Anda di halaman 1dari 97

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di
negara maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah
satunya di negara Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena
stroke. Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia
menduduki urutan pertama dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak.
Penyakit stroke merupakan salah satu dari penyakit tidak menular yang masih
menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Seiring dengan
semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam waktu yang
bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak negatif
terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke
membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes,
2014).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, kasus
stroke diseluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta
diantaranya menderita kecacatan berat yang lebih memprihatinkan lagi 10%
diantaranya yang terserang stroke mengalami kematian (Berman, 2013). Di
Amerika Serikat hampir 700.000 orang mengalami stroke, dan hampir
150.000 berakhir dengan kematian, di Amerika Serikat tercatat hampir
setiap45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap detik terjadi kematian akibat
stroke (Dianata, 2013). Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2013 di Indonesia stroke menjadi urutan yang paling
utama, dengan menunjukkan bahwa prevalansi stroke di Indonesia sebesar 6%
atau per 8,3% per 1000 penduduk dan yang telah di diagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah per 1000.
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat
berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis,
emboli), dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2015).
2

Prevalensi stroke yang tinggi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa


faktor resiko antara lain obesitas, kurang aktifitas fisik, diet tidak sehat,
merokok, tekanan darah tinggi, peningkatan gula darah, dan peningkatan lipid
darah (Riskesdas, 2013; Ghani, 2016). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
bermaksud untuk membahas kasus Asuhan Kegawatdaruratan Sistem
Persyarafan pada Kasus Stroke.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah malakah ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana konsep teori stroke?
b. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada kasus stroke?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien stroke?

1.3 Tujuan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan malakah ini adalah
sebagai berikut :
a. Mengetahui konsep teori stroke
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada kasus stroke
c. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke

1.4 Manfaat Makalah


Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka makalah ini bermanfaat untuk
mengetahui secara rinci mengenai konsep stroke dan konsep asuhan
keperawatan pada stroke, serta mengetahui bagaimana proses asuhan
keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan kasus stroke.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke


2.1.1 Pengertian Stroke
WHO mendefinisikan stroke adalah terjadinya gangguan
fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang
berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak.
Stroke sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Black dan Hawks (2005) mengatakan bahwa stroke adalah
perubahan neorulogis yang diakibatkan oleh interupsi aliran darah
menuju kebagian-bagian otak tertentu. Stroke adalah gangguan aliran
darah ke otak secara tiba-tiba atau mendadak (WHO, 2015).
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan
tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, atau kematian (Ghani, 2016).
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa
stroke iskemik, dan kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh
trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri
serebral akibat proses aterosklerosis. Trombosis dibedakan menjadi
dua subkategori, yaitu trombosis pada arteri besar (meliputi arteri
karotis, serebri media dan basilaris), dan trombosis pada arteri
kecil.Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri besar,
sedangkan 20% stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri
4

kecil yang masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri


lentikulostriata, basilaris penetran, medularis) dan yang menyebabkan
stroke trombosis adalah tipe lakuner. Kurang lebih 32% stroke
disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah
yang lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan
frekuensinya sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke (Gressela,
2014).

2.1.2 Epidemilogi
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara
berkembang.Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke (American
Heart Association, 2015). Secara global, 15 juta orang terserang
stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami
kecacatan permanen (AHA, 2015). Stroke merupakan penyebab
utama kecacatan yang dapat dicegah (WHO, 2015).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor
satu pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Menurut Yayasan
Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk
mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000
penduduk) meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat.
Di Indonesia, kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang
mencapai 12,1 dan setiap 7 orang yang meninggal, 1 diantaranya
terkena stroke (Kepmenkes, 2014).
Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda
merupakan 8,5% dari seluruh pasien rawat; stroke perdarahan
intraserebral didapatkan pada 41% pasien, dengan penyebab tersering
adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation), hipertensi, dan
tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan
stroke iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke
5

iskemik pada usia di bawah 45 tahun hanya sekitar 5% dari seluruh


kejadian dari stroke iskemik (Handayani F, 2012).

2.1.3 Anatomi Fisiologi Otak


a. Anatomi
Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa
(sekitar 3lbs). Otak menerima 20% dari curah jantung dan
memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar
400 kilo kalori energi setiap harinya.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang
saraf spinal dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer dapat terdiri
dari neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik
(aferen) yang menuju ke system saraf pusat, dan atau menerima
pesan-pesan neural motorik (eferen) dari system saraf pusat. Saraf
spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal
dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian
aferen membawa baik informa sisensorik yang disadari maupun
informasi sensorik yang tidak di sadari. Sistem saraf otonom
merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya
membawa masukan dari organ-organ visceral. Saraf parasimpatis
adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan, dan
meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan
pencernaan dan pembuangan.

b. Fisiologi
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat computer dari semua alat tubuh. Bagian dari
saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (cranium)
dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam
rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
6

Gambar 2.1 Anatomi Otak


1) Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum,
thalamus, serta hipotalamus.
2) Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus
kuadrigeminus.
3) Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan
serebellum.
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa
daerah. Korteks serebri terlipat secara tidak teratur. Lekukan
diantara gulungan serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling
dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis. Daerah atau
lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya
(lobusfrontalis, temporalis, parientalis dan oksipitalis).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang
media lateralis memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis
sebelah anterior dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis memisahkan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.
1) Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari
otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga
tengkorak. Masing-masing disebut fosakranialis anterior atas dan
media. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat
7

kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat
pada bagian dalam yang mengandung serabur syaraf. Pada otak
besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a) Lobus frontalis adalah bagian dari serebum yang terletak
dibagian sulkus sentralis.
b) Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan
dibelakang oleh korako oksipitalis.
c) Lobus temporalis terdapat di bawah lateral dari fisura
serebralis dan didepan lobus oksipitalis.
d) Oskipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut
fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks
serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi
empat bagian :
a) Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer
serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang
menangani suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi
alat yang bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih
dominan.
b) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, lorteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang
intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah
dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian
anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi
luhur dan disebut psikokorteks.
c) Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang
mengatur bagian tubuh kontralateral.
d) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan
dengan sikap mental dan kepribadian.
8

2) Batang otak
Batang otak terdiri dari :
a) Diencephalon, bagian batang otak paling atas terdapat di
antara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel
saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat
kapsul interna dengan sudut menghadap ke samping.
Fungsinya dari diensefalson :
1. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.
2. Respirator, membantu proses pernafasan.
3. Mengontrol kegiatan reflek
4. Membantu kerja jantung
b) Mesensefalxon, atap dari mesensefalxon terdiri dari empat
bagian yang menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut
korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah
selaput korpus kuardrigeminus inferior. Serat nervus toklearis
berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain.
Fungsinya :
1. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak
mata.
2. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
c) Pons varoli barikum pontis yang menghubungkan
mesensefalxon dengan pons varoli dan dengan serebelum,
terletak di depan serebrum di antara otak tengah dan medulla
oblongata. Di sini terdapat premoktosid yang mengatur
gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya:
1. Penghubung antara kedua bagian serebum dan juga antara
medulla oblongata dengan serebellum.
2. Pusat saraf nervus trigeminus.
d) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan
medula spinalis. Bagian bawah medulla oblongata merupakan
persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla
9

oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerah


tengah bagian ventral medulla oblongata. Fungsinya :
1. Mengontrol kerja jantung
2. Mengecilkan pembuluh darah
3. Pusat pernafasan
4. Mengontrol kegiatan refleks

3) Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima
serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan
integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut
vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus
serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat
menyerupai serebellum tetapi lipatanya lebih kecil dan lebih
teratur. Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari
tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye dan lapisan
granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari
seberum harus melewati serebellum.

2.1.4 Klasifikasi
Menurut National Conference of State Legislatures (2015)
menyatakan bahwa secara umum stroke dapat terbagi atas dua bagian
yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke dapat
diklasifikasikan dengan beberapa jenis dari kedua bagian besar stroke
tersebut yaitu :
10

Gambar 2.2 Klasifikasi Stroke


a. Stroke Iskemik
Menurut National Conference of State Legislatures (2015) stroke
iskemik secara patofisiologis adalah kematian jaringan otak karena
pasokan darah yang tidak mencukupi. Stroke iskemik disebabkan
penggumpalan darah. Penyebab utamanya adalah aterosklerosis
pembuluh darah dileher dan kepala. Stroke iskemik terdiri dari :
1) Stroke Iskemik Trombotik
Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah ke otak.Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit ateroklerosis.
2) Stroke Iskemik Embolik
Terjadi tidak dipembuluh darah otak, melainkan ditempat lain,
seperti jantung.Penggumpalan darah terjadi dijantung, sehingga
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
3) TIA (Transient Ischemic Attack)
Serangan iskemik sementara.Gejalanya mirip stroke, tapi hanya
terjadi dalam beberapa menit.Tidak sampai berjam- jam.
Gejalanya antara lain: wajah pucat, tangan atau kaki - kanan
atau kiri- lumpuh. Vertigo (sakit kepala) juga menjadisalah satu
gejala, juga disfagia (sulit menelan), lemahnya kedua kaki,
mual, dan ataksia (jalan sempoyongan).
11

b. Stroke Hemoragik
Ini jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
diotak atau pembuluh darah otak bocor. Ini bisa terjadi karena
tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan
pembuluh darah.Stroke hemoragik terdiri dari :
1) Stroke Hemoragik Intraserebral
Pada kasus ini, sebagian besar orang yang mengalaminya bisa
menderita lumpuh dan susah diobati. Pada stroke jenis ini
pendarahan terjadi didalam otak.Biasanya mengenai basal
ganglia, otak kecil, batang otak, dan otak besar.Jika yang
terkena didaerah talamus, sering penderitanya sulit dapat
ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk
mengevakuasi perdarahannya.
2) Stroke Hemoragik Subaraknoid
Memiliki kesamaan dengan stroke hemoragik intraserebral.
Yang membedakannya, stroke ini dipembuluh darah diluar
otak, tapi masih didaerah kepala, seperti di selaput otak bagian
bawah otak.Meski tidak didalam otak, perdarahan itu bisa
menekan otak.Hal ini terjadi akibat adanya aneurisma yang
pecah atau AVM (arteriovenous malformation).

Stroke dapat diklasifikasikan menurut etiologi dan perjalanan


penyakitnya (Senaen, C., 2014)
a. Klasifikasi Stroke Menurut Etiologinya
1) Stroke Non Hemoragik adalah, stroke yang menimbulkan
jaringan otak mengalami iskemik dan berlanjut pada nekrosis.
Terjadi karna adanya proses trombosis, emboli dan spasme
pembuluh darah otak.
2) Stroke Hemoragik, adalah stroke yang menimbulkan
pendarahan pada intrakarnial seperti intraserebral hemoragik,
epidural hematom, subdural hematom, subarachnoid hematom
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak baik
12

karna hipertensi yang berlebihan atau pecahnya aniorisma


serebral.

b. Klasifikasi Stroke Menurut Perjalan Penyakitnya


Stroke diklasifikasikan juga sesuai dengan perjalan penyakitnya.
Perjalanan tersebut juga dapat dilihat dari kronologis kejadian awal
dan mulainya serangan stroke. Menurut perjalanan penyakitnya,
maka stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Transient Ischemik Attacks (TIA)
TIA merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul secara
tibatiba dan pulih kembali dalam beberapa detik sampai
beberapa jam, paling lama 24 jam. Tanda dan gejala dari
kelompok ini adalah gangguan neurologis lokal, terjadi selama
beberapa detik sampai beberapa jam dan gejala hilang
sempurna kurang 24 jam.
2) Reversible Ischemik Neurologic Deficit (RIND)
RIND mirip dengan TIA’s tetapi kejadiannya lebih lama dari
pada TIA’s dimana gejala hilang lebih dari 24 jam tetapi lebih
dari satu minggu
3) Stroke Progresif (Stroke In Evalution)
Stroke In Evalution merupakan perkembangan stroke kearah
yang lebih berat yang terjadi secara perlahan yang dapat
menyebabkan kelainan neurologis menetap (permanen) dengan
karakteristik seperti : selain gejala TIA’s diatas yang paling
menonjol adalah muncul tanda dan gejala makin lama makin
bertambah buruk yang dapat terjadi dalam beberapa jam
sampai beberapa hari.
4) Stroke Komplet (Stroke Complete)
Stroke komplet atau stroke lengkap adalah stroke yang
menunjukkan gangguan neurologis yang permanen sejak awal
serangan dan sedikit sekali memperlihatkan perbaikan.
Karakteristik utama yang menjadi kriteria kelompok ini adalah
13

berawal dari serangan TIA’s yang berulang diikuti oleh stroe in


evalution. Kelainan neurologi yang terjadi bersifat menetap.
Perbaikan gangguan neurologis terjadi sedikit dan akan banyak
menimbulkan gejala sisa. Selanjutnya, mungkin akan menetap
sampai beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.

2.1.5 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi
kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
makin cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak.Thrombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat
aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat dipecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kogestri disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisme
14

pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika


aneurisme pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan
keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi masa otak,peningkatan tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat mengakibatkan herniasi otak pada falk serebri atau
lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak henisfer
otak dan perdarahan sibatang otak sekunder atau ekstensi perdarahan
ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus dan
pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang enuksia
serebral. Perubahan yang oleh enuksia serebral dapat reversible
untuk waktu 4 sampai 6 menit. Perubahan irreversible jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak,akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranialdan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elemen-eleman vaso aktif darah yang keluar dan
kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi,menyebabkan
saraf di area yg terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume
darah lebih dari 60cc maka resiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan logar. Sedangkan jika
terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume
darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
15

Ada dua bentuk cerebro vaskular accident (CVA) bleeding:


a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan Trans Iskemik
Attack (TIA) yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra
cerebral sering dijumpai di daerah pituitary glad, talamus, sub
kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosisfibrinoid.

b. Perdarahan Subarachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di
sirkulasi willisi.
Arteriovenous malformations (AVM) dapat dijumpai pada jaringan
otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan tekanan intra kranial yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan tekanan intrkranial yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subarakhnoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
16

kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang


subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Pathway Stroke
17
-Faktor pencetus hipertensi, DM, penyakit jantung
-Merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik
-Faktor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah
3

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

Lemak yang nekrotik dan berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (trombus) Penyempitan pembuluh


darah (okulasi vaskuler)
Arterosklerosis
Pembuluh darah menjadi kaku

Thrombus Aliran darah lambat


cerebral Mengikuti Pembuluh darah menjadi pecah
aliran darah
Turbulensi

Stroke non Stoke Kompres


jaringan otak Entrosit bergumpal
hemoragic Emboli hemoragic

Endoti rusak

Cairan plasma hilang


Proses metabolisme dalam otak
terganggu
Edema serebral
2.Ketidakefektifan
Penurunan suplai darah & O₂ ke otak Perfusi Jaringan
Serebral Peningkatan TIK Nyeri

Arteri vertebra Arteri


Arteri carotis
basilasris cerebri
interna

Penurunan Disfungsi
Kerusakan Kerusakan Penurunan fungsi N.XII Disfungsi N.II N.XI
Disfungsi N.XI
neurocerebrospinal neurologis, fungsi N.X,
deficit N.I, N.IX
(ASSESORIS) Penurunan
N.VII, N.IX, N.XII N.II, N.IV, Reflek aliran darah ke Kegagalan
N.XII mengunyah menggerakan
Proses menelan retina
Kelemahan tidak efektif menurun anggota tubuh

Kehilangan Perubahan
Tersedak Kebutaan
4.Hambatann fungsi tonus ketajaman Refluks
Mobilitas Fisik otot fasial snsori,
Obstruksi Resiko
penghidu,
Disfagia jalan napas kerusakan Kerusakan
penglihatan,
5.Gangguan menelan
dan 3.Ketidakseimbang mobilitas
Komunikasi
pengecapan an Nutrisi Kurang
Verbal 1.Ketidakefektifan fisik
dari Kebutuhan Bersihan Jalan
Gangguan Tubuh Napas
sensori
6.Defisit
Perawatan
Diri
18

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri
serebral yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral.
Manifestasi klinik yang sering terjadi diantaranya adalah penurunan
kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala
kelemahan pada alat gerak, dan ganguan keseimbangan. Tanda dan
gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan mengenai satu
sisi (Jusman, M., 2011). Handayani F (2012) menentukan bahwa
sebagian besar pasien paska serangan stroke memiliki keterbatasan
gerak, gangguan penglihatan, gangguan bicara dan gangguan kognitif.
Selain aspek fisik ditemukan pula bahwa pasien paska serangan stroke
mengalami gangguan psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan dan
menarik diri dari kehidupan sosial. Menurut Gressela (2014) tanda
dan gejala stroke iskemik dihubungkan dengan bagian arteri yang
terkena sebagai berikut :
a. Arteri Serebri Posterior
Gejala yang sering mencul pada kelompok ini khususnya dalam
lobus otak tengah atau talamus adalah :
1) Gangguan kesadaran sampai koma
2) Kerusakan memori
3) Gangguan penglihatan

b. Arteri Serebral Media


Gejala dominan yang ditunjukan bila terkena pada daerah ini
adalah :
1) Hemiplegia kontralateral pada kedua ekstremitas
2) Kadang - kadang hemianopia kontralatreran (kebutaan)
3) Afasia global (kalau hemisfier dominan yang terkena) yaitu
gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan
percakapan dan komunikasi.
19

c. Arteri Serebri Anterior


Arteri ini paling jarang terkena dan bila terkena akan menimbulkan
gejala sebagai berikut :
1) Paralisis pada kaki sisi yang berlawana
2) Gangguan keseimbangan
3) Gangguan sensori pada kaki dan jari daerah berlawanan daerah
terkena
4) Gangguan kognitif
5) Inkontinensia urin

d. Arteri Karotis Interna


Lokasi lesi yang paling biasanya pada bifurkasio arteri karotis
komunis yang bercabang menjadi arteri karotis interna dan karotis
eksterna. Dapat timbul berbagai sindroma dan polanya tergantung
dari jumlah sirkulasi kolateral yang berbentuk. Gejalanya yang
sering tampak adalah :
1) Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian yang berlawanan

Gambar 2.3 Paralisis Wajah pada Stroke


2) Gangguan sensori pada wajah, tangan dan kaki bagian yang
berlawanan dan
3) Afasia jika yang terkena adalah daerah hemisfer dominan
(hemisfer kiri) khususnya area Broca’s atau Werhinic’s atau
kedua-duanya
20

Menurut Gressela (2014) berdasarkan lokasinya gejala-gejala


stroke terbagi menjadi berikut :
a. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12
saraf cranial : menurun kemampuan membau, mengecap,
mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks
menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu, lidah lemah.
b. Cerebral cortex : aphasia (kehilangan kemampuan memakai atau
memahami kata-kata), aproksia (tidak mampu melaksanakan
instruksi-instruksi), daya ingat menurun, kebingungan. Jika tanda-
tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke

2.1.7 Faktor Risiko Stroke


Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang
dapat meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat
seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol,
kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko
terkena penyakit stroke. Gaya hidup sering menjadi penyebab
berbagai penyakit yang menyerang usia produktif, karena generasi
muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan
seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi
rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka
mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan menimbulkan
kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan energi dalam
tubuh (Dianata, 2013).
Menurut hasil penelitian Dianata (2013), merokok merupakan
faktor risiko stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali
terhadap kejadian stroke pada wanita muda. Merokok dapat
meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal pada dinding
21

arteri, menurunkan jumlah HDL, menurunkan kemampuan HDL


dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan, serta
meningkatkan oksidasi lemak yang berperan dalam perkembangan
arterosklerosis. Dianata (2013), dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa faktor risiko kejadian stroke pada usia muda adalah perilaku
merokok, riwayat diabetes mellitus, riwayat hipertensi, riwayat
hiperkolesterolemia. Variabel jenis kelamin bukan merupakan faktor
risiko kejadian stroke pada dewasa awal. Sedangkan hasil penelitian
Handayani (2013) menyebutkan bahwa insiden stroke lebih tinggi
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Berdasarkan
Guideline Pencegahan Stroke Primer oleh Handayani (2013), faktor
risiko stroke dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi.
a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1) Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia,
termasuk anak-anak. Kejadian penderita stroke iskemik
biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke
meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan
mengalaminya degeneratif organ-organ dalam tubuh.
2) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke
pada usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan
perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-
laki daripada perempuan dengan rata-rata 25% - 30%
Walaupun pada pria lebih rawan daripada wanita pada usia
yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia
mereka mencapai menopause. Hal ini, hormon merupakan yang
berperan dapat melindungi wanita sampai mereka melewati
masa masa melahirkan anak. Usia dewasa awal (18-40 Tahun)
perempuan memiliki peluang yang sama juga dengan laki-laki
untuk terserang stroke. Hal ini membuktikan bahwa resiko laki-
22

laki dan perempuan untuk terserang stroke pada usia dewasa


awal adalah sama. Pria memiliki risiko terkena stroke iskemik
atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20%
daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko perdarahan
subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin laki-laki
maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena
stroke pada usia dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).
3) Genetik (herediter)
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik
pada risiko stroke. Namun, sampai saat ini belum diketahui
secara pasti gen mana yang berperan dalam terjadinya stroke.
4) Ras dan etnis
Insiden stroke lebih tinggi pada orang berkulit hitam daripada
berkulitputih setelah dilakukan kontrol terhadap hipertensi, dan
diabetes mellitus.

b. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


1) Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak
sehingga timbul perdarahan otak.Hipertensi dapat
mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh, terutama otak,
jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer.
Kemungkinan terjadinya komplikasi tergantung kepada
seberapabesar tekanan darah itu, seberapa lama dibiarkan,
seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan
kehadiran faktor risiko lain. Oleh karena itu, hipertensi
diklasifikasikan oleh AHA, 2017 sebagai berikut :
23

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Insiden stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan


darah dan berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di
bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan
intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid
2) Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk
kolesterol sekitar 1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain
itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika mengkonsumsi
makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel
pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari
semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan
dinding pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Bila di
daerah pembuluh darah menuju ke otot jantung terhalang
karena penumpukan kolesterol maka akan terjadi serangan
jantung. Sementara bila yang tersumbat adalah pembuluh darah
pada bagian otak maka sering disebut stroke. Kolestrol
merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi
kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah
menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke
otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat)
yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang
24

kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah


yang akan menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).
3) Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik
pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau
pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang
tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar
gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga
menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapat
menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan
saluran arteri, meningkatkanya pembentukan trombosis dan
menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri. Diabetes
melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem
vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus
mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih
tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar.
Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan menderita
stroke mungkin diakibatkan karena riwayatdiabetes melitus
diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan
pola hidup yang kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi
makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak
diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas
bergerak.
4) Penyakit Jantung
Penyakit atau kelainan jantung dapat mengakibatkan iskemia
pada otak.Ini disebabkan karena denyut jantung yang tidak
teratur dapat menurunkan total curah jantung yang
mengakibatkan aliran darah di otak berkurang (iskemia). Selain
itu terjadi pelepasan embolus yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah otak.Ini disebut dengan stroke iskemik akibat
trombosis. Seseorang dengan penyakit atau kelainan jantung
25

beresiko terkena atroke 3 kali lipat dari yang tidak memiliki


penyaki atau kelainan jantung.
5) Obesitas
Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit
kardiovaskuler dan stroke. Jika seseorang memiliki berat badan
yang berlebihan, maka jantung bekerja lebih keras untuk
memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah. Obesitas dapat juga mempercepat
terjadinya proses aterosklerosis pada remaja dan dewasa muda.
Oleh karena itu, penurunan berat badan dapat mengurangi
risiko terserang stroke. Penurunan berat badan menjadi berat
badan yang normal merupakan cerminan dari aktivitas fisik dan
pola makan yang baik.
6) Merokok
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih
banyak terjadi pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua.
Risiko stroke akan menurun setelah berhenti merokok dan
terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok.
Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen
(faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang
timbulnya aterosklerosis. Arteriskle rosis dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang lambat
karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat
menimbulkan tekanan pembuluh darah atau pembekuaan darah
pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit. Merokok
meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada
perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL
(kolestrol baik) atau menurunkan kemampuan HDL dalam
menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan.
26

2.1.8 Penatalaksanaan
a. Tata laksana umum di ruang gawat darurat (Ghani, 2016)
1) Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan
apabila satu rasi oksigen <95%. Intubasi endotracheal pada
pasien yang mengalami hipoksia, syok, dan beresiko
mengalami aspirasi.
2) Stabilisasi hemodinamik, dengan cara :
a. Cairan kristaloid dan koloid intravena. Hindari cairan
hipotonik.
b. Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12
cmH2O.
c. Optimalisasi tekanan darah target tekanan darah sistol
berkisar 140 mmHg.
3) Pengendalian peningkatan tekanan intracranial (TIK). Hal-hal
yang dapat dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan
peningkatan tekanan intracranial antara lain :
a. Elevasi kepala 20-30 derajat.
b. Posisikan pasien jangan sampai menekan vena jugularis.
c. Hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik, dan
hipertermia.
d. Jaga normovolemia
e. Osmoterapi dengan indikasi
f. Manitol 0,25-0,5 g/KgBB diberikan selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam dengan target <310 mOsm/L
g. Berikan furosemide dengandosis inisial 1 mg/ KgBB
intravena.
h. Paralisis neuromuskuler dan sedasi
i. Drainase vertikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelum.
4) Penanganan trasformasi hemoralgik
5) Pengendalian kejang, bila kejang berikan diazepam 5-20 mg
bolus lambat intravena diikuti oleh fenitoin dengan dosis 16-
27

20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit


pasien perlu dirawat di ICU bila terdapat kejang.
6) Pengendalian suhu tubuh.

b. Tatalaksana umum di ruang rawat (Ghani, 2016)


1) Jaga evolemi dengan pemberian cairan isotonis. Kebutuhan
cairan total 30 ml/KgBB/hari.
2) Jaga keseimbangan cairan elektrolit (Na, K, Ca, Mg) usaha
nilai normal tercapai.
3) Koreksi asidosis dan alkalosis yang mungkin terjadi
4) Nutrisi enteral paling lambat diberikan dala 48 jam. Apabla
terdapat gangguan menelan dan penurunan kesadaran,
makanan diberikan melalui selang NGT. Kebutuhan kalori 25-
30 kkal/KgBB/hari.
5) Mobilisasi dan cegah komplikasi sub akut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
decubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur). Pada pasien
yang beresiko mengalami thrombosis vena dalam berikan
heparin subkutan 2x5000 IU/hari.
6) Antibiotic atas indikasi dan sesuaikan dengan pola kuman.
7) Analgetik, anti emetic, dan antagonis H2 diberikan apabila
terdapat indikasi
8) Pemasangan kateter urine sebaiknya dilakukan intermiten.
9) Hati-hati dalam suction, menggerakan dan memandikan pasien
karena dapat mempengaruhi TIK.

c. Penatalaksanaan menurut Sylvia dan Lorraine (2006)


1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika
muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika
hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat,
bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
28

3) Tanda-tanda vital diusahakan stabil


4) Bed rest
5) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi
8) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan
hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
9) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya
dipasang NGT.
11) Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK
yang tinggi.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruktif arteri, oklusi / nuptur.

b. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

c. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada
pendarahan sub arachnoid.
29

d. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis / aliran darah / muncul plaque / arterosklerosis.

e. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.

f. MRI
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada
thrombosis, emboli, dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan, hemoragi sub arachnois /
perdarahan intakranial.

g. Pemeriksaan Foto Thorax


Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran vertrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa
yang meluas (Ghani, 2016).

h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Fungsi lumbal : tekanan normal biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarachnoid atau intracranial. Kadar protein total
meninggal pada kasus thrombosis sehubungan dengan proses
inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali
30

i. Pemeriksaan syaraf cranial (JRahil, H.N, 2011)

Gambar 2.4 Saraf Kranial


1) Olfaktorusius (N.I) : Untuk menguji saraf ini digunakan
bahan- bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau,
parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan
tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut
sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien
menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai tercium baunya bahan tersebut dan
kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang diciumnya.
Hasil pemeriksan normal mampu membedakan zat aromatis
lemah.
2) Optikus (N.II) : Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan
yaitu penglihatan sentral, kartu snellen, penglihatan perifer,
refleks pupil, fundus kopi dan tes warna. Untuk penglihatan
sentral dengan menggabungkan antara jari tangan, pandangan
mata dan gerakan tangan. Kartu senllen yaitu kartu
31

memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika


ruangan tidak cukup luas bisa diakali dengan cermin.
Penglihatan perifer dengan objek yang digunakan (2 jari
pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandangan
kanan dan ke kiri, atas dan bawah dimana mata lain dalam
keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus
dan tidak menoleh ke objek tersebut. Refleks pupil dengan
menggunakan senter kecil , arahkan sinar sinar dari samping
(sehingga pasien memfokus pada cahaya dan tidak
berakomodasi) ke arah satu pupil untuk melihat reaksinya.
Fundus kopi dengan menggunakan alat oftalmoskop,
mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus,
dan tes warna dengan menggunakan buku Ishi Hara’s Test
untuk melihat kelemahan seseorang dalam melihatwarna.
3) Okulomotoris (N.III) : Meliputi gerakan ptosis, pupil dan
gerakan bola mata. Mengangkat kelopak mata ke atas,
konstriksi pupil, dan sebagian besar gerakan ekstraokular.
4) Troklearis (N.IV) : Meliputi gerakan mata ke bawah dan ke
dalam, stabimus konvergen dandiplopia.
5) Trigeminus (N.V) : Mempunyai tiga bagian sensori yang
mengontrol sensori pada wajah dan kornea serta bagian
motorik mengontrol ototmengunyah.
6) Fasialis (N.VII) : Pemeriksaan dilakukan saat pasien diam dan
atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan
asimetri wajah. Mengontrol ekspresi dan simetris wajah.
7) Vestibul kokhlearis (N.VIII) : Pengujian dengan gesekan jari,
detik arloji dan audiogram. Menguji pendengaran dan
keseimbangan.
8) Glasofaringeus (N.IX) : Dengan menyentuh denganlembut.
Sentuhan bagian belakang faring pada setiap sisi dengan
spacula. Refleks menelan dan muntah.
32

9) Vagus (N.X) : Dengan inspeksi palatum dengan senter


perhatikan apakah terdapat gerakan uvula. Mempersarafi
faring, laring dan langitlunak.
10) Aksesorus (N.XI) : Pemeiksaan dengan cara meminta pasien
mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan
menekankebawahkemudianpasiendisuruhmemutarkepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa). Mengontrol
pergerakan kepala dan bahu.
11) Hipoglosus (N.XII) : Pemeriksaan dengan inspeksi dalam
keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya artrofi dan
fasikulasi. Mengontrol gerak lidah.

2.1.10 Dampak Stroke


Gejala stroke yang muncul sangat tergantung pada bagian otak
yang terganggu. Otak manusia terdiri dari otak besar (cerebrum), otak
kecil (cerebellum), dan batang otak. Otak besar terdiri atas bagian
besar yang disebut hemisfer, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri.
Fungsi bagian tubuh sebelah kanan dikendalikan oleh hemisfer kiri
dan fungsi bagian tubuh bagian kiri dikendalikan oleh hemisfer kanan.
Tabel 2.2 Klasifikasi Otak Berdasarkan Fungsinya
(Sherwood, 2001)

No Bagian otak Fungsi Dampak stroke


1 Lobus frontal Gerakan, pengambilan Kelumpuhan, kelemahan
keputusan, pembauan anggota gerak
(hemiplegia), disartria

2 Lobus temporal Pendengaran, memori, Gangguan pendengaran,


emosi dimensia, marah

3 Lobus parietal Rasa kulit, pemahaman Gangguan sensori, aphasia


bahasa

4 Lobus occipitalis Penglihatan Gangguan pada bola mata


33

5 Cerebellum (otak Keseimbangan dan Gangguan keseimbangan,


kecil) koordinasi inkontinensia

6 Batang otak Menelan, pernapasan, dan Kematian, kelumpuhan,


fungsi vital disfagia

a. Kecacatan Akibat Stroke


Kecacatan pasca-stroke pada umumnya dinilai dengan kemampuan
pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali sebelum sakit dan
kemampuan pasien untuk mandiri. Salah satu skala ukur yang
paling sering dipakai untuk pasien menggambarkan kecacatan
akibat stroke adalah skala Rankin.

Tabel 2.3 Klasifikasi Cacat Stroke Menurut Skala Rankin

No Klasifikasi Kriteria
1 Tidak ada disabilitas yang Dapat melakukan tugas harian seperti biasa
signifikan
2 Disabiitas ringan Tidak dapat melakukan beberapa aktivitas
seperti sebelum sakit, namun dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bantuan
3 Disabilitas sedang Memerlukan sedikit bantuan tetapi dapat
berjalan tanpa bantuan
4 Disabilitas sedang-berat Tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bantuan
5 Disabilitas berat Ditempat tidur bedrest, inkontinensia,
memerlukan perawatan dan perhatian

b. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke


1) Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan
34

kelemahan tubuh bagian kiri.Pasien dengan kelumpuhan


sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi
visuomotor, kehilangan memori visual dan mengabaikan sisi
kiri.Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu
yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat
2) Kelumpuhan sebelah kanan (Hemiparesis Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan
kelemahan atau kelumpuhan tubuh bagian kanan.Penderita ini
biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan
komunikasi verbal.Namun persepsi dan memori visuomotornya
sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus
dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara
visual.Dalam komunikasi kita harus lebih banyak menggunakan
body language (bahasa tubuh)
3) Kelumpuhan kedua sisi (Paraparesis)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan
dapat terjadi pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan
satu sisi dan di ikuti satu sisi lain. Timbul gangguan
seudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-
tanda hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan
juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan
mengalami hiperaduksi
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan
diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam
waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi
tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian atau cacat. Hanya 10-15 % penderita
stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya
mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita
stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang
stroke (Pinzon, 2006). Penurunan parsial total gerakan lengan
dan tungkai, 90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat,
35

70% menderita depresi, 30% mengalami kesulitan bicara,


menelan, membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya
menyerang kelompok lansia, namun kini cenderung menyerang
generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tidak lagi
menjadi milik warga kota yang berkecukupan, namun juga
dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba
keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat
produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial
ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan
paska stroke.
36

2.2 Konsep Asuhan Kegawatdaruratan Stroke


2.2.1 Pengkajian
Nama Pengkaji :
Tanggal Pengkajian :
Ruang Pengkajian :
Jam :
a. Biodata Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaaan :
Usia :
Status Pernikahan :
No RM :
Diagnosa Medis :
Tanggal Masuk RS :
Alamat :

b. Biodata Penanggung Jawab


Nama :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hubungan dengan Klien :
Alamat :

c. Pengkajian Primer
1) Airway (jalan nafas)
Terdapat obstruksi pada jalan napas, biasanya disebabkan sumbatan
di pangkal lidah atau pangkal lidah jatuh ke belakang. Bunyi napas
snoring (suara seperti ngorok).
37

2) Breathing (Pernapasan)
Bentuk dada simetris, napas menjadi cepat dan pendek, pergerakan
dada cepat, adanya retraksi pada otot pernapasan, terdapat
pergerakan cuping hidung, perkusi paru resonan, saat auskultasi
terdapat suara napas tambahan seperti ronkhi atau wheezing.

3) Circulation (Sirkulasi)
Pada stroke hemoragik terdapat perdarahan internal atau eksternal
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak. Tekanan
darah mengalami hipertensi, nadi >100 x/menit, palpasi pada
keadaan syok pada akral perifer menunjukkan akral dingin, basah
dan pucat. CRT >2 detik.

4) Disability (Kesadaran)
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.

5) Eksposure / Environment / Event


Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan
perdarahan dengan pencegahan hipotermi, pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan serta mencari tahu tentang event/penyebab
kejadian stoke.
38

d. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah adanya penurunan tingkat kesadaran, kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.
Bila terdapat nyeri pengkajian dispesifikkan dengan PQRST.
2) Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3) Medikasi/Pengobatan terakhir.
4) Last meal (makan terakhir)
5) Event of injury/penyebab injury
6) Pengalaman pembedahan
7) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
konia.
8) Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji riwayat sepsis, infeksi yang berat (HIV), trauma
kepala, luka bakar, dan tindakan pembedahan. Adanya riwayat
hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
39

riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk


mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Pemeriksaan Fisik (Body Of System)


Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
40

sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus


dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
41

beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/


hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

f. Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
1) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
2) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
3) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan
untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
42

g. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I : Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI : Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

h. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat bermacam-macam kriteria untuk mendiagnosis penyakit stroke
diantaranya :
43

1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
44

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas :
pangkal lidah jatuh ke belakang
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan intraserebral
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan makanan
d. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparese/hemiplagia
e. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi darah otak
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Tujuan : Setelah Airway Management Airway Management
Napas dilakukan tindakan 1. Buka jalan napas, gunakan 1. Membuka jalan napas
Definisi : Ketidakmampuan untuk keperawatan …x24 jam, teknik chin lift atau jaw thrust bertujuan untuk
membersihkan sekresi atau diharapkan jalan napas bila perlu memastikan ada
obstruksi dari saluran pernapasan kembali efektif. 2. Monitor respirasi dan status O2 tidaknya obstruksi
untuk mempertahankan kebersihan 3. Posisikan pasien untuk pada jalan napas.
jalan napas. Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi Teknik chin lift
Batasan karakteristik : 1. Mendemonstrasikan 4. Identifikasi pasien perlunya dilakukan dengan
1. Batuk batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan napas mengangkkat dagu ke
2. Suara napas tambahan napas yang bersih, buatan atas, dan jaw thrust
3. Perubahan frekuensi napas tidak ada sianosis dan 5. Pasang mayo bila perlu digunakan untuk
4. Perubahan irama napas dispneu 6. Keluarkan sekret dengan batuk pasien yang cedera
5. Sianosis 2. Menunjukkan jalan atau suction servikal
6. Kesulitan berbicara atau napas yang paten 7. Auskultasi suara napas, catat 2. Pemantauan terhadap
mengeluarkan suara (pasien tidak merasa adanya suara napas tambahan status O2 bertujuan
7. Penurunan bunyi napas tercekik, irama napas 8. Beri bronkodilator bila perlu untuk mengetahui
8. Dispneu dan frekuensi napas keadekuatan fungsi
9. Sputum dalam jumlah normal, tidak ada suara pernapasan pasien
berlebihan napas tambahan) 3. Posisi semifowler
10. Batuk yang tidak efektif 3. Mampu atau fowler
11. Orthopneu mengidentifikasi dan diperlukan untuk
12. Gelisah mencegah faktor yang memaksimalkan
13. Mata terbuka lebar dapat menghambat ekspansi dinding dada
Faktor yang berhubungan : jalan napas 4. Identifikasi
1. Lingkungan : merokok diperlukan untuk
2. Obstruksi jalan napas mengetahui secara
3. Fisiologis : dini perlu atau
- Jalan napas alergik tidaknya dilakukan
- Asma pemasangan alat pada
- PPOK jalan napas
- Infeksi 5. Mayo berfungsi untuk
- Disfungsi neuromuskular menjaga jalan napas
agar tetap paten
6. Sekret harus
dikeluarkan agar tidak
terjadi obstruksi jalan
napas
7. Adanya suara napas
tambahan
menandakan ada
obstruksi pada jalan
napas
8. Bronkodilator
berfungsi untuk
mengencerkan sekret
dan mecegah spasme
pada jalan napas
2. Ketidakefektifan Perfusi Tujuan : Setelah Tissue Prefusion : Cerebral Tissue Prefusion : Cerebral
Jaringan Serebral dilakukan tindakan 1. Monitor TTV 1. Perubahan TTV
Definisi : keperawatan …x24 jam, 2. Monitor AGD, ukuran pupil, menggambarkan
Batasan karakteristik : diharapkan perfusi ketajaman, kesimetrisan dan keadaan umum pasien
1. Gangguan status mental jaringan serebral kembali reaksi 2. Perubahan pada AGD
2. Perubahan perilaku efektif. 3. Monitor adanya diplopia, menandakan adanya
3. Perubahan respon motorik pandangan kabur dan nyeri perubahan kadar O2
4. Perubahan reaksi pupil Kriteria hasil : kepala dan CO2 dalam darah
5. Kelemahan atau paralisis 1. Tekanan sistol dan 4. Monitor level kebingungan dan dan peruubahan
ekstremmitas diastol dalam batas orientasi ukkuran pada pupil
6. Abnnormalitas bicara normal 5. Monitor tonus otot dan menunjukkan tinngkat
Faktor yang berhubungan : 2. Tidak ada ortostatik pergerakan kesadaran pasien
1. Penurunan konsentrasi Hb hipertensi 6. Monitor tekanan intrakranial 3. Adanya diplopia,
2. Hipervolemia 3. Komunikasi jelas dan respon neurologis pandangan kabur serta
3. Hipoventilasi 4. Menunjukkan 7. Catat perubahan pasien dalam nyeri kepala
4. Gangguan transport O2 konsentrasi dan merespon stimulus menunjukkan
5. Gangguan aliran arteri dan vena orientasi 8. Tinggikan kepala 0-45˚ ketidakadekuatan
5. Pupil isokor diameter tergantung pada kondisi pasien suplai O2 ke jaringan
2-3mm otak
6. Tidak kejang 4. Untuk
menggambarkan
tingkat kesadaran
pasien
5. Tonus otot dikaji
untuk mengetahui
tingkat hemiperase
pada ekstremitas
pasien
6. Untuk mengetahui
potensial peningkatan
TIK
7. Perubahan respon
pasien terhadap
stimulus
menandakann adanya
gangguan dalam
persepsi sensori
8. Kepala yang
ditinggikan sampai
45˚ bertujuan untuk
mencegah terjadinya
peningkatan TIK dan
memperlancar aliran
O2 ke jaringan otak
3 Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan : Setelah Nutrition Management Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Mengetahui jenis
Definisi : Asupan nutrisi tidak keperawatan …x24 jam, 2. Kolaborasi dengan ahli gizi makanan yang cocok
cukup untuk memenuhi kebutuhan diharapkan nutrisi tubuh untuk menentukan jumlah untuk pasien
metabolik kembali seimbang. kalori dan nutrisi yang
2. Memberikan diet
Batasan karakteristik : dibutuhkan pasien
yang tepat
1. Kram abdomen Kriteria Hasil : 3. Anjurkan pasien untuk
2. Nyeri abdomen 1. Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe 3. Agar asupan besi
3. Menghindari makanan berat badan sesuai 4. Anjurkan pasien untuk pasien terpenuhi
4. Berat badan 20% atau lebih dengan tinggi badan meningkatkan protein dan
dibawah berat badan ideal 2. Mampu vitamin C 4. Agar asupa protein
5. Kerapuhan kapiler mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula dan vitamin C pasien
6. Diare kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan terpenuhi
7. Kehilangan rambut berlebihan 3. Tidak ada tanda mengandung tinggi serat untuk
5. Sebagai pemenuhan
8. Bising usus hiperaktif tanda malnutrisi mencegah konstipasi
energi tubuh
9. Kurang makanan 4. Menunjukkan 7. Berikan makanan yang terpilih
10. Kurang informasi Peningkatan fungsi (sudah dikonsultasikan dengan 6. Memotivasi klien agar
11. Kurang minat pada makanan pengecapan dari ahli gizi) mau mengkonsumsi
12. Penurunan berat badan dengan menelan 8. Ajarkan pasien bagaimana makanan tinggi serat
asupan makanan adekuat 5. Tidak terjadi membuat catatan makanan
13. Kesalahan konsepsi Penurunan berat harian 7. Agar sesuai dengan
14. Kesalahan informasi badan yang berarti 9. Monitor jumlah nutrisi dan gizi/nutrisi yang
15. Mambran mukosa kuat kandungan kalori dibutuhkan pada klien
16. Ketidakmampuan memakan 10. Berikan informasi tentang
8. Agar pola makan
makanan kebutuhan nutrisi
klien terjadwal
17. Tonus otot menurun 11. Kaji kemampuan pasien untuk
dengan baik
18. Mengeluh gangguan sensasi rasa mendapatkan nutrisi yang
19. Mengeluh asupan makanan dibutuhkan 9. Agar kebutuhan klien
kurang dari RDA (recommended Nutrion Monitoring sesuai dengan yang
daily allowance) 1. Monitor BB pasien diperlukan
20. Cepat kenyang setelah makan 2. Monitor adanya penurunan
21. Sariawan rongga mulut berat badan 10. Agar klien
22. Steatorea 3. Monitor tipe dan jumlah mengertahui
23. Kelemahan otot pengunyah aktivitas yang biasa dilakukan kandungan makanan
24. Kelemahan otot menelan 4. Monitor interaksi anak atau yang diperlukan
Faktor yang berhubungan: orang tua selama makan
11. Agar klien
1. Faktor biologis 5. Monitor lingkungan selama
menegetahui cara
2. Faktor ekonomi makan
mendapatkan nutrisi
3. Ketidakmampuan untuk 6. Jadwalkan pengobatan dan
yang diperlukan
mengabsorbsi nutrien tindakan tidak selama jam
4. Ketidaakmampuan untuk makan Nutrion Monitoring
mencerna makanan 7. Monitor kulit kering dan 1. Agar BB pasien
5. Ketidakmampuan menelan perubahan pigmentasi terpantau dan selalu
makanan 8. Monitor turgor kulit dalam rentang normal
6. Faktor psikologis 9. Monitor kekeringan,rambut 2. Metahui apakah ada
kusam,dan mudah patah tanda-tanda
10. Monitor mual dan muntah penurunan berat
11. Monitor kadar albumin, total badan
protein, Hb dan kadar Ht 3. Untuk mengurangi
12. Monitor pertumbuhan dan kelelahan yang
perkembangan berdampak pada
13. Monitorpucat, kemerahan dan hilangnya nafsu
kekeringan jaringan makan
konjungtiva 4. Cara pemberian
14. Monitor kalori dan intake makan dari orang tua
nutrisi mambantu anak
15. Catat adanya edema, selerasa makan
hiperemik, hipertonik, papilla 5. Lingkungan yang
lidah dan cavitas oral nyaman menambah
16. Catat jika lidah berwarna selera makan
magenta, scarlet 6. Agar klien tidak
terganggu saat jam
makan
7. Untuk mengetahui
adanya tanda-tanda
dehidrasi
8. Agar mengetahui
kelembapan pada
kulit.
9. Agar mengetahui
kekurangan nutrisi
dan dapat
mengatasinya
10. Untuk mengetahui
output klien
11. Agar mengetahui
adakah kekurangan
nutrisi dan tindakan
yang akan diberikan
selanjutnya
12. Agar dapat melihat
tumbuh kembang
13. Agar perawat dapat
melihat adakah gejala
anemia karena
kekurangan nutrisi
14. Agar mengetahui
intek dan output klien
15. Mengetahui apakah
ada kelebihan carian
dalam pemberian
nutrisi klien
16. Mengetahui
perubahan dan tanda
gejala pada penyakit
lain
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Ny. A


DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE HEMORAGIK
DI RUANG ICCU
RSUD B PROVINSI KALIMANTAN BARAT

3.1 Pengkajian
Hari/Tanggal : Senin, 20 Agustus 2019
Jam : 20.05 WIB
Ruang : ICCU
Perawat : Perawat C

3.1.1 Identitas Klien


a. Inisial klien : Ny. A
b. Umur : 71 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
e. Agama : Islam
f. Perkerjaan : Rumah Tangga
g. Pendidikan : SD
h. Alamat : Jl. Sungai Kelambu, RT/RW
002/003 No. 12
i. Penanggung : BPJS
j. No. RM : 144621
k. Tanggal MRS/Jam : 20 Agustus 2019 pukul 15.20
WIB
l. Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik

3.1.2 Penanggung Jawab


a. Inisial penanggung jawab : Tn. D
b. Umur : 45 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d Alamat : Sungai Deras
e Hubungan dengan klien : Anak

3.1.3 Pengkajian Primer


a. Airway (jalan nafas)
Terdapat obstruksi pada jalan napas. Pangkal lidah jatuh ke
belakang, terdapat suara napas tambahan yaitu snoring (+).

b. Breathing (Pernapasan)
Bentuk dada klien simetris, frekuensi RR : 22x/menit, pergerakan
dada reguler, tidak ada kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu),
tidak terdapat pernapasan cuping hidung, perkusi paru resonan, saat
auskultasi tidak terdapat suara ronkhi (-), weezing (-).

c. Circulation (Sirkulasi)
Keluarga klien mengatakan klien mengeluh merasa mual (+) dan
muntah (+) ±1 minggu SMRS, hari ini muntah ±5 kali. Saat ini
terpasang IVFD Asering 500cc/8 jam 14 tpm di ektermitas superior
sinistra, TTV : TD : 210/150 mmHg, N : 130x/menit, RR :
22x/menit, T : 36,5°C. Warna kulit kuning langsat, kelembapan kulit
normal, turgor kulit baik,< 2 detik, CRT < 2 detik, sianosis (-).

d. Disability (Kesadaran)
Kesadaran somnolen, GCS: 10, E : 2, V : 3, M : 5. Kondisi klien
lemah, reflex pupil isokor (+/+) diameter 2 mm.

e. Eksposure / Environment / Event


Pada pemeriksaan seluruh bagian tubuh tidak ditemukan adanya
jejas dan perdarahan.
3.1.4 Pengkajian Sekunder
a. Pengkajian AMPLE
1) Allergic
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-
obatan, dan alergi terhadap bau-bauan yang menyengat.

2) Medication
Klien merupakan pasien rujukan dari RS. A, keluarga klien
mengatakan selama di RS A mendapatkan terapi obat anti
hipertensi dan mendapatkan infus. Selama di Rumah Sakit ini
klien mendapat terapi Infus Asering 500cc/8 jam 14 tpm, Injeksi
citicolin 2 x 250 mg, Injeksi ranitidin 2 x 25 mg/ml, Nimodipine
4 x 30 mg, Nifedipin 3 x 10 mg.

3) Previous Medical / Surgical History


Klien masuk IGD RS B Provinsi Kalimantan Barat pukul 15.20
WIB pada tanggal 20 Agustus 2019, dengan diagnosa medis
Stroke Hemoragik. Klien Masuk dengan keluhan tidak sadarkan
diri setelah terpeleset dari kamar mandi, keluarga mengatakan
terdapat suara ngorok (snoring) sejak 10 menit SMRS. Klien
merupakan pasien rujukan dari RS A dengan alasan rujukan
yaitu ruangan sudah penuh. Keluarga klien mengatakan dulu
klien pernah di rawat di RS karena menderita stroke ±10 tahun
yang lalu.

4) Last Meal (Time)


Sebelum masuk RS keluarga klien mengatakan klien mengalami
kesulitan dalam menelan. Klien makan teraratur 3 x sehari dan
minum ±8 gelas/hari. Menu biasa yang dimakan klien adalah
nasi, ikan asin, sayur dan buah. Nafsu makan klien baik. BB : 66
kg, TB : 165 cm, IMT SMRS: 24,24 (Normal). Akan tetapi
semenjak masuk RS, keluarga klien mengatakan klien mendapat
diet susu cair, alasan klien tidak bisa makan adalah ia kesulitan
untuk menelan, selain itu ia merasa mual, klien hari ini sudah
muntah ±5 kali, diketahui BB saat ini : 48 kg, TB : 165 cm, IMT
MRS : 17,6 (kurang).

5) Event
Keluarga klien mengatakan alasan masuk RS yaitu klien tidak
sadarkan diri setelah terpeleset dari kamar mandi. Keluarga
mengatakan terdapat suara ngorok (snoring) sejak ±10 menit
SMRS. Keadaan umum lemah, Kesadaran : somnolen GCS, E :
2, V : 3, M : 5, hemiparase dextra, bicara pelo (+), kesulitan
menelan, keluarga klien mengatakan klien mengeluh merasa
mual (+) dan muntah (+) ±1 minggu SMRS, hari ini muntah ±5
kali, TTV : TD : 210/150 mmHg, N : 130x/menit, RR :
22x/menit, T : 36,5°C. Warna kulit kuning langsat, kelembapan
kulit normal, turgor kulit baik,< 2 detik, CRT < 2 detik, sianosis
(-), membran mukosa pucat.

b. Riwayat Kesehatan Klien


1) Keluhan Utama
Terdapat suara ngorok (snoring) pada jalan napas
2) Riwayat Kesehatan Sekarang.
Klien masuk IGD RS B Provinsi Kalimantan Barat pukul 15.20
WIB pada tanggal 20 Agustus 2019, dengan diagnosa medis
Stroke Hemoragik. Klien Masuk dengan keluhan klien tidak
sadarkan diri setelah terpeleset dari kamar mandi. Keluarga
mengatakan terdapat suara ngorok (snoring) sejak ±10 menit
SMRS. Saat dilakukan pengkajian ditemukan data, keadaan
umum lemah, kesadaran : somnolen GCS 10, E : 2, V : 3, M : 5,
reflex pupil isokor (+/+) diameter 2 mm, hemiparese dextra,
bicara pelo (+), kesulitan menelan, keluarga klien mengatakan
klien mengeluh merasa mual (+) dan muntah (+) ±1 minggu
SMRS, hari ini muntah ±5 kali, TTV : TD : 210/150 mmHg, N :
130x/menit, RR : 22x/menit, T : 36,5°C. Warna kulit kuning
langsat, kelembapan kulit normal, turgor kulit baik <2 detik,
CRT <2 detik, sianosis (-), membran mukosa pucat. Saat ini
terpasang IVFD Asering 500cc/8 jam 14 tpm di ektermitas
superior sinistra.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan dulu klien pernah di rawat di RS
karena menderita stroke ±10 tahun yang lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga klien mengatakan ayah klien pernah menderita stroke dan
kelurga memiliki riwayat Hipertensi.
Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal serumah

: Meninggal (laki-laki) : Keturunan


: Meninggal (perempuan) : Menikah

3.1.5 Pemeriksaan Fisik (Review of System)


a. B1 (Breath)
Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, polip (-), lesi (-), kondisi bersih,
tidak ada mukus, pernafasan cuping hidung (-), deviasi suptum (-).
Palpasi : nyeri tekan (-).
Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, lesi (-), edema (-), retraksi
dinding dada (-), pola pernafasan eupnea, RR: 22 x/menit.
Palpasi : integritas kulit dada baik, nyeri tekan (-), edema
(-), vocal fremitus (+/+).
Perkusi : sonor disemua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler, RR :22 x/menit.

b. B2 (Blood)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV dan V.
Perkusi : redup, dengan batas jantung :
Dextra
Atas : ICS II di linea parasternalis
Bawah : ICS IV dilinea parasternalis
Sinistra
Atas : ICS II dilinea mid klavikula
Bawah : ICS IV dilenea mid klavikula
Auskultasi : S1-S2 reguler, HR : 130 x/menit, murmur (-)
gallop (-),TD : 210/150 mmHg
c. B3 (Brain)
Keluarga klien mengatakan klien mengeluh pusing sejak seminggu
yang lalu, pandangan mata terkadang kabur, dan keluarga klien
mengatakan klien terpeleset di kamar mandi dan tidak sadarkan
diri.
d. B4 (Bladder)
Inspeksi : tidak ada kelainan genital, tidak terpasang kateter
Palpasi : tidak ada penumpukan urine di hypogastric region
SMRS
Pola BAK
Frekuensi : ±5-7 x/hari
Warna : kuning jernih
Bau : khas urine
Keluhan :-

MRS
Pola BAK
Frekuensi : ±6-8 x/hari
Warna : kuning jernih
Bau : khas urine
Keluhan :-

e. B5 (Bowel)
Abdomen
Inspeksi : simestris, lesi (-), edema (-), hiperpigmentasi
kulit (+)
Auskultasi : peristaltik usus 18x/menit
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa (-),edema (-)
distensi abdomen (-)
Perkusi : pekak
SMRS
Pola BAB
Frekuensi : ±5-7x/hari
Warna : kuning kecoklatan
Bau : khas feses
Kosistensi : lunak - cair
Obat Pencahar : -
Keluhan :-
MRS
Pola BAB
Frekuensi : ±5-7x/hari
Warna : kuning kecoklatan, merah
Bau : khas feses
Kosistensi : cair
Obat Pencahar : -
Keluhan :-

f. B6 (Bone)
Ekstremitas Atas
Inspeksi : jumlah jari lengkap, tidak ada kelainan jari,
kondisi bersih, kelembapan normal, lesi (-), edema (-), ROM pasif,
hemiperase dextra (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), edema (-), denyutan a. brachialis
dan a. radialis teraba jelas, turgor kulit baik (< 2 detik), edema (-),
akral teraba hangat, CRT <2 detik
Perkusi : reflex bisep (+), reflex trisep (+)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : jumlah jari lengkap, tidak ada kelainan jari, lesi (-),
edema (-), kondisi bersih, kelembapan normal, ROM pasif,
hemiperase dextra (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor kulit baik <2 detik, CRT < 2
detik, edema (-), akral teraba hangat
Perkusi : reflex patella (+), tonus otot Dextra Sinistra
1111 5555
1111 5555
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap di RS B (20 Agustus 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rentang Normal
WBC 9.7 10^3/L 3,5 – 10,0
RBC 2.91 L 10^12/L 3,50 – 5,50
MCV 81,1 FL 75,0 – 100,0
RDW% 11,7 % 11,0 -16,0
HCT 33,5 L % 35,0 - 55,0
PLT 376 10^3/L 150 – 400
MPV 7,9 FL 8,0 – 11,0
MLD 1,5 10^9/L 0,1 -1,5
HGB 10,2 L g/dl 11,5 – 16,5
MCH 27,3 19 15,0 – 35,
MCHC 33,7 g/dl 31,0 – 38,0
PDW 8,8 FL 0,1 -99,0
LYM 3,8 % 15,0 – 50,0

b. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (21 Agustus 2019)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rentang Normal
WBC 11,1 H 10^3/L 3,5 – 10,0
RBC 3,31 L 10^12/L 3,50 – 5,50
MCV 83,1 FL 75,0 – 100,0
RDW% 13,7 % 11,0 -16,0
HCT 34,4 L % 35,0 - 55,0
PLT 389 10^3/L 150 – 400
MPV 8,2 FL 8,0 – 11,0
MLD 1,7 10^9/L 0,1 -1,5
HGB 10,5 L g/dl 11,5 – 16,5
MCH 27,6 19 15,0 – 35,0
MCHC 35,7 g/dl 31,0 – 38,0
PDW 8,6 FL 0,1 -99,0
LYM 39 % 15,0 – 50,0

c. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (22 Agustus 2019)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rentang Normal
WBC 10.8 H 10^3/L 3,5 – 10,0
RBC 3,14 L 10^12/L 3,50 – 5,50
MCV 90,1 FL 75,0 – 100,0
RDW% 15,7 % 11,0 -16,0
HCT 32,5 L % 35,0 - 55,0
PLT 384 10^3/L 150 – 400
MPV 9,6 FL 8,0 – 11,0
MLD 1,4 10^9/L 0,1 -1,5
HGB 11,3 L g/dl 11,5 – 16,5
MCH 29,3 19 15,0 – 35,0
MCHC 34,7 g/dl 31,0 – 38,0
PDW 8,9 FL 0,1 -99,0
LYM 36 % 15,0 – 50,0
d.
3.1.7 Terapi yang Diberikan
Hari/Tg Cara
No Nama Obat Dosis Manfaat
l Pemberian
1 Senin s/d Citicolin 2 x 250 IV Mencegah
Rabu, mg terjadinya
20-22 kerusakan di
Agustus otak
2019
Ranitidin 2 x 25 IV Menurukan
mg/ml kadar asam
yang diproduksi
lambung,
sehingga
mencegah mual
dan muntah.
Nimodipine 4 x 30 PO Obat untuk
mg mengurangi
perdarahan di
otak
(subarachnoid
hemorraghic -
SAH)
Nifedipin 3 x 10 PO Obat untuk
mg mengatasi
hipertensi dan
mencegah
angina.
Asering 500 cc/ 8 IV Berfungsi untuk
jam 14 rehidrasi pada
tpm keadaan syok
hipovolemik,
syok hemoragik
dan asidosis.
Meningkatkan
tonisitas
sehingga
mengurangi
edema serebral.
3.2 Analisa Data
No Data/Symptom Penyebab/Etiologi Masalah/Problem
1 Ds : Faktor resiko stroke (aterosklerosis, hipertensi, Ketidakefektifan
- Keluarga mengatakan terdapat merokok, dll) bersihan jalan napas
suara ngorok (snoring) sejak ±10
Trombus atau emboli serebral
menit SMRS
- Keluarga klien mengatakan klien Penurunan suplai darah dan O2 ke otak
hari ini muntah ±5 kali
Infark jaringan serebral
Do :
Terjadi infark di batang otak
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran : somnolen GCS 10, E :
Terjadi gangguan fungsi pada Nervus XII
2, V : 3, M : 5
- Kesulitan menelan Reflek mengunyah menurun
- TTV : TD : 210/150 mmHg, N :
Pangkal lidah jatuh ke belakang atau tersedak saat
130x/menit, RR : 22x/menit, T :
makan
36,5°C
Obstruksi pada jalan napas

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


2 Ds : Faktor resiko stroke (aterosklerosis, hipertensi, Ketidakefektifan
- Klien masuk dengan keluhan klien merokok, dll) perfusi jaringan
tidak sadarkan diri setelah serebral
Penimbunan lemak/kolesterol dalam darah
terpeleset dari kamar mandi
- Keluarga klien mengatakan klien Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi
mengeluh pusing sejak seminggu
Infiltrasi limfosit (trombus)
yang lalu, pandangan mata
Pembuluh darah menjadi kaku
terkadang kabur
Do : Pembuluh darah menjadi pecah
- Keadaan umum lemah
Stroke hemoragik
- Kesadaran : somnolen GCS 10, E :
2, V : 3, M : 5 Proses metabolisme dalam otak terganggu
- Reflex pupil isokor (+/+) diameter 2
Penurunan suplai darah dan O2 ke otak
mm
- Hemiparase dextra (+)
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
- Bicara pelo (+)
- Turgor kulit baik <2 detik
- CRT <2 detik
- Sianosis (-)
- TTV : TD : 210/150 mmHg, N :
130x/menit, RR : 22x/menit, T :
36,5°C
3 Ds : Faktor resiko stroke (aterosklerosis, hipertensi, Ketidakseimbangan
- Keluarga klien mengatakan klien merokok, dll) nutrisi kurang dari
mendapat diet susu cair kebutuhan tubuh
Trombus atau emboli serebral
- Keluarga klien mengatakan klien
mengalami kesulitan dalam Penurunan suplai darah dan O2 ke otak
menelan
- Keluarga klien mengatakan klien Hipoksia cerebri
mengeluh merasa mual (+) dan
Infark jaringan otak
muntah (+) ±1 minggu SMRS
- Klien mengatakan hari ini sudah Kelemahan pada nervus V, VII, IX, X
muntah ±5 kali
Penurunan kemampuan otot mengunyah dan
Do :
menelan
- SMRS
BB : 66kg, TB : 165cm, IMT Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
SMRS: 24,24 (Normal). kebutuhan tubuh
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT
MRS : 17,6 (kurang).
- Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
3.3 Diagnosa Keperawatan
Tanggal Masalah
No Diagnosa Keperawatan Paraf
Ditemukan Teratasi
1 Ketidakefektifan bersihan 20 Agustus 2019 -
jalan napas b.d obstruksi
jalan napas : pangkal lidah
jatuh ke belakang, ditandai
dengan:
Ds :
- Keluarga mengatakan
terdapat suara ngorok
(snoring) sejak ±10
menit SMRS
- Keluarga klien
mengatakan klien hari
ini muntah ±5 kali
Do :
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran : somnolen
GCS 10, E : 2, V : 3, M :
5
- Kesulitan menelan
- TTV : TD : 210/150
mmHg, N : 130x/menit,
RR : 22x/menit, T :
36,5°C
2 Ketidakefektifan perfusi 20 Agustus 2019 -
jaringan serebral b.d
perdarahan intraserebral,
ditandai dengan :
Ds :
- Klien masuk dengan
keluhan klien tidak
sadarkan diri setelah
terpeleset dari kamar
mandi
- Keluarga klien
mengatakan klien
mengeluh pusing sejak
seminggu yang lalu,
pandangan mata
terkadang kabur
Do :
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran : somnolen
GCS 10, E : 2, V : 3, M :
5
- Reflex pupil isokor (+/+)
diameter 2 mm
- Hemiparase dextra (+)
- Bicara pelo (+)
- Turgor kulit baik <2
detik
- CRT <2 detik
- Sianosis (-)
- TTV : TD : 210/150
mmHg, N : 130x/menit,
RR : 22x/menit, T :
36,5°C
3 Ketidakseimbangan nutrisi 20 Agustus 2019 -
kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakmampuan
menelan makanan, ditandai
dengan :
Ds :
- Keluarga klien
mengatakan klien
mendapat diet susu cair
- Keluarga klien
mengatakan klien
mengalami kesulitan
dalam menelan
- Keluarga klien
mengatakan klien
mengeluh merasa mual
(+) dan muntah (+) ±1
minggu SMRS
- Klien mengatakan hari
ini sudah muntah ±5 kali
Do :
- SMRS
BB : 66kg, TB : 165cm,
IMT SMRS: 24,24
(Normal).
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm,
IMT MRS : 17,6
(kurang).
- Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
3.4 Rencana Keperawatan
NOC NIC
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Airway Management Airway Management
napas b.d obstruksi jalan napas : keperawatan 3x24 jam, 1. Buka jalan napas, 1. Membuka jalan
pangkal lidah jatuh ke belakang, diharapkan jalan napas gunakan teknik chin napas bertujuan
ditandai dengan:
kembali efektif, dengan lift untuk memastikan
Ds :
kriteria hasil : ada tidaknya
- Keluarga mengatakan terdapat 1. Tidak ada snoring
obstruksi pada jalan
2. Tidak ada obstruksi jalan
suara ngorok (snoring) sejak
napas. Teknik chin
napas
±10 menit SMRS
lift dilakukan dengan
- Keluarga klien mengatakan
2. Monitor respirasi dan
mengangkkat dagu
klien hari ini muntah ±5 kali
status O2
ke atas
Do :
2. Pemantauan terhadap
- Keadaan umum lemah
status O2 bertujuan
- Kesadaran : somnolen GCS 10,
untuk mengetahui
E : 2, V : 3, M : 5 3. Posisikan pasien untuk
- Kesulitan menelan keadekuatan fungsi
memaksimalkan
- TTV : TD : 210/150 mmHg, N :
pernapasan pasien
ventilasi
130x/menit, RR : 22x/menit, T : 3. Posisi semifowler
36,5°C atau fowler
diperlukan untuk
4. Identifikasi pasien memaksimalkan
perlunya pemasangan ekspansi dinding
alat jalan napas buatan dada
4. Identifikasi
diperlukan untuk
mengetahui secara
5. Auskultasi suara
dini perlu atau
napas, catat adanya
tidaknya dilakukan
suara napas tambahan
pemasangan alat
pada jalan napas
5. Adanya suara napas
tambahan
menandakan ada
obstruksi pada jalan
napas
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Tissue Prefusion : Tissue Prefusion :
serebral b.d perdarahan keperawatan 3x24 jam, Cerebral Cerebral
intraserebral, ditandai dengan : diharapkan perfusi jaringan 1. Monitor TTV 1. Perubahan TTV
Ds :
serebral kembali efektif, menggambarkan
- Klien masuk dengan keluhan
dengan kriteria hasil : keadaan umum
klien tidak sadarkan diri setelah 1. TTV normal
pasien
2. GCS composmentis 2. Monitor tonus otot dan
terpeleset dari kamar mandi 2. Tonus otot dikaji
3. Komunikasi jelas
- Keluarga klien mengatakan pergerakan
4. Hemiperase (-) untuk mengetahui
klien mengeluh pusing sejak tingkat hemiperase
seminggu yang lalu, pandangan pada ekstremitas
mata terkadang kabur pasien
3. Catat perubahan
3. Perubahan respon
Do :
pasien dalam
pasien terhadap
- Keadaan umum lemah
merespon stimulus
- Kesadaran : somnolen GCS 10, stimulus
E : 2, V : 3, M : 5 menandakann adanya
- Reflex pupil isokor (+/+)
gangguan dalam
diameter 2 mm
4. Tinggikan kepala 0- persepsi sensori
- Hemiparase dextra (+)
45˚ tergantung pada 4. Kepala yang
- Bicara pelo (+)
- Turgor kulit baik <2 detik ditinggikan sampai
kondisi pasien
- CRT <2 detik
45˚ bertujuan untuk
- Sianosis (-)
- TTV : TD : 210/150 mmHg, N : mencegah terjadinya
130x/menit, RR : 22x/menit, T : peningkatan TIK dan
36,5°C memperlancar aliran
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam O2 ke jaringan otak
5. Pemberian terapi
pemberian terapi
yang tepat
mempercepat
kesembuhan klien
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management Nutrition Management
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan 3x24 jam, 1. Kaji adanya alergi 1. Mengetahui jenis
ketidakmampuan menelan diharapkan nutrisi tubuh makanan makanan yang cocok
makanan, ditandai dengan : kembali seimbang, dengan untuk pasien
2. Monitor jumlah nutrisi
Ds : 2. Agar kebutuhan klien
kriteria hasil :
dan kandungan kalori
- Keluarga klien mengatakan 1. Adanya peningkatan sesuai dengan yang
klien mendapat diet susu cair berat badan sesuai diperlukan
- Keluarga klien mengatakan 3. Berikan informasi 3. Agar klien
dengan tinggi badan
klien mengalami kesulitan 2. Tidak ada tanda tanda tentang kebutuhan mengetahui
dalam menelan malnutrisi nutrisi kandungan makanan
- Keluarga klien mengatakan 3. Menunjukkan
yang diperlukan
klien mengeluh merasa mual (+) Peningkatan fungsi 4. Memberikan diet
4. Kolaborasi dengan
dan muntah (+) ±1 minggu pengecapan dan menelan yang tepat
ahli gizi untuk
4. Tidak terjadi penurunan
SMRS
menentukan jumlah
- Klien mengatakan hari ini sudah berat badan yang berarti
kalori dan nutrisi yang
muntah ±5 kali Nutrion Monitoring
dibutuhkan pasien
Do : 1. Agar BB pasien
Nutrion Monitoring
- SMRS terpantau dan selalu
BB : 66kg, TB : 165cm, IMT 1. Monitor BB pasien
dalam rentang
SMRS: 24,24 (Normal).
- MRS normal
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT 2. Agar mengetahui
MRS : 17,6 (kurang). 2. Monitor mual dan penyebab penurunan
- Klien tampak lemah BB
muntah
- Membran mukosa pucat
3.5 Implementasi dan Evaluasi
Hari/Tanggal/
No Implementasi dan Respon Paraf Evaluasi Paraf
Jam
1 Senin, 1. Membuka jalan napas, gunakan teknik Senin, 20 Agustus 2019 pukul 22.15 WIB
20 Agustus S: - Klien mengatakan tidak ada sesak
chin lift
Napas
2019 R/ Ds : -
20.10 Do : - Buka jalan napas dengan teknik - Klien mengatakan bersedia posisi
chin lift (+) Semifowler
- Snoring (-)
- Obstruksi jalan napas (-)
O: - Buka jalan napas dengan teknik
20.15 2. Memonitor respirasi dan status O2 chin lift (+)
R/ Ds : - Klien mengatakan tidak ada sesak - Snoring (-)
napas - Obstruksi jalan napas (-)
Do : - RR : 22x/menit - RR : 21x/menit
- Sianosis (-) - Sianosis (-)
- CRT <2 detik - CRT <2 detik
- SpO2 96% - SpO2 96%
- Ronkhi (-) - Ronkhi (-)
- Wheezing (-) - Wheezing (-)
- Semifowler (+)
22.10
A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3. Memposisikan pasien untuk
teratasi sebagian
memaksimalkan ventilasi
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi P : Intervensi dilanjutkan
semifowler
1. Monitor respirasi dan status O2
Do : - Semifowler (+)
20.20 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan 3. Auskultasi suara napas, catat adanya
alat jalan napas buatan suara napas tambahan
R/ Ds : -
20.30
Do : - Tidak ada obstruksi jalan napas

5. Mengauskultasi suara napas, catat adanya


suara napas tambahan
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia
diperiksa
Do : - Ronkhi (-)
- Wheezing (-)
2 Senin, 1. Memonitor TTV Senin, 20 Agustus 2019 pukul 22.30 WIB
20 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia
S : - Klien mengatakan mengalami
diperiksa
2019 kelemahan pada anggota gerak
Do : - TTV
20.45 sebelah kanan
- TD : 210/150 mmHg
- Klien mengatakan kadang merasa
- N : 130x/menit
- RR : 22x/menit pusing
- T : 36,5°C - Klien mengatakan bersedia posisi
semifowler
2. Memonitor tonus otot dan pergerakan
20.50
R/ Ds : - Klien mengatakan mengalami
kelemahan pada anggota gerak O : - Hemiperase dextra (+)
sebelah kanan
- Tonus otot
Do : - Hemiperase dextra (+)
Dextra Sinistra
- Tonus otot
1111 5555
Dextra Sinistra
1111 5555
1111 5555
- Klien mengerti terhadap informasi
1111 5555 yang disampaikan
20.55 - Respon klien sesuai
- Semifowler (+)
3. Mencatat perubahan pasien dalam - TTV
merespon stimulus TD : 200/150 mmHg
R/ Ds : - Klien mengatakan kadang merasa N : 126x/menit
pusing RR : 21x/menit
Do : - Klien mengerti terhadap informasi T : 36,5°C
yang disampaikan
21.00
- Respon klien sesuai A : Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral belum teratasi
4. Meninggikan kepala 0-45˚ tergantung pada
P : Intervensi dilanjutkan
kondisi pasien
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi 1. Monitor TTV
22.00 semifowler 2. Monitor tonus otot dan pergerakan
Do : - Semifowler (+) 3. Tinggikan kepala 0-45˚ tergantung
pada kondisi pasien
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi
dalam pemberian terapi
- IVFD Asering 500cc/8 jam 14
R/ Ds : -
Do : - IVFD Asering 500cc/8 jam 14 tpm
tpm - Inj. Citicolin 2 x 250 mg
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg - Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml - Po. Nimodipine 4 x 30 mg
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg - Po. Nifedipin 3 x 10 mg
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
3 Senin, 20 1. Mengkaji adanya alergi makanan Senin, 20 Agustus 2019 pukul 22.45 WIB
R/ Ds : - Klien mengatakan tidak ada alergi S: - Klien mengatakan tidak ada alergi
Agustus 2019
makanan makanan
20.25
Do : -
- Klien mengatakan BBnya menurun
2. Memonitor BB pasien semenjak sakit
21.00
R/ Ds : - Klien mengatakan BBnya - Klien mengatakan hari ini muntah ±5
menurun semenjak sakit
kali
Do : - SMRS - Klien mengatakan sulit menelan
- Keluarga klien mengatakan mengerti
BB : 66kg, TB : 165cm IMT
tentang kebutuhan nutrisi klien
SMRS: 24,24 (Normal).
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT O : - Klien mendapat diet susu cair
MRS : 17,6 (kurang). - Klien tampak lemah
21.05
- Membran mukosa pucat
3. Memonitor mual dan muntah - MRS
R/ Ds : - Klien mengatakan hari ini muntah BB : 48kg, TB : 167cm, IMT MRS :
±5 kali
17,6 (kurang).
Do : - Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
21.10
A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
4. Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kebutuhan tubuh belum teratasi
kalori
P : Intervensi dilanjutkan
R/ Ds : - Klien mengatakan sulit menelan
21.15 Do : - Klien makan susu cair 1. Monitor BB pasien
2. Monitor mual dan muntah
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
5. Memberikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi menentukan jumlah kalori dan
R/ Ds : - Keluarga klien mengatakan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
mengerti tentang kebutuhan
20.00 nutrisi klien
Do : -

6. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
R/ Ds : -
Do : - Klien mendapat diet susu cair

Hari/Tanggal/
No Implementasi dan Respon Paraf Evaluasi Paraf
Jam
1 Selasa, 1. Memonitor respirasi dan status O2 Selasa, 21 Agustus 2019 pukul 22.15 WIB
21 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan tidak ada sesak S: - Klien mengatakan tidak ada sesak
napas Napas
2019
Do : - RR : 22x/menit
20.10 - Klien mengatakan bersedia posisi
- Sianosis (-)
Semifowler
- CRT <2 detik
- SpO2 97%
- Ronkhi (-) O: - Snoring (-)
- Wheezing (-)
- Obstruksi jalan napas (-)
- RR : 21x/menit
20.15 - Sianosis (-)
2. Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi - CRT <2 detik
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi - SpO2 97%
semifowler - Ronkhi (-)
Do : - Semifowler (+) - Wheezing (-)
- Semifowler (+)
22.10 3. Mengauskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia teratasi sebagian
diperiksa
Do : - Ronkhi (-) P : Intervensi dilanjutkan
- Wheezing (-)
1. Monitor respirasi dan status O2
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Auskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan
2 Selasa, 1. Memonitor TTV Selasa, 21 Agustus 2019 pukul 22.30 WIB
21 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia S : - Klien mengatakan mengalami
diperiksa
2019 kelemahan pada anggota gerak
Do : - TTV
20.45 sebelah kanan
- TD : 190/140 mmHg
- Klien mengatakan bersedia posisi
- N : 119x/menit
- RR : 20x/menit semifowler
- T : 36,6°C
O : - Hemiperase dextra (+)
2. Memonitor tonus otot dan pergerakan
20.50
R/ Ds : - Klien mengatakan mengalami - Tonus otot
kelemahan pada anggota gerak Dextra Sinistra
sebelah kanan 1111 5555
Do : - Hemiperase dextra (+)
- Tonus otot 1111 5555
Dextra Sinistra - Klien mengerti terhadap informasi
1111 5555
yang disampaikan
- Respon klien sesuai
1111 5555
- Semifowler (+)
- TTV
20.55
3. Meninggikan kepala 0-45˚ tergantung pada TD : 190/130 mmHg
N : 120x/menit
kondisi pasien
RR : 23x/menit
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi
T : 36,6°C
semifowler
Do : - Semifowler (+)
21.00 A : Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral belum teratasi
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter
P : Intervensi dilanjutkan
dalam pemberian terapi
1. Monitor TTV
R/ Ds : -
2. Monitor tonus otot dan pergerakan
Do : - IVFD Asering 500cc/8 jam 14
3. Tinggikan kepala 0-45˚ tergantung
tpm
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg pada kondisi pasien
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml 4. Kolaborasi dengan dokter dalam
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg
pemberian terapi
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
- IVFD Asering 500cc/8 jam 14
tpm
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
3 Selasa, 21 1. Memonitor BB pasien Selasa, 21 Agustus 2019 pukul 22.45 WIB
R/ Ds : - Klien mengatakan BBnya S: - Klien mengatakan BBnya menurun
Agustus 2019
menurun semenjak sakit semenjak sakit
20.25
Do : - SMRS - Klien mengatakan hari ini muntah ±3
BB : 66kg, TB : 165cm IMT kali
21.00
- Keluarga klien mengatakan klien
SMRS: 24,24 (Normal).
mendapat diet susu cair RS
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT
O : - Klien tampak lemah
MRS : 17,6 (kurang).
21.05
- Klien mendapat diet susu cair
2. Memonitor mual dan muntah - MRS
R/ Ds : - Klien mengatakan hari ini muntah BB : 48kg, TB : 167cm, IMT MRS :
±3 kali
17,6 (kurang).
Do : - Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
- Membran mukosa pucat
21.10
A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
3. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi kebutuhan tubuh belum teratasi
untuk menentukan jumlah kalori dan
P : Intervensi dilanjutkan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
1. Monitor BB pasien
R/ Ds : - Keluarga klien mengatakan klien
2. Monitor mual dan muntah
mendapat diet susu cair RS
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Do : - Klien mendapat diet susu cair
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Hari/Tanggal/
No Implementasi dan Respon Paraf Evaluasi Paraf
Jam
1 Rabu, 1. Memonitor respirasi dan status O2 Rabu, 22 Agustus 2019 pukul 22.15 WIB
22 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan tidak ada sesak S: - Klien mengatakan tidak ada sesak
napas Napas
2019
Do : - RR : 19x/menit
20.10 - Klien mengatakan bersedia posisi
- Sianosis (-)
Semifowler
- CRT <2 detik
- SpO2 95%
- Ronkhi (-) O: - Snoring (-)
- Wheezing (-)
- Obstruksi jalan napas (-)
- RR : 19x/menit
20.15 - Sianosis (-)
2. Memposisikan pasien untuk
- CRT <2 detik
memaksimalkan ventilasi - SpO2 95%
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi - Ronkhi (-)
semifowler - Wheezing (-)
Do : - Semifowler (+) - Semifowler (+)
22.10
3. Mengauskultasi suara napas, catat adanya
A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
suara napas tambahan teratasi sebagian
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia
diperiksa P : Intervensi dilanjutkan
Do : - Ronkhi (-)
1. Monitor respirasi dan status O2
- Wheezing (-)
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Auskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan
2 Rabu, 1. Memonitor TTV Rabu, 22 Agustus 2019 pukul 22.30 WIB
22 Agustus R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia S : - Klien mengatakan mengalami
diperiksa
2019 kelemahan pada anggota gerak
Do : - TTV
20.45 sebelah kanan
- TD : 200/140 mmHg
- Klien mengatakan bersedia posisi
- N : 120x/menit
- RR : 19x/menit semifowler
- T : 36,6°C
O : - Hemiperase dextra (+)
2. Memonitor tonus otot dan pergerakan
20.50
R/ Ds : - Klien mengatakan mengalami - Tonus otot
kelemahan pada anggota gerak Dextra Sinistra
sebelah kanan 1111 5555
Do : - Hemiperase dextra (+)
- Tonus otot 1111 5555
Dextra Sinistra - Klien mengerti terhadap informasi
1111 5555
yang disampaikan
- Respon klien sesuai
1111 5555
- Semifowler (+)
20.55 - TTV
3. Meninggikan kepala 0-45˚ tergantung pada TD : 190/150 mmHg
N : 125x/menit
kondisi pasien
RR : 20x/menit
R/ Ds : - Klien mengatakan bersedia posisi
T : 36,8°C
semifowler
21.00 Do : - Semifowler (+)
A : Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral belum teratasi
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter
P : Intervensi dilanjutkan
dalam pemberian terapi 1. Monitor TTV
R/ Ds : - 2. Monitor tonus otot dan pergerakan
Do : - IVFD Asering 500cc/8 jam 14 3. Tinggikan kepala 0-45˚ tergantung
tpm
pada kondisi pasien
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg pemberian terapi
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg - IVFD Asering 500cc/8 jam 14
tpm
- Inj. Citicolin 2 x 250 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg/ml
- Po. Nimodipine 4 x 30 mg
- Po. Nifedipin 3 x 10 mg
3 Rabu, 22 1. Memonitor BB pasien Rabu, 22 Agustus 2019 pukul 22.45 WIB
R/ Ds : - Klien mengatakan BBnya S: - Klien mengatakan BBnya menurun
Agustus 2019
menurun semenjak sakit semenjak sakit
20.25
Do : - SMRS - Klien mengatakan hari ini tidak ada
BB : 66kg, TB : 165cm IMT muntah
21.00
- Keluarga klien mengatakan klien
SMRS: 24,24 (Normal).
mendapat diet susu cair RS
- MRS
BB : 48kg, TB : 167cm, IMT
O : - Klien tampak lemah
MRS : 17,6 (kurang).
21.05
- Klien mendapat diet susu cair
2. Memonitor mual dan muntah - MRS
R/ Ds : - Klien mengatakan hari ini tidak BB : 48kg, TB : 167cm, IMT MRS :
ada muntah
17,6 (kurang).
Do : - Klien tampak lemah
- Membran mukosa pucat
- Membran mukosa pucat
21.10
3. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh belum teratasi
untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien P : Intervensi dilanjutkan
R/ Ds : - Keluarga klien mengatakan klien
1. Monitor BB pasien
mendapat diet susu cair RS
2. Monitor mual dan muntah
Do : - Klien mendapat diet susu cair
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat
berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis,
emboli), dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2014).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
tahun 2013 di Indonesia stroke menjadi urutan yang paling utama, dengan
menunjukkan bahwa prevalansi stroke di Indonesia sebesar 6% atau per 8,3%
penduduk dan yang telah di diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah per 1000.
Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang
menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola
makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi
lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi
kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan
menimbulkan kegemukan.
Kecacatan pasca stroke pada umumnya dinilai dengan kemampuan
pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali sebelum sakit dan kemampuan
pasien untuk mandiri. Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang
menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan
sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor,
sedangkan kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan
kelemahan atau kelumpuhan tubuh bagian kanan.Penderita ini biasanya
mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal.

4.2 Saran
Setelah mengetahui pengertian tentang stroke ini, penulis akan
memberikan usulan dan masukan positif khususnya di bidang kesehatan
antara lain :
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertahankan kerja sama baik antara tim kesehatan
dalam memberikan informasi tentang kejadian angka stroke di Indonesia
dan dampak yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.

b. Bagi Tenaga Kesehatan Khusunya Perawat


Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan pelayanan dan informasi tentang asuhan keperawatan
penyakit stroke.

c. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas
dan profesional agar tercipta perawat yang profesional, terampil, inovatif,
aktif, dan bermutu yang mampu memberikan tindakan yang tepat secara
menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan dan dapat
mengaplikasikannya saat terjun ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

AHA. 2015. American Heart Association : Heart and Stroke Statistics.


http://www.heart.org/HEARTORG/General/Heart-and-Stroke Association-
Statistics_UCM_319064_SubHomePage.jsp. Diakses tanggal 26
September 2019.
Berman, 2013. Karakteristik Penderita Stroke Haemoragik yang Dirawat Inap di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012. Skripsi, Universitas Sumatera
Utara.
Dianata, Agreayu C., 2013. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan.
Skripsi, Universitas Andalas.
Ghani, L., Mihardja, LK.,& Delima. 2016. Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Bulletin Penelitian Kesehatan.
Gressela, 2014. Perbandingan Waktu Onset Stroke Iskemik Dengan Hemoragik
Dan Angka Kejadiannya di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014.
Sripsi, Universitas Sumatera Utara.
Handayani F, 2012. Angka Kejadian Serangan Stroke pada Wanita Lebih Rendah
Daripada Laki-Laki. Skripsi, Universitas Diponegoro.
Jusman, M., 2011. Faktor Risiko Kejadian Stroke di RSUD Undata Palu Tahun
2011. Skripsi, Universitas Tadulaku.
Kementerian kesehatan RI. 2014. Pusat Data Dan Informasi.Jakarta Selatan.
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-ptm.pdf.
National Conference of State Legislatures, 2015. Heart Disease And Stroke - An
Overview Of Our Nation's Leading Killers. http://www.ncsl.org/research/
health/heart-disease-and-stroke-an overview.aspx. Diakses tanggal 26
September 2019.
Riskesdes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar.Jakarta : Badan penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Senaen, C., 2014. Profil Penderita Stroke Dengan Hipertensi di Bagian Rawat
Inap Neurologi Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2013 -
Juni 2014. Skripsi, Universitas Sam Ratulangi Manado.
WHO. 2015. Disability, noncommunicable disease and health information
http://www.who.int/bulletin/volumes/94/3/15-156869/en/. Diakses tanggal
26 September 2019.
FORMAT PENILAIAN KEGIATAN SEMINAR MAHASISWA
PRODI D-IV KEPERAWATAN PONTIANAK
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

Mata Kuliah : Keperawatan Kegawatdaruratan 2


Kode MK :
Topik : Asuhan Kegawatdaruratan Stroke
Kelompok :5
Mahasiswa :
1. Andina Puspa Kartika Sari
2. Eva Solina Putri
3. Husna Kurnianta
4. Mardiana Fitri
5. Maya Masita Ratri
6. Nanda Mulya Harti
7. Rima Ocktavia
8. Uci Dani

Kriteria Nilai
No 79-100 68-78 56-67 41-55 Ket
Penilaian A B C D
I Persiapan
makalah :
1. Kebenaran Isi
2. Ketajaman
pembahasan
3. Sistematika
penulisan
4. Kelengkapan
Kepustakaan
II Presentasi
seminar :
1. Penguasaan
dan kejelasan
materi
2. Strategi
seminar
3. Diskusi aktif
4. Kerja
kelompok
5. Penggunaan
AVA (Alat
Peraga Visual)
/ Power point
6. Kesimpulan
hasil diskusi

Penilaian : 79-100 : A
68-78 : B
56-67 : C
41-55 : D
Nilai : jumlah nilai yang diperoleh

10

Pontianak, ...............................

Penilai

Anda mungkin juga menyukai