MODUL-Kerancuan Dan Ketaksaan
MODUL-Kerancuan Dan Ketaksaan
Kerancuan adalah gejala bahasa yang terjadi akibat masuknya unsur bahasa lain
dalam bahasa tertentu (bahasa Indonesia). Dalam bahasa Indonesia, hal itu diistilahkan
kontaminasi. Rancu ialah kacau. Kerancuan bahasa ialah kekacauan dalam bahasa.
Kerancuan dapat terjadi dalam susunan/ penggabungan ataupun pembentukan kata,
frasa, dan kalimat.
Sebagai kaum intelektual, generasi penerus bangsa, sudah seharusnya Taruna
menggunakan bahasa, khususnya bahasa Indonesia terlepas dari kerancuan. Taruna
harus mampu menyampaikan gagasan/pendapat, tanggapan, maupun sanggahan
dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terhindar dari kerancuan.
Penggabungan kata ‘berulang’ dan ‘kali’ pada kalimat di atas tidak tepat karena
penggabungan kedua kata tersebut tidak memenuhi sebagai kaidah penggabungan
kata. Seharusnya tidak perlu menggunakan penggabungan dua kata, cukup dengan
mengulang kata-kata tersebut, yaitu: ‘berulang-ulang’ atau ‘berkali-kali’. Dengan
demikian, contoh yang tepat sebagai perbaikan kalimat (1) ialah sebagai berikut.
Contoh lain penggabungan kata yang tidak tepat terjadi pada kata ‘seringkali’ dan
‘kerapkali’. Kedua kata tersebut merupakan hasil penggabungan dua kata yang tidak
tepat. Disadari atau tidak, hasil penggabungan tersebut sering digunakan dalam
kalimat, seperti terlihat pada contoh berikut.
Seringkali merupakan kontaminasi dari ‘sering’ dan ‘banyak kali’ atau ‘berkali-kali’. Di
samping itu, dalam kasus di atas juga tampak adanya unsur mubazir. ‘Sering’ artinya
berkali-kali atau banyak kali. Jika ditulis ‘seringkali’ berarti maknanya ‘banyak berkali-
kali’. Begitu halnya dengan penggabungan kata ‘kerapkali’. Jika dikembalikan ke bentuk
asal maka ditemukan dua bentuk, yaitu ‘kerap’ dan ‘berkali-kali’. Dengan demikian,
28
perbaikan yang tepat untuk penulisan kedua gabungan kata apabila dipakai dalam
kalimat ialah sebagai berikut.
Frasa ”belok kiri boleh langsung” merupakan bentuk rancu penggabungan beberapa
frasa, yaitu: belok kiri dan boleh langsung. Apabila yang dimaksudkan ialah pengendara
boleh langsung belok ke kiri, penulisan yang tepat sebagai berikut.
Adapun frasa ”jangan boleh” merupakan bentuk rancu dari ”jangan biarkan” dan ”tidak
boleh”. Dengan demikian, kalimat:
merupakan kalimat yang rancu. Perbaikan yang tepat untuk kalimat (13) ialah sebagai
berikut.
Contoh lain dari pemakaian frasa yang tidak disadari akan kesalahannya dan
menghantui kita karena sering kita jumpai dalam kalimat dapat dilihat pada contoh
berikut.
(17) Taruna itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal di belakang hari.
Pemakaian frasa ”belakang hari” pada kalimat di atas kurang tepat. Frasa ”belakang
hari” merupakan bentuk rancu. Perbaikan yang dapat dilakukan dengan mengganti
frasa ”belakang” hari dengan bentukan frasa baru, seperti: kemudian hari, kelak, dan
masa yang akan datang. Kalimat (17) dapat diperbaiki sebagai berikut.
(18) Taruna itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal di kemudian hari.
29
(19) Taruna itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal kelak.
(20) Taruna itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal di masa yang akan datang.
(21) Para Taruna telah menyelesaikan tugas kemudian diserahkan kepada dosen.
Kalimat di atas rancu karena menggabungkan dua kalimat yang konsepnya berbeda,
yaitu kalimat aktif dan pasif. Penulisan kalimat yang tepat dapat dilihat pada contoh
berikut.
3.4 Ketaksaan
Ketaksaan atau ’ambivalen’ ialah perasaan tidak sadar yang saling bertentangan
terhadap situasi yang sama. Ambivalen dapat juga diartikan sebagai ’kebingungan’,
’keadaan’, ’sikap’, atau ’perasaan’ yang bertentangan dengan seseorang pada waktu
yang sama.
Dalam kajian ini, yang dimaksud ambivalen ialah ketaksaan atau kemungkinan
makna ganda pada kata atau rangkaian kata, baik yang berupa frase, klausa, dan
kalimat.
Yang termasuk taksa tingkat kata ialah semua kata yang tergolong polisemi, yaitu
’satu kata yang memiliki beberapa makna (pengertian).
Contoh:
(24) kandungan :unsur, organ tubuh wanita
(25) kepala :pimpinan, anggota tubuh
(26) kaki :bagian akhir/bawah, anggota tubuh
(27) ramah tamah :sifat, acara makan-makan
(28) canggih :rumit, banyak unsur, modern, utama, lain dari yang
lain
Yang termasuk taksa tingkat frasa ialah gabungan kata yang tidak predikatif yang
memiliki makna lebih dari satu.
Contoh:
30
(29) bebas parkir : parkir gratis, tidak boleh parkir
(30) hapus papan tulis : meniadakan papan tulis, menghapus tulisan
Yang termasuk taksa tingkat klausa ialah gabungan kata yang memenuhi unsur
sebagai bagian kalimat yang berstruktur gramatikal subjek dan predikat, tetapi
memiliki makna lebih dari satu. Padahal, satu klausa hanya memiliki makna satu.
Contoh:
(31) terima kasih untuk tidak merokok
Sama halnya dengan kata, frasa, dan klausa, ketaksaan dalam kalimat juga sering
terjadi. Ketaksaan disebabkan kalimat yang disusun memiliki makna ganda atau
membingungkan.
Contoh:
(34) HARAP TURUN BANYAK ANAK KECIL
(39) Kucing itu makan tikus yang sudah mati. (tikus mati)
(40) Kucing itu mati karena makan tikus. (kucing mati)
(41) Perwira tinggi yang rendah hati mempunyai anak. (perwira tinggi rendah hati)
(42) Perwira tinggi itu mempunyai anak yang rendah hati. (anak rendah hati)
31
(43) Vicks menghilangkan gatal di tenggorokan. (sakit gatal-gatalnya yang hilang,
bukan tenggorokannya)
Dari beberapa uraian di atas dapat dilihat bahwa salah satu penyebab kesalahan
dalam berbahasa Indonesia disebabkan oleh kebiasaan yang kurang disiplin dalam
berbahasa Indonesia. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dianggap sebagai sesuatu yang
biasa dan wajar. Padahal, sebagai Taruna dituntut selalu bersikap kritis dan memulai
perubahan untuk perbaikan, tidak terkecuali dalam berbahasa Indonesia.
32
Latihan Soal Materi Kerancuan dan Ketaksaan dalam Bahasa Indonesia
33