Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN HIV/AIDS

TENTANG VCT DAN HASIL OBSERVASI TERAPI SPIRITUAL TERHADAP


PASIEN PENDERITA HIV/AIDS DI PUSKESMAS PESANTREN I

Dosen Pembimbing:

Yenny Puspitasari, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Domingas Martins (1811B0019)


2. Dorkas Kalli Ghoba (1811B0021)
3. Elok Aqila F. (1811B0023)
4. Fambudi Bima Sena H. (1811B0029)
5. Farhan Nur Arif (1811B0030)
6. Haniah Dini Fajriah (1811B0033)
7. Laili Khoirun Nissa (1811B0039)
8. Maria Ulfa (1811B0047)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESAHATAN STRADA INDONESIA

KEDIRI

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat mengerjakan makalah ini tepat pada waktunya yang
berjudul “Keperawatan HIV-AIDS tentang VCT dan Hasil Observasi Terapi Spiritual
Terhadap Pasien Penderita HIV/AIDS” yang di ajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan
HIV/AIDS.

Makalah ini berisikan informasi penjelasan tentang pengertian vct,tujuan vct, sasaran
vct, manfaat melakukan vct, tahapan dan proses layanan vct, peranan perawat dalam
pendampingan pasien hiv,pengertian art. Kami menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam
makalah kami,oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak yang
telah membaca, sangat kami harapkan untuk menghasilkan makalah yang lebih baik untuk
masa mendatang.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini, mulai dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua.

Wassalamualaikum wr.wb

Kediri, 6 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

1.3. Tujuan .......................................................................................................................... 2

1.4. Manfaat ........................................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4

2.1. Pengertian VCT .......................................................................................................... 4

2.2. Tujuan VCT ................................................................................................................. 4

2.3. Sasaran VCT ............................................................................................................... 5

2.4. Manfaat Melakukan VCT ............................................................................................ 6


2.5. Tahapan dan Proses Layanan VCT .............................................................................. 7
2.6. Peran Perawat Dalam Pendampingan Pasien HIV....................................................... 9
2.7. Pengertian Antri Retroviral Therapy ........................................................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 11

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 11

3.2 Saran ............................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

LAMPIRAN ........................................................................................................................ 14

DOKUMENTASI ............................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini
menyerang system kekebalan tubuh sehingga berakibat pada penurunan system
kekebalan tubuh yang dapat membuat orang yang terkena virus ini mudah terkena
penyakit dan sulit disembuhkan. Kumpulan gejala yang diakibatkan oleh
menurunnya system kekebalan tubuh karena adanya infeksi atau virus HIV pada
manusia sendiri disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
WHO (World Health Organization) sejak awal epidemi, hampir 78 juta
orang telah terinfeksi virus HIV dan sekitar 39 juta orang telah meninggal karena
HIV. Secara global, 35 juta orang hidup dengan HIV pada akhir 2013.
Diperkirakan 0,8% dari orang dewasa berusia 15-49 tahun di seluruh dunia hidup
dengan HIV. Satu dari 20 orang dewasa hidup dengan HIV dengan total hampir
71% orang hidup dengan HIV di seluruh dunia (WHO, 2013).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat
lebih dari 40 ribu kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV
paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan
pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari 7000 orang
menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang. Data terakhir
Kemenkes RI menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah
tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus
AIDS di Indonesia.
Jika seseorang diketahui telah mengidap penyakit HIV maka dilakukan
pemeriksaan VCT (Voluntary Counselling And Testing) atau bisa diartikan
sebagai konseling dan tes HIV sukarela (KTS). Layanan ini bertujuan untuk
membantu pencegahan, perawatan, serta pengobatan bagi penderita HIV/AIDS.
VCT bisa dilakukan di puskesmas atau rumah sakit maupun klinik penyedia
layanan VCT.
Salah satu obat untuk menekan virus HIV/AIDS adalah Antiretroviral
(ARV). Diberikan pada pasien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan
sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas
hidup dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV namun
bisa menghambat virus HIV, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang

1
usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas beberapa
golongan.
Selain diberikan obat Antiretroviral juga dilakukan beberapa terapi
komplementer. Seperti terapi spiritual
1.2. Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam memecahkan masalah
komunikasi dalam keperawatan II antara lain:
Pasien HIV di daerah Puskesmas Pesantren 1 semuanya sudah
memanfaatkan layanan VCT, hal ini di dukung dari factor informasi mengenai
layanan VCT yang sudah banyak di terima oleh pasien HIV . petugas kesehatan
Memberikan informasi tentang layanan VCT dan baigamana cara
mengaplikasikannya.
Praktik pelayanan kesehatan dan kesediaan sumber daya dalam pelayanan
VCT juga mempengaruhi tindakan pasien HIV dalam melakukan VCT, oleh
karena itu observasi ini untuk meningkatkan pengetahuaan dengan sikap pasien
terhadap pemanfaatan layanan VCT di wilayah kerja Puskesmas Pesantren 1 Kota
Kediri tahun 2019.
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum :
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap pasien terhadap
pemanfaatan layanan tes HIV dan VCT di Wilayah Puskesmas
Pesantren 1 Kota Kediri tahun 2019.

b. Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pada pasien odha terhadap
layanan tes HIV dan VCT di Wilayah Puskesmas Pesantren 1 Kota
Kediri.
2. Untuk mengetahui dukungan keluarga untuk memanfaatkan tes HIV
secara sukarela di Wilayah Puskesmas Pesantren 1 Kota Kediri.
3. Untuk mengetahui sikap pasien odha terhadap layanan tes HIV dan
VCT di Wilayah Puskesmas Pesantren 1 kota Kediri.
4. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap pasien odha
HIV dan AIDS dalam memanfaatkan layanan tes HIV danVCT di
Wilayah Puskesmas Pesantren 1 Kota Kediri.

2
1.4. Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
1. Dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan, serta dapat
dijadikan pembelajaran tentang HIV sehingga dapat memberikan
informasi tentang tes VCT kepada Odha bahwa tes VCT/HIV
merupakan langkah pencegahan penularan HIV.
2. Hasil observasi ini dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa lain yang
akan melakukan observasi terkait pemanfaatan dan tahapan proses
layanan VCT.
3. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang terkait perilaku
kesehatan yang telah di dapat di perkuliahan.
b. Bagi Perawat

1. Dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang tes


VCT .
2. Dapat memberikan mutu pelayanan dan upaya-upaya promotif
melalui sosialisasi kesehatan kepada masyarakat tentang HIV untuk
melakukan tes VCT sebagai upaya pencegahan penularan HIV.
c. Bagi Puskesmas
Sebagai sumber informasi dalam melakukan perencanaan kegiatan
pencegahan, penularan, dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah
Puskesmas Pesantren 1 Kota Kediri, khususnya pencegahan, penularan dan
penanggulangan HIV yang sangat meningkat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian VCT
Voluntary Counseling and Testing atau biasa disingkat VCT merupakan
kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum
dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien
terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent (surat
persetujuan) setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar.
Konseling adalah proses pertolongan di mana seseorang dengan tulus dan
tujuan jelas, memberikan waktu, perhatian, dan keahlianya untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
VCT penting karena merupakan jalan masuk ke seluruh layanan HIV/AIDS
menawarkan keuntungan ; baik bagi yang hasil tesnya positif maupun yang hasil
tesnya negatif, dengan focus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien
seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman
faktual dan terkini tentang HIV/AIDS, dapat mengurangi stigma negatif
masyarakat; merupakan pendekatan menyeluruh, baik kesehatan fisik maupun
mental; memudahkan akses ke berbagai pada pemberian dukungan atas kebutuhan
klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV,
pemahaman faktual dan terkini tentang HIV dan AIDS; mengurangi stigma negatif
masyarakat; merupakan pendekatan menyeluruh, baik kesehatan fisik maupun
mental; memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik
kesehatan maupun psikososial.

2.2. Tujuan VCT


Konseling HIV mempunyai tujuan:
1. Menyediakan dukungan psikologis
2. Mencegah penularan HIV
a. Menyediakan informasi tentang perilaku berisiko tinggi HIV
b. Membantu mengembangkan keahlian pribadi yang diperlukan untuk
mendukung perilaku hidup sehat
3. Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin, termasuk alternatif
pemecahan berbagai masalah

4
Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang
mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran infeksi HIV.

Tujuan khusus VCT bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA):

1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV

Saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui terinfeksi


HIV. Kurang dari 2,5% orang yang diperkirakan telah terinfeksi HIV
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.
2. Mempercepat diagnosis HIV
Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui dirinya
terinfeksi setelah mencapai tahap simtomatik dan masuk ke stadium
AIDS, bahkan dalam keadaan hampir meninggal. Dengan diagnosis
lebih dini, ODHA mendapat kesempatan untuk melindungi diri dan
pasangannya, serta melibatkan dirinya dalam upaya penanggulangan
HIV dan AIDS di Indonesia.
3. Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan mencegah terjadinya
infeksi lain pada ODHA
ODHA yang belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV tidak dapat
mengambil manfaat profilaksis terhadap infeksi oportunistik, yang
sebetulnya sangat murah dan efektif. Selain itu mereka juga tidak dapat
memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum sistem
kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan kembali.
4. Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral
Agar virus tidak menjadi resisten dan efektifitas obat dapat
dipertahankan diperlukan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan.
Kepatuhan tersebut didorong oleh pemberian informasi yang lengkap
dan pemahaman terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh
pendamping.
5. Meningkatkan jumlah ODHA yang berperilaku hidup sehat dan
melanjutkan perilaku yang kurang berisiko terhadap penularan HIV dan
infeksi menular seksual (IMS).
Jika sebagian besar ODHA tahu status HIV-nya, dan berperilaku
hidup sehat agar tidak menulari orang lain, maka rantai epidemik HIV
akan terputus.

5
2.3. Sasaran VCT
Konseling ditujukan untuk mereka yang sudah terinfeksi HIV dan keluarganya,
mereka yang akan dites HIV, mereka yang mencari pertolongan karena merasa
telah melakukan tindakan berisiko di masa lalu, dan merencanakan masa
depannya, mereka yang tidak mencari pertolongan, tapi berisiko tinggi.

Sasaran konseling dalam VCT adalah:


1. Memberikan kesempatan klien mengenali dan mengekspresikan perasaan
mereka
2. Memberi informasi tentang narasumber atau lembaga, baik pemerintah
maupun LSM yang dapat membantu kesulitan dalam berbagai aspek
3. Membantu klien menghubungi narasumber atau lembaga yang dimaksud
4. Membantu klien memperoleh dukungan dari jaringan sosial, keluarga,
dan teman
5. Membantu klien mengatasi kesedihan dan kehilangan
6. Memberikan advokasi pada klien untuk mencegah penyebaran infeksi
7. Mengingatkan klien atas hak hukumnya
8. Membantu klien memelihara kendali atas hidupnya
9. Membantu klien menemukan arti hidupnya

2.4. Manfaat Melakukan VCT


Infeksi HIV/AIDS harus diwaspadai, karena infeksi HIV tidak memiliki
gejala awal yang jelas, sehingga tanpa pengetahuan yang cukup penyebaran HIV
akan semakin sulit dihindari. Oleh karena itu, VCT perlu dilakukan sebagai
langkah awal untuk segera mendapat informasi mengenai HIV, juga agar penderita
HIV bisa dilakukan deteksi sedini mungkin dan mendapat pertolongan kesehatan
yang dibutuhkan. Hal ini sangat membantu sebagai langkah pencegahan dan
pengendalian HIV/AIDS.
Kendati belum terdapat pengobatan yang dapat mengentaskan HIV/AIDS
secara tuntas, namun sebaiknya tidak berkecil hati karena sudah tersedia
pengobatan antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk menekan perkembangan
virus HIV dalam tubuh penderita, sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup
dan daya tahan tubuh penderita infeksi HIV agar dapat beraktivitas seperti biasa.
Mayoritas orang yang mengalami HIV/AIDS adalah anak-anak muda.
Dengan berbagai penyebab utama, seperti perilaku seksual berisiko yakni sering
6
berganti pasangan seksual dan tidak menggunakan kondom sebagai pengaman,
melakukan tindik/tato, atau menggunakan narkoba melalui jarum suntik.
Bagi semua kalangan, terutama mulai sejak masa remaja, perlu diadakan
pendidikan dan pemahaman HIV/AIDS agar terhindar dari aktivitas yang memicu
penyakit tersebut. Tidak perlu takut untuk menjalani VCT, langkah ini justru dapat
membantu meningkatkan pengetahuan mengenai pencegahan dan penanganan
HIV/AIDS. Juga dapat membantu untuk semakin mengurangi stigma dan
diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

2.5. Tahapan dan Proses layanan VCT


Menurut Kemenkes 2013 layanan HIV/AIDS juga merupakan proses
konseling pra pemeriksaan, proses pemeriksaan, konseling pasca pemeriksaan
yang bersifat rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status
HIV. Dimana pemeriksaan HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu
memahami dan menandatangani informed consent. Tahapan layanan VCT
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Konseling pra pemeriksaan HIV/AIDS
Pada tahap pre konseling dilakukan pemberian informasi tentang HIV
dan AIDS, cara penularan, cara pencegahan dan periode jendela. Kemudian
konselor melakukan penilaian klinis. Pada saat ini klien harus jujur
menceritakan kegiatan yang berisiko HIV/AIDS seperti aktivitas seksual
terakhir, menggunakan narkoba suntik, pernah menerima produk darah atau
organ, dan sebagainya. Konseling pra testing memberikan pengetahuan
tentang manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan
perencanaan atas isu HIV yang dihadapi. Beberapa konsep pra pemeriksaan
HIV/AIDS (Maryunani, Aeman, 2013) :
1) Persetujuan klien (Informed Consent)
Layanan VCT hanya dilakukan atas dasar sukarela, bersifat
pribadi dan tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun.
2) Kerahasiaan
Hasil VCT diberikan melalui tatap muka saat konseling pasca
pemeriksaan dan dijamin kerahasiaannya.
3) Tidak diskriminasi
Klien tidak akan mendapatkan perlakuan yang
diskriminatif dalam pelayanan VCT karena dilakukan dalam suasana

7
bersahabat.
4) Mutu terjamin
Mutu pelayananan tidak perlu diragukan, karena VCT dilakukan
dengan metode yang tepat dan akurat.
b. Pemeriksaan HIV/AIDS (pengambilan dan pemeriksaan darah)
Setelah tahap pra konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada
saat melakukan tes, darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan darah
ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu tergantung
metode tes darahnya. Dalam layanan VCT, diagnosis didasarkan pada
antibodi HIV yang ditemukan dalam darah. Beberapa pemeriksaan
laboraturium yang biasa dipakai untuk diagnosis HIV adalah:
1) Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Bertujuan untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV. Tes
ELISA ini sangat sensitif, tetapi tidak selalu spesifik. Maka, bila perlu
dilakukan konfirmasi hasil ELISA dengan Western Blot Test.
2) Western Blot (WB) Test
Merupakan elektroforesis gel poliakrilamid, bertujuan untuk
mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Hasil dianggap
negatif bila tidak ditemukan rantai protein. Hasil dianggap positif bila
ditemukan hampir semua rantai protein, dan dapat mengkonfirmasikan
hasil ELISA realitif yang berulang – ulang.
3) Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polymerase
Merupakan tes yang bertujuan untuk mendeteksi DNA dan RNA
virus HIV. Tes ini sering digunakan untuk mengkonfirmasi hasil tes lain
jika tidak jelas (namun masih mahal).
c. Konseling pasca pemeriksaan HIV
1) Pada proses konseling pasca tes HIV, petugas akan memberikan waktu
bagi klien untuk memahami hasil tes HIV dan bersaksi.
2) Hasil tes HIV dalam kertas laboraturium disiapkan secara sederhana
dan jela.s
3) Jika klien belom mengerti arti tersebut, petugas konseling dapat
membantu memberikan penjelasan lebih lanjut.
4) Setelah klien mengerti hasil tes HIV, klien akan mendapatkan
kesempatan untuk mengekspresikan reaksi emosional yang muncul.
Petugas akan mendampingi klien mengendalikan reaksi emosional.

8
5) Setelah klien tenang dan mampu menerima hasil tes HIV, petugas akan
memberikan penjelasan kembali tentang cara pencegahan dan
penularan HIV/AIDS terlepas hasil tes HIV klien tersebut negatif atau
positif, kemudian memberikan dukungan yang sesuai dan membuat
rencana lebih lanjut.
Pemeriksaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan untuk segera mendapat
pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan bagi mereka yang diidentifikasi terinfeksi
karena HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara penularannya pun sangat
cepat. Memulai menjalani pemeriksaan HIV/AIDS, tidaklah perlu merasa takut
karena konseling dalam pemeriksaan HIV/AIDS dijamin kerahasiaannya dan tes ini
merupakan suatu dialog antara klien dengan petugas kesehatan yang bertujuan agar
orang tersebut mampu untuk menghadapi stres dan membuat keputusan sendiri
sehubungan dengan HIV/AIDS (Maryunani, Aeman, 2013).

2.6. Peran Perawat Dalam Pendampingan Pasien HIV


a. pemberi asuhan keperawatan (care giver)
Pada peran ini dapat dilakukan perawat dengan mempertahankan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapaat
ditentukaan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia, kemudian dapat
dievaluasi tingkat perkembangannya. Asuhan keperawatan yang diberikan dari hal
ini yang sederhana sampai dengan yang kompleks
b. advokat (pembela pasien)
Peran perawat sebagai advokat pada pasien HIV/AIDS yaitu dapat melakukan
perawatan dalam membantu pasien, keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dan pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi hak atas pelayanan yang baik, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan hak untuk menerima ganti
rugi akibat kelalaian.
c. educator (pendidik)
peran perawat sebagai educator pada pasien HIV/AIDS yaitu, perawat membantu
klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan
tindakan pengetahuan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari
klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan
d. kolaborator
peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
: dokter, ahli gizi, farmasi, dan lainnya dengan berupaya mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi ataau tukar pendapat
dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
9
e. Konsultan (penasihat)
Dalam peran ini, perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.

2.7. Pengertian Anti Retroviral Therapy (ART)


ART yaitu terapi yang diberikan kepada pasien ODHA dengan menggunakan
obat anti HIV yaitu ARV yang berfungsi mengubah HIV dari penyakit yang
mematikan menjadi penyakit kronis.

- Adapun Jenis-jenis obat :


1. AZT (Azidothymidine) / ZDV (Zidovudine)
2. 3TC (Lamivudine)
3. NVP (Nevirapine)
4. EFV (Efavirenz)
5. NFV (Nevinafir)
- Untuk anak-anak sepertiga/seperempat (tergantung berat badan).
Golongan obat ARV :
1. Golongan NRTI (menghambat replikasi DNA virus)
a. AZT (Azidothymidine) ZDV (Zidovudine)
b. 3TC (Lamivudine)
c. Tenofir
2. Golongan NNRTI
a. EFV (Efavirenz)
b. NVP (Nevirapine)
3. Golongan PI (memotong virus baru)
a. NFV (Nebinavir)

10
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Voluntary Counseling and Testing atau biasa disingkat VCT
merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan
sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah
klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent (surat
persetujuan) setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar.
Komunikasi merupakan hal mendasar dan tidak dapat di elakan dalam
kehidupan. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Konseling
termasuk dalam ke komunikasi. Konseling merupakan salah satu upaya yang diambil
Departemen Kesehatan dalam menanggulangi HIV AIDS dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan bahayanya HIV AIDS serta memberikan informasi
mengenai perilaku-perilaku beresiko terinfeksi HIV AIDS (Depkes RI, 2008).
ART yaitu terapi yang diberikan kepada pasien ODHA dengan menggunakan
obat anti HIV yaitu ARV yang berfungsi mengubah HIV dari penyakit yang
mematikan menjadi penyakit kronis.
3.2 Saran
Kasus HIV setiap tahun terus meningkat di sejumlah daerah. Faktor resiko
tertinggi penularan HIV yaitu hubungan seks yang tidak aman. Oleh karena itu , disini
peran kita sebagai masyarakat khususnya tenaga kesehatan untuk aktif dalam
pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS di lingkungan kita agar kedepannya
jumlah penderita HIV dan AIDS dapat berkurang. Demi mewujudkan masyarakat
yang sehat dan sejahtera.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anggrarini, I. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu
Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
[Skripsi Ilmiah]. Ungaran: Prodi Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo.

Azwar S. 2013. Determinan Penggunaan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing


(VCT) Oleh Ibu Rumah Tangga Berisiko Tinggi HIV Positif Di Kabupaten Biak Numfor
Papua. [Tesis Ilmiah]. Makasar: Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanudin Makasar.

Departemen Kesehatan RI. 20013. Pedoman pelayanan konseling dan tes sukarela HIV
(Voluntary Counseling and Testing). Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Eddy , Farid 2013. Teknik Bimbingan dan Konseling Jilid 1.
Jakarta: Tugu Publisher

Nuraeni T, Nuke, D I, dan Agustin, R. 2011. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
HIV/AIDS DAN VCT Dengan Sikap Terhadap Konseling dan Tes HIV/AIDS Secara
Sukarela di Puskesmas Karangdoro Semarang. [Tugas Akhir]. Semarang: Unimus.

Nursalam, dkk, 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.


Jakarta : Salemba Medika

Prayitno dan Emma Amti,2009. Membidik Aids; Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA.
Yogyakarta: Yayasan Galang

Sari A W. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Niat Ibu Hamil untuk
Memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling And Testing) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014. [Skripsi
Ilmiah]. Jakarta: Program Studi kesehatan masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Syahrir, W. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Klinik Voluntary


Counseling and Testing (VCT) di Puskesmas Kota Makassar. [Skripsi Ilmiah]. Makasar:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin.

12
LAMPIRAN

HASIL OBSERVASI

Pada tanggal 7 November 2019 kelompok kami melakukan observasi pada


pasien HIV di Puskesmas Pesantren 1 di kota Kediri. Sebelum melakukan observasi
ke pasien, pihak puskesmas memberikan arahan dan sedikit materi teantang
HIV/AIDS. Materi yang kami terima dari pihak puskesmas meliputi :

1. Penjelasan HIV/AIDS
2. Pemeriksaan VCT
3. Pengobatan ARV
4. Pasien yang datang lebih banyak dari pasien LGBT
Setelah kami diberi arahan dan materi kami melakukan observasi dan
wawancara pada pasien HIV.
Tn. S 23th positif mengidap HIV sejak tahun 2015 dan pada tahun 2019 beliau
sudah berada di stadium 2. Gejala awal yang di rasakan Tn. S yaitu demam, diare dan
sariawan yang tidak kunjung sembuh, karena merasa ada yang aneh pada tubuhnya
dan menyadari bahwa beliau memiliki resiko tinggi terkena HIV beliau
memberanikan diri melakukan tes penyakit HIV di salah satu rumah sakit di kota
Malang.
Setelah positif mengidap HIV Tn. S mengalami depresi dan kehilangan rasa
percaya dirinya. Dan karena pada saat tahun 2015 pengetahuan tentang HIV/AIDS
masih sedikit Tn. S sempat mengurung diri dan takut bersentuhan dengan keluarga
karena takut bisa menularkan penyakitnya tersebut.
Setelah 3 bulan lamanya Tn. S memberanikan diri bercerita pada orang
terdekatnya lalu berdomisili di kota Kediri. Setelah orang terdekatnya mengetahui
beliau mengidap HIV. Hubungan dengan orang terdekatnya baik karena keluarga
maupun temannya selalu memotivasi beliau dan selalu mengingatkan untuk minum
obat. Beliau bercerita bahwa motivasi dari teman dan keluarga itu yang terpenting.
Setelah Tn. S melakukan pengobatan ARV, efek yang beliau rasakan yaitu
pusing berhari-hari dan mual. Manfaat setelah 4 tahun mengosumsi ARV yaitu beliau
melakukan tes viral load virusnya tidak terdeteksi dan terlihat sehat dan bugar. Tetapi
jika beliau kecapekan dan ada masalah bias membuat beliau cepat sakit.
Mengenai spiritual, Tn. S bercerita beliau merasa perasaan bersyukur itu
masih ada karena penyakitnya di ketahui saat kondisinya masih sehat dan
beribadahpun juga meningkat.
Terapi Spiritual yang didapat yaitu dari suatu komunitas yang beliau ikuti di
kota Kediri. Di komunitas tersebut mengadakan suatu perkumpulan yang di situ diberi
materi tentang HIV/AIDS dan diselipkannya terapi spiritual. Efek dari terapi spiritual
yang beliau rasakan yaitu:
1. Kepercayaan bahwa Tuhan itu ada meningkat
2. Lebih merasa bersyukur

13
3. Mengalami depresi lebih cepat teratasi
Beliau berpesan :
1. Sebagai calon perawat nantinya jangan membuat ODHA merasa di deskriminasi.
2. Hati-hati dan tetap waspada
3. Jangan nakal

14
DOKUMENTASI

15

Anda mungkin juga menyukai