Anda di halaman 1dari 10

PERSALINAN KALA I LAMA

MAKALAH

Disusun Oleh :

Nunung Nuryati, Amd. Keb


Nip. 19780510 200604 2 026

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH


RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR
TAHUN 2019
PERDARAHAN POST PARTUM

A. Pengertian
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam

setelah bayi lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

1. Early post partum/post partum primer : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.

2. Late post partum/post partum sekunder : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi

lahir.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi

perdarahan post partum :

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mencegah timbulnya syok.

3. Mengganti darah yang hilang.

B. Etiologi

Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :

1. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :

a. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka

episiotomi.

b. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta,

inversio uteri.

c. Gangguan mekanisme pembekuan darah.

2. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta

atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi

sub involusi uterus.


C. Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih

terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga

sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan

menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan

terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan

pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi

faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah

perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum.

D. Gejala Klinik

Gejala dan tanda penyulit diagnosa penyebab :

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek.

2. Perdarahan segera setelah bayi lahir.

3. Syok.

4. Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah

keluar.

5. Atonia uteri.

6. Darah segar mengalir segera setelah anak lahir.

7. Uterus berkontraksi dan keras.

8. Plasenta tidak lengkap.

9. Pucat.

10. Lemah.

11. Mengigil.

12. Robekan jalan lahir.

13. Plasenta belum lahir setelah 30 menit.

14. Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras.


15. Tali pusat putus.

16. Inversio uteri.

17. Perdarahan lanjutan.

18. Retensio plasenta.

19. Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap.

20. Perdarahan segera.

21. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang.

22. Tertinggalnya sebagian plasenta.

23. Uterus tidak teraba.

24. Lumen vagina terisi massa.

25. Neurogenik syok, pucat dan limbung.

26. Inversio uteri.

E. Komplikasi

Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :

1. Syok Hemorragie

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran

akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke

seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani

dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan

selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini

terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

2. Anemia

Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan

hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi

masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak

juga pada asupan ASI bayi.

3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.

Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar

hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan :

1. Pemeriksaan Laboratorium

Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan.

2. Pemeriksaan USG

Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterin.

3. Kultur uterus dan vaginal

Menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi.

4. Urinalisis

Memastikan kerusakan kandung kemih.

5. Profil Koagulasi

Menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi

masa tromboplastin dan masa tromboplastin parsial.

G. Kemungkinan Diagnosa Kebidanan yang Muncul

1. P...A...dengan perdarahan post partum retensio placenta

2. P...A...dengan perdarahan post partum retensio sisa placenta

3. P...A...dengan perdarahan post partum robekan jalan lahir

4. P..A..perdarahan post partum karena atonia uteri

5. P...A...dengan anemia ringan,sedang,berat

6. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.

7. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara

terus menerus.
H. Perencanaan

1. Melakukan perencanaan awal :

a. Memeriksa secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal.

b. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.

c. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan

masalah dan komplikasi.

d. Atasi syok jika terjadi syok.

e. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan massase uterus,

beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40

tetes/menit).

f. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.

g. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.

h. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk.

i. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan lanjutkan pemantauan

terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2. Melakukan penatalaksanaan pada kasus perdarahan post partum, diantaranya :

a. Atonia uteri

1) Kenali dan tegakan kerja atonia uteri.

2) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan

uterus.

3) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir.

4) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan.

5) Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan

jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila

perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali

berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.


6) Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding

abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam

miometrium.

7) Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,

pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah

umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,

penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

b. Retensio plasenta dengan separasi parsial

1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan

diambil.

2) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi

cobakan traksi terkontrol tali pusat.

3) Pasang infus oksitosin 20 unit/500cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu

kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.

4) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-

hati dan halus.

5) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.

6) Lakukan transfusi darah bila diperlukan.

7) Berikan antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gram IV/oral dan metronidazole 1 gram

supp/oral).

c. Plasenta inkaserata

1) Tentukan diagnosis kerja.

2) Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi

siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat,

tetapi siapkan infus oksitosin 20 untuk 500 NS atau RL untuk mengantisipasi

gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.

3) Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan

plasenta.

4) Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum.

6) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.

7) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar

dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.

8) Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral.

9) Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik

plasenta keluar perlahan-lahan.

d. Ruptur uteri

1) Berikan segera cairan isotonik (RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan

laparatomi.

2) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan

kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan.

3) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,

lakukan operasi uterus.

4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan

histerektomi.

5) Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen.

6) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

e. Sisa plasenta

1) Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.

2) Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis.

3) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau

jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa

plasenta dengan dilatasi dan kuret.

4) Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina

1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.

2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik.


3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang

dapat diserap.

4) Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal.

5) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan

bantuan busi pada rektum.

6) Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.

7) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa,

menggunakan benang polyglikolik No.2/0 (deton/vierge) hingga ke sfinter ani, jepit

kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.

8) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang

sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.

9) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler.

10) Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

g. Robekan serviks

1) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan

pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.

2) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak

maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio.

3) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat

segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain,

lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar

sehingga semua robekan dapat dijahit.

4) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan

perdarahan paska tindakan.

5) Berikan antibiotik profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi.

6) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan

transfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, dkk. 1995. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Depkes, RI. 1998. Asuhan Keperawatan Ibu Nifas (Postnatal). Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes, RI. 1999. Keperawatan Kebidanan yang Berorientasi pada Keluarga (Perawatan III).
Jilid II Edisi I . Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes, RI. 2004. Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan Maternitas.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Doenges Marilyin dan Moorhouse Mary. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Pedoman
Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta : EGC.

Hamilton, PM. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.

Taber, Ben-zon. 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai