BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemilogi
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara
berkembang.Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke (American
Heart Association, 2015). Secara global, 15 juta orang terserang
stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami
kecacatan permanen (AHA, 2015). Stroke merupakan penyebab
utama kecacatan yang dapat dicegah (WHO, 2015).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor
satu pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Menurut Yayasan
Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk
mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000
penduduk) meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat.
Di Indonesia, kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang
mencapai 12,1 dan setiap 7 orang yang meninggal, 1 diantaranya
terkena stroke (Kepmenkes, 2014).
Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda
merupakan 8,5% dari seluruh pasien rawat; stroke perdarahan
intraserebral didapatkan pada 41% pasien, dengan penyebab tersering
adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation), hipertensi, dan
tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan
stroke iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke
5
b. Fisiologi
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat computer dari semua alat tubuh. Bagian dari
saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (cranium)
dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam
rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
6
kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat
pada bagian dalam yang mengandung serabur syaraf. Pada otak
besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a) Lobus frontalis adalah bagian dari serebum yang terletak
dibagian sulkus sentralis.
b) Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan
dibelakang oleh korako oksipitalis.
c) Lobus temporalis terdapat di bawah lateral dari fisura
serebralis dan didepan lobus oksipitalis.
d) Oskipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut
fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks
serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi
empat bagian :
a) Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer
serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang
menangani suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi
alat yang bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih
dominan.
b) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, lorteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang
intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah
dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian
anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi
luhur dan disebut psikokorteks.
c) Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang
mengatur bagian tubuh kontralateral.
d) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan
dengan sikap mental dan kepribadian.
8
2) Batang otak
Batang otak terdiri dari :
a) Diencephalon, bagian batang otak paling atas terdapat di
antara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel
saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat
kapsul interna dengan sudut menghadap ke samping.
Fungsinya dari diensefalson :
1. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.
2. Respirator, membantu proses pernafasan.
3. Mengontrol kegiatan reflek
4. Membantu kerja jantung
b) Mesensefalxon, atap dari mesensefalxon terdiri dari empat
bagian yang menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut
korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah
selaput korpus kuardrigeminus inferior. Serat nervus toklearis
berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain.
Fungsinya :
1. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak
mata.
2. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
c) Pons varoli barikum pontis yang menghubungkan
mesensefalxon dengan pons varoli dan dengan serebelum,
terletak di depan serebrum di antara otak tengah dan medulla
oblongata. Di sini terdapat premoktosid yang mengatur
gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya:
1. Penghubung antara kedua bagian serebum dan juga antara
medulla oblongata dengan serebellum.
2. Pusat saraf nervus trigeminus.
d) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan
medula spinalis. Bagian bawah medulla oblongata merupakan
persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla
9
3) Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima
serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan
integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut
vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus
serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat
menyerupai serebellum tetapi lipatanya lebih kecil dan lebih
teratur. Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari
tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye dan lapisan
granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari
seberum harus melewati serebellum.
2.1.4 Klasifikasi
Menurut National Conference of State Legislatures (2015)
menyatakan bahwa secara umum stroke dapat terbagi atas dua bagian
yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke dapat
diklasifikasikan dengan beberapa jenis dari kedua bagian besar stroke
tersebut yaitu :
10
b. Stroke Hemoragik
Ini jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
diotak atau pembuluh darah otak bocor. Ini bisa terjadi karena
tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan
pembuluh darah.Stroke hemoragik terdiri dari :
1) Stroke Hemoragik Intraserebral
Pada kasus ini, sebagian besar orang yang mengalaminya bisa
menderita lumpuh dan susah diobati. Pada stroke jenis ini
pendarahan terjadi didalam otak.Biasanya mengenai basal
ganglia, otak kecil, batang otak, dan otak besar.Jika yang
terkena didaerah talamus, sering penderitanya sulit dapat
ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk
mengevakuasi perdarahannya.
2) Stroke Hemoragik Subaraknoid
Memiliki kesamaan dengan stroke hemoragik intraserebral.
Yang membedakannya, stroke ini dipembuluh darah diluar
otak, tapi masih didaerah kepala, seperti di selaput otak bagian
bawah otak.Meski tidak didalam otak, perdarahan itu bisa
menekan otak.Hal ini terjadi akibat adanya aneurisma yang
pecah atau AVM (arteriovenous malformation).
2.1.5 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi
kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
makin cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak.Thrombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat
aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat dipecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kogestri disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisme
14
b. Perdarahan Subarachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di
sirkulasi willisi.
Arteriovenous malformations (AVM) dapat dijumpai pada jaringan
otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan tekanan intra kranial yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan tekanan intrkranial yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subarakhnoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
16
Endoti rusak
Penurunan Disfungsi
Kerusakan Kerusakan Penurunan fungsi N.XII Disfungsi N.II N.XI
Disfungsi N.XI
neurocerebrospinal neurologis, fungsi N.X,
deficit N.I, N.IX
(ASSESORIS) Penurunan
N.VII, N.IX, N.XII N.II, N.IV, Reflek aliran darah ke Kegagalan
N.XII mengunyah menggerakan
Proses menelan retina
Kelemahan tidak efektif menurun anggota tubuh
Kehilangan Perubahan
Tersedak Kebutaan
4.Hambatann fungsi tonus ketajaman Refluks
Mobilitas Fisik otot fasial snsori,
Obstruksi Resiko
penghidu,
Disfagia jalan napas kerusakan Kerusakan
penglihatan,
5.Gangguan menelan
dan 3.Ketidakseimbang mobilitas
Komunikasi
pengecapan an Nutrisi Kurang
Verbal 1.Ketidakefektifan fisik
dari Kebutuhan Bersihan Jalan
Gangguan Tubuh Napas
sensori
6.Defisit
Perawatan
Diri
18
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Tata laksana umum di ruang gawat darurat (Ghani, 2016)
1) Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan
apabila satu rasi oksigen <95%. Intubasi endotracheal pada
pasien yang mengalami hipoksia, syok, dan beresiko
mengalami aspirasi.
2) Stabilisasi hemodinamik, dengan cara :
a. Cairan kristaloid dan koloid intravena. Hindari cairan
hipotonik.
b. Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12
cmH2O.
c. Optimalisasi tekanan darah target tekanan darah sistol
berkisar 140 mmHg.
3) Pengendalian peningkatan tekanan intracranial (TIK). Hal-hal
yang dapat dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan
peningkatan tekanan intracranial antara lain :
a. Elevasi kepala 20-30 derajat.
b. Posisikan pasien jangan sampai menekan vena jugularis.
c. Hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik, dan
hipertermia.
d. Jaga normovolemia
e. Osmoterapi dengan indikasi
f. Manitol 0,25-0,5 g/KgBB diberikan selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam dengan target <310 mOsm/L
g. Berikan furosemide dengandosis inisial 1 mg/ KgBB
intravena.
h. Paralisis neuromuskuler dan sedasi
i. Drainase vertikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelum.
4) Penanganan trasformasi hemoralgik
5) Pengendalian kejang, bila kejang berikan diazepam 5-20 mg
bolus lambat intravena diikuti oleh fenitoin dengan dosis 16-
27
b. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada
pendarahan sub arachnoid.
29
d. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis / aliran darah / muncul plaque / arterosklerosis.
e. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
f. MRI
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada
thrombosis, emboli, dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan, hemoragi sub arachnois /
perdarahan intakranial.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Fungsi lumbal : tekanan normal biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarachnoid atau intracranial. Kadar protein total
meninggal pada kasus thrombosis sehubungan dengan proses
inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali
30
No Klasifikasi Kriteria
1 Tidak ada disabilitas yang Dapat melakukan tugas harian seperti biasa
signifikan
2 Disabiitas ringan Tidak dapat melakukan beberapa aktivitas
seperti sebelum sakit, namun dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bantuan
3 Disabilitas sedang Memerlukan sedikit bantuan tetapi dapat
berjalan tanpa bantuan
4 Disabilitas sedang-berat Tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bantuan
5 Disabilitas berat Ditempat tidur bedrest, inkontinensia,
memerlukan perawatan dan perhatian
c. Pengkajian Primer
1) Airway (jalan nafas)
Terdapat obstruksi pada jalan napas, biasanya disebabkan sumbatan
di pangkal lidah atau pangkal lidah jatuh ke belakang. Bunyi napas
snoring (suara seperti ngorok).
37
2) Breathing (Pernapasan)
Bentuk dada simetris, napas menjadi cepat dan pendek, pergerakan
dada cepat, adanya retraksi pada otot pernapasan, terdapat
pergerakan cuping hidung, perkusi paru resonan, saat auskultasi
terdapat suara napas tambahan seperti ronkhi atau wheezing.
3) Circulation (Sirkulasi)
Pada stroke hemoragik terdapat perdarahan internal atau eksternal
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak. Tekanan
darah mengalami hipertensi, nadi >100 x/menit, palpasi pada
keadaan syok pada akral perifer menunjukkan akral dingin, basah
dan pucat. CRT >2 detik.
4) Disability (Kesadaran)
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
d. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah adanya penurunan tingkat kesadaran, kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.
Bila terdapat nyeri pengkajian dispesifikkan dengan PQRST.
2) Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3) Medikasi/Pengobatan terakhir.
4) Last meal (makan terakhir)
5) Event of injury/penyebab injury
6) Pengalaman pembedahan
7) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
konia.
8) Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji riwayat sepsis, infeksi yang berat (HIV), trauma
kepala, luka bakar, dan tindakan pembedahan. Adanya riwayat
hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
39
h. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat bermacam-macam kriteria untuk mendiagnosis penyakit stroke
diantaranya :
43
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
44
3.1 Pengkajian
Hari/Tanggal : Senin, 20 Agustus 2019
Jam : 20.05 WIB
Ruang : ICCU
Perawat : Perawat C
b. Breathing (Pernapasan)
Bentuk dada klien simetris, frekuensi RR : 22x/menit, pergerakan
dada reguler, tidak ada kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu),
tidak terdapat pernapasan cuping hidung, perkusi paru resonan, saat
auskultasi tidak terdapat suara ronkhi (-), weezing (-).
c. Circulation (Sirkulasi)
Keluarga klien mengatakan klien mengeluh merasa mual (+) dan
muntah (+) ±1 minggu SMRS, hari ini muntah ±5 kali. Saat ini
terpasang IVFD Asering 500cc/8 jam 14 tpm di ektermitas superior
sinistra, TTV : TD : 210/150 mmHg, N : 130x/menit, RR :
22x/menit, T : 36,5°C. Warna kulit kuning langsat, kelembapan kulit
normal, turgor kulit baik,< 2 detik, CRT < 2 detik, sianosis (-).
d. Disability (Kesadaran)
Kesadaran somnolen, GCS: 10, E : 2, V : 3, M : 5. Kondisi klien
lemah, reflex pupil isokor (+/+) diameter 2 mm.
2) Medication
Klien merupakan pasien rujukan dari RS. A, keluarga klien
mengatakan selama di RS A mendapatkan terapi obat anti
hipertensi dan mendapatkan infus. Selama di Rumah Sakit ini
klien mendapat terapi Infus Asering 500cc/8 jam 14 tpm, Injeksi
citicolin 2 x 250 mg, Injeksi ranitidin 2 x 25 mg/ml, Nimodipine
4 x 30 mg, Nifedipin 3 x 10 mg.
5) Event
Keluarga klien mengatakan alasan masuk RS yaitu klien tidak
sadarkan diri setelah terpeleset dari kamar mandi. Keluarga
mengatakan terdapat suara ngorok (snoring) sejak ±10 menit
SMRS. Keadaan umum lemah, Kesadaran : somnolen GCS, E :
2, V : 3, M : 5, hemiparase dextra, bicara pelo (+), kesulitan
menelan, keluarga klien mengatakan klien mengeluh merasa
mual (+) dan muntah (+) ±1 minggu SMRS, hari ini muntah ±5
kali, TTV : TD : 210/150 mmHg, N : 130x/menit, RR :
22x/menit, T : 36,5°C. Warna kulit kuning langsat, kelembapan
kulit normal, turgor kulit baik,< 2 detik, CRT < 2 detik, sianosis
(-), membran mukosa pucat.
Keterangan:
: Laki-laki : Pasien
b. B2 (Blood)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV dan V.
Perkusi : redup, dengan batas jantung :
Dextra
Atas : ICS II di linea parasternalis
Bawah : ICS IV dilinea parasternalis
Sinistra
Atas : ICS II dilinea mid klavikula
Bawah : ICS IV dilenea mid klavikula
Auskultasi : S1-S2 reguler, HR : 130 x/menit, murmur (-)
gallop (-),TD : 210/150 mmHg
c. B3 (Brain)
Keluarga klien mengatakan klien mengeluh pusing sejak seminggu
yang lalu, pandangan mata terkadang kabur, dan keluarga klien
mengatakan klien terpeleset di kamar mandi dan tidak sadarkan
diri.
d. B4 (Bladder)
Inspeksi : tidak ada kelainan genital, tidak terpasang kateter
Palpasi : tidak ada penumpukan urine di hypogastric region
SMRS
Pola BAK
Frekuensi : ±5-7 x/hari
Warna : kuning jernih
Bau : khas urine
Keluhan :-
MRS
Pola BAK
Frekuensi : ±6-8 x/hari
Warna : kuning jernih
Bau : khas urine
Keluhan :-
e. B5 (Bowel)
Abdomen
Inspeksi : simestris, lesi (-), edema (-), hiperpigmentasi
kulit (+)
Auskultasi : peristaltik usus 18x/menit
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa (-),edema (-)
distensi abdomen (-)
Perkusi : pekak
SMRS
Pola BAB
Frekuensi : ±5-7x/hari
Warna : kuning kecoklatan
Bau : khas feses
Kosistensi : lunak - cair
Obat Pencahar : -
Keluhan :-
MRS
Pola BAB
Frekuensi : ±5-7x/hari
Warna : kuning kecoklatan, merah
Bau : khas feses
Kosistensi : cair
Obat Pencahar : -
Keluhan :-
f. B6 (Bone)
Ekstremitas Atas
Inspeksi : jumlah jari lengkap, tidak ada kelainan jari,
kondisi bersih, kelembapan normal, lesi (-), edema (-), ROM pasif,
hemiperase dextra (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), edema (-), denyutan a. brachialis
dan a. radialis teraba jelas, turgor kulit baik (< 2 detik), edema (-),
akral teraba hangat, CRT <2 detik
Perkusi : reflex bisep (+), reflex trisep (+)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : jumlah jari lengkap, tidak ada kelainan jari, lesi (-),
edema (-), kondisi bersih, kelembapan normal, ROM pasif,
hemiperase dextra (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor kulit baik <2 detik, CRT < 2
detik, edema (-), akral teraba hangat
Perkusi : reflex patella (+), tonus otot Dextra Sinistra
1111 5555
1111 5555
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap di RS B (20 Agustus 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rentang Normal
WBC 9.7 10^3/L 3,5 – 10,0
RBC 2.91 L 10^12/L 3,50 – 5,50
MCV 81,1 FL 75,0 – 100,0
RDW% 11,7 % 11,0 -16,0
HCT 33,5 L % 35,0 - 55,0
PLT 376 10^3/L 150 – 400
MPV 7,9 FL 8,0 – 11,0
MLD 1,5 10^9/L 0,1 -1,5
HGB 10,2 L g/dl 11,5 – 16,5
MCH 27,3 19 15,0 – 35,
MCHC 33,7 g/dl 31,0 – 38,0
PDW 8,8 FL 0,1 -99,0
LYM 3,8 % 15,0 – 50,0
Hari/Tanggal/
No Implementasi dan Respon Paraf Evaluasi Paraf
Jam
1 Selasa, 1. Memonitor respirasi dan status O2 Selasa, 21 Agustus 2019 pukul 22.15 WIB
21 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan tidak ada sesak S: - Klien mengatakan tidak ada sesak
napas Napas
2019
Do : - RR : 22x/menit
20.10 - Klien mengatakan bersedia posisi
- Sianosis (-)
Semifowler
- CRT <2 detik
- SpO2 97%
- Ronkhi (-) O: - Snoring (-)
- Wheezing (-)
- Obstruksi jalan napas (-)
- RR : 21x/menit
20.15 - Sianosis (-)
2. Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi - CRT <2 detik
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi - SpO2 97%
semifowler - Ronkhi (-)
Do : - Semifowler (+) - Wheezing (-)
- Semifowler (+)
22.10 3. Mengauskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia teratasi sebagian
diperiksa
Do : - Ronkhi (-) P : Intervensi dilanjutkan
- Wheezing (-)
1. Monitor respirasi dan status O2
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Auskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan
2 Selasa, 1. Memonitor TTV Selasa, 21 Agustus 2019 pukul 22.30 WIB
21 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia S : - Klien mengatakan mengalami
diperiksa
2019 kelemahan pada anggota gerak
Do : - TTV
20.45 sebelah kanan
- TD : 190/140 mmHg
- Klien mengatakan bersedia posisi
- N : 119x/menit
- RR : 20x/menit semifowler
- T : 36,6°C
O : - Hemiperase dextra (+)
2. Memonitor tonus otot dan pergerakan
20.50
R/ Ds : - Klien mengatakan mengalami - Tonus otot
kelemahan pada anggota gerak Dextra Sinistra
sebelah kanan 1111 5555
Do : - Hemiperase dextra (+)
- Tonus otot 1111 5555
Dextra Sinistra - Klien mengerti terhadap informasi
1111 5555
yang disampaikan
- Respon klien sesuai
1111 5555
- Semifowler (+)
- TTV
20.55
3. Meninggikan kepala 0-45˚ tergantung pada TD : 190/130 mmHg
N : 120x/menit
kondisi pasien
RR : 23x/menit
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi
T : 36,6°C
semifowler
Do : - Semifowler (+)
21.00 A : Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral belum teratasi
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter
P : Intervensi dilanjutkan
dalam pemberian terapi
1. Monitor TTV
R/ Ds : -
2. Monitor tonus otot dan pergerakan
Do : - IVFD Asering 500cc/8 jam 14
3. Tinggikan kepala 0-45˚ tergantung
tpm
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg pada kondisi pasien
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml 4. Kolaborasi dengan dokter dalam
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg
pemberian terapi
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
- IVFD Asering 500cc/8 jam 14
tpm
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
3 Selasa, 21 1. Memonitor BB pasien Selasa, 21 Agustus 2019 pukul 22.45 WIB
R/ Ds : - Klien mengatakan BBnya S: - Klien mengatakan BBnya menurun
Agustus 2019
menurun semenjak sakit semenjak sakit
20.25
Do : - SMRS - Klien mengatakan hari ini muntah ±3
BB : 66kg, TB : 165cm IMT kali
21.00
- Keluarga klien mengatakan klien
SMRS: 24,24 (Normal).
mendapat diet susu cair RS
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT
O : - Klien tampak lemah
MRS : 17,6 (kurang).
21.05
- Klien mendapat diet susu cair
2. Memonitor mual dan muntah - MRS
R/ Ds : - Klien mengatakan hari ini muntah BB : 48kg, TB : 167cm, IMT MRS :
±3 kali
17,6 (kurang).
Do : - Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
- Membran mukosa pucat
21.10
A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
3. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi kebutuhan tubuh belum teratasi
untuk menentukan jumlah kalori dan
P : Intervensi dilanjutkan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
1. Monitor BB pasien
R/ Ds : - Keluarga klien mengatakan klien
2. Monitor mual dan muntah
mendapat diet susu cair RS
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Do : - Klien mendapat diet susu cair
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Hari/Tanggal/
No Implementasi dan Respon Paraf Evaluasi Paraf
Jam
1 Rabu, 1. Memonitor respirasi dan status O2 Rabu, 22 Agustus 2019 pukul 22.15 WIB
22 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan tidak ada sesak S: - Klien mengatakan tidak ada sesak
napas Napas
2019
Do : - RR : 19x/menit
20.10 - Klien mengatakan bersedia posisi
- Sianosis (-)
Semifowler
- CRT <2 detik
- SpO2 95%
- Ronkhi (-) O: - Snoring (-)
- Wheezing (-)
- Obstruksi jalan napas (-)
- RR : 19x/menit
20.15 - Sianosis (-)
2. Memposisikan pasien untuk
- CRT <2 detik
memaksimalkan ventilasi - SpO2 95%
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi - Ronkhi (-)
semifowler - Wheezing (-)
Do : - Semifowler (+) - Semifowler (+)
22.10
3. Mengauskultasi suara napas, catat adanya
A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
suara napas tambahan teratasi sebagian
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia
diperiksa P : Intervensi dilanjutkan
Do : - Ronkhi (-)
1. Monitor respirasi dan status O2
- Wheezing (-)
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Auskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan
2 Rabu, 1. Memonitor TTV Rabu, 22 Agustus 2019 pukul 22.30 WIB
22 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia S : - Klien mengatakan mengalami
diperiksa
2019 kelemahan pada anggota gerak
Do : - TTV
20.45 sebelah kanan
- TD : 200/140 mmHg
- Klien mengatakan bersedia posisi
- N : 120x/menit
- RR : 19x/menit semifowler
- T : 36,6°C
O : - Hemiperase dextra (+)
2. Memonitor tonus otot dan pergerakan
20.50
R/ Ds : - Klien mengatakan mengalami - Tonus otot
kelemahan pada anggota gerak Dextra Sinistra
sebelah kanan 1111 5555
Do : - Hemiperase dextra (+)
- Tonus otot 1111 5555
Dextra Sinistra - Klien mengerti terhadap informasi
1111 5555
yang disampaikan
- Respon klien sesuai
1111 5555
- Semifowler (+)
20.55 - TTV
3. Meninggikan kepala 0-45˚ tergantung pada TD : 190/150 mmHg
N : 125x/menit
kondisi pasien
RR : 20x/menit
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi
T : 36,8°C
semifowler
21.00 Do : - Semifowler (+)
A : Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral belum teratasi
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter
P : Intervensi dilanjutkan
dalam pemberian terapi 1. Monitor TTV
R/ Ds : - 2. Monitor tonus otot dan pergerakan
Do : - IVFD Asering 500cc/8 jam 14 3. Tinggikan kepala 0-45˚ tergantung
tpm
pada kondisi pasien
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg pemberian terapi
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg - IVFD Asering 500cc/8 jam 14
tpm
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
3 Rabu, 22 1. Memonitor BB pasien Rabu, 22 Agustus 2019 pukul 22.45 WIB
R/ Ds : - Klien mengatakan BBnya S: - Klien mengatakan BBnya menurun
Agustus 2019
menurun semenjak sakit semenjak sakit
20.25
Do : - SMRS - Klien mengatakan hari ini tidak ada
BB : 66kg, TB : 165cm IMT muntah
21.00
- Keluarga klien mengatakan klien
SMRS: 24,24 (Normal).
mendapat diet susu cair RS
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT
O : - Klien tampak lemah
MRS : 17,6 (kurang).
21.05
- Klien mendapat diet susu cair
2. Memonitor mual dan muntah - MRS
R/ Ds : - Klien mengatakan hari ini tidak BB : 48kg, TB : 167cm, IMT MRS :
ada muntah
17,6 (kurang).
Do : - Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
- Membran mukosa pucat
21.10
3. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh belum teratasi
untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien P : Intervensi dilanjutkan
R/ Ds : - Keluarga klien mengatakan klien
1. Monitor BB pasien
mendapat diet susu cair RS
2. Monitor mual dan muntah
Do : - Klien mendapat diet susu cair
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat
berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis,
emboli), dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2014).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
tahun 2013 di Indonesia stroke menjadi urutan yang paling utama, dengan
menunjukkan bahwa prevalansi stroke di Indonesia sebesar 6% atau per 8,3%
penduduk dan yang telah di diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah per 1000.
Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang
menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola
makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi
lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi
kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan
menimbulkan kegemukan.
Kecacatan pasca stroke pada umumnya dinilai dengan kemampuan
pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali sebelum sakit dan kemampuan
pasien untuk mandiri. Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang
menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan
sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor,
sedangkan kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan
kelemahan atau kelumpuhan tubuh bagian kanan.Penderita ini biasanya
mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal.
4.2 Saran
Setelah mengetahui pengertian tentang stroke ini, penulis akan
memberikan usulan dan masukan positif khususnya di bidang kesehatan
antara lain :
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertahankan kerja sama baik antara tim kesehatan
dalam memberikan informasi tentang kejadian angka stroke di Indonesia
dan dampak yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.
Kriteria Nilai
No 79-100 68-78 56-67 41-55 Ket
Penilaian A B C D
I Persiapan
makalah :
1. Kebenaran Isi
2. Ketajaman
pembahasan
3. Sistematika
penulisan
4. Kelengkapan
Kepustakaan
II Presentasi
seminar :
1. Penguasaan
dan kejelasan
materi
2. Strategi
seminar
3. Diskusi aktif
4. Kerja
kelompok
5. Penggunaan
AVA (Alat
Peraga Visual)
/ Power point
6. Kesimpulan
hasil diskusi
Penilaian : 79-100 : A
68-78 : B
56-67 : C
41-55 : D
Nilai : jumlah nilai yang diperoleh
10
Pontianak, ...............................
Penilai