Anda di halaman 1dari 16

CARA PEMBUATAN PAKAN MURAH DENGAN

TEKNOLOGI SEDERHANA

Oleh :

Erik Sutikno
( Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan )

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA
2013
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kandungan nutrisi dan pemberian pakan memegang peranan penting untuk


kelangsungan usaha budidaya hewan akuatik. Penggunaan pakan yang efisien dalam
suatu usaha budidaya sangat penting karena pakan merupakan faktor produksi yang
paling mahal. Oleh karena itu, upaya perbaikan komposisi nutrisi dan perbaikan efisiensi
penggunaan pakan perlu dilakukan guna meningkatkan produksi hasil budidaya dan
mengurangi biaya pengadaan pakan, serta meminimalkan produksi limbah pada media
budidaya. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan pemahaman tentang nutrisi dan
kebutuhan nutrien dari kultivan, teknologi pembuatan pakan, serta kemampuan dalam
pengelolaan pakan untuk setiap tipe budidaya dari kultivan tertentu.

Permasalahan yang dihadapi para pembudidaya adalah harga pakan terus


meningkat. Peningkatan harga ini dipicu oleh rendahnya suplai bahan baku pakan
terutama tepung ikan dan minyak ikan yang diimpor dari luar. Negara eksportir utama
yaitu Chile yang karena bencana tsunami dan Peru yang mengalami perubahan cuaca
Elnino berdampak pada penurunan produksi tepung dan minyak ikan .
Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu alternatif pemecahannya adalah mencari
pakan altdernatif yang lebihb murah untuk menekan biaya adalah pembuatan pakan
secara mandiri (on farm feed) dengan bahan baku lokal menjadi pilihan dan solusi
termurah. Hal terpenting adalah bagaimana cara membuat pakan murah yang berkualitas.

1.2. Tujuan
Untuk menghasilkan teknologi pembuatan pakan ikan yang praktis dengan
peralatan sederhana, pendapingan pembuataan pakn secara mandiri pada masyarakat
pembudidaya.

1.3. Sasaran
Masyarakat pembudidaya mampu meramu dan membuat pakan secara mandiri
secara baik ban benar

1.4. Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam pembuatan pakan ikan ini meliputi ; pemilihan bahan baku,
fermentasi bahan, penghalusan /penepungan bahan, menyusun formula, pencampuran,
pencetakan, pengeringan, pengepakan dan penyimpanan.

II. PROSES PEMBUATAN PAKAN

Dalam pembuatan pakan ikan/udang umumnya dengan proses steam atau


extrusi. Proses steam merupakan kombinasi antara air, panas dan tekanan untuk
membentuk butiran pellet. Pakan extrusi pada prinsipnya sama hanya saja temperatur
dan tekanan lebih tinggi. Hal ini menyebabkan proses gelatinasi pati lebih sempurna
sehingga pakan lebih padat. Proses extrusi ini juga digunakan untuk membuat pakan
terapung. `
Sistem produksi pellet menggunakan ekstrudder dengan kapasitas 50-60 ton per jam
tidak mungkin diterapkan untuk produksi pakan di pedesaan. Pembuatan pellet merah ini
tidak memerlukan proses yang rumit dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekala
kecil. Selain itu alat harus fleksibel, dapat dengan mudah dipindah ke tempat lain.

Sistem produksi pellet murah skala kecil dapat menggunkan mesin pelet sederhana atau
dapat juga menggunakan mesin giling daging. Produksi pellet murah dengan mesin
sederhana yang diterapkan di tingkat masyarakat pembudidaya meliputi beberapa proses
yaitu : 1) pemilihan bahan baku yang tersedia; 2) penghalusan bahan; 3) penyiapan
bahan adonan; 4) pencapuran; 5) pencetakan; 6) pengeringan; 7) pengemasan; dan 8)
penyimpanan.

A. Pemilihan Bahan Baku

Dalam penentuan formula dan pemilihan bahan baku, harus berorientasi pada
kualitas pakan yang akan diproduksi. Pakan yang berkualitas terdiri atas bahan bahan
yang apabila diramu menghasilkan ransum dengan gizi berimbang. Selain itu pellet yang
dihasilkan dapat memenuhi tuntutan sifat fisik dan memiliki daya tarik bagi ikan. Secara
umum ransum pakan harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral
yang sesuai kebutuhan setiap jenis ikan, Selain jumlah atau proporsinya berimbang,
nutrisi yang dikandung harus mudah dicerna oleh sistem pencernaan ikan dan udang.

Bahan baku pakan berasal dari berbagai sumber, dalam memilih bahan baku
pakan, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya, adalah : kandungan nutrien
esensial, kecernaan, ada tidaknya anti nutrisi dan zat toksik, ketersediaan secara
komersial, dan harga. Bahan hewani dan nabati merupakan sumber bahan baku yang
umum digunakan. Namun demikian, limbah dari suatu proses industri seperti industri
penangkapan ikan dan pengalengan ikan dapat digunakan sebagai bahan pakan.
Beberapa sumber bahan baku pakan hewan akutik seperti pada Tabel 1.
Bahan baku pakan asal hewani umumnya mengandung protein dengan komposisi asam
amino yang lebih baik. Sumber protein dikatakan baik jika profil asam amino yang
dikandungnya mendekati dengan kebutuhan kultivan.

Tabel 1. Sumber-sumber protein, lemak dan karbohidrat untuk pembuatan pakan.

Protein Lemak Karbohidrat


Tepung darah Minyak jagung Tepung terigu
Tepung ikan Minyak hati ikan kord Singkong
Tepung kopra Minyak kelapa Tepung jagung
Tepung tulang & daging Minyak biji kapuk Pati jagung
Tepung kepala udang Minyak hati ikan Pollack Dedak/katul
Tepung cumi Minyak hati tuna Pati sagu
Ikan rucah Minyak hati cumi Rumput laut
Yeast Minyak kedele

Beberapa sumber bahan dari tumbuhan memiliki kandungan protein yang tinggi,
akan tetapi profil asam aminonya lebih rendah dari pada bahan baku hewani. Bahan
nabati merupakan sumber karbohidrat yang baik, dan beberapa diantaranya merupakan
sumber protein yang baik seperti tepung kedele. Disamping itu juga berperan sebagai
sumber energi seperti yang terdapat pada legume dan kacang-kacangan, meskipun
tergolong mahal dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya seperti pada tepung
terigu. Secara umum, karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dibandingkan
dengan lemak, serta dapat berfungsi sebagai binder. Selain karbohidrat, lemak juga
digunakan sebagai sumber energi dan sekaligus sebagai sumber asam lemak dalam
pakan.
Pemilihan bahan baku pakan sangat ditentukan oleh jumlah nutrien esensial yang
dikandungnya. Bahan baku pakan yang kaya protein dan memiliki profil asam amino
yang baik biasanya lebih mahal sehingga biaya menjadi kendala dalam penggunaannya.
Ketersediaan nutrien secara biologis (bioavailability) dari suatu bahan baku bervariasi
dan ini akan mempengaruhi jumlah penggunaaan dalam suatu ransum. Sebagai contoh,
bahan baku pakan yang kandungan proteinnya lebih mudah dicerna digunakan lebih
banyak dari sumber bahan yang ketersediaan proteinnya sedikit. Kecernaan protein (%)
berbagai bahan baku dari beberapa species budidaya disajikan pada Tabel 2.

Tabel. 2. Koefisien daya cerna protein (APDC) dari beberapa bahan baku untuk hewan
budidaya.

Kultivan Bahan baku APDC (%)


Udang windu Tepung ikan 61
Tepung kedele (tanpa lemak) 93
Tepung cumi 96
Tepung udang 95
Tepung kepala udang 89
Tepung tulang & daging 74
Yeast Candida sp. 93
Tepung kopra 75
Ikan bandeng Tepung ikan 45-81*
Tepung kedele (tanpa lemak) 45-94*
Ikan mas Tepung ikan (white FM, ekstrak 95
secara mekanik)
Tepung kedele (ekstrak pelarut) 81-96

Sea bream Tepung ikan (white FM, ekstrak 61-87


secara mekanik)
Lele Tepung kedele (ekstrak pelarut) 72-84

* Pengujian pada salinitas bebeda

Protein

Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan/udang, baik untuk pertumbuhan


maupun untuk menghasilkan tenaga. Protein nabati (asal dari tumbuhan), lebih sulit
dicernak dari pada protein hewani, hal ini disebabkan karena protein nabati terbungkus
dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna.
Pada umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewan ternak di darat
(unggas, dan mamalia). Selain itu, jenis dan umur ikan juga berpengaruh pada kebutuhan
protein. Ikan carnívora membutuhkan protein lebih banyak daripada ikan herbivora,
sedangkan ikan omnivora berada diantara keduanya. Pada umumnya ikan membutuhkan
protein sekitar 20 – 60%, dan optimum 30 -36%,.

Protein merupakan komponen terbesar dari daging udang atau sekitar 65-70% dari
berat kering. Protein dalam pakan merupakan sumber asam amino yang berfungsi sebagai
building block dari protein udang itu sendiri. Setelah udang makan, sintesa protein
meningkat dan proteolisis menurun. Terdapat penambahan protein dan tersimpan dalam
bentuk daging (mass muscle). Seperti halnya pada ikan, protein yang dikonsumsi hanya
tertahan sekitar 40 %, dan sisanya 60 hilang atau teroksidasi (Cuzon et al., 2004).
Terdapat 20 jenis asam amino, tetapi hanya 10 yang termasuk esensial dalam pakan
ikan/udang. Selebihnya dapat disintesa oleh udang dari kesepuluh asam amino esensial
tersebut. Oleh karena itu, udang tidak memiliki kebutuhan protein minimum, melainkan
memiliki kebutuhan asam amino esensial yang minimum untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya (Tabel 3).

Kebutuhan asam amino bagi udang belum diketahui secara pasti. Hal ini
disebabkan oleh karena udang kurang efisien dalam memanfaatkan kristal asam amino
yang diberikan ke dalam pakan untuk keperluan studi kebutuhan asam amino. Sebagai
pendekatan adalah bahwa kebutuhan asam amino menyerupai komposisi asam amino dari
jaringan tubuh udang itu sendiri.
Tabel 3. Kebutuhan asam amino untuk beberapa ikan dan udang dalam persen protein

Asam Sidat Mas Rainbow Chinook Bandeng Nila Sea Udang


Amino Trout Salmon bass windu
Arginin 4,5 4,4 4,0 6,0 5,2 4,2 3,6 5,3
Histidin 2,1 1,5 1,8 1,8 2,0, 1,7 2,2
Isoleusin 4,0 2,6 2,8 2,2 4,0 3,1 2,7
Leusin 5,3 4,8 5,0 3,9 5,1 3,4 4,3
Lysin 5,3 6,0 6,0 5,0 4,0 5,1 4,5 5,2
Methioni+ 5,0 2,7 3,3 4,0 2,5 3,2 2,9 2,4
Cys/2
Fenilalanin+ 5,8 5,7 6,0 5,1 4,2 5,5 3,7
Tyr
Threonin 4,0 3,8 4,1 2,2 4,5 3,8 3,5
Tryptofan 1,1 0,8 0,6 0,5 0,6 1,0 0,5 0,5
Valin 4,0 3,4 3,6 3,2 3,6 2,8 3,4
Sumber : NRC 1993; FDS Manual 1994; Santiago dan Lovell 1993; Borlongan dan Coloso 1998; Coloso
et al. 1999;

Dalam penyusunan suatu ransum pakan, beberapa sumber protein yang digunakan
dicampur guna memenuhi kebutuhan minimal asam amino tersebut diatas. Faktor lain
yang perlu diperhatikan adalah tingkat kecernaan bahan baku dan ketersediaan asam
amino yang dikandungnya. Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku pakan yang
baik, oleh karena komposisi asam amino hampir sesuai dengan udang.

Pada umumnya pakan udang komersial memiliki kandungan protein 35-50 %.


Jika kadar protein terlalu rendah, laju pertumbuhan akan menurun. Demikian pula
sebaliknya, kelebihan protein dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Kelebihan
protein akan dimetabolisme oleh udang dan selanjutnya digunakan sebagai sumber
energi, serta nitrogen dieksresikan dalam bentuk amonia. Kebutuhan protein umumnya
lebih tinggi pada stadia post larva dan juvenil dan menurun pada saat berukuran lebih
besar (Tabel 4).

Tabel 4. Kebutuhan protein udang pada berbagai ukuran pada sistem budidaya intensif.

Berat udang (g) Kadar protein yang


direkomendasikan
0,002-0,25 50%
0,25-1,0 45%
1,0-3,0 40%
>3,0 35%

Beberapa percobaan menunjukkan bahwa kebutuhan protein untuk udang vannamei


lebih rendah dibandingkan dengan udang windu. Pada ukuran juvenil dan atau yang lebih
besar dilaporkan bahwa maksimum kebutuhan protein berkisar 30-32% (Cuzon et al.,
2004). Bahkan terdapat kecenderungan perubahan kebiasaan makan dari omnivora
(pemakan segala) ke herbivora (pemakan nabati). Terbukti bahwa pada percobaan
pembesaran juvenil vannamei dengan protein pakan 25 % dengan bahan baku utama
adalah tepung kedele menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik (Tabel 3). Demikian
pula halnya percobaan yang dilakukan oleh Aranyakananda dan Lawrence (1993) dalam
Kureshy dan Davis (2002) dilaporkan bahwa juvenil udang vannamei yang diberi pakan
dengan kandungan protein sebesar 25 %; 35 % dan 45 % tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata. Selanjutnya Kureshy dan Davis (2002) dalam percobaan tentang
kebutuhan maksimum protein untuk pertumbuhan dilaporkan sebesar 32 % baik ukuran
juvenil ataupun yang lebih besar lagi.
Data tersebut mengandung arti tersendiri khususnya dalam pembuatan pakan udang,
dimana ketergantungan yang tinggi terhadap sumber protein hewani seperti tepung ikan
dapat dikurangi melalui sumber protein nabati.

Tabel 5. Udang vannamei (0.58 g) yang diberi pakan dengan kandungan protein 25 %
pada berbagai level tepung kedele.

Tepung kelede dalam pakan (%) Pertambahan berat (%)


15 250
30 300
45 350
53 310

Lemak

Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam lemak esensiilnya yaitu asam-
asam lemak tak jenuh atau PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) antara lain asam oleat,
asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak esensiil ini banyak terdapat di tepung
kepala udang, cumi-cumi dll. Kandungan lemak sangat dipengaruhi oleh factor ukuran
ikan, kondisi lingkungan dan adanya sumber tenaga lain. Kebutuhan ikan akan lemak
bervariasi antara 4 – 18%.

Lipid atau lemak adalah kelompok senyawa organik dan di dalamnya termasuk
asam lemak bebas, posfolipid, trigeliserida, minyak, waxes and sterol. Lipid berfungsi
sebagai sumber energi dan sumber asam lemak esensial yang berperan penting dalam
membran sel. Ada empat jenis asam lemak ensensial bagi udang sebab dibutuhkan dalam
pakan dan tidak dapat disintesa dari komponen lain. Keempat jenis asam lemak dan
jumlah yang direkomendasikan dalam pakan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Asam lemak yang direkomendasikan dalam pakan udang.

Asam Lemak Persentase Pakan


Asam Linoleic (18:2n6) 0,4
Asam Linolenac (18:3n3) 0,3
EPA (20:5n3) 0,4
DHA (22:6n3) 0,4
Kemampuan udang untuk mensitesa asam lemak kelompok n-3 dan n-6 sangat terbatas.
Disamping itu, udang juga terbatas dalam proses elongasi dan desaturasi asam lemak
berantai panjang (PUFA) menjadi HUFA seperti EPA dan DHA (Gonzales-Felix and
Perez-Valazquez (2002).

Posfolipid adalah senyawa yang mengandung gliserol, asam lemak, dan asam
posforik. Senyawa tersebut merupakan komponen penting pada membran sel dan
metabolisme lemak. Sterol dibutuhkan oleh krustase sebagai suatu prekursor untuk
maturasi dan molting. Lemak ditambahkan ke dalam pakan dalam bentuk minyak ikan,
minyak cumi dan minyak kedele. Kadar lemak dalam pakan udang merupakan fungsi dari
berat dan menurun seiring dengan bertambahnya berat udang (Tabel 7).

Tabel 7. Kadar lemak dalam pakan udang untuk pemeliharaan sistem intensif.

Berat Udang (g) Kadar Lemak (%)


0,002-0,2 15
0,2-1,0 9
1,0-3,0 7,5
>3,0 6,5

Karbohidrat

Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, berasal dari bahan baku nabati. Kadar
karbohidrat dalam pakan ikan, berkisar antara 10 – 50%. Kemampuan ikan untuk
memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan
enzim pemecah karbohidrat (amilose) ikan karnivora biasanya membutuhkan karbohidrat
sekitar 12 % sedangkan untuk omnivore kadar karbohidratnya dapat mencapai 50%.

Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah bagi udang. Pati, gula, dan
serat merupakan bentuk utama dari karbohidrat. Kemampuan organisme untuk
menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi bervariasi. Species karnivora dengan
kadar protein yang tinggi dalam pakannya cenderung menggunakan protein sebagai
sumber energi. Bahkan species ini seringkali kurang efektif dalam proses metabolisme
karbohidrat. Sebaliknya pada species omnivora dan herbivora, karbohidrat dapat
dimetabolisme secara efektif. Namun demikian, kebutuhan mutlak karbohidrat pada
udang belum ada, meskipun dapat menjadi sumber energi tandingan bagi protein (protein
sparing effect). Oleh karena itu, jika kandungan karbohidrat dalam pakan mencukupi,
maka kebutuhan protein dapat dikurangi. Pada vannamei, penggunaan gula sederhana
(sumber karbohidrat) menyebabkan pertumbuhan terhambat (Cuzon et al., 2004).
Sebaliknya karbohidrat komplex lebih banyak digunakan dan bepengaruh positif terhadap
pertumbuhan. Dari beberapa percobaan diketahui bahwa penggunaan pati gandum dapat
dicerna dengan baik oleh udang vanname ukuran juvenil.
Vitamin .

Vitamin dalam pakan mutlak dibutuhkan terutama pada budidaya intensif, karena
pakan alami yang mengandung vitamin sangat terbatas. Apabila ikan kekurangan
vitamin, maka gejalanya adalah nafsu makan hilang, kecepatan tumbuh bekurang, warna
abnormal, keseimbangan hilang, gelisah, mudah terserang bakteri, pertumbuhan sirip
kurang sempurna, pembentukan lendir terganggu dll. Kebutuhan akan vitamin sangat
dipengaruhi ukuran ikan, umur, kondisi lingkungan dan suhu air.

Vitamin merupakan senyawa organik yang harus tersedia dalam pakan dalam
jumlah relatif sedikit untuk perkembangan dan pertumbuhan secara normal. Vitamin
dapat diklasifikasikan atas vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam
lemak. Vitamin B-komplex merupakan vitamin yang larut dalam air dan dibutuhkan
dalam jumlah relatif sedikit dengan fungsi utama sebagai koenzim pada berbagai proses
metabolisma. Sedangkan vitamin lain seperti vitamin C, inositol, dan kolin dibutuhkan
dalam jumlah lebih banyak. Sedangkan vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D, E,
dan K. Dalam pakan udang-ikan biasanya diperkaya dengan vitamin premix yang terdiri
dari 15 vitamin esensial.

Kebutuhan vitamin bagi udang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya


adalah : ukuran, umur, laju pertumbuhan dan lingkungan. Pada stadia muda kebutuhan
vitamin dapat mencapai 50 % lebih besar dibandingkan pada stadia dewasa. Demikian
pula halnya dengan sistem pemeliharaan intensif, kebutuhan vitamin nampaknya lebih
besar dibandingkan pada sistem pemeliharaan dengan padat tebar rendah. Defisiensi
vitamin seringkali ditandai dengan deformitas fisik, kebutaan, pola renang yang tidak
beraturan, letargi dan pertumbuhan lambat. Gejala perubahan fisik yang terjadi akibat
kekurangan vitamin bervariasi, tergantung pada kekurangan jenis vitamin apa dalam
pakan.

Untuk mengatasi kekurangan vitamin, selama proses pembuatan sering diperkaya


dengan vitamin dalam jumlah yang berlebih (overfortify) dengan berbagai alasan seperti :
informasi kebutuhan vitamin secara detail belum tersedia, banyak jenis vitamin tidak
stabil baik terhadap prosessing maupun selama penyimpanan (seperti vitamin C).

Mineral

Mineral adalah bahan anorganik yang dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhan
jeringan tubuh, proses metabolisme dan mempertahankan keseimbangan osmosis.
Mineral yang penting untuk pembentukan tulang gigi dan sisik adalah kalsium, fosfor,
fluorine, magnesium, besi, tembaga, kobalt, natrium, kalium, klor, boron, aluminium,
seng, arsen dll. Makanan alami biasanya telah cukup mengandung mineral, bahkan
beberapa dapat diserap langsung dari dalam air. Pada umunya, mineral-mineral itu
didapatkan dari makanan. Oleh karena itu, beberapa macam mineral yang penting perlu
kita tambahkan pada proses pembuatan pakan.
Selain kandungan gizi, ada beberapa bahan tambahan dalam meramu pakan
buatan. Bahan-bahan ini cukup sedikit saja, diantaranya : antioksidan, perekat dan
pelezat. Sebagai antioksin dan atau zat anti tengik dapat ditambahkan fenol, vitamin E,
vitamin C, etoksikuin dan lain-lain dengan pemnggunaan 150 -200 ppm. Beberapa bahan
yang dapat berfungsi sebagai perekat seperti agar-agar gelatin, tepung kanji, tepung
terigu dan sagu, dengan pemakaian maksimal 10% bahan perekat ini menjadi penting
pada pembuatan pakan udang. Sebab pakan udang harus mempunyai ketahanan dalam air
(water stability) yang tinggi agar tidak cepat hancur.

Bahan utama penyusun pakan yang umum terdapat di daerah pedesaan antara
lain; jagung, kedelai, dedak, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung
singkong, tepung terigu, bungkil kacang tanah dan lain-lain, dengan bantuan komputer
jenis dan komposisi bahan dapat ditentukan. Namun demikian cara-cara konvensional
seperti square method dapat dijadikan dasar, minimal untuk penentuan proporsi bahan
baku untuk memperoleh pellet dengan kadar protein yang diinginkan. Vitamin dan
mineral yang banyak dijual di depot poultry adalah PIG – Premix dengan kandungan
seperti pada (Tabel. 1 dan 2 ). Vitamin yang belum terkandung perlu ditambahkan.

B. Fermentasi.

Fermentasi bahan terutama di tujukan pada beberapa jenis bahan yang berkadar
serat tinggi, (dedak, bungkil jagung, kulit singkong dll). Fermentasi ini dimaksudkan
untuk memperbaiki kandungan nutrisi bahan yaitu : menurunkan kandungan serat kasar,
meningkatkan protein dan melepaskan zat anti tumbuh maupun kandungan racun yang
terdapat pada bahan.
Proses fermentasi bahan tidak berbeda dengan proses pembuatan tempe yaitu
bahan yang sudah dihaluskan disterilisasi dengan cara mengukus selama 15 menit atau
ditambahkan air panas (air mendidih) sebanyak 30% diaduk merata, biarkan bahan
sampai dingin, taburkan 3-4 gram jamur Rhyzopus oryzae / R. Oligusporus kedalam
bahan, aduk merata, susun bahan dengan ketebalan antara 5-10 cm, selanjutnya tutup
bagian permukaan menggunakan plastik / daun menggunakan daun , biarkan selama 48-
72 jam. Amati jika fermentasi berhasil maka pada permukaan bahan telah tumbuh jamur
yang berwarna putih abu-abu secara merata dengan miselium yang lebat saling mengkat
sehingga bahan menjadi padat dan kompak. (Gambar 1.)

Gbr. 1. Hasil fermentasi bahan berserat dengan jamur R. Oligusporus


C. Penghalusan Bahan

Untuk meramu formula pakan, bahan-bahan yang akan dijadikan adonan harus
direduksi ukuran partikelnya hingga sehalus mungkin, ukuran partikel yang kasar dapat
menurunkan kualitas pakan karena tingkat digestibilitynya menjadi rendah dan pellet
mudah remuk/ hancur. Biji-bijian harus dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air
tidak lebih dari 10 %. Khusus untuk kacang kedelai harus disangrai atau dipanaskan
menggunakan oven untuk menghilangkan zat anti tumbuh yang terkandung didalamnya.
Zat ini dikenal dengan sarmine protease inhibitor. Dengan suhu 150 oC selama 4 jam
dalam oven, maka kedelai menjadi matang, kulitnya mudah dikupas.

Mesin giling tepung (dish mill) digunakan untuk menghancurkan dan


menghaluskan bahan dengan mash 0,5 m, hasil gilingan bahan diayak dengan saringn
mesh 100, sudah cukup halus untuk campuran pellet. Contoh mesin giling/penepung
yang banyak tersedia di toko seperti terlihat pada Gambar 2.

Gbr. 2. Mesin giling/ penepung bahan (dish mill)

D. Pembuatan Adonan Pakan

Semua komponen bahan pakan harus mampu dicampur menjadi adonan yang
homogen sehingga siap dicetak menjadi pellet. Penentuan proporsi masing-masing bahan
didasarkan atas : kandungan protein, berat jenis dan harga masing-masing bahan. Protein
dinilai sebagai komponen terpenting dari ransum sehingga kandungan nutrisi dari semua
bahan harus sudah diketahui sebelum adonan dibuat. Kandungan akhir protein pada pellet
menetukan komposisi yang harus dibuat. Sebagai contoh untuk pellet dengan kadar
protein 30% seperti pada tabel 8.

Tabel. 8. Contoh komposisi pakan dengan taksiran kadar protein 30%

No Jenis bahan Protein (%) Jumlah (kg) Proporsi (%)

1 Tepung ikan 67 12.5 24.75


2 Tepung kedelai 46 7 13.86
3 Tepung jagung 9.8 12.5 24.75
4 Bungkil kopra 24 3.5 7.92
5 Tepung terigu 12.27 2 3.9
6 Dedak halus 13.30 12.5 24.75
7 Premix 0 5
8 Minyak ikan 0 2 0.5
Jumlah bahan utama 50 100

Setelah semua komponen bahan pakan siap sesuai kualifikasi, kemudian masing-
masing ditimbang sesuai porsi. Sebelumnya jumlah adonan yang dibuat untuk campuran
harus disesuaikan dengan kapasitas mixer yang akan dipakai. Bahan yang sudah
tertimbang dimasukkan ke dalam mixer dan dilakukan pencampuran sekitar 10 menit
untuk menjamin homogenitas adonan. Beberapa tipe mixer yang baik dan digunakan
adalah seperti terlihat pada Gambar. 3 .berikut

Gbr. 3. Mesin pengaduk bahan (mixer) skala kecil

Adonan yang telah tercampur secara merata dalam wujud serbuk halus berkadar air 30%
selanjutnya siap untuk dicetak menjadi pellet.

E. Pencetakan

Dalam proses pencetakan ada beberapa opsi kualitas dan tipe pellet yang diharapkan
yaitu :
a. Berat jenis besar, kompak, namun kecepatan produksi lebih lambat;
b. Kecepatan produksi tinggi namun pellet lebih ringan dan kurang kompak;
c. Pellet ringan tapi kompak (pellet apung).

Masuknya bahan adonan dengan kadar air 30% kedalam mesin pencetak digilas
dan ditekan dengan scruw menuju ke lubang cetakan dengan tekanan yang stabil
memaksa bahan adonan terakumulasi dalam lubang cetak dan akhirnya keluar melewati
lubang cetak. Gesekan mesin cetak dengan adonan menimbulkan efek panas. Energi
panas diserap oleh bahan sehingga terjadi peningkatan suhu pada bahan adonan
sehingga pakan dapat lebih kompak, padat dan tidak mudah hancur dalam air.
Hal prinsip dalam proses pencetakan ini adalah daya tekan roller harus besar dan
konstan. Apabila tidak konstan maka pellet tidak akan terbentuk dan terjadi kemacetan.
Densitas bahan dan sifat fisik bahan juga sangat berpengaruh terhadap kecepatan
pencetakan dan kualitas pellet yang dihasilkan. Bahan-bahan banyak mengandung serat
lebih berat dicetak dibanding bahan dari biji-bijian yang kaya akan karbohidrat, berikut
contoh mesin cetak pellet sederhana yang digunakan di masyarakat . Gambar 4.

Gbr. 4. Mesin pencetak pellet kapasitas 250 kg/jam , dan mesin cetak sederhana (mesin giling daging)

F. Pengeringan

Pellet yang sudah selesai dicetak harus dilakukan pengeringan, di masyarakat pada
umunya dijemur di bawah terik matahari, pengeringan menggunakan energi alam seperti
ini dirasa cukup efisien, namun hasilnya kurang bagus karena terjadi kerusakan dan
penurunan kadar protein. Pengeringan pakan menggunakan mesin pengering yang
lengkap dengan pengatur suhu hasilnya lebih baik. Pengaturan suhu untuk tujuan
pengeringan pakan tidak boleh lebih 70 oC . Kadar air pellet yang disarankan berkisar
antara 8 – 10 %.

Gbr. 5. Drum driyer untuk couting pakan , dan pengeringan dengan sinar mata hari

G. Pengemasan

Pada saat ini proses pengemasan sudah menjadi hal yang mutlak dalam usaha
pembuatan pakan ikan karena dengan pengemasan yang baik, proses penurunan mutu
dapat ditekan. Wadah untuk mengemas pakan sangat bervariasi, mulai dari karung
plastik, kertas semen dan plastik tebal untuk kapasitas besar dan aluninium untuk
kapasitas kecil.

Gbr. 6. Pengemasan pellet, dengan karung berlapis plastik

H. Penyimpanan

Pada saat ini terdapat tiga masalah dalam proses penyimpanan, yakni serangga,
organisma mikroskopis dan perubahan iklim yang semuanya akan menyebabkan
perubahan kualitas, kurusakan fisik, bau tengik, dan berjamur, kehilangan bobot, resiko
kesehatan ikan dan ekonomis. Kontamisai mikro organisme seperti bakteri dan jamur
tidak dapat hidup pada kelembaban dibawah 20%. Efek kerusakan pada pakan akibat
jamur antara lain : 1). Produksi racun mycotoxin. 2). Timbulnya panas, 3). Naiknya
kelembaban, 4). Munculnya jamur.

Perubahan deteriotif pada bahan baku dan pakan hampir selalu terjadi dan ini
berhubungan dengan kandungan lipid/lemak pada pakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses deteriotif adalah ; faktor lingkungan
(temperatur, kelembaban, kebersihan lingkungan), keadiran serangga dan
mikroorganisma. Ketengikan merupakan gabungan dari 3 proses, yaitu : oksidasi,
hidrolisis dan pembentukan koton. Banyak faktor yang mempengaruhi oksidasi lipid
yaitu enzim, hematin, peroksida, cahaya, temperatur dan katalis dari logam berat.

Pakan yang sudah dikemas dalam karung harus disimpan pada tempat/gudang dengan
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

Persyaratan gudang tempat penyimpanan pakan antara lain :

a. Tempat kering, bersih, tidak lembab dan berventilasi


b. Penyimpanan pakan diletakan diatas rak kayu (fallet)
c. Hindari penyimpanan langsung diatas lantai
d. Hindari cahaya matahari langsung
e. Pakan tidak lebih dari 3 bulan dari waktu produksi

Gbr. 7. Dua gambar penempatan /penyimpanan pakan tanda (√ ) benar


dan tanda (x) salah

DAFTAR BACAAN

.................., 2009. Manajemen Pakan., Upaya Meramu Pakan Ikan Tanpa Minyak dan
Tepung Ikan. Informasi Teknologi-http :/www.dkp.go.id

.................., 2009, Standar Nasional Indonesia (SNI), Pakan ikan Bandeng SNI
7308-2009 dan Pakan udaang vaname SNI 7549-2009. Departemen Kelautan
dan Perikanan, Direktorat Jenderal Periknan Budidaya, Direktorat Produksi.

Avnimelech, Y., 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture systems.


Aquaculture 176, 227-235.
Avnimelech, Y ., and G. Ritvo., 2003. Shrimp and fish pond soiln: processes and
management. Aquaculture 220,549-567.
Borlongan, I.G, and Coloso, R.M. 1993. Requirements of Milkfish ( Chanos chanos
Forsskal ) Juveniles for Essential Amino Acids. J. Nutr.123:125-132.
Briggs, M., Funge-Smith, S., Subasinghe, R., Phillips, M. Boyd, C.E., 1993. Shrimp pond
bottom soil and sediment management. Proceeding of the special session on
shrimp farming. Wyban, J (ed). World Aquac. Soc.43-58.
Boyd, C. E., S. Pippopinto., 1994. Factors affecting respiration in dry pond soils.
Aquaculture 120,283-293
Browdy, 1998. Recent developments in penaeid broodstock and seed production
technologies: improving the outlook for superior captive stocks. Aquaculture
164,3-21.
Burford, M. A., K.C. Williams, 2001. The fate of nitrogenous waste from shrimp feeding.
Aquaculture 198, 79-93.
Nur A, Zaenal Arifin, 2004. Nutrisi dan Formulasi Pakan Ikan. Departemen Kelautan dan
Perikanan . Balai Besar Pengembangan Budidaya Air payau Jepara.
Suastika Jaya IBM, 2010. Petunjuk praktis memproduksi pakan murah untuk Budidaya
ikan air tawar
.

Anda mungkin juga menyukai