Modul 10 Perekonomian Indonesia - Giawan - Industrialisasi Perekonomian Indonesia
Modul 10 Perekonomian Indonesia - Giawan - Industrialisasi Perekonomian Indonesia
Perekonomian
Indonesia
Industrialisasi
Abstract Kompetensi
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi
perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum
memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan
industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot
ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga
internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara
memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi
obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah
bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya
saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada
posisi yang sangat rendah.
3. Permasalahan Industrialisasi.
Industri manufaktur di LDCs / Least Developed Countries lebih terbelakang
dibandingkan di DCs / Develop Countries, hal ini karena :
1. Keterbatasan teknologi.
2. Kualitas Sumber daya Manusia.
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
masih rendah.
Dari segi ukuran mutlak sektor industri di Indonesia masih sangat kecil, bahkan
kalah dengan negara-negara kecil seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan. Secara
perkapita nilai tambah sektor industri di Indonesia termasuk yang paling rendah di
Asia. Indikator lain tingkat industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan
prosentase produksi listrik yang digunakan oleh sektor industri. Di Indonesia
produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari tingkat yang rendah ini hanya
sebagian kecil yang digunakan oleh konsumen industri.
Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an dan 1960-an pada umumnya tidak
menggembirakan karena iklim politik pada waktu itu yang tidak menentu. Kebijakan
perindustrian selama awal tahun 1960-an mencerminkan filsafat proteksionalisme
dan etatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan poduksi. Sehingga sektor
industri praktis tidak berkembang (stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena
kelangkaan modal dan tenaga kerja ahli yang memadahi.
KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI
1. Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas
dan lebih sederhana.
2. Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan
negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor
swasta bersama-sama dengan sektor BUMN.
3. Diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA).
3. Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal
ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Penghambat
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan
kemampuan produksi.
a. Keunggulan kompraratif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komparatif (comparative
advantage) akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang
memiliki keunggulan komparatif baginya.
b. Keterkaitan industrial
d. Loncatan teknologi
Negara-negara yang menganut argumentasi loncatan tekhnologi (tekhnologi
jump) percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tekhnologi tinggi
(hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat best, diiringi dengan
kemajuan bagi tekbologi bagi industri-industri dan sektor lain.
No
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2013**
1 Pertanian, Peternakan,
Kehutanan, dan 12.97 13.72 14.48 15.29 15.29 14.71 14.50 14.43
Perikanan.
2 Pertambangan dan
10.98 11.15 10.94 10.56 11.16 11.82 11.80 11.24
Penggalian
3 Industri Pengolahan 27.54 27.05 27.81 26.36 24.80 24.34 23.97 23.70
4 Listrik, Gas, dan Air
0.91 0.88 0.83 0.83 0.76 0.75 0.76 0.77
Bersih.
5 Bangunan 7.52 7.72 8.48 9.90 10.25 10.16 10.26 9.99
6 Perdagangan, Hotel, dan
15.02 14.99 13.97 13.28 13.69 13.80 13.96 14.33
Restoran.
7 Pengangkutan dan
6.93 6.69 6.31 6.31 6.56 6.62 6.67 7.01
Komunikasi
8 Keuangan, Persewaan &
8.06 7.73 7.44 7.23 7.24 7.21 7.27 7.52
Jasa Perusahaan.
9 Jasa-jasa 10.07 10.08 9.74 10.24 10.24 10.58 10.81 11.02
PRODUK DOMESTIK 100.0
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
BRUTO 0
PRODUK DOMESTIK
88.85 89.46 89.47 91.71 92.17 91.60 92.21 92.65
BRUTO TANPA MIGAS
Catatan:
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS 2013