Anda di halaman 1dari 7

Ringkasan Materi

CONSTRUCTIVIST THERAPY
Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendekatan Konseling
Dosen Pengampu : Dr. Suwarjo M.Si

Disusun oleh :

Asfarina Mutiara

NIM. 19713251060

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
1. Solution focused therapy (Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg)
Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran
postmodern adalah pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT). Dalam beberapa
literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis (Constructivist
Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus Solusi (Solution Focused
Therapy), selain itu juga disebut Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution Focused Brief
Counseling) dari semua sebutan untuk SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan
yang didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan
tersebut.
Sekitar tahun 1980 dan 1990-an, Steve de Shazer, Insoo Kim Berg, Bill O’Hanlon,
dan Michele Weiner-Davis memberikan kontribusi penting pada perkembangan SFBT.
Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg mengembangkan terapi yang dikenal dengan solution-
focused brief therapy. De Shazer adalah orang pertama yang menggunakan teknik miracle
question. De Shazer, Berg, dan rekan-rekannya juga menggunakan pohon keputusan
(decision tree) untuk menentukan intervensi apa yang akan digunakan untuk seorang
konseli.
Secara filosofis, pendekatan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya
kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolut namun realitas dan kebenaran
itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu
ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan pada suatu fenomen
tertentu. Dengan demikian, realitas dan kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita
konstruksikan) adalah hasil dari budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut
merupakan beberapa pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial
yang mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern. Konstruktivisme
sosial merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan pandangan postmodern yang
menekankan pada realitas konseli tanpa memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau
rasional.
a. Hakikat manusia
1) Setiap orang memiliki kekuatan dalam diri,
2) Setiap orang memiliki kapasitas untuk mengkontruksi diri,
3) Manusia tidak berfokus pada masalah tetapi berfokuslah pada solusi,
4) Perubahan terjadi sepanjang waktu,
5) Manusia tidak dapat mengubah masa lalu yang ada.
b. Pribadi sehat dan bermasalah
1) Pribadi sehat
- Pribadi yang mampu (kompeten), memiliki kapasitas untuk membangun,
merancang ataupun mengkonstruksikan solusi-solusi, sehingga individu tersebut
tidak terus menerus berkutat dalam problem-problem yang sedang ia hadapi.
- Pribadi yang tidak terpaku pada masalah, namun ia lebih berfokus pada solusi,
bertindak dan mewujudkan solusi yang ia inginkan.
2) Pribadi bermasalah
- Individu menjadi bermasalah karena ketidakefektifannya dalam mencari dan
menggunakan solusi yang dibuatnya.
- Individu menjadi bermasalah karena ia meyakini bahwa ketidakbahagiaan atau
ketidaksejahteraan ini berpangkal pada dirinya.
c. Konsep dasar kepribadian
1) Listen to complaint : konseli menjelaskan masalah, konselor hanya mendengarkan
2) Motivation to change : membantu menyadarkan bahwa konseli memiliki kemampuan
3) Attend to expectations for solutions : mendapatkan keyakinan dan konseli dapat
mencapai tujuannya.
d. Tujuan terapi
Berfokus pada solusi – membuat tujuan yang spesifik; memecahkan masalah, menilai
prosesnya.
1) Mengantarkan konseli untuk meraih kehidupan yang lebih Bahagia.
2) Mengubah pandangan mengenai situasi atau kerangka berfikir.
3) Adanya keterlibatan dalam penyikapan dari bicara tentang masalah ke biacara tentang
solusi.
4) Membantu konseli membawa kesuksesan sekecil apapun dalam kesadaran.
5) Membantu konseli mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diinginkan konseli.
e. Pendekatan pengukuran
Berfokus pada solusi – mengukur motivasi, memetakan urutan perilaku dengan
mindmaps.
f. Teknik terapi
- Pertanyaan Pengecualian (Exception Question)
Terapi SFBT menanyakan pertanyaan-pertanyaan exception untuk mengarahkan
konseli pada waktu ketika masalah tersebut tidak ada atau ketika masalah tidak begitu
intens. Exception merupakan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam kehidupan
konseli ketika pantas mempunyai beberapa harapan masalah tersebut terjadi, tetapi
bagaimanapun juga tetap tidak terjadi (de Shazer dalam Corey 2009). Eksplorasi ini
mengingatkan konseli bahwa masalah-masalah tidak semua kuat dan tidak selamanya
ada, tetapi juga memberikan kesempatan untuk membangkitkan sumber daya,
menggunakan kekuatan-kekuatan dan menempatkan solusi-solusi yang mungkin.
Dalam kosa kata fokus solusi, ini disebut change-talk (Andrews & Clark dalam Corey
2009).
- Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question)
Miracle question merupakan teknik utama SFBT. Konselor meminta konseli untuk
mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka berbagai kemungkinan masa
depan. Konseli didorong untuk membiarkan dirinya bermimpi sebagai cara untuk
mengidentifikasi jenis perubahan yang paling mereka inginkan. Pertanyaan ini
memiliki fokus masa depan di mana konseli dapat mulai untuk mempertimbangkan
kehidupan yang berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah masa lalu.
Konselor dapat bertanya, “Jika keajaiban terjadi dan masalah Anda terpecahkan dalam
semalam, bagaimana kau tahu itu dipecahkan, dan apa yang akan menjadi berbeda?”
Konseli kemudian didorong untuk memberlakukan “apa yang akan menjadi berbeda”
meskipun masalah yang dirasakan. Jika konseli menyatakan bahwa dia ingin merasa
lebih rahasia dan aman, konselor mungkin mengatakan: “Biarkan diri Anda
membayangkan bahwa Anda meninggalkan kantor hari ini dan bahwa Anda berada di
jalur untuk bertindak lebih percaya diri dan aman. Apa yang akan Anda lakukan secara
berbeda?”
- Pertanyaan Berskala (Scalling Question)
Terapis berfokus solusi juga menggunakan scalling question ketika perubahan dalam
pengalaman manusia tidak mudah diamati, seperti perasaan, suasana hati (mood), atau
komunikasi (de Shazer & Berg dalam Corey 2009). Scalling question memungkinkan
konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka telah lakukan dan bagaimana
meraka dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan pada perubahan-perubahan
yang mereka inginkan.
- Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST)
FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh terapis kepada konseli untuk
diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua. Konselor dapat berkata : “Antara
sekarang dan pertemuan kita selanjutnya, saya ingin Anda dapat mengamati sehingga
Anda dapat menjelaskan kepada saya pada pertemuan yang akan datang, tentang apa
yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang diharapkan
terus terjadi” (de Shazeer, 1985 dalam Corey 2009). Pada sesi kedua, konseli dapat
ditanya tentang apa yang telah mereka amati dan apa yang mereka inginkan dapat
terjadi di masa mendatang.
Menurutde Shazer, intervensi ini cenderungmeningkatkanoptimismekonseli
danharapantentang keadaan mereka. Konseliumumnyabekerja samadengan
perubahanFFSTdanlaporan atauperbaikan sejaksesipertama mereka(McKeel, 1996;
Walter&Peller, 2000 dalam Corey 2009). BertolinodanO’Hanlon(dalam Corey
2009)menunjukkan bahwaintervensiFFSTdigunakan setelahkonselimemiliki
kesempatanuntuk mengekspresikan keprihatinan, pandangan, dan cerita mereka.
- Umpan Balik (Feedback)
Para praktisi SFBT pada umumnya mengambil istirahat 5 sampai 10 menit menjelang
akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan untuk konseli. Selama waktu
ini terapis memformulasikan umpan balik yang akan diberikan pada konseli setelah
istirahat.
- Coping question
- Compliments
2. Narrative therapy (David Epston dan Michael White)
Terapi naratif tergolong dalam konseling postmodern yang dipelopori oleh Michael
White dan David Epston sekitar tahun 1990, mereka berdua adalah kontributor terpenting
dalam terapi naratif. Filosofi umum mendasari pemikiran yang berbeda adalah bahwa
pengalaman hidup klien secara internal diatur dalam cerita atau narasi. Umumnya,
pendekatan narasi melibatkan menulis dalam bentuk puisi, bibliotherapy, cerita, dan
rekonstruksi narasi. (Perhatikan bahwa bibliotherapy tidak dianggap sebagai pendekatan
naratif, tetapi sering digunakan dalam hubungannya dengan latihan narasi), narasi
digunakan oleh klien untuk memahami kehidupan mereka yang tampaknya teratur dalam
dan luar.
Dengan mendorong klien untuk berbagi cerita dalam hubungan terapeutik, konselor
atau terapis memfasilitasi pertumbuhan klien melalui reauthoring persepsi tentang hidup
mereka. Untuk alasan ini, beberapa teori percaya bahwa aplikasi naratif adalah alat
terapeutik sentral dalam konseling dan psikoterapi. Mengadopsi sebuah narasi, postmodern,
melihat konstruksionis sosial menyoroti bagaimana kekuasaan, pengetahuan, dan
“kebenaran” yang dinegosiasikan dalam keluarga dan konteks sosial budaya lainnya.
a. Hakikat manusia
1) manusia/klien adalah pakar dalam kehidupan mereka
2) manusia sering mengidentifikasi diri dengan masalah mereka
3) manusia memiliki banyak keterampilan, kompetensi, dan sumber daya internal yang
menarik untuk menghadapi tantangan hidup mereka
4) pengalaman hidup manusia secara internal diatur dalam cerita atau narasi (orang
cenderung untuk menceritakan diri mereka sendir)
5) manusia dapat secara aktif membuat tujuan dan arti dari pengalamannya
6) Klien adalah penafsir utama dari pengalaman mereka sendiri.
b. Konsep dasar kepribadian
1) Client stories
- Setting
- Characterization
- Plot
- Theme
2) Narrative empathy
c. Pribadi sehat dan bermasalah
Pribadi sehat dalam pendekatan naratif adalah pribadi yang dapat membuat /
menginterpretasikan makna yang positif dalam hidup mereka serta dapat membangun
alur cerita yang berkembang dengan segala kemampuan dan potensi yang dimilikinya
serta untuk mengatasi masalahnya. Sebaliknya untuk pribadi bermasalah.
d. Tujuan terapi
Membawa konseli agar dapat menggambarkan pengalaman mereka dengan Bahasa baru
dan menemukan pandangan baru.
e. Pendekatan pengukuran
Melihat hidup sebagai sesuatu yang positif melainkan sesuatu yang penuh dengan
masalah.
f. Tahap-tahap konseling
1) Berkolaborasi dengan klien untuk datang dengan nama yang disetujui bersama untuk
sebuah masalah.
2) Memunculkan masalah yang menekan dan membuat strategi penyelesaian
3) Menyelidiki bagaimana masalah itu mengganggu, mendominasi diri klien
4) Meminta klien untuk melihat cerit nya dari perspektif yang berbeda dengan
menawarkan alternatif tujuan untuk hal tersebut
5) Menemukan saat ketika klien tidak didominasi atau putus asa dengan masalah dengan
mencari pengecualian untuk masalah ini
6) Mencari bukti historis untuk mendukung pandangan baru dari klien yang cukup
kompeten untuk bangkit, untuk mengalahkan, atau melarikan diri dari dominasi atau
penindasan masalah. (Pada tahap ini identitas seseorang dan kisah hidup mulai ditulis
ulang)
7) Meminta klien untuk berspekulasi tentang masa depan yang diharapkan dengan
melihat kekuatan atau kompetensi. Klien dapat membayangkan dan merencanakan
masa depan yang dapat mengurangi atau mencegah hidup bermasalah
8) Mencari atau membuat pendukung untuk memahami dan mendukung cerita baru
klien. Hal ini tidak cukup untuk membaca cerita baru. Klien perlu cerita baru di luar
terapi. Karena masalah orang tersebut awalnya dikembangkan dalam konteks sosial,
adalah penting untuk melibatkan lingkungan sosial dalam mendukung kisah hidup
baru yang telah muncul dalam percakapan dengan terapis.
g. Teknik terapi
1) Menceritakan cerita
2) Mengeluarkan masalahnya
3) Hasil yang unik
4) Narasi alternative
5) Narasi positif
6) Pertanyaan mengenai masa depan
7) Dukungan untuk cerita konseli

Anda mungkin juga menyukai