Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DALAM


ORGANISASI PEMERINTAHAN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perilaku Administrasi Negara
Dosen Pengampu : Dra. Sri Dayati, M.Si, M.P.A

Nama : Putri Budi Utami


NIM : 1410201062

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TIDAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Perilaku individu manusia merupakan cikal bakal perilaku yang ditunjukkan oleh individu di
dalam lingkungan masyarakat atau lingkungan organisasi ketika ia tidak berinteraksi dengan
lingkungan secara luas. Sedangkan perilaku secara kolektif merupakan perilaku yang ditunjukkan
oleh manusia ketika ia berada di dalam lingkungan masayarakat atau organisasi, satu sama lain
saling memerlukan interaksi, sehingga terjadi komunikasi dua arah yang memiliki persepsi yang
sama.
Fakta membuktikan bahwa perilaku manusia dalam kondisi apa pun, cenderung
mementingkan keinginan dan kebutuhannya sendiri. Dalam kondisi seperti ini, manusia perlu
diarahkan oleh orang yang dianggap mampu membimbing dan mengarahkan perilaku-perilaku
individu ke dalam perilaku lingkungan secara kolektif. Posisi orang yang mampu mengarahkan
perilaku-perilaku tersebut dapat berstatus sebagai pemimpin yang berada di dalam lingkungan
organisasi yang sudah dibentuk untuk tujuan tertentu dan dibatasi oleh waktu, maupun pemimpin
yang pada umumnya terbentuk dan diakui oleh masyarakat di dalam lingkungan masyarakat tanpa
terbatasi oleh waktu berlakunya kepemimpinan itu.
Dengan demikian, kepemimpinan merupakan modal dasar kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam mengarahkan perilaku orang lain untuk tujuan tertentu. Pada sebuah
organisasi pemerintahan, sumber daya manusia terdiri dari pemimpin dan pegawai. Untuk
mewujudkan sikap kerja pegawai yang baik, diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan
oleh seorang pemimpin suatu organisasi pemerintah, yaitu dengan menggunakan gaya
kepemimpinan yang tepat. Peranan seorang pemimpin penting untuk mencapai tujuan
organisasi yang diinginkan termasuk organisasi pemerintahan terutama berkaitan dengan
peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Kinerja pegawai
merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mewujudkan
tujuan organisasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka “Pengaruh
Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai dalam Organisasi Pemerintah” merupakan judul
dalam makalah ini.

1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana kepemimpinan yang efektif untuk meningkatkan kinerja pegawai pemerintahan ?
2. Bagaimanakah kinerja pegawai pada umumnya ?
3. Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai dalam organisasi
pemerintahan ?

1.3. Tujuan
1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang efektif
2. Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai dalam organisasi
pemerintahan
3. Meningkatkan kinerja pegawai dan pemimpin
4. Dapat menerapkan gaya kepemimpinan pada pengambilan keputusan sesuai dengan
kebutuhan pegawai
5. Dapat memperbaiki kinerja dan produktivitas pegawai,
6. Dapat menjadi referensi bagi peneliti
7. Berguna sebagai sarana belajar untuk memahami permasalahan yang menjadi topik kajian.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Gaya kepemimpinan


Cara atau gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para penulis berbeda, tetapi
makna dan hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, keputusan kerja, dan
produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang
maksimal. Menurut Malayu S.P.Hasibuan (2005:170) gaya kepemimpinan ada tiga[1] yaitu :
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaaan atau wewenang, sebagian besar
mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi
wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin,
bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Falsafah pimpinan ialah ”bawahan adalah untuk pemimpin/atasan”.
Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan.
Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.
Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi perintah, ancaman hukuman,
serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya
untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan dan
kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem menajemen tertutup (closed
management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya. Pengkaderan
kurang mandapat perhatiannya.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila kepemimpinannya dilakukan dengan cara
persuasif, menciptakan kerja sama serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para
bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah
pemimpin ialah ”pemimpin (dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi
memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran dan ide
yang diberikan bawahannya. Pemimpin menganut sistem menajemen
terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif
akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin
akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang
kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil
keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya,
sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan,
dan mengatakan kepada bawahan ”inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan, saya tidak
peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan
dengan baik”. Disini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan
kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan
diri mereka sendiri dalam menyelasaikan pekerjaan tersebut. Bawahan dituntut memiliki
kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan melakukan sesuatu yang
berdasarkan pengetahuan dan keterampilan.

2.2. Teori Kepemimpinan


Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang
pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori
mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol yaitu sebagai
berikut[2] :
1. Teori Genetie
Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not made".
bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah
dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada
suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah
menetapkan ia menjadi pemimpin.
2. Teori Sosial
Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made", make
penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu :
"Leaders are made and not born". Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap
orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.
3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial.
Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin
yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat
mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman
yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah
dimilikinya itu. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori
sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun
demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat
mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai
pemimpin yang baik.

2.3. Tipe-tipe Kepemimpinan


Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi
lima tipe utama yaitu sebagai berikut[3] :
1. Tipe pemimpin otokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak. Ciri-ciri
pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
c. Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap
dialah yang paling benar.
e. Selalu bergantung pada kekuasaan formal
f. Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang
mengandung unsur paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pimpinan otokratis tersebut di atas dapat
diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat
dipakai dalam organisasi modern.
2. Tipe kepemimpinan militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin
tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya
tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis. Seorang pemimpin yang
bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan
digunakan sebagai alat utama.
b. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya.
c. Senang kepada formalitas yang berlebihan
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
e. Tidak mau menerima kritik dari bawahan
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin
seperti ini bukan merupakan pemimpin yang ideal.
3. Tipe pemimpin fathernalistis
Tipe kepemimpinan fathernalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal
atau kebapakan. Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam
menggerakkan bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat
terlalu sentimentil. Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b) Bersikap terlalu melindungi bawahan
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu
jarang dan pelimpahan wewenang.
d) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk mengembangkan inisyatif daya
kreasi.
e) Sering menganggap dirinya maha tau.
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan.
Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar negatifnya pemimpin faternalistis kurang
menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
4. Tipe kepemimpinan karismatis
Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menemukan sebab-sebab
mengapa seorang pemimin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini
mampunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat
besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab kurangnya seorang pemimpin yang
karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan
kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan
profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin
karismatis.
5. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis dianggap
adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini
selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu.
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
1) Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah mahluk yang termulia di dunia.
2) Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan
organisasi.
3) Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
4) Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar
jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa
dari bawahan.
5) Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
6) Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
7) Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Dari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa
tidak mudah untuk menjadi pemimpin demokratis[4].

BAB III
PEMBAHASAN

Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam


mengerjakan sesuatu atau tidak mangerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan apabila dia
mempunyai pengikut atau bawahan. Bawahan pemimpin ini dapat disuruh untuk
mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang
telah ditetapkan terlebih dahulu.
Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin
dituntut daripadanya kemampuan berfikir secara rasional strategis dan makro. Semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia akan semakin generalis, sedang semakin
rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialis.
Seseorang pemimpin selalu melayani bawahannya lebih baik dari bawahannya
tersebut melayani dia. Pemimpin memadukan kebutuhan dari bawahannya dengan kebutuhan
organisasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya. Jadi, konsep kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan perilaku orang lain dalam mencapai tujuan
tertentu.
Seorang yang tergolong sebagai pemirnpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya
yang berhasil memang telah diberkahi dengan bakat-bakat kepemimpinan dan karirnya
mengembangkan bakat genetisnya melalui pendidikan pengalaman kerja. Pengambangan
kemampuan itu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dengan maksud agar
yang bersangkutan semakin memiliki lebih banyak ciri-ciri kepemimpinan.
Walaupun belum ada kesatuan pendapat antara para ahli mengenai syarat-syarat ideal
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, akan tetapi beberapa di antaranya yang
terpenting adalah sebagai berikut :

a) Pendidikan umum yang luas.


b) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang genoralist yang baik juga.
c) Kemampuan berkembang secara mental
d) Ingin tahu
e) Kemampuan analistis
f) Memiliki daya ingat yang kuat
g) Mempunyai kapasitas integratif
h) Keterampilan berkomunikasi
i) Keterampilan mendidik
j) Personalitas dan objektivitas
k) Pragmatismo
l) Mempunyai naluri untuk prioritas
m) Sederhana
n) Berani dan tegas

Menurut Kerlinger dan Padhazur (2002) faktor kepemimpinan mempunyai peran yang
sangat penting dalam meningkatkan kinerja pegawai karena kepemimpinan yang efektif
memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi. Susilo (1998) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan keseluruhan aktivitas
dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu
tujuan yang memang diinginkan bersama.
Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat meningkatkan
kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai instansi pelayanan
publik. Selain untuk meningkatkan kinerja pegawai dan pemimpin, dapat menerapkan gaya
kepemimpinan pada pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan pegawai dalam
memperbaiki kinerja dan produktivitas pegawai, sehingga pegawai pemerintah dapat
meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat dalam hal pelayanan publik.
Kinerja karyawan yang merupakan hasil olah pikir dan tenaga dari seorang karyawan
terhadap pekerjaan yang dilakukannya, dapat berwujud, dilihat, dihitung jumlahnya, akan
tetapi dalam banyak hal hasil olah pikiran dan tenaga tidak dapat dihitung dan dilihat, seperti
ide-ide pemecahan suatu persoalan, inovasi baru suatu produk barang atau jasa, bisa juga
merupakan penemuan atas prosedur kerja yang lebih efisien.
Dengan pemahaman akan tugas-tugas yang diemban, dan pemahaman karakteristik
bawahannya, maka seorang pemimpin akan dapat memberikan bimbingan, dorongan serta
motivasi kepada seluruh anggotanya untuk mencapai tujuan. Jika dalam proses interaksi
tersebut berhasil dengan baik, maka ia akan mampu memberikan kepuasan yang sekaligus
dapat meningkatkan kinerjanya.
Kinerja dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam rencana strategi suatu organisasi. Menurut Dessler (1997),
kinerja merupakan prosedur yang meliputi (1) penetapan standar kinerja; (2) penilaian kinerja
aktual pegawai dalam hubungan dengan standar-standar ini; (3) memberi umpan balik kepada
pegawai dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja
atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.
Mengenai ukuran-ukuran kinerja pegawai, Ranupandojo dan Husnan (2000)
menjelaskan secara rinci sejumlah aspek yang meliputi:
1. Kualitas kerja adalah mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Kualitas
kerja diukur dengan indikator ketepatan, ketelitian, keterampilan dan keberhasilan
kerja. Kualitas kerja meliputi ketepatan, ketelitian, kerapihan dan kebersihan hasil pekerjaan.
2. Kuantitas kerja yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu
diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat terselesaikan. Kuantitas
kerja meliputi output, serta perlu diperhatikan pula tidak hanya output yang rutin saja, tetapi
juga seberapa cepat dia dapat menyelesaikan pekerjaan yang ekstra.
3. Dapat tidaknya diandalkan termasuk dalam hal ini yaitu mengikuti instruksi, inisiatif, rajin,
serta sikap hati-hati.
4. Sikap, yaitu sikap terhadap pegawai perusahaan dan pekerjaan serta kerjasama[5]
Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang dalam
mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya upaya
dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam
suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang terdapat
dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang
terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam
keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama
terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 1999).
Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-kelebihan
dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di organisasi yang
bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada bawahannya untuk bergerak, bergiat,
berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi
hanya mengerahkan seluruh pegawai saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan
agar para pegawainya mempunyai minat yang besar terhadap pekerjaanya. Atas dasar inilah
selama perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan
tinggi.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Tugas utama dari seorang pemimpin adalah mengambil keputusan. Segala sesuatu
yang terjadi dalam organisasi sebaiknya adalah karena diputuskan demikian, bukan karena
secara kebetulan terjadi. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka
semakin besar bobot dari keputusan yang diambilnya meskipun sering ke putusan tersebut
bersifat umum dan kwalitatif. Dalam sebuah organisasi harus selalu terdapat pendelegasian
wewenang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan-keterbatasan dari manajer dalam
melaksanakan tugasnya.
Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam organisasi
pemerintahan. Karena kepemimpinan merupakan keseluruhan dari gaya kepemimpinan yang
paling tepat tergantung pada beberapa variabel yang saling berhubungan yaitu antara
pemimpin dan pegawai. Adanya pengaruh tersebut akan dapat memperbaiki kinerja pegawai
dan pemimpin serta meningkatkan kinerja antara pimpinan dan pegawai dalam hal melayani
masyarakat.

Saran
Berdasarkan hasil makalah tersebut, Seorang pemimpin harus mampu menjadi
figur yang mampu mambangun dan meningkatkan motifasi kerja karyawan. Untuk
meningkatkan kinerja pemimpin harus berupaya seefektif mungkin mengoptimalkan
gaya kepemimpinan demokrasi. Karena semakin efektifnya gaya kepemimpinan
demokrasi akan meningkatkan kinerja. Pemimpin harus meningkatkan komunikasi
dengan karyawan, sehingga hubungan dengan karyawan terjalin dengan baik. Dengan
semakin baiknya hubungan dengan karyawan secara otomatis akan meningkatkan
kinerja.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. Alfan. . Menjadi Pemimpin Politik : PerbincanganKepemimpinan dan


Kekuasaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hasibuan, Malayu. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Prof. Dr. Mar’at. 1985. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta Timur : Ghalia Indonesia.

Ranupandojo, H, Suad Husnan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:


BPFE-UGM

Susilo, Martoyo. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM.

[1] Hasibuan, Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2004), hlmn 170
[2] Prof. Dr. Mar’at, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta Timur : Ghalia Indonesia, 1985), hlmn 20

[3] Prof. Dr. Mar’at, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta Timur : Ghalia Indonesia, 1985), hlmn 27
[4] Prof. Dr. Mar’at, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta Timur : Ghalia Indonesia, 1985), hlmn 27
[5] Ranupandojo, H, Suad Husnan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE-UGM, 2000)

Anda mungkin juga menyukai