Anda di halaman 1dari 18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional,

yang didukung oleh data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui

pengisian kuesioner, pill count dan data sekunder yang diperoleh dari rekam

medis pasien.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 31 Januari – 28 Februari 2017 di

Puskesmas Teladan Kota Medan.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang melakukan pengobatan

tuberkulosis paru di Puskesmas Teladan Kota Medan.

3.3.2Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dapat mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2012).

Subjek dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan pengobatan

tuberkulosis paru di Puskesmas Teladan Kota Medan yang memenuhi kriteria

inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi adalah :

a. Pasien yang mengidap penyakit tuberkulosis paru dan sedang melakukan

pengobatan di Puskesmas Teladan Kota Medan.

19
Universitas Sumatera Utara
b. Pasien yang sedang menjalani pengobatan tuberkulosis paru lebih dari 2

minggu.

Kriteria eksklusi adalah :

a. Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

b. Pasien yang sudah selesai menjalani pengobatan.

c. Pasientidak bersedia bekerjasama dalam penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

3.4.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data primer

berupa kuesioner yang telah diisi oleh pasien dan pill count dengan cara

menghitung sisa jumlah obat pasien .

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan

sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari responden dengan

cara menghitung sisa jumlah obat yang dibawa pasien dan membagikan kuesioner

kepada pasien yang berobat di Puskesmas TeladanKota Medan. Kuesioner terdiri

dari 2 bagian yaitu:

a. Data demografi pasien berupa biodata pasien yang terdiri dari 4 poin, yaitu

jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan.

b. Pengetahuan pasien terdiri dari 15 poin pertanyaan yang meliputi

pengetahuan umum mengenai tuberkulosis paru, yakni pengertian, penyebab,

gejala, penularan, dan pencegahan.

20
Universitas Sumatera Utara
Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung, yaitu data

yang diambil dari data yang sudah ada di tempat penelitian dengan menggunakan

rekam medis pasien.

3.5 Kuesioner Pengetahuan

Kuesioner ini menggunakan instrumen penelitian oleh Arifandi (2016).

Penilaian tingkat pengetahuan dilakukan dengan cara sebelum menentukan

kategori baik dan tidak baik terlebih dahulu menentukan kriteria tolak ukur yang

dijadikan penentuan skor pada setiap jawaban. Setiap jawaban yang benar diberi

nilai 2 dan untuk jawaban yang salah diberi nilai 0. Kuesioner pengetahuan dapat

dilihat pada lampiran 10.

Peneliti menggunakan nilai mean sebagai cut off point dalam menentukan

hasil ukur yang artinya jika nilai pasien lebih rendah dari nilai mean maka

dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan tidak baik, dan jika nilai pasien lebih

dari nilai mean maka dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan baik.

3.6 Pill Count

Metode pill count ini dilakukan dengan cara menghitung sisa obat yang

didapatkan pasien selama terapi dalam jangka waktu tertentu. Menghitung jumlah

sisa tablet secara langsung dengan menggunakan rumus :

Jumlah obat −Sisa obat


Kepatuhan = X 100 %
Jumlah obat

21
Universitas Sumatera Utara
3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif.

Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif akan

disajikan dalam bentuk uraian. Data dianalisa menggunakan program SPSS.

Awalnya data dilakukan uji normalitas untuk mengetahui uji yang dilakukan. Uji

statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah chi-square (p<0.05) untuk

mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik pasien terhadap

tingkat pengetahuan dan tingkat kepatuhan serta uji spearman (p<0.05) untuk

mengetahui adakah hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan

minum obat, dengan kriteria tingkat hubungan (koefisien korelasi) antar variabel

berkisar antara 0,00 sampai ±1,00, adapun kriteria penafsirannya adalah:

a. 0,00 sampai 0,20, artinya hampir tidak ada korelasi.

b. 0,21 sampai 0,40, artinya korelasi rendah.

c. 0,41 sampai 0,60, artinya korelasi sedang.

d. 0,61 sampai 0,81, artinya korelasi tinggi.

e. 0,81 sampai 1,00, artinya korelasi sempurna (Raharjo, 2015).

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan prosedurseperti berikut :

a. Menyiapkan kuesioner penelitian yang akan diisi oleh responden.

b. Meminta surat permohonan izin Dekan Fakultas Farmasi USU kepada Dinas

Kesehatan Medan untuk melakukan penelitian dengan responden di Puskesmas

Teladan Kota Medan.

22
Universitas Sumatera Utara
c. Meminta surat izin Dinas Kesehatan Medan untuk melakukan penelitian

dengan responden diPuskesmas Teladan KotaMedan.

d. Menghubungi Kepala Puskesmas tersebut untuk mendapatkan izin melakukan

penelitian.

e. Membagikan kuesioner penelitian kepada responden dan menghitung sisa

jumlah obat yang dibawa pasien.

f. Mengumpulkan data penelitian.

g. Mengolah data penelitian.

3.9 Definisi Operasional

Definisi operasional yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 3.1

Tabel 3.1 Definisi Operasional dari Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru


Variabel Definisi Cara Alat ukur Parameter
operasional ukur
Jenis Jenis kelamin Observasi Lembar a. Laki-laki
kelamin dari subjek kuesioner b. Perempuan
Umur Total lama Observasi Lembar a. 16-25
hidup subjek kuesioner b. 26-35
c. 36-45
d. 46-55
e. 56-65
f. 66-75
Pendidikan Jenjang Observasi Lembar a. SD
terakhir pendidikan dari kuesioner b. SLTP
subjek c. SLTA
d. PT/Akademi
Jenis Aktifitas mata Observasi Lembar a. Pelajar
pekerjaan pencaharian kuesioner b. Wiraswasta
subjek c. Ibu rumah tangga
d. dll

23
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 (Lanjutan)

Variabel Definisi Cara Alat ukur Parameter


operasional ukur
Tingkat Penilaian Observasi Lembar a. baik
pengetahuan pengetahuan kuesioner b. tidak baik
pasien tentang
tuberkulosis
Tingkat Penilaian Observasi Hitung a. Patuh 100%
kepatuhan perilaku dalam jumlah b. Tidak patuh
mengkonsumsi sisa obat <100%
pasien
obat

24
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara karakteristik dari

pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan) dengan tingkat

pengetahuan dan kepatuhan, serta melihat hubungan antara tingkat pengetahuan

terhadap kepatuhan minum obat pada pasien.

4.1 Data Demografi

Data demografi pasien terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan, dan

pengetahuan.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Tuberkulosis Paru Berdasarkan


Karakteristik Pasien
Demografi pasien Jumlah pasien Persentase (%)
Jenis kelamin
c. Laki-laki 26 68,4
d. Perempuan 12 31,6
Total 38 100
Umur
g. 16-25 15 39,5
h. 26-35 8 21,1
i. 36-45 3 7,9
j. 46-55 3 7,9
k. 56-65 5 13,2
l. 66-75 4 10,5
Total 38 100
Pendidikan
e. Tidak Sekolah 1 2,6
f. SD 3 10,5
g. SLTP 6 13,2
h. SLTA 20 52,6
i. PT/Akademi 8 21,1
Total 38 100
Pekerjaan
e. Pelajar 4 10,5
f. Wiraswasta 14 36,8
g. Ibu rumah tangga 10 26,3
h. Dll 10 26,3
Total 38 100

25
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 (Lanjutan)
Demografi Pasien Jumlah Pasien Persentase (%)

Penggunaan obat :
a. RHZE 5 13,16
b. RH 33 86,84
Total 38 100

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan frekuensi pasien tuberkulosis paru

berdasarkan jenis kelamin adalah lebih banyak diderita oleh laki-laki yaitu

sebanyak 26 orang atau (68,4%) dibandingkan dengan jumlah penderita

tuberkulosis paru pada perempuan sebanyak 12 atau (31,6%). Hal ini dikarenakan

sebagian besar laki-laki merokok pada setiap harinya, sehingga laki-laki banyak

menderita penyakit tuberkulosis paru.Merokok dapat menurunkan daya tahan dari

paru-paru sehingga relatif akan mudah terkena tuberkulosis paru (Depkes

RI,2011).

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh berbagai macam

umur dari respondenmaka dikelompokkan menjadi enam kelompok, dan

kelompok umur yang paling tinggi menderita tuberkulosis paru adalah kelompok

umur 16 - 25 tahun sebanyak 15 orang(39,5%).Hal ini dapat disebabkan karena

pada kelompok umur tersebut lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah

untuk melaksanakan aktivitas sehinggadengan kondisi lingkungan yang kurang

baik maka dapat menjadi faktor pendukung untuk seseorang terpapar penyakit

tuberkulosis (DepkesRI, 2011).

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

rata-rata pasien dengan tingkat pendidikan yang paling tinggi di Puskesmas

Teladan Medan adalah SLTA sebanyak 20 orang dan terendah adalah tidak

26
Universitas Sumatera Utara
sekolah sebanyak 1 orang. Berdasarkan pekerjaan maka diperoleh kesimpulan

bahwa bila dilihat dari karakteristik responden maka, penderita tuberkulosis paru

di Puskesmas Teladan Medan paling banyak diderita olehwiraswasta yaitu

sebanyak 14 orang (36,8%). Berdasarkan obat yang digunakan, maka obat yang

paling banyak digunakan yaitu RH (Rifampisin, Isoniazid) sebanyak 33 orang

(86,84%) yang merupakan tahap lanjutan dari pengobatan tuberkulosis paru dan

yang melakukan pengobatan tahap awal yaitu RHZE (Rifampisin, Isoniazid,

Pirazinamid, dan Etambutol) sebanyak 5 orang (13,16%) di Puskesmas Teladan

Kota Medan.

4.2 Pengetahuan PasienTentang Tuberkulosis Paru

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat gambaran distribusi skor

penilaian mengenai pengetahuan pasien tentang tuberkulosis paru, pertanyaan

terdiri dari 15 pertanyaan.

Tabel 4.2 Distribusi Data Pengetahuan Pasien Tentang Tuberkulosis Paru


Skor Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
10 1 2,6
14 1 2,6
16 4 10,5
18 3 7,9
20 7 18,4
22 13 34,2
24 7 18,4
26 2 5,3
Total 38 100
Mean (rata-rata) 20,68
Minimum 8
Maksimum 26
Standar Deviasi 3,580

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas, dapat dilihat bahwa nilai mean (rata-rata)

dari pengetahuan pasien tuberkulosisparu di Puskesmas Teladan Kota Medan

27
Universitas Sumatera Utara
sebesar 20,68. Peneliti menggunakan nilai mean sebagai cut off point dalam

menentukan hasil ukur (Arifandi, 2016).

Tabel 4.3 Kategori Pengetahuan Pasien Tentang Tuberkulosis Paru


Pengetahuan Tentang TB Paru Frekuensi Persentase (%)
Baik 22 57,89
Tidak Baik 16 42,10
Total 38 100

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas bahwa skor penilaian tingkat pengetahuan

responden tentang tuberkulosis yang mendapat skor lebih tinggi dari nilai mean

(20,68) sebanyak 22 orang (57,89%) yaitu berpengetahuan baik dan responden

yang mendapat skor kurang dari nilai mean (20,68) sebanyak 16 orang (42,10%)

yaitu berpengetahuan tidak baik.

Hasil dari jawaban kuesioner dan wawancara diketahui bahwa

pengetahuan pasien tentang tuberkulosis paru adalah 57,82% baik, hal ini

dikarenakan petugas Puskesmas selalu memberikan pengarahan seputar penyakit

tuberkulosis dan pengobatannya kepada penderita tuberkulosis paru.

Menurut penelitian yang dilakukan Arifandi (2016), diperoleh hasil bahwa

tingkat pengetahuan 70,22% tergolong baik dan 29,78% tergolong tidak baik.

Penelitian yang dilakukan Junita (2012), diperoleh hasil pengetahuan pasien yang

tergolong baik 77,5% dan 22,5% kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh

Tuturop dan Yufuai (2016), diperoleh hasil pengetahuan pasien yang tergolong

baik sebanyak 52% dan 48% tergolong tidak baik dari hasil penelitian tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa pasien dengan tingkat pengetahuan yang

tergolong baik lebih dominan dari pasien dengan tingkat pengetahuan tidak baik.

Hal ini juga sesuai dengan hasil yang di peroleh peneliti dalam penelitian.

28
Universitas Sumatera Utara
Sumber pengetahuan penderita selain didapat dari petugas Puskesmas,

juga didapat melalui baik sumber informasi yang berasal dari pemerintah maupun

informasi yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Informasi

tersebut dapat berupa penyuluhan, maupun brosur-brosur yang memuat tentang

informasi yang terkait dengan penyakit tuberkulosis agar dapat melakukan

pengobatan secara maksimal, informasi juga bisa didapatkan melalui media

elektronik seperti televisi, radio dan surat kabar, bahkan internet.

4.3 Perilaku Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru

Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran distribusi skor penilaian

prilaku kepatuhan minum obat pasien TB paru di Puskesmas Teladan Medan.

Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat


Nilai Kepatuhan Berdasarkan Frekuensi Persentase(%)
metodePill count
Patuh 34 89,5
Tidak Patuh 4 10,5
Total 38 100

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data perilaku kepatuhan minum

obat di Puskesmas Teladan Medandengan menggunakan pill count menunjukkan

bahwa hampir semua responden mempunyai tingkat kepatuhan minum obat patuh

yaitu sebanyak 34 pasien dari 38 responden atau setara dengan (89,5%),namun

masih ada yang belum patuh minum obat yaitu sebanyak 4 pasien dari

38responden atau setara dengan (10,5%).Menurut Pameswari, dkk (2016), ada

beberapa hal yang menyebabkan pasien tuberkulosis paru tidak mengkonsumsi

obat yaitu obat TB paru harus dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang,

penderita akan merasakan sembuh karena berkurang atau hilangnya gejala

penyakit setelah menjalani terapi 1-2 bulan atau lebih sehingga penderita malas

29
Universitas Sumatera Utara
untuk meneruskan pengobatan kembali, serta efek samping yang ditimbulkan oleh

obat tuberkulosis paru tersebut.Menurut Ali, dkk (2015), berbagai faktor yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan yaitu tingkat kemiskinan, persediaan obat

terganggu, jarak tempat tinggal yang jauh dari layanan kesehatan, salah persepsi

tentang pengobatan, toksisitas obat, migrasi atau perubahan tempat tinggal,

lingkungan sosial, alkoholisme, dan faktor psikologis.

Menurut penelitian yang dilakukan Arifandi (2016), diperoleh hasil bahwa

tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat adalah 80,9% tergolong tinggi,

14,9% tergolong sedang dan 4,3% tergolong rendah. Penelitian yang

dilakukanJunita (2012), didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan pasien dalam

minum obat 67,6% tergolong patuh dan 32,4% tergolong tidak patuh. Penelitian

yang dilakukan oleh Tuturop dan Yufuai (2016), didapatkan hasil bahwa tingkat

kepatuhan pasien dalam minum obat sebanyak 76% tergolong patuh dan sebanyak

24% tergolong tidak patuh. Penelitian yang dilakukan oleh Pameswari, dkk

(2016)diperoleh hasil bahwa tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat adalah

55,6% tergolong patuh, 33,33% tergolong cukup patuh dan 11,11% tergolong

tidak patuh dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien

dengan tingkat kepatuhandalam minum obat yang tergolong tinggi lebih dominan

dari pasien tidak patuh dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat yang

tergolong rendah. Hal ini sesuai juga dengan hasil yang diperoleh peneliti dalam

penelitian.

4.4 Hubungan Karakteristik Pasien Dengan Tingkat Pengetahuan

Hasil analisis menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap

30
Universitas Sumatera Utara
karakteristik pasien tuberkulosis paru dengan tingkat pengetahuan mengenai

tuberkulosis. Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji

chi-square.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru


Dengan Tingkat Pengetahuan (n=38)
Tingkat pengetahuan
Variabel p Value
Baik Tidak Baik
Jenis kelamin
a. Laki-laki 15 7
(68,2%) (31,8%) 0,970
b. Perempuan 11 5
(68,8%) (31,2%)
Umur
a. 16-25 9 6
(60%) (40%)
b. 26-35 5 4
(55,6%) (44,4%)
c. 36-45 1 1
0,624
(50%) (50%)
d. 46-55 2 1
(66,7%) (33,3%)
e. 56-65 3 2
(60%) (40%)
f. 66-75 2 2
(50%) (50%)
Pendidikan
a. Tidak Sekolah 0 1
(0%) (100%)
b. SD 1 2
(33,3%) (66,7%)
c. SLTP 4 2 0,503
(66,7%) (33,3%)
d. SLTA 11 9
(55%) (45%)
e. PT/Akademi 6 2
(75%) (25%)

31
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan
a. Pelajar 6 4
(60%) (40%)
b. Wiraswasta 8 6
(57,1%) (42,9%)
0,986
c. Ibu rumah tangga 2 2
(50%) (50%)
Dll (dan lain-lain 6 4
(60%) (40%)

BerdasarkanTabel 4.5, untuk kategori jenis kelamin, diperoleh nilai

signifikansi adalah 0,970; untuk kategori umur, diperoleh nilai signifikansi 0,624;

untuk kategori pendidikan terakhir dan pekerjaan diperoleh nilai signifikansi

0,503 dan 0,986. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara karakteristik pasien dengan tingkat pengetahuan. Namun dilihat

dari nilai persentase terdapat perbedaan pada setiap kategori dengan perbedaan

nilai persentase yang cukup jauh, yaitu pada kategori umur semakin besar umur

maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya, tetapi terjadi penurunan pada umur

56 - 65. Hal tersebut dapat dikarenakan faktor penuaan, begitu juga pada kategori

pendidikan, semakin tinggi pendidikan pasien maka semakin tinggi pula tingkat

pengetahuannya, pada kategori pekerjaan, pelajar dan lain-lain mempunyai nilai

tingkat pengetahuan baik dengan persentase 60%. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan)tidak

mempengaruhi tingkat pengetahuan.

4.5 Hubungan Karakteristik Pasien Tuberkulosis Dengan Tingkat


Kepatuhan Minum Obat

Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap

karakteristik pasien dengan tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat anti

tuberkulosis. Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji

32
Universitas Sumatera Utara
chi-square. Pada uji chi-square dilihat nilai signifikansinya, jika nilai

signifikansinya < 0,5 maka nilai tersebut adanya hubungan namun jika nilai

signifikansinya diatas 0,5 maka terdapat hubungan antara karakteristik pasien

dengan tingkat kepaatuhan dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru


dengan Tingkat Kepatuhan (n=38)
Tingkat Kepatuhan
Variabel p Value
Patuh Tidak Patuh
Jenis kelamin 3
a. Laki-laki 23 (11,5%)
(88,5%) 1 0,625
b. Perempuan 11 (8,3%)
(91,7%)
Umur
a. 16-25 12 3
(80%) (20%)
b. 26-35 8 1
(88,9%) (11,1%)
c. 36-45 2 0
(100%) (0%) 0,679
d. 46-55 3 0
(100%) (0%)
e. 56-65 5 0
(100%) (0%)
f. 66-75 4 0
(100%) (0%)
Pendidikan
a. Tidak Sekolah 1 0
(100%) (0%)
b. SD 3 0
(100%) (0%)
c. SLTP 5 1 0,945
(83,3%) (16,7%)
d. SLTA 18 2
(90%) (10%)
e. PT/Akademi 7 1
(87,5%) (12,5%)
Pekerjaan
a. Pelajar 9 1 0,660
(90%) (10%)

33
Universitas Sumatera Utara
b. Wiraswasta 13 1
(92,9%) (7,1%)
c. Ibu rumah tangga 4 0
(100%) (0%)
d. Dll (dan lain-lain) 8 2
(80%) (20%)

Berdasarkan Tabel 4.6, untuk kategori jenis kelamin, diperoleh nilai

signifikansi adalah 0,625; untuk kategori umur, diperoleh nilai signifikansi adalah

0,679; untuk kategori pendidikan terakhir diperoleh nilai signifikansi adalah

0,945; untuk pekerjaan diperoleh nilai signifikansi 0,660. Nilai signifikansi

(p>0.05) tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara karakteristik pasien dengan tingkat kepatuhan. Hal ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya Diana, dkk (2014), diperoleh untuk kategori jenis kelamin,

diperoleh nilai signifikansi adalah 0,214; untuk kategori umur, diperoleh nilai

signifikansi adalah 0,948; untuk kategori pendidikan terakhir diperoleh nilai

signifikansi adalah 0,242; untuk pekerjaan diperoleh nilai signifikansi 1,000.

4.6 Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Tuberkulosis Paru dengan


Perilaku Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan uji statistik yang dilakukan dengan uji Spearman didapat hasil

koefisien korelasi 0,386, dengan nilai koefisien korelasi antara 0,21 sampai 0,40,

artinya terdapat hubungan (korelasi rendah) antara tingkat pengetahuan dengan

tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat.

Menurut penelitian yang dilakukan Arifandi (2016), diperoleh hasil bahwa

terdapat terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan

minum obat pasien tuberkulosis paru dan pada penelitian yang dilakukan Junita

(2012), diperoleh hasil bahwa terdapat adanya hubungan tingkat pengetahuan

34
Universitas Sumatera Utara
pasien dengan tingkat kepatuhan pasien minum obat anti tuberkulosis paru . Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis paru dengan kata lain semakin tinggi tingkat pengetahuan pasien

mengenai tuberkulosis maka semakin patuh pasien dalam mengkonsumsi obat anti

tuberkulosis.

35
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan :

a. Karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan)

tidakmempengaruhi tingkat pengetahuan pasien.

b. Karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan)

tidakmempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obat.

c. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat namun, nilai koefisien kolerasinya rendah yaitu 0,386 maka semakin

tinggi tingkat pengetahuan pasien tentang TB Paru maka semakin baik pula

perilaku kepatuhan pasien dalam meminum obat.

5.2 Saran

Diharapkan tenaga kerja kesehatan dapat bekerjasama dengan pasien dan

keluarga pasien dalam mengobati penyakit tuberculosis dengan memberikan

konseling dan pengetahuan mengenai tuberkulosis kepada pasien dan keluarga

sebagai perawat pasien di rumah.

36
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai