(STUDI KASUS KABUPATEN GRESIK) Primus Aryunto (3214205002) Magister Manajemen Pembangunan Kota, Arsitektur, FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail : ryanoyo@gmail.com
Abstrak yang menyesuaikan dengan perkembangan
zaman dan tuntutan hidup. Kota, sebagai suatu Perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan proses yang dapat dilihat hasilnya dan suatu kota ditentukan oleh beberapa faktor perkembangannya lebih menonjol dibandingkan diantaranya pertumbuhan penduduk, dengan kawasan luar kota, serta cenderung lebih pergerakan/dinamika penduduk, serta perkembangan perekonomian. Dari beberapa menekankan pada segi ekonomi, dianggap factor tersebut perkembangan ekonomi memiliki sebagai hasil rekayasa manusia untuk memenuhi pengaruh yang paling dominan. Perkembangan kehidupan ekonomi penggunanya. Selain itu, aktivitas ekonomi pada suatu kota akan kota juga mempengaruhi kehidupan di segala mengakibatkan kota tersebut menjadi semakin bidang, yang berdampak pada timbulnya ramai dan padat sehingga mempengaruhi masalah-masalah yang semakin kompleks yang struktur ruang yang ada. Pada jurnal ini akan dijelaskan bagaimana memerlukan pemecahan (Mulyandari, 2010). keterkaitan dan pengaruh perkembangan Karena adanya pertumbuhan dan aktifitas aktivitas ekonomi terhadap struktur ruang kota, ekonomi yang tinggi ini mengakibatkan sering dengan cara melakukan review literatur dan terjadi masalah ketimpangan pertumbuhan critical review terhadap jurnal terdahulu yang antara kawasan kota, pinggiran kota maupun mengambil studi kasus pengaruh perkembangan luar kota. aktivitas ekonomi di SWP III Kabupaten Gresik Perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan terhadap struktur ruang kota. Di mana dari hasil penelitian tersebut diperoleh suatu kota ditentukan oleh beberapa faktor yaitu perkembangan aktivitas ekonomi di SWP III dari pertumbuhan penduduk, pergerakan/dinamika tahun 2004 – 2011 tidak berpengaruh terhadap penduduk, perkembangan perekonomian serta struktur ruang kotanya. Perkembangan aktivitas perkembangan sistem jaringan seperti ekonomi hanya mempengaruhi elemen transportasi, telematika, sumber daya air, pembentuk struktur ruang kota saja, yaitu pola drainase kota, prasarana energi dan sistem penggunaan lahan dan jaringan jalan prasarana lingkungan. Di lain pihak terdapat Kata kunci : aktivitas ekonomi, perkembangan juga faktor eksternal baik regional maupun kota,struktur ruang kota. nasional yang ikut mempengaruhi perkembangan kota yaitu faktor-faktor ekonomi, hukum, sosial politik, budaya lokal dan industri. 1. PENDAHULUAN Faktor inilah yang ikut mempengaruhi corak Kota merupakan salah satu tempat kehidupan masyarakat yang berakibat pada kehidupan manusia yang dapat dikatakan paling bentuk fisik dan struktur ruang kota. Menurut kompleks, karena perkembangannya dipengaruhi oleh aktivitas pengguna perkotaan M. Haig (1927) Dua prinsip kunci dari 2. STUDI KASUS pengaruh pertumbuhan wilayah kota adalah: Sebagai wilayah penyangga, Kabupaten Gresik menyediakan lahan alternatif untuk 1. Persaingan diantara para pemakai lahan menampung perluasan kawasan industri dan dan peruntukan lahan pada pematangan permukiman di pinggiran Kota Surabaya. Salah lahan yang tertinggi aksesibilitasnya. satu wilayah di Kabupaten Gresik yang 2. Akibat keuntungan relative kepuasan menampung perluasan Kota Surabaya adalah transportasi pada pasar kompleks SWP (Satuan Wilayah Pembangunan) III yang perumahan oleh perusahan-perusahaan terletak pada bagian Selatan Kabupaten Gresik. dagang dan individu-individu SWP III juga berfungsi sebagai wilayah alternatif untuk pengembangan aktivitas industri Haig menyimpulkan proses pemilihan lokasi adalah sebagai berikut : “bahwa suatu aktivitas dan permukiman di Kabupaten Gresik akibat ekonomi pada pencarian suatu lokasi ditemukan kejenuhan lahan yang mulai terjadi di pusat kota pada kedekatan pusat pertumbuhan; jika sewa Gresik. Aktivitas ekonomi yang berkembang di lokasi meningkat maka transport menurun. Jika suatu lokasi menjauhi suatu pusat pertumbuhan SWP III tentunya berdampak pada perubahan maka tingkat sewanya akan menurun dan biaya lahan di wilayah ini. Lahan terbuka yang transport naik. Sehingga di pusat pertumbuhan mendominasi penggunaan lahan di SWP III suatu kota akan sangat rentan terjadi persaingan mulai terkonversi menjadi lahan terbangun yang kepimilikan ruang terutama di pusat-pusat difungsikan untuk menampung aktivitas ekonomi tersebut. Perubahan penggunaan lahan pertumbuhan yang ada sebagai wujud aktivitas ekonomi. yang terjadi akan mempengaruhi pola Perkembangan aktivitas ekonomi pada suatu penggunaan lahan dan pola jaringan jalan yang kota akan mengakibatkan kota tersebut menjadi merupakan elemen penyusun struktur ruang semakin ramai dan terlalu padat (Khadiyanto, kota. Jadi dapat dikatakan perkembangan 2005). Akibatnya, seringkali terjadi fenomena aktivitas ekonomi di SWP III akan urban sprawl yang mengakibatkan pertumbuhan mempengaruhi struktur ruang kota di wilayah ini fisik kota meluas hingga ke wilayah di sekitar akibat terjadi perubahan pada elemen penyusun pinggiran kota yang biasanya merupakan struktur ruang kotanya. wilayah penyangga kota tersebut. Fenomena Gambaran Umum urban sprawl yang terjadi di Indonesia salah SWP III merupakan satuan wilayah satunya dapat dilihat pada Kota Surabaya (Hadi, pembangunan di Kabupaten Gresik yang 2009). Kepadatan dan keterbatasan lahan di meliputi tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan pusat Kota Surabaya mendorong perkembangan Cerme, Kecamatan Benjeng, Kecamatan aktivitas ekonomi ke arah pinggiran kota dan Balongpanggang, Kecamatan Menganti, meluas hingga wilayah-wilayah penyangganya, Kecamatan Kedamean, Kecamatan salah satunya adalah Kabupaten Gresik. Wringinanom, dan Kecamatan Driyorejo. Pusat Fenomena ini tentunya dapat SWP III berada pada IKK (Ibukota Kecamatan) menggambarkan bagaimana keterkaitan maupun Driyorejo. Luas wilayah SWP III adalah 445,19 pengaruh aktivitas ekonomi terhadap arah km dan berbatasan langsung dengan empat pertumbuhan suatu kota yang membentuk kabupaten/kota, yaitu Kota Surabaya di bagian struktur ruang kota tersebut. Timur, Kabupaten Sidoarjo di bagian Selatan, serta Kabupaten Mojokerto dan Lamongan di bagian Barat. Berdasarkan RTRW Kabupaten Gresik Tahun 2004 – 2014, SWP III (1894) dan Weber (1895) yang mengemukakan direncanakan sebagai wilayah pengembangan bahwa jalur transportasi dan titik simpul kawasan permukiman, industri, dan campuran di (pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam Kabupaten Gresik. Begitu juga pada RTRW suatu system transportasi, mempunyai peran Kabupaten Gresik Tahun 2010 – 2030. Wilayah yang cukup besar terhadap perkembangan kota ini masih difokuskan untuk pengembangan (Herbert dan Thomas, 1982). Sementara itu ide kawasan permukiman skala besar yang Richard M.Hurd (1903) mulai menyinggung terkonsentrasi pada Kecamatan Driyorejo, masalah “land values” (nilai lahan) rents (sewa) Kecamatan Kedamean, Kecamatan Menganti, dan cost (biaya) di dalam suatu kota yang dan Kecamatan Cerme, kawasan industri yang dianggap mempunyai kaitan erat dengan pola terkonsentrasi pada Kecamatan Driyorejo, penggunaan lahan. Menurutnya dengan Kecamatan Wringinanom, Kecamatan berkembangnya areal perkotaan kea rah luar Kedamean, dan Kecamatan Menganti, dan maka variable lokasi menjadi sedemikian kawasan campuran di sepanjang jalan arteri dan penting sehingga sewa untuk tempat-tempat kolektor pada Kecamatan Driyorejo, Kecamatan yang mempunyai aksesibilitas yang tinggi akan Kedamean, Kecamatan Menganti, dan membubung pula. Akibatnya pada lahan-lahan Kecamatan Cerme. perkotaan akan terjadi persaingan ketat untuk mendapatkan lokasi-lokasi seperti itu. Pendapat Robert M. Haig (1962) dalam teori sewa lahannya mengatakan ekspresi yang berlainan dengan pendapat Hurd. Haig melihat bahwa sewa merupakan pembayaran untuk aksesibilitas atau penghematan untuk biaya transportasi dan ini akan berkaitan dengan masalah proses penawaran (bidding process) untuk menentukan siapa yang berhak untuk menempati sebuah lokasi. Haig menyatakan terdapat tiga variable yang saling tergantung satu sama lain yaitu rent, transport cost, dan location. R.V. Retcliff (1949) menyatakan bahwa pusat kota dianggap sebagai suatu tempat yang punya aksesibilitas terbesar dan dari lokasi inilah centrality-value (nilai pemusatan) akan menurun secara teratur ke arah luar sampai pada “urban peripheries”. Pola persebaran penggunaan lahan yang efisien akan tercipta dengan sendiri nya karena ada persaingan berbagai kegiatan untuk mendapatkan lokasi- 3. REVIEW LITERATUR lokasi yang diinginkannya dengan menawar Pendekatan Ekonomi pada tingkatan sewa yang bermacam-macam. Pendekatan ekonomi untuk struktur Ekonomi wilayah keruangan kota/struktur penggunaan lahan kota Menurut Tarigan (2005), ilmu ekonomi dikemukakan oleh beberapa teori yaitu Cooley wilayah adalah salah satu cabang baru dalam ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya kota merupakan salah satu bentuk dari memasukkan unsur lokasi dalam perkembangan sebuah kota (Yunus, 2004). pembahasannya. Ilmu ekonomi wilayah Kawasan-kawasan yang merupakan hinterland membahas mengenai aktivitas ekonomi secara sebuah kota perlahan-lahan berubah memiliki keseluruhan dalam suatu wilayah dan upaya sifat kekotaan. Terdapat tiga buah bentuk mengatur kebijakan untuk mempercepat perembetan kenampakan fisik kota, yaitu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. perembetan konsentris, perembetan memanjang, Pembahasan dalam ilmu ekonomi wilayah tidak dan perembetan meloncat. mungkin terlepas dari materi makroekonomi dan Struktur Ruang Kota ekonomi pembangunan yang menjadi induk dari Pendekatan ekologikal memandang kota ilmu ekonomi ini. sebagai suatu objek studi yang didalamnya Modifikasi variabel-variabel makro ekonomi terdapat masyarakat manusia, telah mengalami banyak dilakukan oleh para pakar dan peneliti proses interelasi antarmanusia dan antara ekonomi regional (Alim, 2006). Diantaranya manusia dengan lingkungannya sehingga adalah Richardson (dalam Tarigan, 2005) yang tercipta pola keteraturan penggunaan lahan membicarakan ilmu ekonomi regional dengan (Yunus, 2004). Ada beberapa model teori membahas teori pertumbuhan ekonomi wilayah. struktur ruang kota yang dikemukakan oleh para Pakar ekonomi regional lain adalah Bendavid ahli terkait dengan pendekatan ekologikal,antara (dalam Tarigan, 2005) yang menerapkan teori lain teori konsentris, teori sektor,teori poros, dan nilai tambah dan analisis input-output dalam teori multiple nuclei. Sedangkan pendekatan ekonomi wilayah yang dilanjutkan dengan morfologi kota menurut Herbert (1973) dalam analisis shift-share dan teori basis ekspor. Yunus (2004) lebih difokuskan pada bentuk- Perkembangan Kota bentuk fisik dari lingkungan perkotaan yang Perkembangan kota merupakan ekspresi dapat diamati melalui sistem-sistem jaringan perkembangan aktivitas masyarakat kota jalan, blok-blok bangunan, danjuga bangunan- tersebut (Zahnd, 2003). Seiring perubahan bangunan individual. Pendekatan ini dapat zaman, kota mengalami perubahan dari masa ke mencerminkan karakteristik struktur ruang kota masa karena kota selalu mengalami suatu wilayah yang membedakannya dengan perkembangan. Perkembangan kota tersebut wilayah lainnya. Ekspresi keruangan yang dapat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk menunjukkan struktur ruang kota dengan dan tuntutan kebutuhan hidup dalam aspek pendekatan morfologi kota(Yunus, 2004), yaitu politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi bentuk kompak danbentuk tidak kompak. sehingga mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk (Yunus, 2004). Peningkatan kegiatan 4. CRITICAL REVIEW PEMBAHASAN penduduk berakibat pada peningkatan kebutuhan a) Perkembangan Aktivitas Ekonomi di ruang yang besar untuk menampung kegiatan SWP III Kabupaten Gresik tersebut. Ada tiga jenis aktivitas ekonomi dominan di Menurut Zahnd (2003), secara teoritis ada wilayah penelitian, yaitu aktivitas pertanian, tiga cara dalam perkembangan dasar suatu kota. industri, dan permukiman. Aktivitas pertanian Teknis cara perkembangan dasar di dalam kota, adalah aktivitas ekonomi yang masih sangat yaitu perkembangan horizontal, perkembangan mendominasi di SWP III dari tahun 2004 – vertikal, dan perkembangan interstisial. Selain 2011. Namun dalam kurun waktu tersebut, perkembangan kota, dikenal juga istilah luasan lahan pertanian di wilayah ini mengalami perembetan kota. Perembetan kenampakan fisik penurunan sebesar 855,79 Ha atau 2,45% dari luas lahan pertanian pada tahun 2004. Penurunan peningkatan. Karena kedua faktor tersebut jumlah alih luasan lahan pertanian di SWP III sebagian besar fungsi lahan terus bertambah. disebabkan adanya alih fungsi lahan terbuka Karena adanya faktor tersebut sewa lahan (land rent) menjadi lahan terbangun. Hal tersebut pada suatu daerah akan semakin tinggi. Menurut Barlowe menunjukkan bahwa perkembangan aktivitas ( dalam Fanny Anugrah K, 2005) sewa ekonomi lahan pertanian di wilayah ini mengalami penurunan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh dan berbanding terbalik dengan perkembangan suatu bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk aktivitas industri dan permukiman. kegiatan proses produksi. Urutan besaran ekonomi lahan Perkembangan aktivitas industri dan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan produksi permukiman di SWP III dari tahun 2004 – 2011 ditunjukkan sebagai berikut : mengalami peningkatan yang cukup signifikan, 1). Industri manufaktur, terlihat dari pertumbuhan luasan lahannya 2). Perdagangan, sebesar 315,78 Ha atau 191,87% untuk lahan 3). Pemukiman, industri dan sebesar 718,43 Ha atau 16,85% 4). Pertanian intensif, untuk lahan permukiman. Perkembangan dua 5). Pertanian ekstensif aktivitas ekonomi tersebut banyak dipengaruhi Dapat dilihat bahwa pada industri dan perdagangan oleh perkembangan pusat kota Gresik dan mempunyai nilai sewa ekonomi paling tinggi, kemudian pinggiran Kota Surabaya yang mulai mengalami di urutan kedua adalah pada pemukiman. Sewa ekonomi kepadatan lahan. Ketersediaan lahan terbuka untuk kegiatan pertanian sendiri menempati urutan yang masih sangat luas di SWP III menjadikan keempat setelah permukiman. Hal ini tentunya sesuai wilayah ini memiliki potensi yang besar untuk dengan perkembangan aktivitas ekonomi yang ada di menjadi kawasan pengembangan aktivitas SWP III Kabupaten Gresik. ekonomi baru di Kabupaten Gresik dan menampung perluasan aktivitas dari Kota b) Arah Perkembangan Kota di SWP III Surabaya. Perkembangan aktivitas industri dan Kabupaten Gresik permukiman di SWP III sebagian besar terjadi Pada tahun 2004, pola penggunaan lahan di pada Kecamatan Wringinanom, Kecamatan SWP III didominasi oleh penggunaan lahan Driyorejo, Kecamatan Kedamean, Kecamatan pertanian yang tersebar merata di sebagian besar Menganti, dan Kecamatan Cerme. SWP III dan sebagian kecil lahan perikanan Dari perkembangan aktivitas ekonomi di pada bagian Utara SWP III, penggunaan lahan SWP III Kabupaten Gresik ini jelas terlihat permukiman sebagian besar tersebar dalam adanya alih fungsi lahan terbuka menjadi lahan kelompok-kelompok luasan kecil dan pada terbangun, di mana lahan pertanian mengalami bagian Selatan terlihat membentuk pola linear, penurunan akibat konversi lahan ke kegiatan dan persebaran penggunaan lahan industri yang dianggap lebih menguntungkan secara banyak terlihat pada bagian Selatan wilayah ekonomi. Alih fungsi lahan ke sektor non pertanian dapat studi membentuk pola linear. terjadi karena para petani merasa pendapatan yang di Kemudian pada tahun 2011, pola lahan dapatkan dari hasil pertanian dirasa kurang. Ini bisa terjadi, permukiman yang sebelumnya tersebar dalam karena semakin lama tingkat kesuburan lahan pertanian kelompok-kelompok luasan kecil pada beberapa yang semakin berkurang. Apalagi jika di daerah tersebut lokasi terlihat mengalami perkembangan sektor industri terus mengalami peningkatan. menjadi kelompok luasan yang lebih besar dan Perkembangan sektor industri akan menarik penduduk pola linear pada bagian Selatan mulai terlihat dari luar kota untuk datang ke kota tersebut, sehingga lebih jelas. Sedangkan lahan industri terlihat pertumbuhan penduduk juga akan mengalami lebih jelas membentuk pola linear pada bagian Selatan wilayah studi di tahun 2011 dan lahan Surabaya yang berperan sebagai pusat kegiatan industri juga mulai muncul pada bagian Utara bagi wilayah ini dibandingkan pengaruh dari dengan pola linear. Perkembangan aktivitas pusat kota Gresik. permukiman juga mempengaruhi perkembangan jaringan jalan lokal di SWP III. Pada kawasan c) Perkembangan Struktur Ruang Kota di permukiman baru berkembang pula jaringan SWP III Kabupaten Gresik jalan baru yang mendukung mobilitas penduduk Berdasarkan pendekatan ekologikal, model yang tinggal di dalamnya. struktur ruang kota di SWP III dari tahun 2004 – Perkembangan pola penggunaan lahan dan 2011 tidak mengalami perubahan, yaitu tetap pola jaringan jalan menunjukkan adanya mendekati model teori multiple nuclei. Model perkembangan kota di SWP III. Dalam kurun tersebut dianggap paling mendekati karena ada waktu tersebut, pola penggunaan lahan dua daerah pusat kegiatan yang mempengaruhi terbangun beserta pola jaringan jalannya wilayah penelitian, yaitu Kota Surabaya sebagai berkembang pada lahan terbuka yang ada. Lahan daerah pusat kegiatan utama dan pusat kota terbangun baru tersebut tumbuh di antara lahan Gresik sebagai daerah subpusat kegiatan. Kota tebangun yang sudah ada sebelumnya sehingga Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur lahan terbangun di SWP III menjadi lebih padat tentu memiliki kegiatan perniagaan dengan skala dari tahun 2004. pelayanan yang besar. Maka tidak Dalam jurnal terdahulu perkembangan kota mengherankan jika Kabupaten Gresik yang seperti itu digolongkan dalam perkembangan berbatasan langsung dengan Kota Surabaya, interstisial. Perkembangan interstisial adalah sebagian besar penduduknya masih cenderung perkembangan kota ke arah dalam (Zahnd, tertarik ke Kota Surabaya untuk melakukan 2003). Di mana daerah dan ketinggian aktivitas perdagangan dan jasa. Sedangkan pusat bangunan-bangunan rata-rata tetap sama, kota Gresik sendiri tetap menjadi daerah pusat sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage) kegiatan di wilayah penelitian tetapi dengan bertambah. Arah perkembangan ini hampir sama skala pelayanan yang lebih kecil sehingga daya dengan arah perkembangan horizontal namun tarik ekonominya tidak sekuat Kota Surabaya. untuk perkembangan horizontal kuantitas lahan Kemudian zona permukiman dan industri yang terbangunnya tetap sama. Hal ini dapat dilihat ada di SWP III merupakan zona permukiman dari pola penggunaan lahan terbangun yang dan industri pinggiran karena letaknya yang jauh terus mengalami pertumbuhan akibat adanya dari daerah pusat-pusat kegiatan yang ada. aktivitas ekonomi. Berdasarkan pendekatan morfologi kota, Selain itu, perkembangan kota di wilayah ini struktur ruang kota SWP III tahun2004 – 2011 juga dikategorikan dalam bentuk perembetan juga tidak mengalami perubahan. Struktur ruang kota meloncat. Jenis perembetan kota tersebut kota di SWP III tetap dikategorikan dalam menggambarkan perkembangan lahan terbangun bentuk kota tidak kompak, yaitu berbentuk kota terjadi secara berpencar karena tumbuh di terpecah. Kota terpecah merupakan ekspresi tengah-tengah lahan pertanian (Yunus, 2004). keruangan dari perkembangansuatu kota yang Karena penggunaan lahan di SWP III masih tidak menyatu dengankota induknya sehingga didominasi lahan pertanian, maka lahan-lahan membentuk exclaves, biasanya merupakan terbangun yang tumbuh menjadi dikelilingi daerahpermukiman, pada daerah pertanian lahan pertanian. disekitarnya (Yunus, 2004). Karakteristik kota Perkembangan kota di SWP III daritahun terpecah tersebut mirip dengankarakteristik pola 2004 – 2011 lebih banyakdipengaruhi oleh Kota penggunaan lahanpermukiman yang ada di SWP III pada tahun 2004 – 2011. Kawasan Gresik ini dapat disimpulkan bahwa aktifitas permukiman tersebut membentuk pola menyebar ekonomi yang ada ikut mempengaruhi adanya yang terhubung dengan jaringan jalan lokal yang perubahan penggunaan lahan yang dan aktivitas juga berpola tidak teratur menyesuaikan pola kota. permukimannya. Struktur ruang kota seperti ini menunjukkan bahwa SWP III merupakan wilayah di Kabupaten Gresik yang baru 5. PENUTUP berkembang sehingga terlihat masih banyak lahan terbuka yang tersedia. Salah satu fungsi kota sebagai tempat melangsungkan kehidupan manusia adalah d) Pengaruh Perkembangan Aktivitas fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi ini memainkan Ekonomi terhadap Struktur Ruang Kota peranan yang besar dalam perkembangan kota. di SWP III Kabupaten Gresik Fungsi ekonomi dalam kehidupan manusia Dari hasil pembahasan dapat diketahui mengakibatkan adanya aktivitas ekonomi yang bahwa tidak terjadinya perubahan pada model mempengaruhi pola penggunaan lahan dan struktur ruang kota di SWP III dari tahun 2004 – menggambarkan struktur ruang dari suatu 2011 yang disebabkan model multiple nuclei wilayah kota. merupakan model struktur ruang kota yang Pengaruh adanya pusat-pusat kegiatan di paling sesuai dengan kondisi perkotaan pada suatu wilayah kota yang mempengaruhi adanya saat ini. Dalam perkembangannya, suatu kota perbedaan harga lahan mengakibatkan adanya akan tumbuh dengan beberapa pusat kegiatan persaingan untuk menempati ruang yang yang saling terintegrasi. Hal tersebut terjadi mendekati pusat-pusat kegiatan tersebut. akibat adanya proses pemerataan pembangunan Semakin mendekati pusat kegiatan harga sewa sehingga dalam suatu kota tidak hanya lahan akan semakin tinggi namun biaya bergantung pada satu pusat kegiatan saja tetapi transport akan berkurang. Fenomena ini juga harus didukung dengan sub-sub pusat mengakibatkan tebentuknya pola penggunaan kegiatan agar dapat melayani penduduk secara lahan yang memiliki nilai sewa ekonomi lebih merata. semakin tinggi pada pada masing-masing Sedangkan untuk model struktur ruang kota tingkatan jarak dengan pusat-pusat kegiatan. menurut pendekatan morfologi kota, juga tidak Pada kasus di Kabupaten Gresik khususnya terjadi perubahan model. Hal tersebut di SWP III yang merupakan wilayah dikarenakan lahan terbuka di SWP III masih penyangga, sebagai penyedia lahan alternatif tersedia sangat luas sehingga perkembangan untuk menampung perluasan kawasan industri fisik yang terjadi dalam kurun waktu 7 tahun dan permukiman di pinggiran Kota Surabaya tersebut tidak membuat lahan di wilayah ini serta sebagai wilayah alternatif untuk mengalami kejenuhan. Selain itu, perkembangan pengembangan aktivitas industri dan lahan terbangun di SWP III hingga tahun 2011 permukiman di Kabupaten Gresik juga masih mengikuti pola ruang pada tahun mengakibatkan wilayah ini terus mengalami 2004. Jadi, perkembangan aktivitas ekonomi di pertumbuhan penggunaan lahan yang SWP III tidak mengubah model struktur ruang dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang ada kotanya. terutama industri. Dari adanya pertumbuhan Namun jika dilihat secara lebih luas aktivitas industri ini mendorong adanya mengenai keterkaitan perkembangan aktivitas kecenderungan perubahan pola penggunaan ekonomi yang ada di wilyah SWP III Kabupaten lahan dari lahan tidak terbagun dalam hal ini pertanian menjadi lahan terbangun yaitu industry dan perumahan. Kecenderungan pertumbuhan yang dialami dari tahun 2004 hingga 2011 dari hasil pembahasan kasus di atas belum mempengaruhi struktur ruang kota yang ada di SWP III. Namun perkembangan aktivitas ekonomi yang ada telah mempengaruhi elemen pembentuk struktur ruang kota, yaitu pola penggunaan lahan dan jaringan jalan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan Pemerintah Kabupaten Gresik dapat terus menjaga konsistensi rencana tata ruang yang telah dibuat sebelumnya agar tercipta keteraturan pola dan struktur ruang yang diharapkan, mengingat potensi perkembangan wilayah di SWP III yang cukup besar sehingga rawan untuk terjadi penyimpangan penggunaan lahan pada masa yang akan datang yang dapat mengancam kelestarian lingkungan.
Daftar Pustaka
Adisasmita, Rahardjo.2005. Pembangunan
Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Heryanto, Bambang. 2011. Roh Dan Citra Kota- Peran Perancangan Kota Sebagai Kebijakan Publik. Surabaya: Brilian Internasional. McMillen, Daniel,P. 2006. A companion to urban economic, In Sub Chapter Proprty and Land Taxation. British. Mulyandari, Hestin. 2010 “Pengantar Arsitektur Kota”, Yogyakarta, Penerbit Andi. Nilayanti , Vibi Dhika dan PM Brotosunaryo. 2012. Pengaruh Perkembangan Aktivitas Ekonomi Terhadap Struktur Ruang Kota Di Swp Iii Kabupaten Gresik. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang