Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PSIKOLOGI ANAK HIPERAKTIF

Dosen Pengampuh:

Siti Rahmi S, sos I., M,pd

Disusun oleh:

Agnesia Tandirau (1940606006)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU ENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa. Atas berkat,
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Psikologi Anak Hiperaktif”.

Dalam makalah ini berisi tentang berapa informasi tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan a nak hiperaktif.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini.


Oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima
dengan baik.
Semoga makalah "Psikologi Anak Hiperaktif " ini bermanfaat bagi kita semua.

Tarakan, 21 Oktober
2019
Penulis,

Agnesia Tandirau
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….i

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………ii

A. LATAR BELAKANG………………………………………………….ii
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………….
C. TUJUAN………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….

A. Mengenal Anak Hiperaktif…………………………………………….


B. Mengelola Anak Hiperaktif……………………………………………
C. Perkembangan Kognitif Anak Hiperaktif……………………………..
D. Perkembangan Emosional Anak Hiperaktif…………………………..
E. Upaya Penyembuhan Anak Hiperaktif……………………………….
F. Melatih Kreatifitas Anak Hiperaktif…………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memiliki anak atau siswa hiperaktif merupakan hal yang luar
biasa. Ada beberapa hal yang perlu di ketahui mengenai anak hiperaktif.
Hal ini bertujuan agar kita tidak salah dalam diagnose maupun
penanganannya.
Sebelum seorang anak di katakan hiperaktif, harus di evaluasi dulu
untuk menyaring masalah-masalah lain. Pernah hiperaktivitas di sebut
kerusakan otak minima, sampai sejumlah anak menunjukkan tidak pernah
di deteksi adanya disfungsi neurologis, dan sebagainya.
Makalah ini berisi tentang beberapa informasi tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan anak hiperaktif, antara lain tentang ciri, kebiasaan,
dan beberapa cara penanganannya.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran
dan masukan dari pembaca sangat kami butuhkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu anak hiperaktif
2. Bagaimana mengelola anak hiperaktif
3. Bagaimana perkembangan kognitif anak hiperaktif
4. Bagaimana perkembangan emosional anak hiperaktif
5. Bagaimana upaya penanganan anak hiperaktif
6. Bagaimana melatih kreatifitas anak
C. Tujuan
1. Apa itu anak hiperaktif
2. Bagaimana mengelola anak hiperaktif
3. Bagaimana perkembangan kognitif anak hiperaktif
4. Bagaimana perkembangan emosional anak hiperaktif
5. Bagaimana upaya penanganan anak hiperaktif
7. Bagaimana melatih kreatifitas anak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengenal Anak Hiperaktif


Menurut Sani Budiantini Hermawan, “ Di tinjau secara psikologis,
hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, di sebabkan
disfungsi neurologist dengan gejala utama tidak mampu memusatkan
perhatian. Hiperaktif merupakan turunan dari Attention Deficit Hiperactive
Disoder (ADHD).
Secara umum, anak hiperaktif bisa di lihat dai ciri-ciri yang
tampak dari kebiasaan anak sehari-hari. Ciri-ciri tersebut antara lain:
 Tidak fokus atau mudah sekali di alihkan perhatiannya
 Memiliki sikap penentang atau sulit di nasehati
 Perilakunya bersifat destruktif atau merusak
 Tak kenal lelah
 Aktivitas yan di lakukannya tanpa tujuan yang jelas
 Tidak sabaran dan sering usul terhadap sesuatu
 Intelektualitas di bawah intelektualitas rata-rata anak normal.

1. Faktor gejala hiperaktif


Gangguan hiperaktif sesungguhnya telah di kenal sejak sekitar
tahun 1990. Para ahli menyebutkan bahwa anak di nyatakan memiliki
gangguan hiperaktif jika memiliki gejalah utama yang nampak dalam
perilaku seorang anak yaitu:
a. Inatensi
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapay di lihat
dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian
secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu
mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga
mudah sekali beralih perhatian dari suatu hal ke hal yang lain.
b. Hiperaktif
Hiperaktif di tandai dengan perilaku yang tidak bisa diam dan
duduk dengan tenang. Sering melakukan gerakan-gerakan yang
agak membahayakan, seperti berlari-lari, berjalan kesana
kemari bahkan manjat-manjat. Di samping itu ia cenderung
banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
c. Implusif
Implusif merupakan gejala kesulitan anak untuk menunda
respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan atau
melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Borongan tersebt
mendesak untuk ai ekspresikan dengan segera dan tanpa
pertimbangan. Contoh nyata dari gejala ini adalah perilaku
yang tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang
untuk menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela
pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan
selesai di ajukan. Sisi lain dari implusivitas adalah anak
berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang
membahayakan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, dapat di berikan diagnosis
hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah
menetap minimal 6 bulan dan tejadi sebelum anak usia 7 tahun.
Gejala- gejala tersebut setidaknya dalam dua situasi, misalnya di
rumah dan di sekolah. Problem-problem yang biasa di alami oleh anak
hiperaktif antara lain:
1) Problem di rumah
Di bandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif
biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Hal ini berkaitan
dengan rendahnya toleransi terhadap toleransi sehingga bila
mengalami kekecewaan, ia gampang emosional. Selain itu anak
hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila
keinginannya tidak segera di penuhi. Hambatan-hambatan
tersebut membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Anak di pandangang nakal dan
tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun
teman-temannya. Karena sering di buat jengkel, orang tua
sering memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua
kemudian banyak mengontrol anak dengan penuh pengawasan,
banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anak
pun menolak dan berontak. Akibatnya, terjadi ketegangan
antara orang tua dan anak.
2) Problem di sekolah
Biasanya anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang
disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi mudah
terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi yang di
ajarkan secara keseluruhan. Rentang perhatian yang pendek
membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas
sekolah. Banyak di jumpai bahwa anak hiperaktif banyak
mengalami kesulitan memahami pelajaran dan instruksi
gurunya.
3) Problem berbicara
Anak hiberaktif biasanya suka berbicara, namun
sesungguhnya kurangi efisien dalam berkomunikasi. Gangguan
perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang
timbal balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri
sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat.
4) Problem fisik
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat
kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa
gangguan, seperti asma, alergi daninfeksi tenggorokan sering di
jumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak
lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering bangun
pada waktu malam hari. Selain itu tingginya tingkat aktivitas
fisik anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan,
seperti terjatuh, terkilir dan sebagainya.
2. Faktor penyebab hiperaktif
a. Faktor neorologik
Faktor etiologi dalam bidang neorologi yang sampai
kini banyak di anut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu
neurotransmitter di otak yang bernama dopamine. Domanin
merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses
konsentrasi
b. Faktor toksik
Zat racun yang berbahaya seperti salisilat dan bahan-
bahan pengawet memiliki potensi untuk membentuk perilaku
hiperaktif anak. Di samping itu kadar timah (lead) dalam serum
darah yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi
alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan
calon anak hiperaktif.
c. Faktor genetik
Dari penelitian di dapatkan korelasi yang tinggi dari
hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif.
Kurang lebih sekitar 35% dari orang tua dan saudara yang masa
kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga
terlihat pada anak kembar.
d. Faktor psikososial dan lingkungan
Pada anak hiperaktif sering di temukan bisa yang bisa
di lakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing
anak hiperaktif:
 Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang
gangguan hiperaktifitas.
 Membantu anak dalam bersosialisasi menggunakan
teknik-teknik pengolahan perilaku, seperti
menggunakan penguat positif, misalnya dengan
memberikan pujian bila anak makan dengan tertib, dan
selalu memonitor perilaku anak memberikan contoh
yang pernah di berikan orang tua sebelumnya.
B. Mengolah Anak Hiperaktif
Sebagai anak hiperaktif, kita perlu melakukan hal berikut, agar
anak kita bisa menjadi anak yang mandiri, sehat dan mampu
mengembangkan kemampuan atau bakat yang di milikinya.
1. Periksa
Kita harus mengkonsultasikan persoalan yang di derita anak
kepada ahli terapi psikologi anak, ini penting karena gangguan
hiperaktivitas bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak,
serta kemampuannya dalam menyerap pelajaran dan bersosialisasi.
Tujuannya untuk mendapatkan petunjuk dari orang yang tepat tentang
apa saja yang bisa kita lakukan di rumah. Selain itu juga berguna untuk
menghapus rasa bersalah dan memperbaiki sikap kita agar tidak terlalu
menuntut anak secara berlebihan.
2. Pahami
Untuk menengani anak hiperaktif, ada baiknya jika kita dan
anggota keluarga mengikuti kelompok pendukung ( support group)
dan keterampilan pengasuhan anak (parenting skill-training).
Tujuannya agar bisa lebih memahami sikap dan perilaku anak serta apa
yang di butuhkan anak baik secara psikologis, kongnitif (intelektual)
maupun fisiologis. Jika si anak merasa bahwa dirinya, orang tua dan
anggota keluarga yang lain bisa mengerti keinginannya, perasaannya,
frustasinya maka kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan anak
bisa tumbuh seperti layaknya anak-anak normal lainnya
3. Melatih kefokusan
Jangan menekan anak, menerima keadaan itu penting. Kita
perlakukan anak dengan hangat dan sabar tapi konsisten dan tegas
menerapkan norma dan tugas. Kita memberi arahan dengan nada yang
lembut tanpa harus membentak. Arahan ini sangat penting sekali.
4. Telaten
Kita harus telaten untuk duduk lebih lama, membimbing anak
untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara
menghubungkan titik-titik yang membentuk huruf atau angka. Latihan
ini bertujuan untuk memperbaiki cara menulis angka atau huruf yang
tidak benar. Selanjutnya memberi latihan menggambar bentuk
sederhana dan mewarnai. Latihan ini sangat berguna untuk melatih
motorik halusnya. Bisa pula mulai memberikan latihan berhitung
dengan berbagai variasi seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian. Kita mulai dengan pejumlahan atau pengurangan
dengan angka-angka di bawah 10.
5. Membangkitkan kepercayaan diri
Gunakan teknik-teknik pengelolahan perilaku seperti
menggunakan penguat positif, misalnya memberikan pujian bila anak
makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan benar.
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Dalam tahap
ini, usahakan emosi kita berada di titik stabil sehingga anak tahu
penguat positif itu tidak datang atas dasar kendali amarah. Kita harus
ingat bahwa anak hiperaktif rata-rata sangat sensitive.

C. Perkembangan Kongnitif Anak Hiperaktif


Istilah kongnitif seringkali di kenal dengan istilah intelek. Intelek
berasal dari Bahasa Inggris “intellect” menurut Chaplin (1981) di artikan
sebagai:
 Proses kongnitif, proses berfikir, daya menghubungkan,
kemampuan menilai dan kemampuan mempertimnangkan.
 Kemampuan mental atau intelegensi

Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek”


adalah akal budi atau intelegensi yang berarti kemampuan untuk
meletakkan hubungan-hubungan dari proses berfikir. Selanjutnya di
katakan bahwa orang yang intelligent (cerdas) adalah orang yang dapat
menyelesaikan persoalan dalam tempo yang lebih singkat, memahami
masalahnya lebih cepat dan cemat, serta mampu bertindak secara
cepat.
1. Tahap perkembangan kongnitif
a. Tahap sensori-motoris
Tahap ini di alami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini
anak berada dalam suatu pertumbuhan di tandai oleh
kecenderungan sensori-motoris yang amat jelas. Segala
perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan
aspek sensori-motoris tersebut. Menurut piaget , pada tahp ini
interaksi anak dengan lingkungannya termasuk orang tuanya,
terutama di lakukan melalui perasaan. Interaksi ini di arahkan
oleh oleh sensasi-sensasi dari lingkungannya. Dalam
melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga
dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya
untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan
berbagai gerakan dan secara perlahan-lahan belajar
mengkoordinasi tindakan-tindakannya.
b. Tahap praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun.yahap ini di
sebut juga tahap intuisisebab perkembangan kongnitifnya
memperlihatkan kecenderungan yang di tandai oleh suasana
intuisi (kata hati) dalam artian semua perbuatan rasionalnya
tidak di dukung oleh pemikiran tapi di dukung oleh unsur
perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang di peroleh
oleh orang –oarang yang bermakna dan lingkungan sekitar.
Pada tahap ini menurut Piaget, anak sangat egoisentris
sehingga sering kali mengalami masalah dalam berinteraksi
dengan lingkungannya termasuk orang tuanya. Dalam
beriteraksi dengan orang lain, anak lebih cenderung sulit dapat
memahami pandangan-pandangan orang lain dan lebih
mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi
dengan lingkungannya, ia masih sulit untuk membaca
kesempatan atau kemungkinan karena masih punya anggapan
bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap
situasi.
c. Tahap operasional konkrit
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada
tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkrit
dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Pada tahap ini
menurut Piaget, interaksi anak dengan lingkungannya termasuk
orang tuanya sudah semakin berkembang dengan baik karena
egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat
mengamati, menimbang, mengevaluasi dan menjelaskan
pikiran-pikiran orang lain dalam cara yang kurang egosentris
dan lebih objektif.
Pada tahap ini anak sudah mulai memahaminhubungan
fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu
permasalahan. Cara nerfikir anak yang bersifat konkrit
menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak
atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkrit. Disini
sering terjadi kesulitan antara orang tua dan guru, misalnya saja
orang tua ingin menolong anak mengerjakan PR, tetapi
memakai cara yang berbeda dengan yang di pakai guru di
sekolah, sehingga anak tidak mau atau tidak setuju karena
menggangap cara yang di lakukan oleh orang tuanya itu salah.
Ini bisa terjadi karena anak seringkali lebih percaya terhadap
apa yang di katakan oleh gurunya daripada orang tuanya.
Akibatnya kedua cara . baik yang di berikan oleh orang tua
maupun guru tidak dapat di mengerti oleh anak.
d. Tahap operasional formal
Tahap ini di alami oleh anak usia 11 tahun keatas. Pada
masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan
dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berfikir logis.
Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga
dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Pada tahap ini interaksinya dengan lingkungan sudah
amat luas menjangkau teman sebayanya bahkan berusaha
untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi seperti
ini menimbulkan masalah dalam interaksinya dengan orangtua.
Nsmun, sebenarnya secara diam-diam mereka juga masih
mengharapkan perlindungan dari orang tua karena belum
sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi
pada tahap ini semacam tarik menarik antara ingin bebas dan
ingin di lindungi.
2. Hubungan kongnitif dengan tingkah laku
Intelegensi menurut Piaget, merupakan pernyataan dari tingkah
laku adaptif yang terarah pada kontak dengan lingkungan dan
penyusunan pemikiran. Plaget memposisikan anak sebagai piha yang
aktif dalam interaksi adaptif antara organism atau terjadi hubungan
dengan seni berpikir secara teratur logis dan teliti (dialektif) antara
organism dan lingkungannya.
3. Karakteristik pengembangan kongnitif
Piaget membagi empat tahap perkembangan kongnitif, pada
setiap tahapan memilihi karakteristik tersendiri sebagai perwujudan
kemampuan intelek individu sesuai dengan tahap perkembangannya.
a. Karakteristik tahap sensori motaris
Adapun karakteristik tiap perkembangan intelek tersebut
adalah:
 Segala tindakannya bersifat naluriah
 Aktivitas pengalaman di dasarkan terutama pada
pengalaman indera
 Individu mampu melihat dan meresapkan pengalaman,
tetapi belum mampu untuk mengkategorikan pengalaman
itu
 Individu mulai belajar menangani objek-objek konkrit
melalui skema-skema sensori-motoriknya.
Sebagai upaya lebih memperjelas karakteristik tahap
sensori-motorik ini, maka Piaget merinci lagi tahap ini ke
dalam enam fase yaitu:

1) Fase pertama (0-1 bulan)memiliki karakteristik sebagai


berikut:
a) Individu mampu berinteraksi secara reflek
b) Individu mampu menggerakkan anggota badan
meskipun belum terkoordinasi dengan baik
c) Indibudu mampu mengasimilasi dan
mengakomodasikan berbagai pesan dari lingkungannya.
2) Fase kedua (1-4 bulan) indivudu mampu memperluas
skema yang di milikinya berdasarkan heriditas
3) Fase ketiga (4-8 bulan) individu mulai dapat memahami
hubungan antara perlakuannya terhadap benda dan akibat
yang terjadi pada benda itu.
4) Fase keempat (8-12 bulan)
a) Individu mulai memahami bahwa benda tetap ada
meskipun sementara waktu hilang dan muncul lagi di
lain waktu
b) Individu mampu untuk mencoba sesuatu
c) Individu mampu menentukan tujuan kegiatan tanpa
tergantung pada orang tua.
5) Fase kelima (12-18 bulan)
a) Individu mulai mampu untuk meniru
b) Individu mampu untuk melakukan berbagai percobaan
terhadap lingkungannya secara lebih lancar
6) Fase keenam (18-24 bulan)
a) Individu melai mampu untuk mengingat dan berfikir
b) Individu mampu untuk berfikir menggunakan simbol-
simbol bahasa sederhana
c) Individu mampu berfikir untuk memecahkan masalah
sederhana sesuai tingkat perkembangannya.
d) Individu mampu memahami diri sendiri sebagai
individu yang sedang berkembang.
b. Karakteristik tahap praoperasional
1) Individu telah mengkombinasikan damn
mentransformasikan berbagai informasi
2) Individu mampu mengemukakan alasan dalam menyatakan
ide-ide
3) Individu telah mengerti adanya hubungan sebab akibat
dalam suatu peristiwa konkrit, meskipun logika tentang
hubungan sebab akibat itu belum tentu tepat
4) Cara berfikir individu bersifat egosentris, seperti berfikir
imajinative, berbahasa egosentris, menampakkan dorongan
individu ingin tahu yang tinggi dan perkembangan bahasa
mulai pesat.
c. Karakteristik tahap operasional konkrit
1) Segala sesuatu di pahami sebagaimana yang tampak saja
atau kenyataan yang meraka alami.
2) Cara berfikir individu belum menangkap yang abstrak
meskipun cara berpikirnya sudah nampak sistematis dan
logis.
3) Dalam memahami konsep, individu sangat terikat kepada
proses yang di alami sendiri. Artinya individu akan mudah
memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat di
amati atau individu itu melakukan sesuatu yang berkaitan
dengan konsep tersebut.
d. Karakteristik tahap operaional formal
1) Dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan
abstraksi
2) Mulai mampu berfikir logis dengan objek-objek yang
abstrak
3) Mulai mampu membuat perkiraan (forecasting) di masa
depan
4) Mulai mampu membayangkan peranan yang di perankan
sebagai orang dewasa
5) Mulai mampu untuk menyadari diri, mempertahankan
kepentingan masyarakat di lingkungannya dan kepentingan
seseorang dalam masyarakat tersebut.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kongnitif
a. Faktor hereditas (pewarisan watak), semenjak dalam kandunga
anak telah memiliki sifat yang mempengaruhi daya kerja
kongnitifnya. Secara potensial anak telah membawa
kemungkinan apakah memiliki kemampuan berfikir normal, di
atas normal atau di bawah normal. Namun potensi ini tidak
akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila
lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang.
b. Faktor lingkungan, keluarga dan sekolah

D. Perkembangan Kongnitif Anak Hiperaktif


Seorang anak hiperaktif meskipu memiliki perbedaan dengan anak
normal, namun secara umum mereka memiliki perkembangan emosi yang
tidak jauh berbeda dengan anak sebayanya,
1. Definisi emosi
Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995) mendefinisikan
emosi merujuk kepada makna yang paling harfiah yang diambil dari
”Oxfort Eanglish Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap
kegiatan atau pengolakan pikiran, perasaan, nafsu setiap keadaan
mental yang hebat dan meluap-luap.
Sementara itu, Chaplin (1989) dalam “dictionary of psycology”
mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari
organism mencakup perubahan yang di sadari yang mendalam sifatnya
dari perubahan perilaku.
Dengan demikian emosi adalah suatu respon terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis di sertai perasaan
yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.
2. Bentuk-bentuk emosi
a. Amarah, meliputi beringas, mengamuk, benci, marah besar,
jengkel, kesal hati, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan,
dan kebencian patologis.
b. Kesedihan, meliputi sedih, pedih, muram, suram,
melankolis,kesepian, putus asa dan depresi
c. Rasa takut, meliputi rasa cemas, takut, gugup, khawatir, was-
was, waspada, tidak tenang, panik dan pobia
d. Kenikmatan, meliputi bahagia, gembira, senang, terhibur,
bangga, takjub, terpersona, girang dan mania
e. Cinta, meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan,
kebaikan hati, kasmaran dan kasih sayang
f. Terkejut, meliputi terkesiap, takjub dan terpana
g. Jengkel, meliputi hina, jijik, muak, benci, dan tidak suka
h. Malu, meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal,
hina, aib, dan hati hancur lebur.
3. Hubungan antara emosi dan tingkah laku
Melalui teori kecerdasan emosional yang di kembangkannya,
Daniel Goleman mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran
emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting
dalam pola berfikir maupun tingkah laku individu. Anak hiperaktif
sering memiliki pekembangan emosi yang agak berbeda dengan anak
yang tidak hperaktif. Ciri utama pikiran emosional yaitu:
a. Respon yang cepat tetapi ceroboh, bertindak tanpa
mempertimbangkan apapun yang akan di lakukannya
b. Mendahulukan perasaan baru pikiran
c. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, memandang
unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sendiri.
d. Masa lampau di posisikan sebagai masa sekarang
e. Realitas yang di tentukan oleh keadaan
Selain teori kecerdasan emosional yang dapat di gunakan untuk
menjelaskan hubungan atau pengaruh emosi terhadap tingkah laku, ada
sejumlah teori emosi yang lain juga menjelaskannya. Teori tersebut
yaitu:
a. Teori sentral, dikemukakan oleh Walter B. Canon. Menurut
teori ini, gejalah jasmanian termasuk tingkah laku merupakan
akibat dari emosi yang di alami oleh individu.
b. Teori peripheral, di kemukakan oleh James dan Lange.
Menurut teori ini dikatakan bahwa gejala-gejala kejasmanian
atau tingkah laku seseorang bukanlah merupakan akibat dari
emosi, melainkan emosi yang di alami oleh individu itu sebagai
akibat dari gejala-gejala kejasmanian.
c. Teori kepribadian, menurut teori ini emosi merupaka suatu
aktivitas pribadi yang tidak dapat di pisah-piashkan. Maka
emosi meliputi pula perubahan-perubahan jasmani.
d. Teori kedaruratan emosi, teori ini dikemukakan oleh Cannon.
Teori ini mengemukakan bahwa reaksi yang mendalam dari
kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah
cepatnya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatan pada
pencernaan, pengembangan atau pemuaian kantung-kantung di
dalam paru-paru dan proses lainnya yang mencirikn secara
khas keadaan emosional seseorang,kemudian menyiapkan
organisme untuk melarikan diri atau untuk berkalahi,sesuai
dengan penilaian terhadap situsi yang ada oleh kulit otak.

E. Upaya Penyembuhan Anak Hiperaktif


1. Operant conditioning, merupakan pengkondisian karakteristik perilaku
salah menyesuaikan diri atau non adiptif berhubungan dengan waktu
dan intensitasnya. Operant conditioning merupakan faktor penting
dalam perkembangan, dalam berbagai bentuk perilaku bermain dan
perilaku sosial anak di samping dapat meningkatkan harga diri dan
kemampuan mengontrol diri.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan Operant conditioning
Beberapa isu yang berkaitan dengan operant conditioning yaitu:
a. Penguatan secara alamiah
b. Waktu untuk melakukan penguatan dan hukuman
c. Jadwal penguatan salah satu skinner, bersifat temporerdan
dilakukan secara sistematik dapat melakukan perilaku yang
baik secara terus-menerus
d. Rangsangan primer melawan penguatan yang di kondisikan
e. Penguatan yang bersifat positif dan negatif
f. Pengkondisian

F. Melatih Kreativitas Anak Hiperaktif


1. Pengertian kreativitas
Kreativitas dapat di artikan sebagai kemampuam untuk
mencuptakan suatu produk baru atau kemampuan untuk memberikan
gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah. Kreativitas meliputi ciri-ciri kognitif (aptitude), seperti
kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality),
elaborasi (elaboration), dan pemaknaan kembali (non-aptitude),
seperti motivasi, sikap, rasa ingin tahu, senang mengajukan
pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.
2. Pengembangan kreativitas
Menurut Dwi Sunar (2007), setiap manusia di asumsikan
memiliki kemampuan kreatif meskipun dengan tingkat beragam.
Kreativitas seseorang berkembang di pengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal (diri sendiri) dan faktor internal (lingkungan).
Faktor yang bersumber dari dalam diri sendiri meliputi:
a. Kondisi kesehatan fisik (sering mengalami sakit-sakitan,
memiliki penyakit kronis atau mengalami gangguan otak dapat
menghambat perkembangan kreativitas)
b. Tingkat kecerdasan (IQ), IQ yang rendah (di bawah normal)
dapat menjadi faktor penghambat perkembangan kreativitas
c. Kondisi kesehatan mental, apabila sseseorang mengalami
stress,memiliki penyakit amnesia atau neurosis, maka dia akan
cenderung akan mengalami hambatan dalam perkembangan
kreativitasnya.
Sementara faktor dari lingkungan meliputi:
a. Orang tua atau guru dapat menerima anak apa adanya
b. Orang tua dan guru bersikap empati pada anak hiperaktif
c. Orang tua dan guru memberi kesempatan kepada anak untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pendapatnya
d. Orang tua dan guru memupuk sikap dan minat anak dengan
berbagai kegiatan yang positif
e. Orang tua dan guru menyediakan sarana dan prasarana
pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan
keterampilannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Yang di maksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada


seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak
menaruh perhatian terhadap impulsif (bertindak sesuai kehendak hatinya).
Hiperaktif juga mengacu kepada ketiadaannya pengendalian diri, contohnya
dalam mengambil keputusan atau kesimpulan tanpa memikirkan akibat-akibat
terkena hukuman atau mengalami kecelakaan. Ada tiga tanda utama anak yang
menderita ADHD, yaitu: Tidak ada perhatian; Hiperaktif, mempunyai terlalu
banyak energi; dan Impulsif, Bertindak tanpa dipikir atau berbicara tanpa
dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.

Mengelola anak hiperaktif memang butuh kesabaran yang luar biasa, juga
kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan si anak. Beberapa hl
berikut dapat dijadikan pedoman dalam menangani masalah anak hiperaktif

 Periksalah,Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan


sebagai hiperaktif.

 Pahamilah, ikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik
secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis.

 Latih kefokusannya, Jangan tekan dia, perlakukan anak dengan hangat dan
sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas.

 Telatenlah, jika dia telah "betah" untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak
untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan
titik-titik yang membentuk angka atau huruf.
 Bangkitkan kepercayaan dirinya, misalnya memberikan pujian bila anak
makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan benar,
memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak.
DAFTAR PUSTAKA

Meranti, Tanti (2013) Psikologi Anak Hiperaktif, Yogyakarta, Familia

Anda mungkin juga menyukai