Sholat Gerhana PDF
Sholat Gerhana PDF
com
َّ فَإِذَا َرأَ ْيت ُ ُموهُ َما فَا ْفزَ عُوا إِلَى ال
صالَ ِة
”Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk
melaksanakan shalat.” 2
Karena dari hadits-hadits yang menceritakan mengenai shalat gerhana mengandung kata
perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, shalatlah: kalimat ini mengandung
perintah). Padahal menurut kaedah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib.
Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih oleh Asy Syaukani, Shidiq Hasan
Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.
Catatan: Jika di suatu daerah tidak nampak gerhana, maka tidak ada keharusan
melaksanakan shalat gerhana. Karena shalat gerhana ini diharuskan bagi siapa saja yang
melihatnya sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana
tersebut hilang.
Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi, jika gerhana
muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu terlarang untuk shalat, maka
shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya adalah:
َّ فَإِذَا َرأَ ْيت ُ ُموهُ َما فَا ْفزَ عُوا ِإلَى ال
ِصالَة
1
Doc achmuz78@gmail.co.com
”Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan
shalat.”4 Dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja melihat gerhana termasuk
waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tersebut tetap dilaksanakan.
Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari ’Aisyah
bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari kendaraan di pagi hari lalu
terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melewati kamar istrinya (yang
dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan shalat. Dalam riwayat lain 6
dikatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya (yaitu
masjidnya) yang biasa dia shalat di situ. 7
Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat
tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat
berakhirnya gerhana.” 8
Lalu apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat gerhana? Perhatikan
penjelasan menarik berikut.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah
bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat
gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
صلُّوا
َ َفَإِذَا َرأَ ْيت ُ ْم ف
”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. 9
Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian
melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa
shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat
2
Doc achmuz78@gmail.co.com
tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara
berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut
dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat
tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid.
Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya
jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” 10
س
ُ ش ْمَّ ت ال َ شةَ – رضى هللا عنها – زَ ْو َج ال َّن ِب ِى – صلى هللا عليه وسلم – حِ ينَ َخ
ِ َسف َ ُ أَتَيْت،
َ ِعائ
ِس َماء َ اس فَأَش
َّ َارتْ بِيَ ِدهَا إِلَى ال ِ َّصلِى فَقُ ْلتُ َما لِلن َ َوإِذَا ه، َصلُّون
َ ُ ِى قَائِ َمة ت ُ َّ فَإِذَا الن،
َ ُاس قِيَام ي
ْ ََارتْ أ
ى نَ َع ْم َ فَقُ ْلتُ آ َية فَأَش. ّللا
ِ َّ ََوقَالَتْ سُ ْب َحان
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-
ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika
Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?”
Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci
Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk
mengatakan iya.” 11
َ أَش
َ ُي: َار ِب َه ِذ ِه الت َّ ْر َج َمة ِإلَى َرد قَ ْول َم ْن َمنَ َع َذلِكَ َو َقا َل
صلِينَ فُ َرا َدى
”Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak
boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” 12
Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di
masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah
(menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri di rumah.13
Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu jaami’ah’ dan tidak ada adzan
maupun iqomah.
Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,
الصالَةَ َجامِ َعة: َف َب َعثَ ُمنَاديا يُنَادِي،ع ْه ِد َرسو ِل هللاِ صلى هللا عليه وسلم َ علَى َ ْسفَت َّ أن ال
َ شمس َخ َّ ،
َ َبر َوصلَّى أربَ َع َر َكعَات في ركعَتَين َوأرب َع
س َج َدات َّ َوتَقَد ََّم فَك. فَاجتَ َمعُوا.
3
Doc achmuz78@gmail.co.com
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil
jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-
orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’
dan empat kali sujud dalam dua raka’at.”14 Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk
mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat
gerhana.
Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh
Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat . Hal ini berdasarkan hadits: 15
4
Doc achmuz78@gmail.co.com
Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian
akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” 16
Khutbah yang dilakukan adalah sekali sebagaimana shalat ’ied, bukan dua kali khutbah.
Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh Imam Asy Syafi’i. 17
Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para
ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.
Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa,
dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud. Ada juga yang
berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada
dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana
yang dipilih oleh mayoritas ulama. 18
“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan
mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan
memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri
tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali
dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya.
Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau
mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan
shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” 20
Ringkasnya, tata cara shalat gerhana -sama seperti shalat biasa dan bacaannya pun
sama-, urutannya sebagai berikut.
[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara
yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat
tertentu kepada para sahabatnya.
5
Doc achmuz78@gmail.co.com
[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan
membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan
suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:
[5] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN
HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’
[6] Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al
Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’
sebelumnya.
[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud
kemudian sujud kembali.
[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at
pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
[11] Tasyahud.
[12] Salam.
[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran
untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. 21
Nasehat Terakhir
Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika fenomena
gerhana ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti
kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan
membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan
ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda
datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat. Lihatlah yang
dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:
6
Doc achmuz78@gmail.co.com
ام فَ ِزعا يَ ْخشَى أَ ْن َ َ فَق-صلى هللا عليه وسلم- س فِى زَ َم ِن النَّبِ ِى ُ ش ْم َّ ت الِ َسف َ سى قَا َل َخ َ ع ْن أَبِى ُموَ
ُّ َصالَة ق
ط َ س ُجود َما َرأَ ْيتُهُ َي ْف َعلُهُ فِى ُ ط َو ِل ِق َيام َو ُركُوع َو ْ َ صلِى ِبأ َ ُام ي َ َعةُ َحتَّى أَتَى ا ْل َمس ِْج َد فَق َ تَكُونَ السَّا
فُ ّللا ي ُْر ِسلُ َها يُخ َِو
َ َّ ل ِل َحيَاتِ ِه َولَك َِّن َ ت أَ َحد َوِ ل تَكُو ُن ِل َم ْو ُ َّ ت الَّتِى ي ُْر ِس ُل
َ ّللا ِ ث ُ َّم قَا َل « ِإ َّن َه ِذ ِه اآليَا
ِ عائِ ِه َوا ْستِ ْغف
َار ِه َ شيْئا فَا ْفزَ عُوا ِإلَى ِذ ْك ِر ِه َو ُد َ ِب َها ِع َبا َد ُه فَإِذَا َرأَ ْيت ُ ْم مِ ْن َها
Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari
pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena
khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian
beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah
melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda
kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena
kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk
menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka
bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” 22
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-
Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua
tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai
Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa
saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan
mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.
Footnote:
7
Doc achmuz78@gmail.co.com
21 Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah,
1/438
23 Syarh Muslim,