Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi dimana produksi bilirubin yang
berlebihan di dalam darah. (slusher 2013).
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila
kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer, 2008).
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa
dan cairan tubuh. (Adi Smith, G, 1988)

Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan


dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin
serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya
adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar
bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui
melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan hiperbilirubin.

2. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu
misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

3. Epidemiologi

1. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I


2. Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang
bulan.
3. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >
5mg/dl dalam 24 jam.
4. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
 Proses hemolisis darah
 Infeksi berat

4. Klasifikasi Hiperbilirubin

a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan
kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi
dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum
dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek
pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada
dasar Ventrikulus IV.

5. Manifestasi klinis

Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin


serumnya kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007).
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuningkehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan
pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)
(Sarwono et al, 2005).
Gambaran klinik ikterus patologis :
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis (Sarwono et al, 2005).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta
membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi
lahir disebabkan oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan
infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak
pada hari ke-3 sampaike-4 serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7
biasanya merupakan jaundice fisiologis.

Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia,


fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang,
tak mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah,
2005).

6. Tanda dan Gejala


a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice
fisiologi.

Gambar 1.
Tabel 1. Rumus Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan 11 mg %
tungkai
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah 12 mg%
lutut
5 Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg %
7. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.

Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila
bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan
hipoglikemia. (Markum, 1991).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
 Test Coomb pada tali pusat BBL
 Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
 Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (
Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
 Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
 Bilirubin total.
 Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
 Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup
bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
 Protein serum total
 Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
 Hitung darah lengkap
 Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
 Glukosa
 Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
 Daya ikat karbon dioksida
 Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
 Meter ikterik transkutan
 Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
 Pemeriksaan bilirubin serum
 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
 Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
 Smear darah perifer
 Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
 Test Betke-Kleihauer
 Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.

9. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan
hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24
jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera


(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

10. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
11. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >
5mg/dl dalam 24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif :
lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
2) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (
reflek menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi
mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar.
5) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
7) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier,
fibrosis kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik,
kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit
infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan
pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


a) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
b) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status
kesehatan anggota keluarga
c) Hipeertermi berhubungan dengan terpapar lingkungan panas
d) Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas
tinggi.
2. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor warna dan keadaan kulit 1. Warna kulit kekuningan sampai jingga yang
kulit berhubungan keperawatan selama ......x24 jam, setiap 4-8 jam semakin pekat menandakan konsentrasi
dengan peningkatan diharapkan integritas kulit kembali bilirubin indirek dalam darah tinggi.
kadar bilirubin indirek baik/ normal dengan 2. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator
dalam darah, ikterus kriteria hasil : 2. Monitor keadaan bilirubin direk dan berat ringan joundice yang diderita.
pada sclera leher dan  Kadar bilirubin dalam batas normal ( indirek ( kolaborasi dengan dokter
badan. 0,2 – 1,0 mg/dl ) dan analis ) 3. Menghindari adanya penekanan pada kulit
 Kulit tidak berwarna kuning/ warna 3. Ubah posisi miring atau tengkurap. yang terlalu lama sehingga mencegah
kuning mulai berkurang Perubahan posisi setiap 2 jam terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit
berbarengan dengan perubahan posisi bayi.
 Tidak timbul lecet akibat penekanan
lakukan massage dan monitor
kulit yang terlalu lama
keadaan kulit 4. Kulit yang bersih dan lembab membantu
4. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban memberi rasa nyaman dan menghindari kulit
kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi meengelupas atau bersisik.
bayi

Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui kondisi klien
keperawatan selama ......x24 jam, hipertermia
berhubungan diharapkan hipertermi membaik dengan 2. Monitor suhu tubuh 2. untuk mengetahui suhu klien
kriteria hasil 3. Longarkan atau lepaskan 3. agar klien merasa nyaman
dengan terpapar  Menggigil menurun pakaian 4. untuk memeberikan posisi nyaman
 Kulit merah menurun 4. Anjurkan tirah baring
lingkungan panas
Risiko kekurangan Setelah diberikan asuhan 1. Pantau masukan dan haluan cairan; 1. Peningkatan kehilangan air melalui feses dan
volume cairan akibat keperawatan selama .....x 24 jam, timbang berat badan bayi 2 kali evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
efek samping cairan tubuh neonatus adekuat dengan sehari.
fototerapi berhubungan kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi 2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
 Tugor kulit baik (mis: penurunan haluaran urine, hubungannya dengan fototerapi,
dengan pemaparan sinar  Membran mukosa lembab fontanel tertekan, kulit hangat atau meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
dengan intensitas tinggi.  Intake dan output cairan seimbang kering dengan turgor buruk, dan mata pemberian makan yang sering tidak di
cekung). pertahankan.)
 Nadi, respirasi dalam batas normal
3. Perhatikan warna dan frekuensi 3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit
defekasi dan urine. urine kehijauan menandakan keefektifan
), suhu ( 36,5-37,5 C )
fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin. Feces yang encer meningkatkatkan
risiko kekurangan volume cairan akibat
pengeluaran cairan berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral 4. Meningkatkan input cairan sebagai
sedikitnya 25%. Beri air diantara kompensasi pengeluaran feces yang encer
menyusui atau memberi susu botol. sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan
cairan.
5. Pantau turgor kulit 5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Berikan cairan per parenteral sesuai 6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
indikasi mencegah dehidrasi berat.
Gangguan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan 1. Dapat menurunkan stress
keluarga berhubungan selama .........x24 jam, terjadi orang tua untuk informasi dan
dengan hospitalisasi pengurangan ansietas keluarga, dengan dukungan
anak kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah seputar 2. Memudahkan dalam pemilihan intervensi
 Kecemasan keluarga berkurang hospitalisasi dan penyakit anak
 Secara verbal keluarga mengatakan 3. Berikan informasi seputar kesehatan 3. Untuk menurunkan ansietas yang dialami
cemas berkurang anak keluarga
4. Berikan dukungan sesuai kebutuhan 4. Meningkatkan kemampuan koping
5. Anjurkan perawatan yang berpusat 5. Meningkatkan pemahaman keluarga
pada keluarga dan anjurkan anggota
keluarga agar terlibat dalam
perawatan.
3. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.

4. Evaluasi
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
1) Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )
2) Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
3) Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
b. Risiko cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik terhadap
otak.
1) Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan
pada usia 3 hari
2) Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
3) SSP berfungsi dengan normal
c. Risiko kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas
tinggi.
1)Tugor kulit baik
2)Membran mukosa lembab
3)Intake dan output cairan seimbang
4)Nadi, respirasi dalam batas normal (N: 120-160 x/menit, RR : 35
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C )
d. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C )
2) Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR :
35 x/menit )
3) Membran mukosa lembab
e. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi anak.
1) Kecemasan keluarga berkurang
2) Secara verbal keluarga mengatakan cemas berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2004. Tinjaun Klinis Hasil
Pemeriksaan
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aeseulupius
Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Ngastiyah, 2005. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.
Nelson, 2007. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 standar diagnosis keperawatan Indonesia,
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PATHWAY
.

Peningkatan Peningkatan
Gangguan Gangguan Gangguan
produksi Sirkulasi
Fungsi Hati Transportasi Ekskresi
bulurudin Enterhopetatik

HIPERBILITURIN

Bulurudin Fototerapi Peningkatan


Indirek Pemecahan
Bulurudin

Toksik Bagi Perubahan suhu Pemisahan Pengeluaran


Jaringan lingkungan bayidengan cairan empedu
orang tua di usus

KERUSAKAN
Saraf aferen Gangguan peran
INTEGRITAS Peristaltic usus
orang tua
KULIT

Hipotalamus
GANGGUAN
PROSES Diare
KELUARGA

fasokonstriksi

Pengeluaran
volume cairan
dan intake
Penguapan

RISIKO
KEKURANGAN
VOLUME
HIPERTERMI CAIRAN

Anda mungkin juga menyukai