Anda di halaman 1dari 19

BAB IV: HASIL PENELITIAN

4.1. Geomorfologi Daerah Penelitian


Pola Pengaliran
Berdasarkan pengamatan dari peta RBI BAKOSURTANAL hidrografi skala
1:25.000, daerah penelitian memiliki dua tipe pola pengaliran, yaitu dendritik dan
paralel.

Radial

Sub-dendritik

Sub-paralel

Gambar 4. 1. Peta pola pengaliran kavling penelitian.

 Sub-dendritik
Pola pengaliran sub-dendritik terdapat di bagian Barat daerah penelitian,
merupakan pola aliran yang paling dominan dengan dominasi litologi berupa
batulempung, batugamping, dan batu andesit. Pola pengaliran ini mencakup
sekitar 70% dari keseluruhan pengaliran sungai di daerah penelitian.
 Sub-paralel
Pola pengaliran sub-paralel terdapat di bagian Tenggara daerah penelitian, yang
mana didominasi oleh litologi batulempung. Pola pengaliran ini mencakup sekitar
15% dari keseluruhan pengaliran di daerah penelitian.
 Radial
Pola pengaliran radial terdapat di bagian Barat laut daerah penelitian, yang
mengalir menuruni bukit andesit. Pola pengaliran ini mencakup sekitar 15% dari
keseluruhan pengaliran di daerah penelitian.

Relief
Relief permukaan bumi memiliki pengertian yaitu perbedaan tinggi rendah
permukaan bumi. Pengelompokan relief pada daerah penelitian dapat digunakan
sebagai parameter dalam menentukan batas-batas satuan geomorfologi di daerah
penelitian ini. Pengelompokan relief dilakukan berdasarkan van Zuidam 1985
yang telah dibahas pada bab II.

Gambar 4. 2. Peta elevasi kavling penelitian (van Zuidam, 1985).

Berdasarkan data kemiringan lereng dan elevasi yang telah diperoleh serta litologi
yang telah dideskripsikan, maka dapat dibuat satuan geomorfologi. Satuan
geomorfologi didasari pada aspek-aspek geomorfologi, seperti aspek morfografi,
morfogenetik, dan aspek morfometri. Daerah penelitian dapat dikelompokkan
menjadi beberapa satuan geomorfologi :
1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Landai Sedimen
2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Landai Vulkanik
3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Agak Curam Vulkanik
4. Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik
5. Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst
4.1.1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Landai Sedimen
Satuan ini memiliki bentuk lahan perbukitan landai dengan elevasi 100 – 200
mdpl, mencakup sekitar 45% dari total luas daerah dan menempati sisi utara
daerah penelitian, membentang dari barat hingga timur. Satuan ini memiliki
kemiringan lereng berkisar antara 2-15o, dengan pola pengaliran dominan sub-
dendritik, dan lembah berbentuk U. Satuan ini tersusun atas sedimen silisiklastik.
Proses utama yang bekerja pada satuan ini adalah proses eksogen, yaitu berupa
proses pelapukan dan erosi.

4.1.2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Landai Vulkanik


Satuan ini memiliki bentuk lahan perbukitan landai dengan elevasi 100 – 200
mdpl, mencakup sekitar 15% dari total luas daerah dan menempati sisi Barat laut
daerah penelitian. Satuan ini memiliki kemiringan lereng berkisar antara 2-15o,
dengan pola pengaliran dominan sub-dendritik, dan lembah berbentuk U. Satuan
ini tersusun atas batuan piroklastik berukuran dominan lapili. Proses utama yang
bekerja pada satuan ini adalah proses eksogen, yaitu berupa proses pelapukan dan
erosi.
4.1.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Agak Curam Vulkanik
Satuan ini memiliki bentuk lahan perbukitan dengan elevasi 200 – 400 mdpl,
mencakup sekitar 3% dari total luas daerah. Satuan ini memiliki kemiringan
lereng berkisar antara 15-30o, dengan pola pengaliran radial. Satuan ini tersusun
atas batuan beku andesit intrusi. Proses utama yang bekerja pada satuan ini adalah
proses eksogen, yaitu berupa proses pelapukan dan alterasi.

4.1.4. Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik


Satuan ini memiliki bentuk lahan perbukitan dengan elevasi 250 – 500 mdpl,
mencakup sekitar 17% dari total luas daerah. Satuan ini memiliki kemiringan
lereng berkisar antara 30-70o, dengan pola pengaliran sub-dendritik dan sub-
paralel dan lembah berbentuk V. Satuan ini tersusun atas batuan beku andesit
lava. Proses utama yang bekerja pada satuan ini adalah proses eksogen, yaitu
berupa proses pelapukan dan alterasi.

4.1.5. Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst


Satuan ini memiliki bentuk lahan perbukitan dengan elevasi 200 – 300 mdpl,
mencakup sekitar 20% dari total luas daerah dan menempati sisi selatan daerah
penelitian, membentang dari barat hingga timur. Satuan ini memiliki kemiringan
lereng berkisar antara 7-30o, dengan pola pengaliran dominan sub-dendritik.
Satuan ini tersusun atas batugamping terumbu dan batugamping klastik. Proses
utama yang bekerja pada satuan ini adalah proses eksogen, yaitu berupa proses
pelapukan.

4.2. Stratigrafi Daerah Penelitian


Satuan batuan dibuat menggunakan tata nama litostratigrafi tidak resmi. Dari data
lapangan yang diperoleh, berdasarkan keseragaman karakteristik batuan,
karakteristik perlapisan, dan posisi stratigrafinya, jenis litologi dibagi menjadi 5
satuan batuan :
1. Satuan Batulempung (Tmbl)
2. Satuan Batugamping (Tmbg)
3. Satuan Batu Andesit Terobosan (Tmba)
4. Satuan Batu Lapili Tuf (Tplt)
5. Satuan Batu Andesit Lava (Qpba)

4.2.1. Satuan Batulempung (Tmbl)


4.2.1.1. Karakteristik Litologi
Satuan Batulempung (Tmbl) terdiri dari batulempung dan dibeberapa tempat
berselingan dengan batupasir. Batulempung memiliki warna segar abu-abu
dengan warna lapuk berupa abu-abu gelap hingga coklat. Batulempung memiliki
tingkat kekerasan dapat diremas dan sebagian besar tidak memiliki kandungan
karbonat, meskipun dibeberapa titik positif mengandung karbonat. Batupasir yang
ada memiliki warna segar coklat keabuan dan warna lapuk coklat. Batupasir
memiliki ukuran butir pasir halus hingga sedang, bentuk butir membundar, kemas
terbuka, pemilahan baik hingga sedang, permeabilitas baik, kekerasan agak keras,
dan mengandung karbonat.
Pada satuan ini dilakukan analisis mikropaleontologi, yang mana analisis
dilakukan dengan menggunakan sampel batuan dari Stasiun Z.4.8 yang memiliki
litologi berupa batulempung karbonat.
Persebaran satuan ini terdapat di sebelah tengah hingga timur daerah penelitian,
terdapat pula sebagian pada bagian Timur, dan satuan ini menepati sekitar 50%
dari keseluruhan daerah penelitian.
4.2.1.2. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan analisis mikropaleontologi yang telah dilakukan pada sampel Stasiun
Z.4.8 telah didapatkan beberapa fosil foraminifera planktonik dan foraminifera
bentonik. Analisis mikropaleontologi digunakan untuk membantu menentukan
umur relatif dari satuan batuan yang bersangkutan (tabel ??? dan tabel ???).

Berdasarkan analisis mikropaleontologi dari fosil foraminifera planktonik yang


telah dilakukan maka didapatkan bahwa umur dari satuan batulempung adalah
Miosen Tengah-Miosen Akhir (N9-N17).

Berdasarkan analisis mikropaleontologi dari fosil foraminifera bentonik yang


telah dilakukan maka didapatkan bahwa lingkungan pengendapan dari satuan
batulempung adalah Neritik bagian Tengah – Luar (kedalaman 50-200m di bawah
permukaan laut).

4.2.1.3. Hubungan Stratigrafi


Satuan batulempung (Tmbl) adalah satuan yang paling tua pada kavling
penelitian. Satuan di bawahnya tidak diketahui, namun satuan yang berada di
atasnya, yaitu satuan batugamping (Tmbg) tersingkap ke permukaan dan diduga
memiliki kontak selaras dengan satuan batulempung.

4.2.1.4. Kesebandingan Regional


Satuan disebandingkan dengan Anggota Batulempung Formasi Bojongmanik
(Sujatmiko dkk, 1992) karena terdapatnya kemiripan dari ciri litologi.
Perbandingan antara keduanya adalah sebagai berikut:

Anggota Batulempung
Aspek
Satuan Batulempung (Tmbl) Formasi Bojongmanik
Kesebandingan
(Sujatmiko dkk, 1992)
Didominasi oleh litologi batu- Penyusun berupa batulem-
lempung disertai dengan sisipan pung, batulempung
batupasir. Batulempung dicirikan pasiran, serta lignit.
Litologi
dengan ketidakberadaan karbonat,
sementara sisipan pasir mengan-
dung karbonat.
Umur Miosen Tengah – Miosen Akhir Miosen Akhir
Lingkungan Neritik Tengah – Netitik Luar Litoral
Pengendapan
Dialasi secara selaras oleh Satuan Diendapkan secara tidak
Batugamping. Dialasi secara tidak selaras di atas Formasi
selaras oleh Satuan Batu Lapili Badui. Dialasi secara se-
Hubungan Tuf. Dialasi secara tidak selaras laras oleh Anggota Batu-
Stratigrafi oleh Satuan Batu Andesit Lava. gamping Formasi Bojong-
manik. Dialasi secara
tidak selaras oleh Batu
Gunung-api Endut.
4.2.2. Satuan Batugamping (Tmbg)
4.2.2.1. Karakteristik Litologi
Satuan ini terdiri dari batugamping terumbu, batugamping klastik, dan
batulempung karbonat. Batugamping memiliki warna segar abu-abu kekuningan
dengan warna lapuk abu-abu gelap kecoklatan atau hijau karena vegetasi
tumbuhan tingkat rendah, kemas tertutup, komponen berupa fragmen anthozoa,
cangkang gastropoda dan bivalvia, foram besar, alga, dan fragmen makhluk
lainnya yang tidak teridentifikasi, kekerasan sangat keras dan struktur masif dan
berlapis. Batulempung memiliki warna segar abu-abu dan warna lapuk abu-abu
kecoklatan, kemas tertutup, pemilahan baik, permeabilitas buruk, kekerasan dapat
diremas.
Analisis petrografi dilakukan pada sampel batuan dari stasiun Z.4.11. Berdasarkan
analisis petrografi sayatan tipis batugamping memiliki warna abu-abu, memiliki
komposisi berupa matriks sebanyak 75% dan fragmen sebanyak 25%, dengan
fragmen berupa makhluk hidup dari kelas anthozoa dan beberapa kalsit hasil dari
rekristalisasi. Sayatan ini terdapat banyak mud yang berperan sebagai matriks,
namun terdapat banyak fosil utuh dari kelas anthozoa yang menyokong
terbentuknya batugamping. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) sampel
tersebut merupakan Boundstone.
Penyebaran satuan batugamping berada pada bagian selatan daerah penelitian
dengan batas persebaran berupa elevasi dan kemiringan lereng yang lebih ekstrim
berupa perbukitan andesit, yang menjadi satuan batuan lainnya. Daerah ini
mencakup sekitar 20% dari daerah penelitian.

4.2.2.2. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan


Berdasarkan analisis mikropaleontologi yang telah dilakukan pada sampel Stasiun
Z.6.5 telah didapatkan beberapa fosil foraminifera planktonik dan foraminifera
bentonik. Analisis mikropaleontologi dilakukan pada singkapan batulempung
yang berada di bawah singkapan batugamping. Analisis mikropaleontologi
digunakan untuk membantu menentukan umur relatif dari satuan batuan yang
bersangkutan (tabel ??? dan tabel ???).

Dari analisis sampel stasiun Z.6.5, hanya ditemukan satu spesies foraminifera
planktonik, sehingga digunakan foraminifera bentonik yang lain untuk membantu
menentukan umur relatif, meskipun pada hakikatnya foraminifera bentonik lebih
baik digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan. Berdasarkan analisis
mikropaleontologi dari fosil foraminifera planktonik dan bentonik yang telah
dilakukan maka didapatkan bahwa umur dari satuan batugamping adalah lebih
muda dari Miosen Akhir (N16-N18).

Berdasarkan analisis mikropaleontologi dari fosil foraminifera bentonik yang


telah dilakukan maka didapatkan bahwa lingkungan pengendapan dari satuan
batugamping adalah di atas Neritik bagian Tengah (di atas kedalaman 50-100m di
bawah permukaan laut).

4.2.2.3. Hubungan Stratigrafi


Satuan batugamping (Tmbg) memiliki kontak selaras dengan satuan batuan yang
ada di bawahnya, yaitu satuan batulempung (Tmbl). Hal ini diduga karena kedua
satuan memiliki umur relatif yang berdekatan.

4.2.2.4. Kesebandingan Regional


Satuan disebandingkan dengan Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik
(Sujatmiko dkk, 1992) karena terdapatnya kemiripan dari ciri litologi.
Perbandingan antara keduanya adalah sebagai berikut:

Aspek Anggota Batugamping


Satuan Batugamping (Tmbg)
Kesebandingan Formasi Bojongmanik
(Sujatmiko dkk, 1992)
Didominasi oleh litologi batu- Penyusun berupa batugam-
gamping disertai dengan sisipan ping dan batugamping pa-
batupasir karbonat dan batu- siran.
Litologi
lempung karbonat. Batugamping
dicirikan dengan rudstone –
floatstone – boundstone.
Umur Miosen Akhir Miosen Akhir
Lingkungan Neritik Tepi – Neritik Tengah Litoral
Pengendapan
Diendapkan secara selaras di atas Diendapkan secara selaras
Satuan Batulempung. Dialasi se- di atas Anggota Batugam-
Hubungan cara tidak selaras oleh Satuan ping Formasi Bojongma-
Stratigrafi Batu Andesit Lava. nik. Dialasi secara tidak
selaras oleh Batuan Gu-
nungapi Endut.

4.2.3. Satuan Batu Andesit (Tmba)


4.2.3.1. Karakteristik Litologi
Satuan ini terdiri dari batu andesit yang diduga berbentuk intrusi dari kenampakan
bentuk tubuh. Batu andesit ini memiliki warna segar abu-abu muda dengan warna
lapuk abu-abu gelap dengan vegetasi, tekstur porfiritik, dan derajat kristalisasi
hipokrostalin.
Analisis petrografi dilakukan pada sampel batuan dari stasiun Z.3.2. Berdasarkan
analisis petrografi sayatan tipis batu andesit memiliki warna abu-abu muda,
memiliki komposisi berupa masa dasar yaitu mikrolit plagioklas dan gelas
sebanyak 40% dan fenokris sebanyak 60%. Komposisi dari mineral yang dijumpai
pada sayatan tipis batu andesit ini adalah plagioklas sebanyak 85%, piroksen
sebanyak 10%, dan mineral lain berupa opak sebanyak 5%. Berdasarkan
klasifikasi diagram QAPF yang dibuat oleh International Union of Geological
Sciences (IUGS), dengan komposisi mineral seperti yang disebutkan di atas,
batuan ini digolongkan kedalam batu andesit.
Dari analisis petrografi juga diperoleh data berupa sudut pemadaman dari mineral
plagioklas, yang mana dapat digunakan untuk menentukan tipe magma yang
membentuk batu andesit ini. Dari 6 mineral plagioklas diperoleh sudut
pemadaman sebesar 29o, 32o, 28o, 35o, 29o, dan 35o. Berdasarkan tabel klasifikasi
plagioklas, plagioklas yang ada termasuk kedalam oligoklas dan andesin, dengan
magma asal berupa magma bertipe intermediet.
Penyebaran satuan batu andesit intrusi ini berada pada bagian tengah daerah
penelitian. Daerah ini mencakup sekitar 3% dari daerah penelitian.

4.2.3.2. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini tepatnya pada stasiun Z.3.1 dan Z.3.2 tidak di jumpai keberadaan
batulempung untuk dilakukan analisis mikropaleontologi yang selanjutnya dapat
digunakan untuk menginterpretasikan umur relatif dari batuan. Oleh karena itu,
penentuan umur satuan batuan dilakukan dengan korelasi stratigrafi terhadap
peneliti terdahulu yaitu Sujatmiko dan S. Santosa pada peta geologi lembar
Leuwidamar. Dari sana diperoleh perkiraan umur yaitu Miosen Awal.

4.2.3.3. Hubungan Stratigrafi


Berdasarkan kenampakan di lapangan satuan batu andesit (Tmba) ini diduga
merupakan batuan andesit intrusi yang menerobos satuan batuan disekitarnya,
yaitu satuan batulempung (Tmbl).

4.2.3.4. Kesebandingan Regional


Satuan disebandingkan dengan Batu Andesit (Sujatmiko dkk, 1992) karena
terdapatnya kemiripan dari ciri litologi. Perbandingan antara keduanya adalah
sebagai berikut:

Aspek Satuan Batu Andesit Terobosan Andesit (Sujatmiko dkk,


Kesebandingan (Tmba) 1992)
Didominasi oleh litologi batu Penyusun berupa andesit,
andesit terobosan. andesit hornblenda, andesit
Litologi
hypersten, basal, diabas,
dan andesit terpropilitkan.
Umur Miosen Akhir Miosen Akhir
Menerobos Satuan Batulempung. Menerobos Anggota Batu-
Hubungan
lempung Formasi Bojong-
Stratigrafi
manik.

4.2.4. Satuan Batu Lapili Tuf (Tplt)


4.2.4.1. Karakteristik Litologi
Satuan Batu Lapili Tuf (Tplt) terdiri dari batu lapili Tuf dan Tuf yang sudah
lapuk. Di berapa stasiun terdapat sisipan batubara dan kayu yang telah
tersilisikasi. Batulempung memiliki warna segar putih keabuan dengan warna
lapuk berupa abu-abu dan coklat. Batu lapili Tuf memiliki tingkat kekerasan agak
keras. Batu Tuf yang terdapat pada satuan batuan ini telah lapuk karena efek
eksogen yang terus-menerus berlangsung.
Analisis petrografi dilakukan pada sampel batuan dari stasiun Z.1.7. Berdasarkan
analisis petrografi sayatan tipis batu ini memiliki warna putih keabuan, memiliki
komposisi berupa gelas sebanyak 40% dan kristal sebanyak 60%. Komposisi
ukuran dari material yang dijumpai pada sayatan tipis batu ini adalah material
berukuran <2mm sebanyak 40% dan material berukuran 2-64mm sebanyak 60%.
Berdasarkan klasifikasi Fisher, dengan komposisi ukuran material seperti yang
disebutkan di atas, batuan ini digolongkan kedalam batu lapili Tuf.
Persebaran satuan ini terdapat di sebelah barat laut daerah penelitian dan satuan
ini menepati sekitar 10% dari keseluruhan daerah penelitian.
4.2.4.2. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Pada satuan ini tepatnya pada stasiun Z.1.7 di jumpai keberadaan batulempung
untuk dilakukan analisis mikropaleontologi yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menginterpretasikan umur relatif dari batuan. Namun, pada saat proses
picking di bawah mikroskop, tidak ditemukan keberadaan fosil mikro. Oleh
karena itu, penentuan umur satuan batuan dilakukan dengan korelasi stratigrafi
terhadap peneliti terdahulu yaitu Sujatmiko dan S. Santosa pada peta geologi
lembar Leuwidamar. Dari sana diperoleh perkiraan umur yaitu Pliosen.

4.2.4.3. Hubungan Stratigrafi


Satuan batu lapili Tuf (Tplt) memiliki kontak selaras dengan satuan batuan yang
ada di bawahnya, yaitu satuan batulempung (Tmbl). Hal ini diduga karena
berdasarkan peta geologi regional lembar Leuwidamar kedua satuan memiliki
umur relatif yang berdekatan.

4.2.4.4. Kesebandingan Regional


Satuan disebandingkan dengan Formasi Genteng (Sujatmiko dkk, 1992) karena
terdapatnya kemiripan dari ciri litologi. Perbandingan antara keduanya adalah
sebagai berikut:

Aspek Formasi Genteng


Satuan Batu Lapili Tuf (Tplt)
Kesebandingan (Sujatmiko dkk, 1992)
Didominasi oleh litologi batu Penyusun berupa Tuf batu-
lapili Tuf dan Tuf lapuk. Batu apung, batupasir Tufn,
Litologi lapili Tuf bersisipan dengan breksi konglomerat, napal,
lempung dan terdapat batubara di dan kayu tersekresikan.
beberapa lokasi.
Umur Pliosen Pliosen
Diendapkan secara tidak selaras Diendapkan secara tidak
Hubungan di atas Satuan Batulempung. selaras di atas Anggota
Stratigrafi Batupasir Formasi Bojong-
manik.
4.2.5. Satuan Batu Andesit (Qpba)
4.2.5.1. Karakteristik Litologi
Satuan ini terdiri dari batu andesit yang diduga berbentuk aliran dari kenampakan
bentuk tubuh. Batu andesit ini memiliki warna segar abu-abu muda dengan warna
lapuk abu-abu gelap kecoklatan, tekstur porfiritik, dan derajat kristalisasi
holokrostalin.
Analisis petrografi dilakukan pada sampel batuan dari stasiun Z.8.1. Berdasarkan
analisis petrografi sayatan tipis batu andesit memiliki warna abu-abu, memiliki
komposisi berupa masa dasar yaitu mikrolit plagioklas sebanyak 50% dan
fenokris sebanyak 50%. Komposisi dari mineral yang dijumpai pada sayatan tipis
batu andesit ini adalah plagioklas sebanyak 70%, piroksen sebanyak 10%, dan
mineral lain berupa opak sebanyak 5% dan mineral ubahan atau clay mineral
sebanyak 15%. Berdasarkan klasifikasi diagram QAPF yang dibuat oleh
International Union of Geological Sciences (IUGS), dengan komposisi mineral
seperti yang disebutkan di atas, batuan ini digolongkan kedalam batu andesit.
Dari analisis petrografi juga diperoleh data berupa sudut pemadaman dari mineral
plagioklas, yang mana dapat digunakan untuk menentukan tipe magma yang
membentuk batu andesit ini. Dari 6 mineral plagioklas diperoleh sudut
pemadaman sebesar 44,5o, 29o, 33,5o, 34,5o, 34o, dan 30o. Berdasarkan tabel
klasifikasi plagioklas, plagioklas yang ada termasuk kedalam oligoklas dan
andesin, dengan magma asal berupa magma bertipe intermediet.
Penyebaran satuan batu andesit aliran berada pada bagian paling selatan daerah
penelitian. Daerah ini mencakup sekitar 17% dari daerah penelitian.

4.2.5.2. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pada satuan ini tidak di jumpai keberadaan batulempung untuk dilakukan analisis
mikropaleontologi yang selanjutnya dapat digunakan untuk menginterpretasikan
umur relatif dari batuan. Oleh karena itu, penentuan umur satuan batuan dilakukan
dengan korelasi stratigrafi terhadap peneliti terdahulu yaitu Sujatmiko dan S.
Santosa pada peta geologi lembar Leuwidamar. Dari sana diperoleh perkiraan
umur yaitu Plistosen.

4.2.5.3. Hubungan Stratigrafi


Satuan batu andesit (Qpba) memiliki kontak tidak selaras dengan satuan batuan
yang ada di bawahnya, yaitu satuan batulempung (Tmbl) dan satuan batugamping
(Tmbg). Hal ini diduga karena adanya gap umur yang jauh dari satuan batuan
yang bersangkutan.

4.2.5.4. Kesebandingan Regional


Satuan disebandingkan dengan Batu Andesit (Sujatmiko dkk, 1992) karena
terdapatnya kemiripan dari ciri litologi. Perbandingan antara keduanya adalah
sebagai berikut:

Aspek Satuan Batu Andesit Lava Andesit (Sujatmiko dkk,


Kesebandingan (Qpba) 1992)
Didominasi oleh litologi batu Penyusun berupa andesit,
andesit terobosan. andesit hornblenda, andesit
Litologi
hypersten, basal, diabas,
dan andesit terpropilitkan.
Umur Miosen Akhir Miosen Akhir
Menerobos Satuan Batulempung. Menerobos Anggota Batu-
Hubungan
lempung Formasi Bojong-
Stratigrafi
manik.

4.3. Struktur Geologi


4.3.1. Struktur Perlipatan
Antiklin Cisedang diinterpretasi berdasarkan rekonstruksi strike dan dip
singkapan batuan, ditunjukkan oleh kedudukan batuan yang saling berlawanan.
Unsur-unsur lipatan yang diperoleh adalah sebagai berikut (Gambar ???):
1. Sayap lipatan pada sisi utara N86°E/19°
2. Sayap lipatan pada sisi selatan umumnya N241°E/16°
Setelah diproses menggunakan stereonit melalui aplikasi dips, diperoleh data
sebagai berikut :
1. Plunge = 4o
2. Interlimb angle = 145o
3. Axial surface = 89o

Satuan yang dipengaruhi oleh struktur ini adalah Satuan Batulempung, yang mana
singkapan yang bersangkutan memiliki litologi batulempung perselingan
batupasir. Lipatan ini cenderung memuncak ke arah Utara - Selatan. Berdasarkan
Fleuty (1964), Lipatan dapat diklasifikasikan sebagai sub-horizontal, upright,
gentle fold.

4.3.2. Struktur Patahan


Sesar Malegor ini terdapat pada bagian Barat laut daerah penelitian dan diduga
bersifat lokal, berada di Kampung Malegor. Indikasi-indikasi yang menunjukkan
keberadaan sesar tersebut adalah:
1. Terdapat breksi sesar
2. Terdapat offset
3. Terdapat anomali perlapisan pada batuan di sekitar sesar
Sesar ini memotong singkapan stasiun Z.1.7 yang tergolong kedalam Satuan Batu
Lapili Tuf. Sayangnya tidak dapat ditemukan nilai pitch pada sesar ini sehingga
hanya dapat ditentukan pergerakan semu dari Sesar Malegor.
4.4. Sejarah Geologi
Pada Kala Miosen Awal, daerah penelitian merupakan lingkungan foreslope –
deep shelf margin yang merupakan daerah transisi antara organic build-up dengan
laut terbuka, dengan kedalaman diperkirakan antara neritik hingga bathyal.
Terendapkan material batulempung napalan perselingan batugamping klastik,
dengan pengendapan terumbu di sisi utara daerah penelitian sebagai sumber
material sedimen gamping. Di luar daerah penelitian sisi utara terjadi
pengendapan batugamping terumbu yang menjadi sumber material gamping
klastik. Sedimen kemudian terlitifikasi menjadi Satuan Batulempung Perselingan
Batugamping.
Pada Kala Miosen Tengah daerah penelitian diperkirakan mengalami penurunan
muka air laut, menyebabkan daerah penelitian menjadi daratan. Hal ini
menyebabkan tidak adanya material sedimen yang terakumulasi.
Pada Kala Miosen Akhir, daerah penelitian kembali menjadi lingkungan laut
foreslope – deep shelf margin yang memiliki kedalaman neritik – bathyal, ditandai
dengan diendapkannya sedimen gamping klastik yang berselingan lempung
napalan di sisi utara dan berangsur menjadi lempung napalan pada sisi selatan.
Material sedimen kemudian terlitifikasi membentuk Satuan Batugamping
Perselingan Batulempung Napalan yang menjemari dengan Satuan Batulempung
Karbonatan di sisi selatan.
Sesudah kedua satuan batuan tersebut terbentuk, masih pada Kala Miosen Akhir
hingga awal Pliosen, diperkirakan terjadi proses tektonik yang menyebabkan
terbentuknya Sinklin Jerak Kiri, Antiklin Jerak, Sinklin Tonda Hulu, serta
Antiklin Tonda Hilir. Perlipatan ini dilanjutkan dengan penyesaran dekstral naik
Sesar Tuan Saleng, yang juga diikuti dengan pembentukan sesar minor Sesar
Tonda.
Pada Kala Pliosen kembali terjadi penurunan muka laut, menyebabkan daerah
penelitian berada pada kedalaman antara transisi hingga neritik. Kondisi ini
memungkinkan pertumbuhan terumbu karang pada sisi selatan daerah penelitian
berupa lingkungan Organic build up – foreslope yang kemudian terlitifikasi
menjadi Satuan Batugamping Bioklastik.
Penurunan muka laut terus berlangsung yang menyebabkan pada Jaman Kuarter
daerah penelitian sudah menjadi daratan. Hal ini disimpulkan dari tidak adanya
batuan berumur Plistosen – Holosen. Pada daerah penelitian terjadi pelapukan dan
erosi yang menyebabkan terbentuknya topografi pada masa sekarang. Selain itu
terendapkan juga endapan permukaan berupa material aluvium di sekitar aliran
sungai, serta endapan jatuhan lereng di sekitar tebing-tebing batugamping.

4.5. Potensi Geologi Ekonomi


Pada daerah penelitian ditemukan beberapa bukit-bukit dengan litologi umum
berupa batugamping dan batu andesit. Kedua batuan tersebut memiliki potensi
sebagai bahan galian, bahan bangunan, dan bahan dasar industri. Namun,
masyarakat lebih memanfaatkan batu tersebut sebagau pembuatan jalan yang
rusak atau tanpa aspal agar dapat digunakan sebagai akses kendaraan bermotor.
Selain itu, di bagian Utara - Barat laut ditemukan singkapan yang mengandung
batubara. Masyarakat mengatakan bahwa batubara yang ada telah dieksplorasi dan
dilakukan penelitian lebih lanjut, namun karena jumlahnya yang kurang melimpah
menyebabkan tidak dilanjutkannya ke tahap produksi.

Anda mungkin juga menyukai