Anda di halaman 1dari 17

[Year]

SHE IS MY SOUL

ASUS
[Type the company name]
[Pick the date]
“Dia Hana Sandreinta Putri, orang-orang memanggilnya Hana. Hana
adalah seorang gadis yang hidup dengan rasa syukur dan menyayangi siapapun
lebih dari dirinya. Tidak ada kesedihan dan air mata yang tampak dari dirinya.
Sehingga, menjadikannya wanita yang kuat. Sabar serta penyayang. Hana tinggal
disebuah rumah kontrakan yang cukup besar bersama sahabat-sahabatnya dan
adik sahabatnya. Hana dan sahabat-sahabatnya itu yang merupakan mahasiswi
disalah satu Universitas di Jakarta Selatan. Kedekatan Hana dan sahabat-
sahabatnya tidak bisa uraikan menjadi sebuah kata, kalimat maupun paragraf.

Ada banyak hal yang mengubah hidup Hana. Ada cinta dan persahabatan
yang menguatkan. Yaaa, sepasang raga yang menganggap diri mereka satu jiwa,
menjadi salah satu alasan mengapa mereka dilahirkan.

Gio, laki-laki yang menjadikan Hana sebagai tujuan hidupnya. Tidak tahu
kenapa, ketika pertama kali melihat Hana didepan loker pendaftaran ulang
mahasiswa baru, saat itulah tujuan hidup Gio tercipta. Masuk di Universitas yang
sama namun berbeda fakultas membuat Gio hanya bisa mencari tahu semua
tentang Hana dalam kesempatan-kesempatan keci saat orientasi mahasiswa baru.
Namun ternyata, kesempatan itu ada saat dicari dan diusahakan, yaa… selama 3
tahun lebih ia menjadi bayangan untuk Hana. Semua ia lakukan sampai Hana
menyadari bahwa ia ada.

Menjaga Hana adalah keharusan baginya. Kalian tau apa hal yang paling
bahagia dalam hidup Gio? SENYUM dan TAWA Hana. Air mata Hana dan
Penderitaan Hana adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Tersirat Dalam Lamunan

Hana yang tampak sehat dan baik mempunyai banyak teman, dia bukanlah orang
yang suka berbagi kesedihan bahkan kepada sahabat-sahabatnya sendiri. Dia
cantik dengan kerudung yang tidak terlalu panjang namun menutupi dadanya, dia
selalu menggunakan gamis-gamis anak muda yang membuat dia terlihat cantik,
mempesona, tapi tetap anggun.

“Wulan, sholat yuukkk?”. Tanya Hana yang selalu tersenyum dengan


sejuk. “Ayookkk, gue laperr sihh, tapi ya udah sholat dulu”. Jawab Wulan yang
yaa.. tak selembut Hana. Hana hanya menggeleng tersenyum aneh memandang
sahabatnya itu.

Setelah sholat mereka melihat Putri yang sedang duduk di teras masjid,
terlihat sedang menungu. “Eh, kocak parah banget lu gak sholat inget tuhan inget
skripsi lu”. Tegur Wulan sambil mengejutkan Putri yang merenung. “Lu pikir aja
ya kali gue ga sholat. Kalo gue lagi ga dapet mana mungkin gue nongkrong doang
di Masjid, BAKWAN TEPUNG, gak ada gizinya omongan lu”.

Wulan terlihat kesal dengan ejekan Putri dan tidak segan-segan


memukulnya dengan keras. “ENak banget ya lu ngatain gue”.

“Udah-udah gak malu apa iihh, berantem mulu, pulang-pulang“. Lerai Hana.

“Eh Han”, “hhmmmmm”. Hana menjawab panggilan Putri dengan santai.


Putri melanjutkan bicara sambil melangkah ke samping Hana.

“Lu lihat deeh, itu cowok dari tadi gue liatin gerakannya kompak banget
sama lu”, dengan santai Hana menoleh dan memandang laki-laki yang ditunjuk
oleh Putri. “Kebetulan aja”, jawab Hana.

“Enggak Han, Pake sepatu, benerin tali, benerin kaos kaki, tepok-tepok
ujung sepatu terus berdiri. Waahh gila ini bukan kebetulan, kalian jodoh!!!”.
Cerocosan Wulan, sambil memandangi Hana dan laki-laki itu lalu menyebutkan
dengan urut apa yang mereka lakukan secara bersamaan. “Iya kan Put ?”, “iya
Wulan bener banget”.

Hana hanya membalas perdebatan sahabat-sahabatnya dengan tertawa


terbahak-bahak dan berkata ”kalian lucu, udah aah pulang capek”. Mereka semua
tertawa dan berjalan menuju rumah.

“Akhirnya sampe juga, gue ke kamar dulu yaaa”.. Menuju kamar, Hana
memanggil-manggil sahabatnya dengan lemah. “Put, Put”. Langkah Hana terhenti
berpegang erat pada gagang pintu kamar mereka. “Eeh eehh kenapa Han ?”, Putri
terkejut melihat Hana yang hampir terjatuh lalu membawanya ketempat tidur.
“Kepalaku sakit” kata Hana. Wulan yang masih duduk diteras rumah menunggu
adiknya pun berlari menghampiri Hana. “Hana kenapa?”. “Heboh banaet siih lu”,
tegur Putri. “Yaelah gue kaget lu histeris banget di panggil sama Hana”.

Dengan damai Putri menjelaskan kepada Wulan, “tadi Hana hampir jatuh,
kepalanya sakit katanya”. “Ya udah kita pijitin ya Han, lagian kamu kenapa sih,
kita ke dokter yaa”..

Wulan yang merasa takut melihat Hana yang pucat tak seperti biasa
berusaha membujuk Hana untuk pergi memeriksakan sakitnya ke Dokter. Namun
hanya tak ingin menyusahkan siapapun dalam hidupnya.

“Engga usah lan, gue Cuma kecapekaan”. Jawab Hana yang berusaha kuat
didepan sahabatnya.

Hari mulai gelap, mereka sholat Maghrib bersama, namun yang berbeda
saat itu Hana tidak ingin mengimami seperti biasa. Dia sengaja sholat di sebelah
tempat tidur shaf paling belakang. Indy adiknya Wulan tidak khusuk sholat
memerhatikan Hana yang berdiri sesekali dengan bantuan diding tempat tidur.
Hana juga sengaja berdiri terakhir selesai sholat setelah semua orang keluar
kamar, supaya tidak ada yang melihatnya kesulitan berdiri karena merasa sangat
pusing.
Pelan-pelan duduk diatas tempat tidur, setetes demi setetes air matanya
jatuh, dalam hatinya ia mengeluh pada tuhan. “Ada apa dengan saya”. Dia tetap
berusaha terlihat baik-baik saja didepan sahabat-sahabatnya.

Sebelum mereka tidur, mereka selalu punya sesi obrolan malam, yaa.. itu
tidak bisa mereka lewatkan begitu saja.

“Hana cantik, hana baik lu udah gapapa?”, obrolan yang dibuka oleh wulan
berusaha ingin tau keadaan sahabatnya karena dia tau Hana tidak akan
memperlihatkan apapun yang dia rasakan kecuali tersenyum. “Enggak, santai…
udah yuk, kita ngobrolin apa ni?”. Jawaban menenangkan dari Hana.

“Kak Ana, Indy mau nanya, kok kakak gak punya cowok siih, padahalkan
kakak baik, cantik, pinter, terus..”. “ssssssssssssssstttttttttttt”. Potong Hana. “Anak
kecil kok ngomongin cowok siihh”. “Indy udah SMA kak bukan anak kecil lagi”.

Semua tertawa, namun Putri melanjutkan obrolan dan menyetujui


omongan Indy. “Bener kata Indy, kenapa sih lu gak ada niat buat punya cowok,
satu aja satu”.

“Hahahaha emangnya harus berapa guys ?, gue bukan gak ada niat, siapa
sih yang gak mau punya cowok?, tapi gue belum nemuin yang bersedia dan ikhlas
jadiin gue belahan jiwanya”. Jawab Hana dengan penuh khayal.

“Hhuuuaaaa keren siihh, kita kagum. Tapi gimana mau nemu nyari aja
enggak hahaha, ya udah yuk kita tidur lanjutin besok”. Wulan mengakhiri obrolan
malam mereka, karena terlihat sudah mengantuk tapi Hana tidak.

Dalam heningnya malam, Hana merenungkan yang terjadi padanya hari


ini, dia sudah merasa lebih baik daripada sebelumnya, tapi, ia takut hal yang sama
akan terulang atau bisa menjadi lebih buruk. Namun, ada senyum kecil yang
terselip saat dia mengingat kalimat BELAHAN JIWA.
….

“Banyak hal yang bisa dan telah aku lakukan selain menemukanmu, ku
harap, menemukanmu suatu saat adalah penyempurna hidupku, duniaku
dan akhiratku”
Diam dan Berdebar Tanpa Kata

“Semoga hari ini akan baik-baik saja”. Doa Hana dalam hatinya dengan
penuh rasa takut. “Han, ayok berangkat, lu ada kelas pagi juga kan?”. Ajak Putri
yang sangat bersemangat hari ini, yaa… semangat sahabat-sahabatnya membuat
Hana juga tertular dengan semangat mereka. “Iyaa Put ayok”.

Pagi ini mereka tanpa Wulan, Wulan tidak ada kelas pagi dan berarti dia
belum bangun, waktunya Wulan untuk bermalas-malasan.

Hana terlihat baik pagi ini. Putri dan Wulan juga tidak terlalu
mengkhawatirkan keadaannya, ya karena Hana selalu terlihat baik-baik saja,
kecuali kemarin.

“Hanui, itukan cowok kemaren, samperin aahhhh”… “Putriii lu ngapain,


jangaann!! Malu!!”….. Hana berusaha menghalangi Putri yang bertingkah aneh
dan terlalu memalukan saat mereka tiba di kampus. Namun, Putri
mengabaikannya.

“Hai, boleh temenan? Gue Putri”. LaKI-laki itu tak tampak bingung
seakan-akan dia telah mengenal mereka. “Kalo lu siapa?”, “gue Gio, dia Hana
kan?”.

Putri dan Hana terdiam dan saling memandang kebingungan karena Gio
telah mengenal Hana lebih dulu sebelum Hana mengenalkan dirinya. “Kok lu tau
sih ?”. Tanya Hana dengan sangat bingung. “Kalian jodoh Hana, dia penggemar
lu”. Cetus Putri.

Gio tidak menjawab apa-apa, dia pergi meninggalkan Hana dengan


senyuman dan tatapan yang seketika membuat Hana berdebar. Putri memandang
Hana sambil tertawa dan berkata, “Lu suka ya???, deg-degan kan lu??
Hahahhaha”. “E..e..enggak kok, biasa aja, (duuuhhh gue kenapa siihh) gumam
Hana dalam hatinya yang sedang tak karuan.
Mereka berpisah didepan kelas Hana, dari pagi hingga siang mereka
bergelut dengan aktifitas perkuliahan. Hana yang bersama teman-temannya, tak
melihat Putri dan Wulan siang itu. Yaaa, dia rasa, dia merindukan sahabat-
sahabatnya.

“Eeeh, gue pergi dulu ya, nyari Putri sama Wulan, mau ngajak mereka
makan siang, daaahhhhh”. Pamit Hana kepada teman-temannya yang lain. Setelah
hampir satu jam mencari, akhirnya Hana melihat Wulan yang berdiri didepan
kelas sedang asyik berdiskusi tentang tugas. Hana berlari ingin menghampiri
Wulan, tapi, Wulan sudah masuk kelas kembali. Akhirnya Hana memutuskan
kembali kepada teman-temannya yang lain.

Langkah Hana terhenti ditengah lapangan di bawah teriknya matahari, dia


menunduk kebingungan sambil menahan rasa sakit. “Ya Tuhan, kepalaku kenapa
lagi?, sakit sekali”. Bicaranya sendiri dan tidak tau harus berbuat apa. Hana
berusaha untuk tetap berjalan, tetap saja ia terjatuh, namun ada sepasang tangan
yang menahan tubuhnya.

“Hana, kamu kenapa?”. Tanya Gio dengan tatapan yang membuat Hana
tenang dan sejenak melupakan sakitnya. “Kepalaku sakit yo”. “Bisa melangkah
perlahan?”, “engga bisa, Aku rasa aku perlu istirahat”. Tanpa berpikir gio
menggedong Hana, membawanya ke ruang kesehatan kampus dan membaringkan
Hana di atas tempat tidur. Hana merasa terkejut, namun dia tak bisa berkata apap-
apa. Sepanjang gio menggedongnya, Hana hanya terdiam dan menatap gio, ntah
kenapa dia begitu berdebar dan merasa nyaman.

“Kamu kenapa Hana?, kamu sakit apa?, apa yang bisa aku bantu?”.
“Pertanyaanmu terlalu banyak yo, aku baik-baik saja hanya perlu istirahat,
terimakasih sudah membantuku”. Hana tersenyum mendengar semua pertanyaan
gio yang begitu banyak.

“Oh ya, kamu enggak ada kelas ?”. “Oh my god, sampe lupa aku ada kelas
kamu gapapa aku tinggalin?”. “Ya gapapa, aku udah mendingan kok, kamu kelas
aja”. “kalo gitu aku ke kelas dulu ya, kamu hati-hati, cepat sembuh”.
Gio berbalik badan, melangkah perlahan meninggalkan Hana. Namun, saat
di depan pintu, Gio kembali menghampiri Hana. “Hana, ini, Datang ya Aku
tunggu!”. “ini apa?”. “Undangan pesta ulang tahunku, malam ini, jangan lupa ajak
sahabatmu, aku ke kelas dan jadilah orang spesial dihari spesial”.

Hana mengangguk dan tersenyum senang menerima undangan dari Gio,


dia juga yakin pasti Putri dan Wulan jauh lebih senang. Setelah Gio pergi, Hana
turun dari tempat tidur, mengnarik nafas panjang, mempersiapkan diri seolah-olah
tidak terjadi apa-apa untuk bertemu sahabat-sahabatnya. Perlahan, Hana keluar
dari ruang kesehatan itu.

….

Ini rumit, ini aneh. Tapi, aku senang merasakannya. Tatapan itu,
senyuman itu. Semua membius, semua membisu. Ku harap, waktu berjalan
sangat lambat agar pertemuan ini terasa lama.

Hana duduk di taman depan kampus, sambil menunggu Putri dan Wulan
yang tidak tau di mana. Belum lama Hana duduk, Putri dan Wulan datang
menghampirinya.

“ Hana, lu dari mana aja, dari tadi kita nyariin lhoo, lu udah makan ya?”.
Tanya Wulan yang terlihat lelah mencari Hana dari tadi. “Belumlah, gue nungguin
kalian, tadi gue ada urusan bentar terus nungguin kalian di sini. Atau jangan-
jangan kalian udah makan duluan ya ninggalin gue?”. “Hello Hana, ya belumlah,
kita nyariin lu dari tadi mau ngajak makan, ya udah hayuukk makan, udah laper
banget tau”. Jawab Putri yang terlihat sangat lapar menarik-narik tangan Hana dan
Wulan untuk makan.

“Kenapa sih Han, lemes banget, lu masih sakit ya?”. “Siapa yang sakit,
aku laper nungguin kalian lama banget”. “uuuuhhhhh sedih sekali sahabatku”.
Putri yang tiba-tiba memeluk Hana.
Pertanyaan singkat dari Putri, yang membuat Hana harus berbohong lagi,
selalu ada kata maaf yang dia selipkan dalam hatinya, setelah berbohong kepada
sahabat-sahabatnya. Hana menyadari kebohongan ini tidak akan mungkin terus
dan terus ia lakukan. Tapi, untuk sekarang, ini yang terbaik menurutnya. Karena
ia masih mengharapkan semuanya hanya buruk untuk sementara.

….

“Banyak alasan sesorang untuk menjadi kuat dalam hidupnya, termasuk


sahabat. Mereka hadir disaat tawaku ada di mana-mana dan disaat tawaku
hilang begitu saja”.
Entah Bagaimana Tanpa Kalian

“Hey, tebak aku punya apa?”. Hana berusaha mengejutkan sahabat-


sahabatnya tentang undangan ulang tahun dari Gio. “Apa Han? Foto-foto personil
blackpink buat Indy ya? Duhh ga usah deh Han nanti dia kelewat manja sama
kamu.” Jawab Wulan yang sok tau, karena kemaren Indy adiknya meminta-minta
foto personil blackpink kepada mereka. “Apa sihh lannnn, sok tau banget deh. Ini
undangan ulang tahun dari Gio”. Jawab Hana.

Mereka sangat terkejut dengan apa yang Hana sampaikan, Hingga Putri
yang sedang makan tersedak-sedak. “ OOOMAGAAA, demi apa undangan ulang
tahun dari Gio? Berarti tadi lu hilang ga tau ke mana, itu lagi sama Gio ya?”. Putri
berusaha berbicara sambil menahan rasa tidak enak karena tersedak. “Iiiihh
enggaa, tadi ada temennya Gio yang ngasih undangannya ke aku di lapangan.
Katanya jangan lupa dateng nanti malem bareng kalian”. Hana berusaha
menjelaskan supaya sahabat-sahabatnya tidak curiga (lagi-lagi aku berbohong).

“Ya sudahh, mari pulang dan bersiap-siap untuk menghadiri pesta ulang
tahun calon pacarnya Hana”. Tegas Wulan sambil berdiri dan menarik tangan
Putri di sebelahnya. “Setuju banget”. Lanjut Putri yang juga ikut berdiri. Hana
hanya terdiam dan menggelengkan kepala melihat tingkahlaku sahabat-sahabatnya
itu dan berkata, “Aneh kalian”.

Sepanjang perjalanana menuju rumah, Hana membayangkan dia harus


pakai baju apa, sepatu yang mana, dan apa yang harus dia lakukan ketika tiba di
rumah Gio. Pikiran-pikiran itu terus menyelimuti kepalanya. Apalagi, Gio
memintanya untuk menjadi orang spesial dihari yang spesial, kata-kata itu benar-
benar memimpin semua ingatan di kepalanya. Sesekali Hana mencoba menepis
pikiran-pikiran yang membuat kepalanya sibuk berbisik ini dan itu, tapi tetap saja
dia merasa kebingungan.

Tanpa sadar dia telah tiba di rumah dengan cepat, “sepertinya pikiran-
pikiranku yang ribet ini, membawaku pulang bagai angin, cepat sekali”. Gumam
Hana dalam hatinya. Hana masuk ke kamar, membuka lemarinya dan
memandangi semua baju-bajunya.

“Mau kita pilihin ga?”. Tawaran dari Wulan dan Putri yang tiba-tiba
berdiri di depan Hana. “Pilihin apa? Bajuku juga gitu-gitu aja”. Jawab Hana
tersenyum kecil. “Tolonglah Hana, baju kamu itu paling banyak diantara kita,
orang kita sering minjem, iya ga Put?”. Wulan yang berusaha membuat Hana
percaya diri sambil menyenggol bahu Putri sebagai kode untuk satu pemikiran.

“Bagaimana kalo baju ini Han?”. Usul Putri yang langsung mengambil
baju yang terlihat anggun, berwarna putih dengan garis-garis hitam tipis, yang
menjulur ke bawah. “Lalu kerudung krim dengan tas hitam dan sepatu krim
kamu?, itu terlihat sangat cocok dan cantik di kamu”. Tambah Wulan.

“Aku rasa kalian benar, tapi…”. Hana yang terlihat masih tidak percaya
diri, namun setelah dia piki-pikir untuk apa dia merasa seperti ini. Dia hanya
datang ke pesta seorang teman yang baru dia kenal. “okeee, aku pake itu”.
Seketika Hana langsung mengambil baju dan kerudung yang ada di tangan
sahabat-sahabatnya itu.

“Gitu dong, lagian lu pake apa aja cantik kali Han, engga kayak kita. Iya
ga Put?”. Celetukan Wulan yang membuat Hana tertawa namun membuat Putri
merasa tidak setuju. “Lu aja kali lan, gue engga!”. Bantahan Putri sambil tertawa.

Mereka melompat-lompat sambil bernyanyi dengan penuh keseruan


diiringi lagu-lagu yang membuat suasana di kamar semakin heboh. Namun
seketika Hana kembali merasakan sakit di kepalanya, ia langsung terduduk di atas
tempat tidur. Indy yang berdiri di depan pintu langsung berlari ke arah Hana, “kak
Hanaaa..”. Teriak Indy.

“Lho Han kenapa?”. Tanya Wulan. “Pusing Lan”. Sambil memejamkan


mata menahan sakit, Hana menjawab pertanyaan Wulan. “Ya udah, kamu istirahat
dulu, belum makan ya?”. Putri yang terlihat khawatir.
“Kan udah tadi bareng kita, gimana sih lu”. Jawab Wulan dengan kesal.
“lupa, maaf”. Putri merasa bersalah melihat wulan yang terlihat begitu
mengkhawatirkan sahabat mereka.

“Kita ga usah pergi yaa..”.

“Lhooo jangan Put, engga enak udah diundang, aku juga udah mendingan
kok”. Hana yang sembari duduk bersandar di tempat tidur berusaha
memperlihatkan kalau dia sudah baik-baik saja. Entah kenapa Hana begitu ingin
pergi, mengingat perkataan Gio yang begitu berharap Hana datang ke pesta ulang
tahunya.

“Minum obat sakit kepala dulu ya Han, baru kita pergi”. Bujuk Wulan.
“Ya udah, kita datang kalo kamu udah lebih mendingan lagi ya”. Tegas Putri.

Sambil menunggu Hana beristirahat, Wulan dan Putri merasa aneh dengan
apa yang terjadi dengan Hana belakangan ini. Hana sudah dua kali sakit kepala
yang hampir membuatnya pingsan.

“Gue rasa Hana engga sakit kepala biasa deh”. Putri membuka obrolan
bersama Wulan yang sedang kebingungan di teras rumah. “Iya bener Put, aku
setuju, atau jangan-jangan Hana sering sakit kepala kayak gini di belakang kita?”.
Wulan yang semakin membuat suasan menjadi penuh tanda Tanya.

“Hayoloohhhhh, ngomongin gue ya??”. Hana yang tiba-tiba keluar dari


dalam rumah, menghampiri Putri dan Wulan di teras. “Gue gapapa, dibilangin.
Jangan mikir yang aneh-aneh, paling Cuma sakit kepala biasa. Ayook pergi, udah
mau telat ini”.

“ayookklah, kalo udah gapapa”, jawab Wulan. “ ndy, jaga rumah ya, kunci
semua pintu, kita pergi sebentar”. “iya kak Ana”. Indy beranjak dari kamarnya
dan langsung mengunci pintu rumah.

Entah kekuatan seperti apa yang Tuhan berikan kepada Hana, dia selalu
berusaha menahan sakitnya untuk tidak membuat orang-orang di sekelilingnya
khawatir. Selama di dalam taxi Hana berdoa semoga Tuhan memberikan
kesehatan dan pertolongan untuknya, agar dia bisa terus terlihat baik-baik saja dan
semoga tidak merepotkan siapapun.

“Han, udah gapapakan?”, Wulan memandang wajah Hana yang tampak


melamun. “Engga kok”, jawaban singkat dari Hana sambil memeluk erat Wulan
kemudian disusul oleh Putri.

….

“Arti air mataku, biar Tuhan yang tahu dan biarkanlah semesta
menciptakan makna dari setiap tetesnya”.
Kau Membiusku

Tiba di rumah Gio, mereka terlihat mencari-cari Gio sambil mengambil


meniman-minuman yang telah dihidangkan.

“Hi Gio, Selamat ulang tahun yaa”, sapa Putri kepada Gio sembari
memberikan kado. “Waahh terimakasih Putri, sudah repot-repot”. “Aku juga
punya kado nih buat kamu Gio, HBD yaa”, Wulan yang tak mau kalah dengan
Putri juga menyalami Gio dan memberikan kadonya. “Kamu kamu, lu gua aja
kali”, sindir Putri kepada Wulan.

Hana tampak diam dibelakang sahabat-sahabatnya, tersenyum kecil melihat


antusias dan semangat sahabat-sahabatnya itu. “Han, lu engga ngasih kadonya ke
Gio?”, Tegur Putri melihat Hana yang hanya tersenyum-senyum. “Ha?, oh iya,
Gio ini kado dari gue, selamat ulang tahun ya”. Ucapan dari Hana yang membuat
Gio tersenyum dan terdiam.

“Akhirnya yang ditunggu”, kalimat singkat dengan suara yang kecil


terdengar oleh Hana. “Kenapa ??, yang ditunggu??, maksudnya??”. Tanya Hana
yang sedikit heran dengan kalimat singkat namun terdengan samar dari Gio.
“Engga-engga, kita ke sana aja yuk!”. Gio yang berusaha mengalihkan
pembicaraan.

Sementara Hana yang sedang mengobrol asyik dengan Gio, Putri dan Wulan
mencoba semua makanan yang tersedia.

“Ayo Han, kita mulai acaranya”. Ajak Gio kepada Hana. Dari sebelah
kanan, datang seorang wanita yang terlihat sangat mirip dengan Gio, dia berdiri
tepat disebelah meja kue. “Gio, ayo nak kita mulai acaranya”. Mama Gio yang
tersenyum memanggil Gio.

Hana melihat kagum kepada Gio dan mamanya, ia teringat Ibunya yang ada
di rumah, mungkin sudah hampir satu tahun dia belum pulang ke rumah, karena
perkuliahan yang menyibukkannya.
“Selamat datang semua, saya Ratna mamanya Gio. saya mengucapkan
terimakasih sudah bersedia menghadiri acara pesta ulang tahun anak saya satu
satunya. Berhubung sudah ramai, mari kita mulai saja acaranya”. Sambut hangat
mama Gio kepada para tamu yang hadir.

Ramainya suasana yang diawali dengan menyanyikan lagu selamat ulang


tahun. Tiba disesi tiup lilin, mama Gio memegang dadanya yang terasa sesak
kemudian jatuh pingsan. Hana yang berada tepat di sebelah mamanya Gio,
langsung menyangga badan mama Gio sambil berteriak “tanteee”.

Gio yang awalnya tampak bahagia dengan canda tawa dan hendak meniup
lilin yang berada di depannya, langsung menoleh dan menghampiri mamanya.
“Kita bawa mama ke Rumah Sakit Han”, permintaan spontan dari Gio kepada
Hana.

Sementara suasana yang tadinya penuh kebahagiaan tiba-tiba hening dan


Gio meminta maaf kepada teman-temannya. Gio menggendong mamanya menuju
mobil, sementara Hana membawakan tas mama Ratna dan ikut masuk ke mobil.
Suasana di mobil tampak haru, penuh ketegangan dan ketakutan. Gio yang
menangis dan terus berusaha membangunkan mamanya, sementara Hana berusaha
menguatkan Gio. Hana baru menyadari kalo Putri dan Wulan tidak bersamanya.

Tiba di Rumah Sakit, mama Gio langsung ditangani oleh Dokter, Gio ingin
mencoba masuk, namun tidak diperbolehkan. “Gio, kuat ya, yang sabar”.
Semangat dari Hana untuk Gio.

Saat mendengar kata-kata itu dari Hana, Gio menoleh dan langsung
memeluk Hana dengan erat, sambil berkata, “di dunia ini, gue Cuma punya mama
dan lu Han”. Hana terdiam kaku saat dipeluk oleh Gio dan mendengar kata-kata
yang keluar dari mulut Gio, membuat Hana semakin membisu.

Hana tidak tahu harus berkata apa, dia merasa seperti mimpi. Dia tidak
pernah merasakan hal ini, banyak yang ingin Hana tanyakan kepada Gio, namun
ia tahu ini bukan saatnya. Hana hanya bisa membalas pelukan Gio dan mengelus
pundaknya.
Pelukan itu, perlahan-lahan terlepas. Mereka duduk di kursi ruang tunggu,
menunggu kabar dari dokter.

….

“Putih, layaknya suasana yang menyelimuti hati. Mendatangi hitam dan


mengalahkan gelap, sehingga ia bercahaya”.

Anda mungkin juga menyukai