malam hari dan sebagai hewan dasar yang suka bersembunyi di liang-liang
tepi sungai (Ghufron, 2005). Daging ikan patin sangat gurih dan lezat sehingga
terkenal dan sangat digemari oleh masyarakat (Susanto et al. 2002).
Tabel 1. Kandungan Lemak bagian Tubuh Ikan Patin Siam dan Jambal
lainnya, abon ikan mempunyai daya awet yang relatif lama yaitu masih bias
diterima pada penyimpanan selama 50 hari pada suhu kamar.
Tabel 2. Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85
Komponen Nilai
Abu (maks) 9%
BAB III
METODE PELAKSANAAN
7
Pensuwiran daging
Pensuwiran kembali
Pengemasan
Abon Ikan
Gambar 2. Alur proses pembuatan abon
3.3.2. Analisis
1. Uji Proksimat
a. Kadar Air (SNI 01-2354.2-2006)
Pengujian kadar air menggunakan wadah cawan porselin kosong yang sudah
dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sedikitnya 2 jam selanjutnya didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya sampai berat konstan. Timbang
masing-masing 2 gram sampel, selanjutnya cawan yang telah berisi sampel
dimasukkan kedalam oven bersuhu 105ºC sampai beratnya konstan. Pengujian
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Persentase kadar air dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
10
(𝐵1−𝐵2)
Kadar Air = x 100%
(𝐵)
Keterangan :
B = Berat sampel (gram)
B1 = Berat cawan + sampel awal (sebelum dikeringkan)
B2 = Berat cawan + sampel awal (setelah dikeringkan)
Keterangan :
A = Berat cawan porselin
B = Berat cawan dengan abu
Keterangan :
A = Berat labu lemak
B = Berat labu lemak + berat sampel kering (gram)
Keterangan :
N = Normalitas HCl standar
14,007 = Berat atom N
6,25 = Faktor konversi
2. Uji Sensori
Metode penilaian pangan yang menggunakan panca indera adalah penilaian
organoleptik dan secara umum disebut uji sensori. Penilaian dengan indera tersebut,
banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian termasuk
perikanan dan bahan pangan.
12
Data hasil uji organoleptik selama ini dianalisis secara statistik dengan
menggunakan metode uji kualitatif. Hasil uji yang diperoleh hanya menunjukkan
perbedaan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing perlakuan. Dari berbagai
perlakuan yang diberikan, uji statistik tidak dapat memperlihatkan perlakuan mana
yang merupakan perlakuan terbaik atau perlakuan yang paling disenangi oleh
panelis. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis data yang dapat membantu
memecahkan permasalahan tersebut.
Jadwal pelaksanaan
No Kegiatan Minggu I Minggu Minggu Minggu
dan II III dan V dan VII dan
IV VI VIII
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
– Kementrian Kelautan dan Perikanan. BBRP2BKP dibentuk berdasarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 19/PERMEN-KP/2017 tanggal
27 Maret 2017 yang merupakan pengembangan dari Lembaga Teknologi Perikanan
yang didirikan pada tanggal 1 Agustus 1964.
BBRP2BKP mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di
bidang pengolahan produk dan bioteknologi kelautan dan perikanan, yang meliputi
penelitian pengolahan dan pengembangan produk, keamanan pangan dan
lingkungan, mekanisasi proses dan bioteknologi serta kajian aplikasi hasil
penelitian kelautan dan perikanan berdasarkan kebijakan teknis Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
b. Visi dan Misi
Visi
Pemanfaatan optimal hasil kelautan dan perikanan yang berkelanjutan melalui
perkembangan IPTEK pengolahan produk bioteknologi kelautan dan perikanan.
Misi
Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam memanfaatkan hasil kelautan
dan perikanan berbasis pengetahuan.
kegiatan riset di Balai Besar Litbang Pengolahan Produk dan Bioteknologi, tetapi
juga dapat memberikan layanan kepada pihak lain yang dikelola oleh Unit
Pelayanan Jasa .
Unit Pelayanan Jasa BBRP2BKP juga melayani jasa pelatihan dan konsultasi
yang berkaitan dengan bidang pengolahan produk dan bioteknologi kealautan dan
perikanan.
Laboratorium dilengkapi oleh berbagai instrumen seperti :HPLC, GC, LC-MS,
GC-MS, FT-IR, AAS, PCR, Biological Identification System, Nukleat analyzer,
Fermentor, Nitrogen Evaporator, Benequant, Refrigerated Centrifuge, Freeze Drier,
Spray Drier, Blood Analyzer, dll.
b. Ketenagakerjaan
Kegiatan kantor: Senin – Kamis Pukul 07.00 – 15.00 WIB
Jumat Pukul 07.00 – 15.30 WIB
Sabtu dan Minggu Libur
Tabel 4. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja Jumlah/orang
Kelompok Peneliti pengolahan 19
Kelompok Peneliti Bioteknologi 17
Kelompok Peneliti Keamanan Pangan 17
Teknisi 12
Pustakawan 2
Arsiparis 1
Fungsional umum 11
c. Struktur Organisasi
17
4.1.5. Layout
Laboratorium pengolahan I
Lantai 1 Lantai 2
Lantai 1 Lantai 2
Konsentrasi
Sampel
Flake belly Flake trimming (%)
Abon 2 (TB) 50 50
Tabel 7. Rendemen
No Nama Bumbu Jumlah (%)
1 Bawang merah 5
2 Bawang merah 5
3 Ketumbar 1
4 Lengkuas 2
5 Gula pasir 10
6 Gula merah 15
7 Bumbu penyedap 0.3
8 Santan kental 20
Kadar
Sampel Kadar Air Kadar Kadar Protein
(%) Abu (%) Lemak (%) (%)
Rendahnya kadar abu pada semua perlakuan lebih kecil dari pada batas maksimas
kadar abu yang disyaratkan oleh SNI yaitu 9% menunjukkan bahwa abon ikan ini
telah memenuhi standar SNI abon ikan. Rendahnya nilai kadar abu ini
disebabkan rendahnya mineral yang terkandung dalam abon. Menurut
(Andarwulan et al. 2011), pengaruh pengolahan pada bahan dapat mempengaruhi
ketersediaan mineral bagi tubuh. Penggunaan air pada proses pencucian,
perendaman dan perebusan dapat mengurangi ketersediaan mineral karena
mineral akan larut oleh air yang digunakan.
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh
manusia. Selain itu lemak juga terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda - beda (Winarno, 2008). Menurut Sudarmadji et al.
(2007), ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dikerjakan secara terputus -
putus atau berkesinambungan. Jadi rendahnya kadar lemak pada semua perlakuan
menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan sangat layak untuk dijadikan
abon, karena batas maksimal kadar lemak yang disyaratkan oleh SNI yaitu 30%
(tidak melalui proses penggorengan), dan 38% (melalui penggorengan). Winarno
(1997) menyatakan bahwa asam lemak dapat dibentuk dari senyawa - senyawa
yang mengandung karbon seperti asam asetat, etanol dan asetaldehid.
Tujuan analisa protein dalam makanan adalah untuk menera jumlah
kandungan protein dalam bahan makanan; menentukan tingkat kualitas
protein dipandang dari sudut gizi; dan menelaah protein sebagai salah satu
bahan kimia (Sudarmadji et al. 2007). Ditambahkan oleh Muchtadi (2010),
kadar protein yang dihitung merupakan kadar protein kasar (crude protein).
Hal ini karena nitrogen yang terdapat dalam bahan pangan sesungguhnya
bukan hanya berasal dari asam - asam amino protein, tetapi juga dari
senyawa -senyawa nitrogen lain yang dapat/tidak dapat digunakan sebagai
sumber nitrogen tubuh. Tingginya kadar protein pada perlakuan abon 1 (T) diduga
disebabkan semakin tinggi konsentrasi kadar protein Kandungan protein juga
dipengaruhi oleh faktor jumlah bahan baku yang digunakan, tentunya untuk
mendapat nilai protein tinggi harus menggunakan bahan baku yang banyak pula.
Hal ini sesuai pernyataan Departemen perindustrian (1995), bahwa kadar protein
23
abon dapat digunakan sebagai petunjuk berapa jumlah daging yang digunakan. Hal
ini sesuai dengan syarat mutu abon menurut SNI 01-3707-1995 dimana kadar
protein abon minimal 15%.
Skor
Kode Sampel
Kenampakan Bau Rasa Tekstur Keseluruhan
a. Kenampakan
Menurut Kartika et al. (1988) kenampakan erat hubungannya dengan warna dan
tekstur. Kenampakan dan rasa adalah faktor penentu kualitas makanan yang
penting. Kenampakan sangat dipengaruhi oleh warna, kesegaran bentuk, dan
tekstur makanan tersebut. Kenampakan merupakan sifat pertama yang diamati
konsumen sedangkan sifat-sifat lain akan dinilai kemudian.
Hasil penilaian terhadap kenampakan abon ikan menunjukkan bahwa panelis
lebih menyukai abon pada perlakuan abon 2TB (flake belly 50% dan flake trimming
50%) dengan kriteria rupa coklat kekuningan (4.18), nilai abon yang terendah yaitu
abon 3TRA (flake belly 0% dan trimming 100% dengan warna coklat agak tua.
Berdasarkan SNI bahwa kriteria kenampakan abon ikan yang baik yaitu berwarna
coklat keemasan.
24
b. Bau
Menurut Winarno (2008), aromaa makanan umumnya menentukan
kelezatan bahan makanan dan banyak berhubungan dengan indra penciuman.
Hasil penilaian terhadap kenampakan abon ikan menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai abon pada perlakuan abon 1B (flake belly 100) memiliki nilai tertinggi
dengan kriteria, terasa aroma khas abon ikan dan aroma bumbu terasa kuat (4.41).
Berdasarkan hasil analisis variasi perlakuan bahan baku memberi pengaruh nyata
dengan tingkat keprecayaan 95 % terhadap nilai aroma abon ikan patin, yang
diberikan oleh panelis. konsentrasi bahan baku memengaruhi aroma abon ikan,
semakin tinggi maka aroma khas bahan baku semakin kuat. Data organoleptik
menunjukkan panelis lebih meyukai bau abon dari bahan baku flake belly 100%.
c. Rasa
Rasa ialah sesuatu yang diterima oleh lidah. Dalam pengindraan cecapan dibagi
empat cecapan utama yaitu manis, pahit, asam dan asin serta ada tambahan respon
bila dilakukan modifikasi (Zuhra, 2006). Ditambahkan oleh Ridwan (2008), rasa
dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan
interaksi dengan komponen rasa yang lain. Kenaikan temperatur akan menaikkan
rangsangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan rangsangan pada rasa asin dan
pahit.
Hasil penilaian terhadap kenampakan abon ikan menunjukkan bahwa panelis
lebih menyukai abon pada perlakuan abon 1B (flake belly 100) memiliki nilai
tertinggi dengan kriteria, rasa abon ikan khas abon ikan dan bumbu terasa kuat
(4.12). Hasil analisis organoleptik dari segi rasa terdapat perbedaan yang nyata
antar perlakuan. Nilai rata – rata dari 17 panelis terhadap rasa yaitu 3.76 – 4.12
pada kriteria suka sampai sangat suka. Abon yang paling tinggi tingkat kesukaan
rasa adalah perlakuan 2 yang dibuat dari flake belly 50% dan flake trimming 50%.
d. Tekstur
Untuk produk yang digoreng, kerenyahan menandakan kesegaran dan
kualitas tinggi. Makanan yang renyah sebaiknya keras, mudah digigit,
dan memberikan suara garing (Moreira et al, 1999).
25
Pengamatan tekstur pada abon ikan sangat penting dilakukan. Hal ini
disebabkan karena tekstur merupakan salah satu hal yang membedakan abon ikan
dengan produk perikanan lainya yaitu berupa serat-serat yang lembut. Tekstur
daging sangat berpengaruh terhadap produk akhir yang dihasilkan dan menentukan
tingkat kesukaan kosumen terhadap produk tersebut (Sulthoniyah, 2013).
Pengamatan terhadap tekstur abon ikan patin dapat dilakukan dengan cara
penentuan tingkat kesukaan tekstur secara sensori berdasarkan sensasi tekanan
didalam mulut ketika digigit, dikunyah, ditelan dan dengan perabaan menggunakan
jari yang dinilai dengan menggunakan uji mutu hedonik oleh 17 orang panelis. Dari
hasil pengujian hedonik oleh 17 panelis menunjukkan bahwa nilai tertinggi yaitu
pada abon 1 hal ini berarti rata – rata panelis menyukai tekstur abon dari bahan baku
(flake belly 100 %). Tekstur ikan sangat dipengaruhi oleh proses penggorengan,
dalam peneliian ini penggorengan menggunakan metode (deep frying) dimana
seluruh permukaan abon terendam dalam minyak panas sehingga pemanasan lebih
merata. Proses penggorengan dalam minyak yang sedikit bisa menyebabkan
tekstur abon tidak renyah/garing.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan magang industri di Balai Besar Riset dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP) Jakarta Pusat penulis menyimpulkan hasil
dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan uji proksimat yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa abon terbaik yaitu pada perlakuan 1 dengan formulasi 100% belly.
2. Berdasarkan uji sensori yang telah dilakukan maka kembali disimpulkan
bahwa abon terbaik yaitu pada perlakuan 1 dengan formulasi 100% belly
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan produk abon berbasis limbah
hasil ekstraksi flake trimming dan belly ikan patin di BBRP2BKP Jakarta Pusat
adalah :
1. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang pembuatan abon dari flake belly
dengan berbagai macam perlakuan dan konsentrasi untuk mendapatkan
kualitas abon yang jauh lebih baik.
2. Perlunya penerapan pembuatan abon mengikuti SNI agar dapat dipasarkan
ke masyarakat.
kepala laboratorium kimia, kepada mas okis dan juga staf lainnya yang sudah
membantu jalannya magang industri di BBRP2BKP.