Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Teori Dasar

2.1.1 Klasifikasi, Morfologi, dan Habitat Ikan Patin

Ikan patin (Pangasius pangasius) termasuk ke dalam famili Pangasidae dan merupakan
ikan berkumis air tawar yang tersebar di seluruh Asia Selatan dan Tenggara. Famili ini memiliki
kulit halus, memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung, dan sirip
dada sempurna dengan tujuh jarijari bercabang, sebuah sirip lemak berpangkal sempit, sirip
dubur panjang, danbersambung dengan sirip ekor. Sirip ekor bercagak. Mulut agak mengarah
ke depan. Hidup di perairan berarus lambat dan aktif di malam hari. Ikan inimemakan detritus
dan invertebrata lainnya dari dasar perairan. Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna
putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai
120 cm, dimana ukuran ini merupakan ukuran yang besar untuk ikan air tawar domestik
(Susanto dan Amri 1996).
Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius
Berdasarkan komposisi kimia, ikan patin termasuk golongan ikan berprotein tinggi dan
berlemak sedang. Kandungan protein dan lemak ikan patin (per 100 g daging ikan) adalah
16,1% dan 5,7%, air 75,7% dan abu 1,0% (bb) (BPMHP 1998). Golongan catfish dari perairan
tawar mengandung air 76,39%, protein 18,18%, lemak 4,26% dan abu 1,26% (Silva dan
Chamul 2000). Daging patin seringkali berbau lumpur. Bau termasuk dalam komponen yang
dapat berasal dari senyawa bernitrogen (asam amino bebas, peptida dengan bobot molekul

1
rendah, nukleotida serta basa organik) dan komponen nonnitrogen (asam organik, gula dan
komponen anorganik) (Yamaguchi dan Watanabe 1990).
Habitat ikan patin adalah di tepi sungai-sungai besar dan muara-muara sungai serta danau.
Di lihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin
termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nocturnal
yaitu beraktifitas di malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang-liang tepi sungai. Benih
ikan patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk
menghirup oksigen langsung di udara menjelang fajar. Media atau lingkungan untuk budidaya
ikan patin yang dibutuhkan tidaklah rumit, karena patin merupakan golongan ikan yang mampu
bertahan hidup dalam lingkungan perairan yang buruk, namun ikan patin lebih menyukai
perairan dengan kondisi yang baik (Kordi, 2010).

Gambar 2. 1 Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)


Sumber : (SNI, 2000)

2.1.2 Sistem Budidaya Menggunakan Sistem RAS (Recirculation Aquaculture System)

Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah
digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah filter atau
ke dalam wadah (Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini bersifat hemat air (Sidik, 2002;
Djokosetiyanto et al., 2006; Prayogo et al.,2012), oleh karena itu sistem ini merupakan salah
satu alternatif model budidaya yang memanfaatkan air secara berulang dan berguna untuk
menjaga kualitas air (Djokosetiyanto et al., 2006). Recirculation Aquaculture System
merupakan teknik budidaya yang menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi di
dalam ruang tertutup (indoor), serta kondisi lingkungan yang terkontrol sehingga mampu
meningkatkan produksi ikan pada lahan dan air yang terbatas (Lukman, 2005).

2
Gambar 2. 2 Recirculation Aquaculture System
(Sumber : Hofmann, 2019)
Sistem resirkulasi ada dua jenis yakni sistem sirkulasi tertutup yang mendaur ulang 100%
air dan sistem sirkulasi semi tertutup yang mendaur ulang sebagian air sehingga masih
membutuhkan penambahan air dari luar (Sidik, 2002). Sistem kerja dari resirkulasi adalah air
dari media pemeliharaan dialirkan melalui pipa pengeluaran air. Sistem resirkulasi mampu
mempertahankan kondisi kualitas air pada kisaran optimal. Pengolahan limbah pada sistem
resirkulasi dapat dilakukan dengaan filtrasi fisik (Silaban et al., 2012; Prayogo et al.,2012;
Fauzzia et al., 2013), filtrasi biologi (Prayogo et al.,2012; Fauzzia et al., 2013) dan filtrasi kimia
(Silaban et al., 2012; Prayogo et al., 2012; Fauzzia et al., 2013) Teknologi ini memiliki efesiensi
yang tinggi pada lahan sempit dan ketersediaan air (Nurcahyono et al., 2007; Djawad et al.,
2009; Ika dan Rifa’i, 2012; Prayogo et al., 2012).
Amonia yang dihasilkan dari sisa pakan dan metabolisme ikan dapat mengakibatkan
penumpukan bahan organik yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air (Putra dan
Pamukas, 2011; Prayogo et al., 2012). Untuk mempertahankan kualitas air agar tetap layak bagi
organisme akuatik salah satu cara dengan sistem resirkulasi. Sistem resirkulasi mampu
menurunkan tingkat konsentrasi amonia, hingga dalam kisaran 31-43% (Djokosetiyanto et al.,
2006; Putra dan Pamukas, 2011). Penggunaan sistem resirkulasi diharapkan dapat
meningkatkan hasil produksi, karena pemanfatan air lebih ramah lingkungan untuk
pertumbuhan ikan (Zonnefeld et al., 1991).
 Filter Air
Filter adalah alat yang digunakan untuk menyaring air dengan tujuan kualitas air bisa
digunakan kembali (Darmayanti et al., 2011). Filter berfungsi mekanis untuk menjernihkan air
dan berfungsi biologis untuk menetralisasi senyawa amonia yang toksik menjadi senyawa nitrat
yang kurang toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi (Widayat et al., 2010). Filter

3
dapat melakukan fungsinya dengan tiga cara yaitu menyerap, berikatan, dan pertukaran ion.
Serapan merupakan proses tertangkapnya suatu partikel ke dalam stuktur media akibat dari
pori-pori yang dimilikinya. Suatu partikel menempel pada suatu permukaan yang disebabkan
adanya perbedaan muatan lemah di antara dua benda, dinamakan dengan proses adsorpsi.
Sedangkan pertukaran ion adalah proses dimana ion-ion yang terjerap pada suatu permukaan
filter dengan ion-ion lain yang berada dalam air (Silaban et al., 2012). Salah satu filter yang
dapat digunakan seperti zeolit (Silaban et al., 2012), arang (Ristiana et al., 2009), dan pecahan
karang (Diyah et al., 2012). Menurut Kuncoro (2004) filter berfungsi untuk menyaring kotoran,
baik secara biologi, kimia maupun fisika. Sistem filtrasi yang biasa digunakkan terdiri dari filter
mekanik, kimia, biologi dan pecahan karang (gravel).

Gambar 2. 3 Filter Air


(Sumber: https://zonaikan.wordpress.com/)

4
 Zeolit
Zeolit adalah batuan yang bersifat mikroporus, mineral aluminosilikat yang digunakan
sebagai adsorben (Silaban et al., 2012). Zeolit berasal dari kata Yunani (Zeo), yang berarti
mendidih dan (lithos) berarti batu. Zeolit banyak digunakan sebagai media pertukaran ion
dalam proses pemurnian air baik untuk kebutuhan rumah tangga, maupun industri. Zeolit dapat
berfungsi sebagai menyerap dan menukar senyawa kimia yang meracuni air seperti N2, NH3
(amonia), H2S, COD, BOD dan CO2, meningkatkan O2, menjaga stabilitas kondisi air dan
menurunkan tingkat pencemaran yang timbul dari kotoran dan sisa pakan yang membusuk
(Nurcahyono et al, 2007). Zeolit berfungsi untuk menetralisir air dengan menyerap zat–zat yang
dapat mengotori air dan menyebabkan toksin pada organisme yang dipelihara. Zeolit bekerja
dengan memanfaatkan kemampuan pertukaran ion. Penggunaan zeolit sebagai penyerap
amonia sangat efektif, karena zeolit tidak berpengaruh terhadap suhu, pH, dan desinfektan
sehingga dapat menetralkan racun hasil metabolisme (Silaban et al., 2012).

Gambar 2. 4 Zeolit
(Sumber : google.co.id)
 Arang
Arang merupakan suatu materi padat yang berpori dan arang dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang yang demikian
disebut sebagai arang aktif. Adapun cara kerja arang memisahkan kandungan amonia dengan
menyerap zat racun yang ada dalam air. Zat racun tersebut akan terperangkap pada pori-pori
arang sehingga zat racun akan berkurang, namun kemampuan menyerap arang antara satu sama
lain tidak sama (Ristiana et al., 2009).

5
Karbon aktif memilki bermacam bentuk seperti granule, bulat, ataupun bubuk. Jenis
arang dari tempurung yang biasa digunakan sebagai pengikat senyawa-senyawa organik dalam
air. Kemampuan daya serap dari arang disesuaikan dengan ketebalannya karena semakin tebal
media yang digunakan semakin bagus hasil yang didapat (Mifbakhuddin, 2010).
Penyisihan kadar deterjen menggunakan arang tempurung kelapa lebih efektif
dibandingkan arang kayu, hal ini disebabkan arang tempurung kelapa lebih baik dalam
menyerap senyawa-senyawa yang terkandung dalam deterjen (Darmayanti et al., 2011). Arang
tempurung kelapa memiliki pori-pori jauh lebih besar dibandingkan arang kayu hingga mampu
menurunkan kadar senyawa dalam deterjen hingga 90,2% (Alamsyah dan Alia, 2013).

Gambar 2. 5 Arang aktif untuk budidaya ikan


(Sumber : https://www.isw.co.id/)

 Pecahan Karang
Batu karang memiliki pori-pori yang banyak dan berbentuk lubang-lubang sehingga
cocok sebagai tempat berkoloninya bakteri pengurai. Kelebihan pecahan batu karang yakni
bahannya mudah didapatkan dan harganya murah. Batu karang yang digunakan memiliki
ukuran rata-rata 2-3 cm (Kuncoro, 2004).
Pecahan-pecahan batu karang berfungsi sebagai sebagai penyaring kotoran yang
berukuran cukup besar (suspensi) dari pada pori-pori pecahan karang itu sendiri sehingga
dihasilkan air dengan kualitas yang lebih baik setelah melalui filter pecahan karang. Pemilihan
pecahan karang sebagai filter dikarenakan penggunaan yang belum maksimal dalam dunia
perikanan budidaya dan diharapkan bakteri-bakteri menguntungkan dapat hidup dan
berkembang pada pecahan batu karang (Diyah et al., 2012).

Usaha budidaya yang dikembangkan secara intensif akan memberikan kontribusi negatif
terhadap lingkungan perairan. Hal ini disebabkan karena proses produksi akan menghasilkan

6
sejumlah bahan pencemar yang berasal dari pakan yang tidak termanfaatkan dan feses serta
kotoran dari kegiatan budidaya masuk ke lingkungan perairan berupa bahan organik dan
anorganik, dimana pada jumlah tertentu akan memperburuk kualitas air. Pakan yang diberikan
dengan kandungan protein 35 % akan memproduksi total ammonia nitrogen (TAN) sebesar 30
gram/kg pakan (Drenan II et al, 2006). Ammonia adalah adalah produk dari metabolisme
protein dimana di dalam air ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+) akan terjadi
kesetimbangan yang dipengaruhi oleh pH dan jumlah dari keduanya disebut total ammonia
nitrogen (TAN) dan pada konsentrasi yang sama, NH3 toksik bagi ikan dibandingkan NH4+
(Crab et al, 2007).
Sistem resirkulasi akuakultur (Recirculation Aquaculture System) dengan teknik filtrasi
dalam budidaya ikan merupakan salah satu upaya yang dapat diaplikasikan untuk
menanggulangi penurunan kualitas air karena adanya akumulasi, mineralisasi dan nitrifikasi
bahan organik di dalam media tersebut. Penggunaan sistem ini secara umum memiliki beberapa
kelebihan yaitu, penggunaan air persatuan waktu relatif rendah, fleksibilitas lokasi budidaya,
budidaya yang terkontrol dan lebih higienis, kebutuhan akan ruang atau lahan relatif kecil,
kemudahan dalam mengendalikan, memelihara dan mempertahankan suhu serta kualitas air
(Helfrich dan Libey, 2000).
Sirkulasi (perputaran) air dalam pemeliharaan ikan akan memberikan beberapa
keuntungan antara lain : 1) membantu menjaga keseimbangan biologi air, 2) mencegah
berkumpulnya ikan atau pakan pada suatu tempat, 3) membantu distribusi oksigen ke segala
arah, 4) menjaga hasil metabolit mengumpul sehingga kadar atau daya racun dapat ditekan, 5)
keuntungan lain menggunakan sistem resirkulasi yaitu mampu mengurangi kontinyuitas
penyiponan pada wadah yang tujuannya membersihkan sisa pakan dan sisa metabolisme ikan
(Silitonga, 2006).
Sistem resirkulasi adalah sistem produksi yang menggunakan air pada suatu tempat
lebih satu kali dengan adanya proses pengolahan limbah dan adanya sirkulasi dan perputaran
air (Lasordo, 1998). Dalam bidang budidaya perikanan sistem ini merupakan salah satu
teknologi intensifikasi tingkat tinggi yang digunakan dalam pemeliharaan ikan. Pada sistem ini,
aliran masa air yang telah digunakan pada wadah pemeliharaan diperbaiki kualitasnya lalu
digunakan kembali dalam pemeliharaan ikan.
Sistem resirkulasi sendiri merupakan aplikasi lanjutan dari budidaya air mengalir (race
way), yaitu suatu sistem pemeliharaan ikan yang memanfaatkan aliran air yang konstan

7
(Stickney, 1993). Pada pemeliharaan dengan sistem air mengalir, wadah digunakan sebagai
tempat dan air yang digunakan merupakan alat transportasi untuk penyediaan oksigen serta
mengeluarkan limbah metabolisme.
Keuntungan dari sistem resirkulasi adalah efektif dalam pemanfaatan air dan lebih
ramah terhadap lingkungan, karena kondisi air yang digunakan dapat terkontrol dengan baik.
Sedangkan kelemahannya adalah masalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun
sistem, karena memerlukan kondisi yang teratur agar dapat berjalan dengan baik (Lasordo,
1998). Sedangkan menurut Lesmana (2001) sistem resirkulasi dalam pemeliharaan ikan akan
memberikan beberapa keuntungan antara lain : 1) Membantu menjaga keseimbangan biologi
dalam air, yaitu dapat membantu mencegah berkumpulnya ikan atau pakan alami di satu tempat;
2). Menjaga kestabilan suhu, terutama pada pemakaian pemanas (heater); 3). Membantu
distribusi oksigen ke segala arah, baik di dalam air maupun difusinya atau pertukaran dengan
udara; dan 4). Menjaga akumulasi atau berkumpulnya sisa metabolit beracun sehingga kadar
atau daya racun dapat ditekan.
Sistem resirkulasi merupakan budidaya intensif yang merupakan alternatif menarik
untuk menggantikan sistem ekstensif, dan cocok diterapkan di daerah yang memiliki lahan dan
air terbatas (Suresh dan Lin, 1992). Komponen dasar sistem resirkulasi akuakultur terdiri dari :
(1) Bak pemeliharaan ikan / tangki kultur (growing tank) yaitu tempat pemeliharaan ikan, dapat
dibuat dari plastik, logam, kayu, kaca, karet atau bahan lain yang dapat menahan air, tidak
bersifat korosif, dan tidak beracun bagi ikan; (2) Penyaring partikulat (sump particulate) yang
bertujuan untuk menyaring materi padat terlarut agar tidak menyumbat biofilter atau
mengkonsumsi suplai oksigen; (3) Biofilter merupakan komponen utama dari sistem
resirkulasi. Biofilter merupakan tempat berlangsungnya proses biofiltrasi beberapa senyawa
toksik seperti NH4 + dan NO2 -. Pada dasarnya, biofilter adalah tempat bakteri nitrifikasi
tumbuh dan berkembang; (4) Penyuplai oksigen (aerator) yang berfungsi untuk
mempertahankan kadar oksigen terlarut dalam air agar tetap tinggi; dan (5) Pompa resirkulasi
(water recirculation pump) yang berfungsi untuk mengarahkan aliran air.

8
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, I. A. (2011). Agensia Penyebab Dan Profil Darah Ikan Lele Dumbo (Clarias
Gariepinus) Yang Terserang Penyakit Bakteri.[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang, 70.
Djokosetiyanto, D., A. Sunarma., dan Widanarni. 2006. Perubahan Ammonia (NH3-N), Nitrit
(NO2-N) dan Nitrat (NO3-N) pada Media Pemeliharaan Ikan Nila Merah (Oreochromis
sp.) di dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, V(1): 13-20.
Fauzzia, M., Izza, R., dan Nyoman w. (2013) .Penyisihan Amoniak dan Kekeruhan Pada Sistem
Resirkulasi Budidaya Kepiting Dengan Teknologi Membran Biolfiter.Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri, II(2): 155-161.
Kordi, M.G.H. 2010.Budidaya Lele di Kolam Terpal. Diakses dari
http://hobiikan.blogspot.com pada 24 Februari 2011.
Lesmana 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lukman.2005. Uji Pemeliharaan Ikan Pelagi Irian (Melanotaenia Boesemani) Di Dalam Sistem
Resirkulasi.Jurnal Iktiologi Indonesia, V(1): 25-30.
Prayogo, Beodi, S.R., dan Abdul M. 2012. Eksploritasi Bakteri Indigen Pada Pembenihan Ikan
Lele Dumbo (Clarias sp.) Sistem Resirkulasi Tertutup. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, IV (2): 193-197.
Saanin, H. (1984). Taksonomi dan kunci identifikasi ikan jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta,
753.
Sidik, A.S. 2002. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Laju Nitrifikasi Dalam Budidaya Ikan
Sistem Resirkulasi Tertutup. Jurnal Akuakultur Indonesia, I(2): 47-51.
Silaban, T. F., & Santoso, L. (2012). Pengaruh Penambahan Zeolit Dalam Peningkatan Kinerja
Filter Air Untuk Menurunkan Konsentrasi Amoniak Pada Pemeliharaan Ikan Mas
(Cyprinus Carpio). e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 1(1), 47-56.
SNI 01-6483.4. 2000. Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) kelas benih
sebar. Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Stickney R.R. 1993. Advances in Fisheries Science : Culture of Non Salmonid Freshwater
Fishes. 2nd Edition. London. CRC Press,Inc.
Suresh, A. V. Dan C. K. Lin. 1992. Effect of Stocking Density on Water Quality and Production
of Red Tilapia in Recirculated Water System. Aquaculture Engineering, 11 : 1 – 22.

9
Susanto, H. dan K. Amri. (1996). Budidaya lkan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yamaguchi, K., and Watanabe, K. (1990).Taste-Active Components of Fish and Shellfish di
dalam: Motohiro T, Kadota H, Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T, (Editor). Science
of Processing Marine Products Vol I. Hyogo International Center Japan International
Cooperation Agency.
Zonneveld, N.E.A.H dan Boon, J.H., 1991. Prinsip-prinsip Budaya Ikan. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 318 hal.

10

Anda mungkin juga menyukai