Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh

kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif

maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi

metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati

maupun makroangiopati.[1]

Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal

ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah,

urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi

obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. DM perlu diamati karena sifat

penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak

dampak negatif yang ditimbulkan.[2]

Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes mellitus di berbagai penjuru

dunia, badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) memprediksi

adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes mellitus yang menjadi salah satu

ancaman kesehatan global. Menurut International Diabetes Federation terdapat 415

juta orang mengalami diabetes mellitus di dunia pada tahun 2015 dan tahun 2040

diperkirakan akan meningkat mencapai 642 juta orang. Dari data yang didapatkan
tersebut menunjukkan 193 juta kasus dengan diabetes mellitus tidak terdiagnosis

dan diabetes melitus menyebabkan kematian 5 juta jiwa pada tahun 2015[3].

Di Indonesia penderita diabetes melitus menempati peringkat ke tujuh di dunia

bersama dengan Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan

jumlah estimasi orang dengan diabetes melitus 10 juta[3].Lebih dari 80% kematian

akibat penyakit DM terjadi di negara pada tingkat penghasilan rendah dan

menengah.3 Di Indonesia sendiri jumlah penderita DM menduduki peringkat

keempat terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India. Menurut

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2016, DM merupakan penyakit

penyebab kematian nomor 4 di Indonesia dengan jumlah proporsi kematian sebesar

8,8% setelah stroke, tuberculosis (TB Paru), dan cedera.[4]

Apabila tidak ditangani dengan baik DM akan menimbulkan berbagai macam

komplikasi, baik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi kronik yang serius dan

paling ditakuti adalah ulkus diabetikum.5 Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka

pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi

vaskuler insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetikum mudah berkembang menjadi

infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi

menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman.[5]

Ulkus diabetikum kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan,

maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut

memerlukan tindakan amputasi.[6] Ulkus diabetikum merupakan komplikasi

menahun yang ditakuti bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan,
biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih

banyak dibandingkan tanpa ulkus. [7]

Prevalensi penderita ulkus diabetikum di Amerika Serikat sebesar 15-20%,

risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM.

Penderita ulkus diabetikum di Amerika Serikat memerlukan biaya yang tinggi untuk

perawatan yang diperkirakan antara Rp.100 juta sampai Rp.120 juta per tahun untuk

seorang penderita[6]. Prevalensi penderita ulkus diabetikum di Indonesia sekitar

15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetikum merupakan

sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM.[7] Penderita

ulkus diabetikum di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar Rp. 1,3 juta

sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita[8].

Perawat adalah seorang yang membantu individu sehat maupun sakit, dari lahir

sampai meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari – hari secara mandiri,

dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau pengetahuan yang memiliki seorang

perawat[9]. Perawat yang melakukan perawatan luka ulkus diabetikum ditunjukkan

dengan belum menggunakan prosedur dengan benar, misalnya : melakukan

perawatan luka ulkus dengan 1 set medikasi digunakan untuk pasien secara

bersama-sama (banyak pasien), perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan

tindakan medikasi, dan perawat tidak memperhatikan tehnik steril seperti tidak

memakai sarung tangan steril saat medikasi[10].

Pengetahuan atau kognitif merupakan aspek yang begitu penting untuk dapat

terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang didasarkan pada


[11].
pengetahuan dan sikap yang positif akan berlangsung lama (long lasting)
Pengetahuan pasien tentang DM yang dideritanya akan menjadi sarana dan solusi

yang dapat membantu pasien dalam menjalankan penanganan DM selama hidupnya.

Semakin banyak pasien mengerti tentang penyakitnya maka akan semakin paham

bagaimana 3 dan mengapa harus mengubah perilakunya. Namun beberapa tenaga

medis dinilai belum melakukan edukasi secara maksimal mengenai penatalaksanaan

DM terutama terhadap pasien dengan ulkus diabetik maupun yang berisiko

mengalami ulkus diabetik. sebuah penelitian di yogyakarta mengatakan bahwa

perawat dan tenaga medis jarang bahkan tidak pernah melakukan edukasi tentang

perawatan kaki yang baik. Bahkan 5 pasien yang diwawancarai mengatakan tidak
[12]
tahu cara melakukan perawatan kaki . Penelitian lain juga menunjukkan hasil

yang serupa yaitu dari 10 pasien DM yang diwawancarai, 6 diantaranya belum


[13]
mengetahui tentang ulkus diabetik dan pencegahan terjadinya ulkus diabetik .

Selain pengetahuan yang baik, perilaku juga dipengaruhi oleh sikap yang baik pula
[11].

Kinerja perawat yang berkualitas dibutuhkan dalam menangani perawatan luka

ulkus diabetikum secara aseptik yang bertujuan untuk menekan tingginya angka

kejadian infeksi pada luka ulkus diabetikum tersebut. Untuk memberikan pelayanan

yang optimal, banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat

antara lain: tingkat pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, dan

pengalaman kerja. [14]

Penularan infeksi yang terjadi bukan hanya ditularkan melalui alat-alat yang

kurang steril. Penularan infeksi dapat berasal dari tenaga kesehatan yang kurang

menjaga kebersihan, sebagai carrier yang mengidap penyakit infeksi, atau penularan
dari satu pasien ke pasien lain melalui perantara tenaga medis. Transmisi melalui

tenaga kesehatan bisa berasal dari kontaminasi dari tangan petugas, kontaminasi

benda dari darah, hanya sedikit penyakit yang mungkin ditularkan dalam

lingkungan rumah sakit.[15] Penerapan teknik aseptik pada perawatan luka pasca

bedah di bangsal Albertus dan Elisabet RS panti Rapih Yogyakarta masih

berpredikat cukup, terbukti dari 38 responden : 2 orang (5,26%) mampu menerapkan

dengan baik, 26 orang (68,42%) cukup, dan 10 orang kurang. [16]

Faktor-faktor yang mempengaruhi baik dan tidaknya proses perawatan luka

diantaranya pendidikan, usia, pengalaman kerja seorang perawat, seperti penelitian

yang di lakukan oleh Setiyawati, didapatkan hasil perawat yang pendidikan AKPER

sebanyak 24 orang (66,7%) yang baik, sedangkan perawat yang berpendidikan S1

keperawatan sebanyak 6 orang (85,7 persen) yang baik perilakunya. Perawat yang

mempunyai pengalaman/masa kerja kurang dari atau sama dengan 10 tahun

sebanyak 23 orang (74,2%) yang baik, sedangkan perawat yang mempunyai

pengalaman/masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 7 orang (50,0%) baik. Perawat

yang motivasi tinggi (82,6%) lebih baik, perawat yang sikap baik perilaku

kepatuhannya (84,0%) lebih patuh dan perawat yang peduli (82,6%) lebih baik

terhadap pencegahan infeksi luka ulkus.[17]

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sumiyatun, didapatkan hasil perawat

yang pendidikannya rendah ditemukan data 1 orang (2,9%) responden dengan

tingkat pendidikan rendah berpredikat kurang baik. Pada kelompok pendidikan

menengah 9 orang (26,5%) berpredikat kurang baik dan 20 orang (58,8%)

berpredikat baik. Sedangkan kelompok responden berpendidikan tinggi, dari 4


orang (11,8%) responden yang berpendidikan tinggi semuanya berpredikat baik.

Kelompok responden yang berumur muda (< 30 tahun) sebanyak 15 orang, 8 orang

(53,3% ) diantaranya berpredikat baik dan 19 orang yang berumur tua (> 30 tahun),

9 orang (47,3%) diantaranya berpredikat baik dan sisanya kurang baik.[18]

Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Dukuh Seti

Pati di dapatkan jumlah pasien yang menderita diabetes militus dengan ulkus pada

tahun 2019 yaitu 165 orang, data tersebut naik setiap tahunnya, sedangkan yang

datang ke Puskesmas untuk melakukan perawatan luka setiap harinya rata- rata 10

orang. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan perawat dengan keterampilan

melakukan perawatan luka ulkus diabetikum di Puskesmas Dukuh Seti Pati.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini meneliti batasan fokus penelitian, meliputi:

a. pengetahuan perawat tentang cara merawat luka meliputi identifikasi luka,

teknik merawat dan prosedur yang digunakan dalam perawatan luka ulkus

diabetikum.

b. Dukungan perawat dalam merawat pasien dengan ulkus diabetikum

c. Keterampilan perawat selama melakukan perawatan luka pasien dengan ulkus

diabetikum.

d. Hambatan perawat dalam melakukan perawatan luka pasien dengan ulkus

diabetikum.
e. Perilaku perawat selama melakukan perawatan luka pasien dengan ulkus

diabetikum.

C. Rumusan Masalah/Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan

pengetahuan tentang perawatan luka ulkus diabetikum dengan keterampilan

perawatan luka pada perawat di wilayah Puskesmas Dukuh Seti Pati.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengetahuan perawat tentang perawatan luka ulkus diabetikum

dengan keterampilan perawatan luka ulkus diabetikum di wilayah Puskesmas

Dukuh Seti Pati.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan pengetahuan perawat tentang cara merawat luka meliputi

identifikasi luka, teknik merawat dan prosedur yang digunakan dalam

perawatan luka ulkus diabetikum.

b. Mendiskripsikan dukungan perawat dalam merawat pasien dengan ulkus

diabetikum.

c. Mendiskripsikan keterampilan perawat selama melakukan perawatan luka

pasien dengan ulkus diabetikum.

d. Mendiskripsikan hambatan perawat dalam melakukan perawatan luka pasien

dengan ulkus diabetikum.


e. Mendiskripsikan perilaku perawat selama melakukan perawatan luka pasien

dengan ulkus diabetikum.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pengalaman

peneliti tentang bagaimana pengalaman perawat dalam melakukan perawatan

luka ulkus diabetikum.

2. Manfaat bagi Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi untuk

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan perawatan pasien dengan ulkus

diabetikum.

3. Manfaat bagi Puskemas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu dasar untuk membuat

suatu kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan Puskesmas, terutama

peran perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan

keluarga dalam melakukan perawatan ulkus diabetikum.


F. Originalitas Penelitian

Tabel 1.Originalitas Penelitian

No Peneliti dan Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan


Tahun Penelitia penelitian Penelitian
Penelitian n
1 Setiyawati faktor- Kuantitatif non perawat yang Perbedaan
(2014) faktor eksperimental pendidikan AKPER penelitian ini
yang dengan desain sebanyak 24 orang dengan
berhubun penelitian yang (66,7%) yang baik, penelitian
gan digunakan sedangkan perawat sebelumnya
dengan adalah korelasi, yang berpendidikan terdapat pada
perilaku Pengambilan S1 keperawatan metode
kebaikan sampel sebanyak 6 orang penelitian
perawat dilakukan (85,7 persen) yang Kuantitatif non
dalam secara non baik perilakunya. eksperimental,
pencegah probability Perawat yang variable
an infeksi dengan teknik mempunyai penelitian yaitu
luka purposive pengalaman/masa pengetahuan
ulkus di sampling kerja kurang dari dan
ruang atau sama dengan keterampilan
rawat 10 tahun sebanyak dalam
inap 23 orang (74,2%) melakukan
RSUD yang baik, perawatan luka,
Dr. sedangkan perawat tempat
Moeward yang mempunyai penelitian di
i pengalaman/masa puskesmas
Surakarta kerja lebih dari 10 dukuh seti pati
tahun sebanyak 7
orang (50,0%) baik.
Perawat yang
motivasi tinggi
(82,6%) lebih baik,
perawat yang sikap
baik perilaku
kepatuhannya
(84,0%) lebih patuh
dan perawat yang
peduli (82,6%)
lebih baik terhadap
pencegahan infeksi
luka ulkus
2 Adriani Hubunga Kuantitatif, Terdapat hubungan Perbedaan
Rasli1,Suhart n jenis penelitian pengetahuan penelitian ini
atik2,St. pengetah analitik dengan perawat dengan dengan
Nurbaya, uan dan metode cross perawatan luka penelitian
2018 sikap sectional, diabetes melitus sebelumnya
perawat Pengambilan menggunakan terdapat pada
dengan sampel tehnik moist metode
perawata menggunakan (p=0,016 penelitian
n tehnik total <0,05) dan terdapat Kuantitatif non
Luka sampling hubungan sikap eksperimental,
diabetes perawat dengan variable
melitus perawatan luka penelitian yaitu
menggun diabetes melitus pengetahuan
akan menggunakan dan
tehnik tehnik moist keterampilan
moist (p=0,044 <0,05). dalam
Di rsud melakukan
labuang perawatan luka,
baji tempat
makassar penelitian di
puskesmas
dukuh seti pati
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu manusia dan ini terjadi

setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga [20]

Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir, mencakup

memampuan intelektual yang paling sederhana yaitu mengingat, sampai

dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah (problem solving).

Pada ranah ini induvidu dituntut untuk menghubungkan dan

menggabungkan gagasan. Semakin tinggi tahapan dari ranah kognitif ini

menunjukan semakin sulitnya tingkat berfikir atau tuntutan seseorang.

Penguasaan tingkatan ranah di bawahnya, merupakan prasyarat untuk

menguasai tingkatan ranah di atasnya yang lebih tinggi [21]

a. Tingkatan Pengetahuan dalam Domain Kognitif


Tingkatan pengetahuan terbagi menjadi 6 tingkatan, yaitu tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi[20]. Tahu diartikan

sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah[20].

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

mengintegrasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari. Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebanarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai apliksi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip an sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain. [20]

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokan dan sebagainy[20]a.

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya,

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada[20].

Evalausi itu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekuarangan gizi, dan sebagainya[20].

Pengukuran pengetahuan ada dua kategori yaitu: menggunakan

pertanyaan subjektif misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan

objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choise),

pertanyaan betul salah dan pertanyaan menjodohkan[22].


Rumus Pengukuran Pengetahuan :

P = f/N x 100%

Dimana:

P : adalah persentase

f : frekuensi item soal benar

N : jumlah soal

Pengkategorian pengetahuan yang umum digunakan yaitu:

1. Kategori baik dengan nilai 76-100 %

2. Kriteria cukup dengan nilai 56-75 %

3. Kriteria kurang dengan nilai < 55 %

b. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi banyak faktor yaitu

pendidikan, informasi, sosial ekonomi, lingkungan, pengalaman dan

usia[23].

Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,

akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Informasi

adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,

memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan

informasi dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi pengetahuan


masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai

bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan

lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang[23]. .

Sosial dan ekonomi juga sangat mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Status ekonomi seseorang juga akan

menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi

pengetahuan seseorang[23].

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu

yang berada dalam lingkungan tersebut[23].

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan

memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta

pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan

kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari

keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah

nyata dalam[23].
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap

dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin

membaik[23].

2. Keterampilan
Keterampilan dapat menunjukkan pada aksi khusus yang

ditampilkan atau pada sifat dimana keterampilan itu dilaksanakan. Banyak

kegiatan dianggap sebagai suatu keterampilan, terdiri dari beberapa

keterampilan dan derajat penguasaan yang dicapai oleh seseorang

menggambarkan tingkat keterampilannya. Hal ini terjadi karena kebiasaan

yang sudah diterima umum untuk menyatakan bahwa satu atau beberapa

pola gerak atau perilaku yang diperluas bisa disebut keterampilan, misalnya

menulis, memainkan gitar atau piano, menyetel mesin, berjalan, berlari,

melompat dan sebagainya. Jika ini yang digunakan, maka kata

“keterampilan” yang dimaksud adalah kata benda [24].

Istilah terampil biasanya digunakan untuk menggambarkan tingkat

kemampuan seseorang yang bervariasi. Keterampilan (skill) merupakan

kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat [25].

Dengan demikian dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

untuk mencapai suatu tingkat keterampilan yang baik, perlu

memperhatikan hal sebagai berikut: Pertama, faktor individu/pribadi yaitu

kemauan serta keseriusan dari individu itu sendiri berupa motivasi yang
besar untuk menguasai keterampilan yang diajarkan. Kedua, faktor proses

belajar mengajar menunjuk kepada bagaimana kondisi belajar dapat

disesuaikan dengan potensi individu, dan lingkungan sangat berperan dalm

penguasaan keterampilan. Ketiga, faktor situasional menunjuk pada

metode dan teknik dari latihan atau praktek yang dilakukan.

3. Perawat

a. Definisi Perawat

Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di

dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan perundang undangan

yang berlaku[26]. Menurut Wardah, Febrina, Dewi berpendapat bahwa

perawat adalah tenaga yang bekerja secara professional memiliki

kemampuan, kewenangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan

asuhan keperawatan[26].

b. Peran Perawat

Peran perawat dapat diartikan sebagai tingkah laku dan gerak gerik

seseorang yang diharap oleh orang lain sesuai dengan kedudukan dalam

sistem, tingkah laku dan gerak gerik tersebut dapat dipengaruhi oleh

keadaan sosial di dalam maupun di luar profesi perawat yang bersifat

konstan[27].

1) Peran perawat menurut Potter & Perry 2010[28].

a) Pemberi perawatan, perawat membantu klien untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya dan mendapatkan kesehatannya kembali


melalui proses penyembuhan dengan pemberian asuhan

keperawatan

b) Pembuat keputusan klinis, perawat membuat keputusan sebelum

mengambil tindakan keperawatan dan menyusun rencana

tindakan yang berhubungan dengan pengkajian, pemberian

perawatan, evaluasi hasil, dengan menggunakan pendekatan

terbaik bagi pasien. Pembuatan keputusan dapat dilakukan

secara mandiri, ataupun kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

dan keluarga klien.

c) Pelindung dan advokat klien, perawat bertugas

mempertahankan lingkungan yang aman, mencegah terjadinya

kecelakaaan dan hal yang merugikan bagi klien. Sebagai

advokat, perawat membantu klien mengutarakan hak-haknya,

melindungi hak-hak klien sebagai manusia dan secara hukum.

d) Manajer kasus, perawat beperan mengkoordinasi aktivitas

anggota tim, mengatur waktu kerja serta sumber yang tersedia

di lingkungan kerjanya.

e) Rehabilitator, perawat dengan segenap kemampuan membantu

klien kembali meningkatkan fungsi maksimal dirinya setelah

mengalami kecelakaan, sakit ataupun peristiwa lain yang

menyebabkan klien kehilangan kemampuan dan menyebabkan

ketidakberdayaan.
f) Pemberi kenyamanan, kenyamanan serta dukungan emosional

yang diberikan perawat selama melaksanakan

asuhankeperawatan secara utuh kepada klien, dapat

memeberikan pengaruh positif berupa kekuatan untuk mencapai

kesembuhan klien.

g) Komunikator, perawat bertugas sebagai komunikator yang

menghubungkan klien dan keluarga, antar perawat maupun

tenaga kesehatan lainnya. Faktor terpenting dalam memenuhi

kebutuhan klien, keluarga dan komunitas adalah kualitas

komunikasi.

h) Penyuluh, dalam hal ini perawat menjelaskan kepada klien

tentang pentingnya kesehatan, memberi contoh prosedur

perawatan dasar yang dapat digunakan klien untuk

meningkatkan derajat kesehatannya, melakukan penilaian

secara mandiri apakah klien memahami penjelasan yang

diberikan dan melakukan evaluasi untuk melihat kemajuan

dalam pembelajaran klien.

i) Peran karier, perawat berkarier dan mendapatkan jabatan

tertentu, hal ini memberikan perawat kesempatan kerja lebih

banyak baik sebagai seorang perawat pendidik, perawat

pelaksana tingkat lanjut, dan tim perawatan kesehatan.


c. Fungsi Perawat

Fungsi perawat merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

perawat sesuai dengan perannya dan dapat berubah mengikuti keadaan

yang ada[26]. Tindakan perawat yang bersifat mandiri tanpa instruksi

dokter dan dilakukan berdasarkan pada ilmu keperawatan termasuk

dalam fungsi independen, dalam hal ini perawat bertanggung jawab

terhadap tindakan dan akibat yang timbul pada klien yang menjadi tugas

perawatannya, sedangkan tindakan perawat yang dilaksanakan dibawah

pengawasan dan atas instruksi dokter, yang seharusnya tindakan

tersebut dilakukan dan menjadi wewenang dokter termasuk dalam

fungsi dependen[26]. Menurut Kusnanto, selain fungsi dependen dan

independen, perawat memiliki fungsi interdependen yaitu perawat

melakukan aktifitas yang dilaksanakan dan berhubungan dengan pihak

lain atau tenaga kesehatan lainnya. [27].

d. Tugas dan Tanggung Jawab Perawat [27].

1) Tugas perawat berdasarkan lokakarya adalah sebagai berikut;

a) Since interset, yaitu perawat menyampaikan rasa hormat dan

perhatian pada klien.

b) Explanation about the delay, yaitu perawat bersedia

memberikan penjelasan dengan ramah kepada kliennya apabila

perawat terpaksa menunda pelayanan.

c) Perawat memperlihatkan kepada klien sikap menghargai

(respect) yang tercermin melalui perilaku perawat. Misalnya


tersenyum, mengucapkan salam, bersalaman, membungkuk,

dan sebagainya.

d) Subject the patients desires, perawat saat melakukan

komunikasi kepada klien, harus berorientasi pada perasaan klien

bukan pada keinginan atau kepentingan perawat.

e) Derogatory, perawat tidak membicarakan klien lain dihadapan

pasien dengan maksud menghina.

f) See the patient point of view, perawat mencoba memahami klien

dari sudut pandang klien serta menerima sikap kritis klien.

2) Tanggung jawab perawat bersumber dari kebutuhan individu

terhadap perawatan[27]. Sedangkan menurut Kusnanto, tanggung

jawab perawat kepada klien mencakup aspek biologi, psikologi,

sosial, kultural, dan spiritual dalam memenuhi kebutuhan dasar

klien, dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi[26].

a) Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya.

b) Membantu klien yang sehat untuk memelihara kesehatannya.

c) Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima

kondisinya.

d) Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan

secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal dengan

tenang
4. Diabetes Melitus

a. Definisi

Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika ada

peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat

memproduksi hormon insulin atau tidak dapat menggunakan insulin

secara efektif[29].

Diabetes Melitus merupakan salah satu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi

insulin, kerja insulin atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari

Diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan

fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung, dan pembuluh darah[30].

b. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2017, klasifikasi

Diabetes Melitus dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: [30].

1) Diabetes Melitus tipe 1

Akibat kerusakan sel beta pankreas, sehingga dapat menyebabkan defisiensi

insulin.

2) Diabetes Melitus tipe 2

Akibat adanya gangguan sekresi insulin yang dapat menyebabkan resistensi

insulin.

3) Gestasional Diabetes Melitus (GDM)


Timbul pada saat kehamilan. Didiagnosa pada trimester kedua atau ketiga

kehamilan

4) Diabetes karena penyebab lain


a) Sindrom diabetes monogenik, seperti neonatal diabetes, dan Maturity-

Onset Diabetes Of The Young(MODY).

b) Penyakit eksokrin pankreas, seperti fibrosis kistik.

c) Karena pengaruh obat atau zat kimia, seperti dalam penggunaan

glukokortikoid, pengobatan HIV/AIDS atau paska transplantasi organ.

c. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 meliputi:[30]

1. Berat.

Kelebihan berat badan adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe

2. Namun, Anda tidak harus kelebihan berat badan untuk terkena diabetes

tipe 2.

2. Distribusi lemak.

Jika anda menyimpan lemak terutama di perut,terjadi peningkatan

pelepasan asam lemak bebasmenyebabkan hambatan kerja insulin sehingga

terjadi kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan

produksi glukosa hepatik melalui proses glukoneosis, Anda akan memiliki

risiko diabetes tipe 2 yang lebih besar daripada jika anda menyimpan lemak

di tempat lain, seperti di pinggul dan paha, risiko diabetes tipe 2 Anda

meningkat jika Anda pria dengan lingkar pinggang di atas 40 inci (101,6
sentimeter) atau wanita dengan pinggang yang lebih besar dari 35 inci (88,9

sentimeter)[31]

3. Tidak aktif.

Semakin kurang aktif Anda, semakin besar risiko diabetes tipe 2

Anda. Aktivitas fisik membantu anda mengontrol berat badan,

menggunakan glukosa sebagai energi, dan membuat sel-sel anda lebih

sensitif terhadap insulin.

4. Sejarah keluarga.

Risiko diabetes tipe 2 meningkat jika orang tua atau saudara anda

menderita diabetes tipe 2.

5. Ras

Meskipun tidak jelas mengapa, orang-orang dari ras tertentu -

termasuk orang berkulit hitam, Hispanik, India Amerika dan Asia-Amerika

- lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 2 daripada orang kulit putih.

6. Usia

Risiko Diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia,

terutama setelah usia 45. Itu mungkin karena orang cenderung kurang

berolahraga, kehilangan massa otot dan menambah berat badan seiring

bertambahnya usia. Tetapi diabetes tipe 2 juga meningkat secara dramatis di

kalangan anak-anak, remaja dan orang dewasa yang lebih muda.


7. Prediabetes.

Prediabetes adalah suatu kondisi di mana kadar gula darah anda lebih

tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai

diabetes. Jika tidak diobati, prediabetes sering berkembang menjadi diabetes

tipe 2[32].

d. Patofisiologi

Badan memerlukan suatu energi agar dapat bekerja dengan baik. Energi

tersebut didapati dari adanya glukosa yang terbentuk dari karbohidrat, asam

amino dari protein, dan asam lemak dari lemak[33]

Ketiga zat tersebut di proses di dalam sel sehingga timbullah energi yang

disebut metabolisme. Pada proses metabolisme insulin berperan memasukkan

glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dirubah menjadi bahan bakar. Insulin

adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pada pankreas[34]

Pada Diabetes mellitus tipe 1 terjadi reaksi autoimun yang mana

disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta insulitis. Hal ini dapat

menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell

Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) menyebabkan

hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan karena virus, misal virus cocksaki,

rubella, CMV, herpes, dan lain-lain[35]


Sedangkan pada Diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin dalam tubuh

normal. Tetapi reseptor pada permukaan sel untuk menangkap insulin yang

berkurang. Reseptor insulin diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke

dalam sel. Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah lubang kunci ini yang berkurang

sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, glukosa yang masuk ke

dalam sel akan sedikit. Sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan

glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian diabetes mellitus tipe 1 dan

tipe 2 sama-sama meningkatnya glukosa dalam darah akan tetapi faktor yang

memicu timbulnya kenaikan glukosa dalam darah berbeda[36]

Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan

kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan

rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan

energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada

kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut[36]

e. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut (American

Diabetes Association, 2016)[37]

1) Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada

asupan kalori minimal 8 jam

2) Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) adalah pemeriksaan glukosa setelah mendapat pemasukan


glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam

air.

3) Nilai A1C ≥ 6,5% . Dilakukan pada sarana laboratorium yang telah

terstandardisasi dengan baik.

4) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Dengan tidak adanya hiperglikemia yang jelas, hasilnya harus

dikonfirmasi dengan melakukan tes ulang[37]

f. Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) komplikasi

Diabetes Mellitus dibagi menjadi dua, yaitu: [36]

1) Komplikasi akut

a) Hipoglikemi adalah kadar gula darah <50mg/dl. Kadar gula yang rendah

dapat menyebabkan kerusakan pada sel–sel otak karena tidak mendapat

pasokan energi.
b)
Hiperglikemia adalah kadar gula darah tiba–tiba tinggi kadar gula darah

>500 mg/dl, keadaan ini dapat menyebabkan ketoasidosis diabetik, koma

hiperosmolar non ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis[36]

Pada fase rentan terjadinya infeksi saluran kemih, tuberculosis,

infeksi kaki, yang kemudian berkembang menjadi ulkus diabetik atau

gangrene diabetes. Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi DM.

Komplikasi akut DM secara regresif dengan ditandai gula darah

diatas >300 mg/dl mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah perifer


dalam bentuk ulkus diabetik. Pada saat kondisi tersebut potensial terjadi

peningkatan bakteri yang dinamis dengan jumlah eksudat yang lebih.

Potensial infeksi yang mendukung berkembangnya metabolisme anaerob.

2) Komplikasi kronis

a) Komplikasi makrovaskular yang biasanya terjadi adalah trombosit otak

(pembekuan darah pada sebagian otak), dan mengalami penyakit jantung

koroner (PJK).

b) Komplikasi mikrovaskular, seperti

(1) Nefropati,

Rusaknya ginjal disebabkan akibat ginjal harus bekerja secara

ekstra untuk menyaring gula yang berkadar tinggi di peredaran

darah27. Pasien yang mengalami nefropati diabetikum akan

mempengaruhi pola makan penderita diabetes mellitus karena

penurunan filtrasi glumerulus ginjal mengakibatkan penumpukan

toksin uremikum dan adanya pembatasan konsumsi protein.

(2) Diabetik retinopati,

Retinopati disebabkan akibat rusaknya pembuluh darah yang

memberi makan retina[38]

rusaknya pembuluh darah pada retina disebabkan karena kadar

gula darah yang tinggi akan menyebabkan viskositas darah meningkat

yang nantinya akan menghambat aliran darah kedaerah mata27.

Padila. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012


(3) Neuropati

Neuropati yang terjadi pada penderita Diabetes Mellitus dapat

terjadi akibat hiperglikemia yang terjadi berkepanjangan dan

menyebabkan aliran darah menjadi terhambat karena

hemokonsentrasi darah meningkat[39]

Neuropati perifer dapat mempengaruhi ekstremitas bawah dan

kaki akibat hiperglikemia yang meracuni saraf akan menyebabkan

keracunan saraf dan apoptosis sehingga rusaknya pembuluh darah

mikro dan terhambatnya sirkulasi darah ke ekstremitas bawah[40]

Neuropati perifer menyebabkan 15% penderita diabetes mellitus

mengalami ulkus diabetikum[36,41]

Menurut Ernawati, kondisi komplikasi diabetes Mellitus Tipe 2

pada akhir nya akan menyebabkan beberapa penyakit seperti[42] :

1) Peripheralartery disease (PAD) merupakan perubahan

aterosklerotik dalam pembuluh besar pada ekstremitas bawah.

Penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstremitas bawah

berupa peripheralartery disease (PAD).

2) Kaki diabetika (diabetic foot) merupakan kombinasi

makroangiopati, mikroangopati, neuropati dan infeksi pada kaki.

Infeksi di kaki (tunika intima) bisa menyerang ujung kaki

termasuk alat tubuh yang lainnya berpotensial ulkus.


2. Ulkus Kaki Diabetik

a. Definisi

Ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi yang signifikan pada DM

dan paling sering terjadi faktor utama terjadinya amputasi pada ekstremitas

bawah pada pasien DM [43, 44].

Menurut Tambun dan Gulton dalam Purwanti (2013), kaki diabetik

merupakan kelainan pada tungkai bawah akibat diabetes mellitus yang tidak

terkendali[45]

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik DM berupa

luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian

jaringan setempat[46]. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada

permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi

vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada

penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi

disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob[32]

Dapat disimpulkan bahwa ulkus kaki diabetik merupakan kelainan atau

luka yang kompleks pada pasien DM yang dapat mengakibatkan amputasi

ekstremitas bawah, sehingga membutuhkan perawatan yang baik.


b. Klasifikasi jenis ulkus

Berbagai macam pengklasifikasian derajat ulkus digunakan oleh ahli.

Sumpio, Schroeder, & Blume (2005) dan Singh, Pai & Yuhhui (2013)[47],

mengatakan bahwa pengklasifikasian derajat ulkus yang popular dan mudah

diaplikasikan adalah metode pengklasifikasian berdasarkan Wagner dan Texas

University. Berikut gambar dan penjelasan dari berbagai grade:

Klasifikasi Edmonds (2004-2005), berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki

diabetes, yaitu:

Stage 1 : kaki normal

Stage 2 : kaki yang memiliki resiko tinggi

Stage 3 : kaki yang mengalami ulkus atau luka

Stage 4 : kaki mulai terinfeksi

Stage 5 : kaki mengalami nekrosis

Stage 6 : kaki yang tidak dapat ditangani

Pada tahapan yang berbeda memerlukan optimalisasi perawatan yang

berbeda pula, untuk luka derajat 1 dan 2, usaha pencegahan agar tidak terjadi

luka menjadi fokus utama sedangkan pengontrolan infeksi masih belum

dibutuhkan. Derajat 3 dan selanjutnya sudah memerlukan pengontrolan luka

dan infeksi [48,49]

.
Tabel 2.1 Klasifikasi Ulkus Diabetik Wagner-Meggit [50]

Grade Deskripsi

0 Tidak terdapat luka, gejala hanya seperti nyeri


1 Ulkus dangkal atau superficial
2 Ulkus dalam mencapai tendon
3 Ulkus dengan kedalaman mencapai tulang
4 Terdapat gangrene pada kaki bagian dalam
5 Terdapat gangrene pada seluruh kaki

Tabel diatas telah dikembangkan pada tahun 1970-an, dan telah menjadi

sistem penilaian yang paling banyak diterima secara universal dan digunakan

untuk ulkuskaki diabetik.

Tabel 2.2 Klasifikasi Ulkus Diabetik Menurut University of Texas

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3

Stage A Pre/Post Ulserasi, Luka Luka Luka


dengan jaringan superficial, menembus menembus
epitel yang tidak ke tendon ke tulang
lengkap melibatkan atau kapsul atau sendi
tendon atau tulang
tulang
Stage B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
Stage C Iskemia Iskemia Iskemia Iskemia
Stage D Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
Iskemia Iskemia iskemia iskemia

Klasifikasi University of Texas merupakan kemajuan dalam pengkajian

Ulkus diabetik.Sistem ini menggunakan empat nilai, masing-masing yang

dimodifikasi oleh adanya infeksi (StageB), iskemia (StageC), atau keduanya


(StageD). Sistem ini telah divalidasi dan digunakan pada umumnya untuk

mengetahui tahapan luka dan memprediksi hasildari luka yang bisa cepat

sembuh atau luka yang berkembang kearah amputasi[50]

c. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetikum

Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim dari

multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk memastikan kontrol

glukosa darah, perfusi adekuat, perawatan luka dan debridement, mengurangi

beban tekanan (offloading), serta kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai

dan penggantian balutan, serta tindakan operasi/bedah untuk mencegah

komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan[51]

1) Debridement

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka terbas dari

jaringan mati/nekrotik serta material yang menghambat pertumbuhan

jaringan baru. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan

nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman

berkembang. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum ini salah satunya

dengan debridement. Debridement berfungsi untuk menghilangkan jaringan

mati/nekrotik dan benda asing serta dapat mengoptimalkan kondisi

lingkungan sekitar luka[36]

Debridement ini tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan.

Metode lain yang dilakukan adalah debridement dengan menggunakan

balutan basah-kering (wet to dressing),debridement menggunakan enzim


seperti kolagen sebagai salep, dan ada juga autolitik debridement

menggunakan dengan menggunakan balutan yang mempertahankan

kelembaban (moisture retaining dressing)[39]

Dari berbagai macam debridement, debridement bedah merupakan

jenis debridement yang paling cepat dan efisien.

Tujuan debridement bedah adalah untuk:

a) Mengevakuasi bakteri kontaminasi

b) Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan

c) Menghilangkan jaringan kalus

d) Mengurangi risiko infeksi lokal

2) Balutan/Dressing

Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada

kelembaban luka (moist wound healing). Kondisi luka yang lembab dan

bersih dapat merangsang percepatan proses granulasi[52]

Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam

mempercepat penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana

menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi

trauma. Beberapa faktor yang harus perhatikan dalam memilih dressing yang

akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya

infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya[5354]


3) Mengurangi beban (offloading)

Seseorang yang berjalan pasti kaki mendapatkan beban yang besar.

Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan terjadi luka akibat

beban dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pada penderita DM luka menjadi

sulit untuk sembuh. Salah satu hal sangat penting dalam perawatan kaki

diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off

loading).

Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat

kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah

mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas

kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot

ambulatory.[55]

Prinsip dari berbagai metode yang dipakai adalah untuk mengurangi

tekanan dan memberikan yang merata tidak hanya pada tumit dan ujung

kaki[56]

5. Perawatan Luka

a. Definisi

Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk

merawat luka agar sembuh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

dan meminimalkan resiko infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi,

dalam tindakan dan proses penyembuhan luka akan berkualitas apabila

dilakukan dengan benar sesuai dengan SOP yang telah ada. Perawatan

luka adalah suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan,


menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu dalam proses

penyembuhan luka[57].

Perawatan luka bedah adalah perawatan luka yang terdiri atas

membersihkan, mengompres dan membalut luka post operasi[58].

b. Menurut Brunner & Suddarth ada beberapa tujuan dalam perawatan

luka, yaitu[57]:

1) Mencegah terjadinya infeksi

2) Mempercepat proses penyembuhan luka

3) Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis

c. Hal-hal yang harus diperhatikan

a) Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan dapat

mengakibatkan nyeri

b) Cermat dalam menjaga kesterilan

c) Peka terhadap privasi klien

6. Standar Operasional Keperawatan

a. Definisi SOP

SOP adalah dokumen yang berisi petunjuk dan serangkaian instruksi

tertulis yang berfungsi menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan

dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku,

menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung dan

sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan[59].

b. Tujuan SOP
Standar oprasional prosedur (SOP) bertujuan untuk membentuk system

kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggung

jawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan

sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan

bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana

tata urutan dari pelaksanaan dan proses kerja yang sistematik[59].

c. SOP Perawatan Luka

SOP perawatan luka bersih menurut Riyadi & Harmoko, yaitu[60]:

Prosedur :

1) Tahap pre interaksi

a) Membaca rekam media pasien dan catatan untuk rencana

perawatan luka

b) Mengekplorasi perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan

professional pada diri sendiri.

2) Menyiapkan alat :

a) Seperangkat set perawatan luka steril

b) Larutan pembersih yang diresepkan

c) Gunting verban/plester

d) Sarung tangan sekali pakai

e) Plester, pengikat atau balutan sesuai kebutuhan

f) Bengkok

g) Perlak pengalas

h) Kantong untuk sampah


i) Troli/meja dorong

3) Tahap orientasi

a) Memberikan salam, memastikan dengan menanyakan nama,

alamat dan umur pasien

b) Memanggil pasien sesuai dengan persetujuan pasien

c) Menjelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada

klien/keluarga klien

d) Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum

tindakan dimulai

e) Meminta persetujuan klien

f) Menjaga privacy klien dengan menutup tirai yang ada di sekitar

pasien, serta pintu dan jendela dan hanya membuka bagian yang

akan dilakukan perawatan luka.

g) Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan

4) Tahap kerja

a) Menyusun semua peralatan yang diperlukan di troli dekat pasien

(tidak membuka peralatan steril dulu)

b) Meletakkan bengkok didekat pasien

c) Memasangkan perlak pengalas

d) Mengatur posisi klien dan menginstruksikan klien untuk tidak

menyentuh area luka atau peralatan steril


e) Menggunakan sarung tangan steril sekali pakai dan melepaskan

plester,ikatan atau balutan dengan menggunakan pinset

f) Jika balutan lengket pada luka, melepaskan balutan dengan

memberikan larutan steril/NaCl

g) Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan

h) Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dan

buang pada tempatnya

i) Buka bak instrumen balutan steril. Balutan, gunting dan pinset,

harus tetap pada bak intrumen steril

j) Kenakan sarung tangan steril

k) Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drain, integritas

balutan atau penutupan kulit, dan karakter drainase

l) Membersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan

m) Menggunakan satu kassa untuk satu kali usapan

n) Membersihkan luka dari area kurang terkontaminasi ke area

terkontaminasi

o) Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi

p) Berikan salep antiseptic bila dipesankan

q) Pasang kassa steril kering pada insisi atau letak luka

Menggunakan plester diatas balutan, fiksasi dengan ikatan atau

balutan
r) Melepaskan sarung tangan dan membuang pada tempat sampah

medis

s) Membantu klien pada posisi yang nyaman.

1) Tahap Terminasi

a) Mengevaluasi perasaan klien setelah dilakukan tindakan

b) Menyimpulkan hasil tindakan

c) Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya

d) Mencuci dan membereskan alat setelah digunakan

e) Mencuci tangan setelah melakukan tindakan

2) Dokumentasi

a) Mencatat tanggal dan jam perawatan luka

b) Mencatat nama, alamat dan umur klien

c) Mencatat hasil tindakan sesuai dengan S O A P

d) Paraf dan nama petugas/perawat yang melakukan tindakan

Standar Operasional Prosedur.


B. Kerangka Teori

Perawat

Pengetahuan Perawatan Luka Keterampilan Perawatan


Ulkus Diabetik Luka Ulkus Diabetik

Perawatan Luka Ulkus Diabetik Sesuai SOP

1) Tahap pre interaksi


2) Menyiapkan alat
3) Tahap orientasi
4) Tahap kerja
A. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Variabel Dependent Variabel Independent

Pengetahuan Perawatan Luka Keterampilan Perawatan


Ulkus Diabetik Luka Ulkus Diabetik

B. Hipotesa

Ada pengaruh Pengetahuan Perawatan Luka Ulkus Diabetik dengan Keterampilan


Perawatan Luka Ulkus Diabetik
C.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non

eksperimental dengan desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan)

peristiwa-peristiwa penting yang sedang terjadi saat ini. Deskripsi peristiwa

dilakukan secara sistematis dan menekannkan data faktual daripada

penyimpulan. Penelitian deskriptif menyajikan fenomena apa adanya tanpa

manipulasi dan penelitian tidak menganalisis bagaimana dan mengapa

fenomena tersebut terjadi. Penelitian deskriptif tidak memerlukan adanya

hipotesis[61].

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat

dengan keterampilan melakukan perawatan luka ulkus diabetikum di

Puskesmas Dukuh Seti Pati. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah

yaitu pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan, membuat kesimpulan dan

laporan.

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu deskriptif survei. Penelitian

survei merupakan penelitian pengamatan yang berskala besar pada suatu


kelompok manusia. Jadi bahan yang dikumpulkan dalam survei adalah data

yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan berjalan secara wajar[61]..

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek yang memenuhi kriteria tertentu

untuk ditelitI[61].Populasi dari penelitian ini adalah perawat aktif sebanyak 25

orang

a. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.[32] Sampling adalah

proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang

ada. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh untuk

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

degan keseluruhan subjek penelitian[61].Teknik sampel dalam penelitian ini

menggunakan purposive sampling. Sample dalam penelitian ini adalah

perawat aktif di puskesmas dukuhseti pati.

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti[61].. Kriteria

inklusi pada penelitian ini :

a) Perawat Aktif Di Puskesmas dukuhseti pati

b) Bersedia Mendjadi Responden


2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab[[61].

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

a) Pasien menolak untuk menjadi responden

b) Bukan Perawat Aktif Di Puskesmas Dukuhseti Pati

Untuk menentukan besar sampel yang akan diteliti menggunakan

rumus Solvin sebagai berikut:

e= (10)/100 = 0,1 e2 = 0,1 dikuadratkan (0,1 x 0,1= 0,01)

25
𝑛=
1 + 25 (0,1)2
25
𝑛=
1 + 25 (0.01)
25
𝑛=
1 + 0,25
25
𝑛=
1,25
𝑛 = 20 Responden

Dari perhitungan diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah sebanyak 20 responden.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Januaari 2020

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas Dukuhseti Pati


D. Defenisi operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini diuraikan untuk

memberikan pemahaman yang sama tentang pengertian variabel yang akan diteliti,

dan untuk menentukan metodologi yang akan digunakan dalam analisis

selanjutnya[61].

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional
Keterampilan dokumen yang SOP 1. Check List untuk -
perawatan berisi petunjuk dan Perawatan mengetahui tingkat
luka serangkaian Luka keterampilan
instruksi tertulis Diabetes perawat dalam
yang berfungsi perawatan luka
menggambarkan dengan rata rata
bagaimana tujuan 75%
pekerjaan
dilaksanakan
sesuai dengan
kebijakan dan
peraturan yang
berlaku
Pengetahuan hasil dari tahu SOP 1. Check List -
perawatan manusia dan ini Perawatan untuk mengetahui
luka terjadi setelah Luka tingkat
melakukan Diabetes keterampilan
perawat dalam
penginderaan
perawatan luka
terhadap suatu
dengan rata rata
objek tertentu. 75%
E. Alat Pengumpulan Data

1. Tahap pengumpulan data

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk pengumpulan data berupa

kuesioner.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer, yaitu

data di peroleh dengan memberikan kuesioner tentang hubungan pengetahuan

dengan keterampilan perawatan luka ulkus diabetikum di Puskesmas Dukuhseti

Pati

2. Alat pengumpulan data

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti

untuk mengumpulkan data agar kegiatan tersebut sistematis dan dapat

mempermudah peneliti. Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

berupa kuesioner, kuesioner merupakan alat ukur berupa SOP perawatan luka

ulkus diabetikum

F. Prosedur Pengumpulan Data

Tahap-tahap pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Setelah memperoleh surat ijin untuk melakukan penelitian dari Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Karya Husada Semarang, peneliti mendatangi lokasi penelitian yaitu di

Puskesmas Dukuhseti Pati

2. Peneliti datang Ke DINKES PATI untuk mendapat ijin penelitian di Puskesmas

Dukuhseti Pati untuk melakukan penelitian


3. Peneliti akan memberikan informasi tentang tujuan penelitian dan keikutsertaan

dalam penelitian ini kepada sampel penelitian, bagi yang setuju berpartisipasi dalam

penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian

(informed consent).

4. Peneliti akan membagikan lembar persetujuan penelitian (informed consent)

kepada responden penelitian yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk

ditandatangani dilanjutkan dengan mengisi lembar obsevasi tentang hubungan

pengetahuan dengan keterampilan perawatan luka ulkus diabetikum

5. Penelitiakan menganalisis hubungan pengetahuan perawat dengan

keterampilan perawatan luka ulkus diabetikum

G. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu : [61].

1. Editing

Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain mengenai kesesuaian

jawaban kelengkapan pengisian,(consistensy) jawaban responden. Dalam

editing tidak dilakukan penggantian atau penafsiran atas jawaban responden.

2. Scoring

Scoring adalah suatu kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka atau bilangan. Scoring dalam penelitian ini

3. Coding

Kegiatan pengkodean dilakukan setelah editing berupa pemberian nilai

sesuai jawaban untuk memudahkan dalam pengolahan data.


1) Ha1 ada hubungan terapi musik islami dengan penurunan anxietas ibu

hamil menjelang melahirkan.

4. Tabulating

Data disusun dalam bentuk tabel kemudian dianalisis yaitu proses

penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan.

5. Entry Data

Entry adalah proses pengumpulan data, mengkonversikan data tersebut

ke dalam program pengolahan data, dan menyimpannya di program computer.

Peneliti melakukan pengumpulan data kemudian mengkonversikan data ke

program pengolahan data. Hasil pengolahan data yang sudah jadi kemudian

dilakukan analisis data.

6. Cleaning

Peneliti melakukan pemeriksaan kembali data yang telah dimasukan untuk

pengecekan ulang pada data-data yeng telah dimasukkan untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya.

Tahapan selanjutnya dilakukan pembetulan atau koreksi oleh peneliti.

H. Analisis Data[61].

1. Analisis univariate

Analisis univariate adalah cara analisis untuk variabel tunggal. Analisis

univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik


setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung jenis datanya.

Data numerik digunakan nilai mean dan median. Pada umumnya dalam analisis

ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variable.

2. Analisis bivariate

Analisis bivariate adalah analisis yang menunjukkan hubungan antara

satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Pada penelitian ini

variabel independen dan variabel dependen adalah kategorik dan kategorik,

maka menggunakan analisis chi-square.

Syarat uji ini adalah frekuensi responden atau sampel yang digunakan

besar, sebab ada beberapa syarat chi-square dapat digunakan yaitu :

a. Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau di sebut juga actual

count (F0) sebesar 0 (Nol);

b. Apabila bentuk tabel kontingensi 2 x 2 maka tidak boleh ada 1 cell saja

yang memiliki frekuensi harapan atau disebut juga exepected count

(“Fh”) kurang dari 5;

c. Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2 misalnya 2 x 3, maka jumlah cell

dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

Nilai á yang digunakan adalah 0,05. Berdasarkan nilai p pada uji chi

square, Ho diterima jika nilai p > á, Ho ditolak jika nilai p ≤ á , maka Ha diterima

jika Ho ditolak dan Ha ditolak jika Ho diterima. [61].

I. Etika Penelitian
Peneliti dalam penelitian ini melaksanakan prinsip etika dalam penelitian atau

pengumpulan data yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip

menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan[61].

1. Informed Consent

Peneliti memberikan informasi secara lengkap kepada responden tentang

tujuan penelitian yang dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Peneliti juga

menyampaikan bahwa data yang diperoleh dari responden hanya

dipergunakan untuk pengembangan ilmu. Peneliti tidak memaksa calon

responden untuk menandatangani lembar persetujuan ketika mereka tidak

bersedia membantu penelitian.

2. Anonymity

Peneliti menjaga kerahasiaan responden yaitu peneliti tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data nama,

cukup dengan memberi inisial pada masing-masing lembar tersebut

3. Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang diberikan oleh

responden dan dijaga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4. Justice

Peneliti menjamin seluruh responden diperlakukan secara baik-baiknya dan

adil selama melakukan penelitian.

5. Beneficiency
Peneliti dalam penelitian ini mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang

bisa ditimbulkan bagi responden. Keuntungan yang diperoleh bagi responden

adalah responden bisamenambah wawasan dalam menjalankan perannya dalam

melakuakan pelayanan kesehatan.

Daftar Pustaka

1. Suyono, S. 2017. Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta. 1134 hlm.

2. Wild S, Roglic G dan Green A, et al. 2004. Global Prevalence of Diabetes.

Diabetes Care 27:1047-1053.

3. PERKENI. 2016. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus

Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.

4. Kemenkes Ri. 2016. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang

Kemenkes RI.

5. Darmono. 2017. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Melitus. Dalam: Naskah

Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau Dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

6. Lestari, Tri S., 2017. Hubungan Psikososial dan Penyuluhan Gizi Dengan

Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP

Fatmawati. Skripsi Program Studi Gizi Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok.


7. Funnell, M. M. 2016. National Standards for Diabetes Self-Management

Education. Diabetes Care.

8. Soewondo, P. 2016. Prevalence, characteristics, and predictors of pre-diabetes

in Indonesia. Jakarta : Medical Journal Indonesia.

9. Henderson, L.N., & Tulloch, J. 2016. Incentives For Retaining and Motivation

Health Workers in Pacific and Asian Countries, Human Resources For Health.

10. Pratiwi. 2017. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diit

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2rawat Jalan Di Rsud Dr.Soediran Mangun

Sumarso. Prosiding Seminar Nasional Food Habit and Degenerative Diseases.

11. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

12. Roza, R, L., Afriant, R & Zulkarnain,E. (2015). Faktor Resiko Terjadinya ulkus

Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Dirawat Jalan dan Inap di

RSUP Dr.M.DJamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. No

4 Vol 1

13. Sulistyowati, D. A. (2015). Efektivitas Elevasi Ektrimitas Bawah Terhadap

Proses Penyembuhan Ulkus Diabetik di Ruang Melati RSUD Dr. Moewardi

Tahun 2014. Kosala, Vol: 3, No:1, Hal: 83-88.

14. Bastable, S. B. 2015. Perawat Sebagai Pendidik. Jakarta: Penerbit buku

kedokteran EGC.

15. Setyarini, E. A., Barus, L. S,.& Dwitari, A. 2015. Perbedaan Alat Ganti

Verband Antara Dressing Set Dan Dressing Trolley Terhadap Resiko Infeksi

HAis Dalam Perawatan Luka Post Operasi. Jurnal Kesehatan Stikes Santo

Barromeus..
16. Darmono, 2017. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Melitus. Dalam: Naskah

Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau Dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

17. Smet, B. 2014. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo.

18. Supratman dan Wiwik Setiyawati. 2018.Faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku kepatuhan perawat dalam pencegahan infeksi luka operasi di

ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Jurnal Berita Ilmu

Keperawatan. Surakarta : Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

19. Walidan, N.S. 2016. Penerapan Teknik Aseptik Pada Perawatan Luka Pasca

Bedah di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta : Skripsi (tidak diterbitkan)

PSIK – FK. Yogyakarta.UGM.

20. Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

21. Nurhidayah. 2010. Mendidik Anak Lewat Dongeng. Yogyakarta: Madina.

22. Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsepdan praktek.Jakarta :

Salemba Medika.

23. Budiman & Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika pp 66-69.

24. Fauzi, Muhamad, Metode Penilitian Kuantitatif (sebuah pengantar), Semarang:

Walisongo press, 2009.

25. Sri Widiastuti dan Nur Rohmah Muktiani. (2010). Peningkatan Motivasi dan

Keterampilan Menggiring Bola Dalam Pembelajaran Sepakbola Melalui Kucing Tikus


Pada Siswa Kelas 4 SD Glagahombo 2 Tempel. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia.

Volume 7 Nomor 1. Hlm. 47-59.

26. Pramudito, P.H. dan Prasetyo, S.D., 2015. 'Evaluasi Penggunaan Antibiotika

pada Pasien Ulkus Diabetik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013', . Skripsi, S.Far, Universitas

Gadjah Mada.

27. Ferawati, I., 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ulkus

Diabetikum pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, pp. 2-3.

28. Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7.

Vol. 3. Jakarta : EGC

29. IDF.2017. IDF Diabetes Atlas Eight Edition, International Diabetes

Federation2017.http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf

diakses tanggal 4 Februari 2019.

30. American Diabetes Association (ADA). 2017.Standar of Medical Care in Diabetes.

http://www.diabetes.org/livingwith%diabetes/complication/foot%complication/footca

re.htmldiakses tanggal 14 Januari 2018

31. Arisman.2011.Obesitas Diabetes Mellitus &Dislipidemia.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

32. Fatimah, Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majorityvol 4 no 5(101-

93)

33. Kumar, R. 2013. Dasar-Dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang Selatan: Binarupa

Aksara.
34. Stephen and William. 2011. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical

medicine (Patofisiologi Penyakit Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis Edisi

5). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

35. Clayton, W,Jr& Tom, A.E. (2015). A review of the pathophysiology : classification

andtreatment of foot ulcer in diabetic patient. Diakses dari

http://www.clinical_diabetes_mellitus./article.htm

36. Eliana F. Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus PERKENI 2015. Satelit Simp. 2015;

1-7.

37. American Diabetes Association. Diabetes Management Guidelines. 2016.

38. Hasdianah H. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-anak

dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Medika Book; 2012

39. Padila. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012

40. Kurniawan, A. A., & Wuryaningsih Y. Rekomendasi Latihan Fisik untuk Diabetes

Mellitus Tipe 2. Berk Ilmu Kedokteran Duta Wacana. (1).

41. Sabri, L., & Hastono, S.P. (2017) Statistik Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta : FKM UI.

42. Ernawati. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Terpadu dengan

Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. 2013

43. Vancouver Costal Health. (2010). Diabetic foot care : You and your feet. Vancouver

Coastal Health. Diakses dari http://www.vch.eduhealth.ca

44. Rowland, K. (2017). Wound healing perspectives: diabetic foot ulcers. National

healing corporation, 6(4).

45. Purwanti, O. S. 2013. Analisa Faktor- Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Kaki pada

Pasien Diabetes Mellitus di RSUD dr. Moewardi Surakarta, Prosiding Seminar Ilmiah
Nasional, ISSN: 2338-2694, http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/view/2763

diakses pada 23 Juli 2019

46. Notoadmodjo, S.2010. Promosi Kesehatan Teori &Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta.

47. Singh S, Pai DR, Yuhhui C. 2013. Diabetic foot Ulcer-Diagnosis and Management.

Clinical Research, 7(2): 153-155

48. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2013). Brunner &

Suddarth’s textbook of medical surgical nursing (11th ed). Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins

49. Moat, C., Martin, R., Smithdale, R. (2018). Leg Ulcer Management. Publishing,

Oxford.

50. James, W. B. 2008. Classification of Foot Lesions in Diabetic Patients. Levin and

O’Neals The Diabetic Foot, 9: 221-226

51. Suriadi. (2017). Perawatan Luka, Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto.

52. Hidayat, Arip. 2017. Pengaruh Perawatan Luka Dengan Modern Dressing Terhadap

Kualitas Hidup Pasien Ulkus Diabetikum Di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo.

Skripsi. Yogyakarta. STIKes Jendral Achmad Yani.

http://repository.unjaya.ac.id/2164/2/ARIP%20HIDAYAT_2213104pisah.pdf diakses

pada 3 September 2019

53. Ekaputera, E. 2013. Evolusi Manajemen Luka. Jakarta: Trans Info Media.

54. McCallon SK, Knight CA, Valiulus JP, Cunningham MW, McCulloch JM, Farinas LP.

Vacuum-assisted closure versus saline-moistened gauze in the healing of postoperative

diabetic foot wounds. Ostomy Wound Manage. 2000;46 (28-32):34.

55. Sabri, L., & Hastono, S.P. (2017) Statistik Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta : FKM UI.
56. Singh, N., Armstrong, D.G., & Lipsky, B.A. (2015). Preventing doot ulcers in patients

withdiabetes. JAMA, 293 (2).

57. Wardah, Febrina, Dewi. 2017. Pengaruh Pengetahuan Perawat Dalam

Pemenuhan Perawatan Spiritual Pasien Di Ruang Intensif. Jurnal Edurance, Vol

2 No 3.

58. Potter and Perry. 2013. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,

dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta:

EGC.

59. Hidayat & Nurhayati. 2015. Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus

Di Rumah. Junral Permata Indonesia. Vol5, Hal 50-51.

60. Kusnanto. 2014. Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional.

Jakarta: EGC.

61. Notoadmodjo,S.(2014), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT.

RINEKA CIPTA

Anda mungkin juga menyukai