Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

SEORANG ANAK 3 TAHUN DENGAN COMBUSTIO GRADE II

Oleh :

Yoga Oktavian Nugraha, S.Ked J510195063

Pembimbing :
Dr. Abdul Hakam Mubarok, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

HALAMAN JUDUL
CASE REPORT
SEORANG ANAK 3 TAHUN DENGAN COMBUSTIO GRADE II

HALAMAN PENGESAHAN

Yang diajukan oleh :

Yoga Oktavian Nugraha, S.Ked J510195063

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Dokter


Pada hari ................., .... ................... 2019

Pembimbing :
Dr. Abdul Hakam Mubarok, Sp.B (..............................)

Dipresentasikan dihadapan :
Dr. Abdul Hakam Mubarok, Sp.B (..............................)

KEPANITERAAN UMUM BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................... 1
STATUS PASIEN .................................................................................................... 1
I. IDENTITAS PASIEN ................................................................................... 1
II. ANAMNESIS ............................................................................................ 1
III. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................ 2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 4
V. ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA ......................................................... 5
VI. PROGNOSIS ............................................................................................. 5
VII. POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD) ........................ 5
BAB II........................................................................................................................ 13
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 13
A. DEFINISI .................................................................................................... 13
B. ANATOMI .................................................................................................. 13
C. ETIOLOGI .................................................................................................. 14
D. KLASIFIKASI LUKA BAKAR ................................................................. 17
E. LUAS & PEMBAGIAN LUKA BAKAR .................................................. 19
F. PATOFISIOLOGIS..................................................................................... 23
G. DIAGNOSIS ............................................................................................... 26
H. INDIKASI RAWAT INAP LUKA BAKAR .............................................. 26
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................ 26
J. PENATALAKSANAAN ............................................................................ 26
K. KOMPLIKASI ............................................................................................ 32
L. PROGNOSIS............................................................................................... 32
BAB III ...................................................................................................................... 30
PEMBAHASAN .................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

iii
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. A
Umur : 3 tahun
Tanggal Lahir : 6 – 1 - 2015
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Majasem, Kendal, Ngawi
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 18 Mei 2019
Tanggal pemeriksaan : 25 Mei 2019

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kulit kemerahan disertai dengan melepuh dan terdapat benjolan yang
berisi cairan akibat terkena air panas

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluarga pasien mengatakan pasien terkena air panas pada bagian
tangan, dada, perut , kaki dan kemaluan pada jam 13.00 siang. Kejadian
bermula saat sang ibu memasak air, saat sang ibu ingin memindahkan air
panas tidak sengaja disenggol oleh pasien yang sedang berlari sehingga
air panas tumpah ke pasien dan terkena pada tangan , dada, perut, kaki,
dan kemaluan. Pasien mengeluh terasa nyeri, panas, melepuh dan
kemerahan di kulit serta ada gelembung yang berisi cairan. keluarga
pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi
.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Opname : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal
2

E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat konsumsi obat bebas : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
KU : Lemas
Kesadaran : Compos mentis
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler
RR : 18 x/menit, reguler
Suhu : 36,70C
SpO2 : 99%
C. Status Generalis
1. Kepala : Normocephal, bibir sianosis (-)
2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil
+/+ (3mm/3mm)
3. Leher : Leher simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-/-),
peningkatan jugular vein pressure (-)
4. Thoraks
a) Pulmo :
- Inspeksi : Bentuk dada normal (+) , retraksi (-) normal
- Palpasi : ketinggalan gerak (-/-) normal, fremitus (+/+) normal
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru kanan kiri (+) normal
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis terlihat (+), combustio (+) pada sekitar
ictus chordis hingga diaphragma (1%)
- Palpasi : Tidak dapat diobservasi, karena terdapat combustio
- Perkusi : Tidak dapat diobservasi, karena terdapat combustio
- Auskultasi : Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), bising
jantung (-)
5. Abdomen
- Inspeksi : Combustio (+) pada abdomen sinistra, diameter +
5cm (6,5%)
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal,
- Palpasi : supel (+), nyeri tekan (+) pada sekitar combustio,
defans muskuler (-)
- Perkusi : Timpani (+) normal
3

6. Genital
- Combustio (+) (1%)
7. Ekstremitas
- Ekstremitas superior : Combustio (+) pada atas wrist joint
sinistra hingga dosal manus sinistra (2%), dan combustio pada
wrist joint dextra hingga dorsal manus dextra (2%)
- Ekstremitas inferior : Combustio (+) pada ½ bagian paha
dextra dan sinistra (4%), akral hangat (+/+) normal, edema (-/-
) normal.
8. Status Lokalis
STATUS LOKALIS - Combustio 7,5 % pada
thoraks dan abdomen
- Combustio pada manus
dextra dan sinistra hingga
wrist joint, total luas
combustio 4%
- Combustio pada genital 1%
- Combustio pada femur dextra
dan sinistra, total luas
cmbustio 4%

Luas luka bakar


- Kepala dan leher :0%
- Thoraks & Abdomen : 7,5 %
- Ekstremitas atas kanan :2%
- Esktremitas atas kiri :2%
- Esktremitas bawah kanan :2%
- Esktremitas bawah kiri :2%
- Genitalia :1%+
- Total : 16,5 %

Rumus Bexter : 4 x Luas Luka Bakar x BB


: 4 x 16,5 x 17
: 1120 CC (dalam 24 jam)
4

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Darah Lengkap
18 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 28,39 (103/uL) 6 – 17

RBC 5.03 (106/uL) 3,9 – 5,9

HGB 13,7 (g/dL) 11,5 – 13,5

HCT 38.6 (%) 34 - 40

MCV 76.7 (fL) 82,0 – 92,0

MCH 27.2 (pg) 27,0 - 31,0

MCHC 35.5 (g/dL) 32,0 - 37,0

RDW-SD 34.3 (fL) 35,0 - 37,0

RDW-CV 12.8 (%) 11,5 - 14,5

PLT 635 (103/uL) 150 – 400

PDW 9,5 (fL) 9,0 - 13,0

MPV 8,6 (fL) 7,2 – 11,1

P-LCR 14,8 (%) 15,0 - 25,0

PCT 0,55 (%) 0,150 – 0,400

NEUT# 21.57 (103/uL) 1,5 – 7

NEUT % 76.0 (%) 40 – 74

LYMPH # 5.35 (103/uL) 1 – 3,7

LYMPH % 18.8 (%) 19 – 48

MONO # 1.13 (103/uL) 0,16 – 1

MONO % 4.0 (%) 3–9

EO # 0.28 (103/uL) 0 - 0,8

EO % 1.0 (%) 0–7


5

BASO # 0.06 (103/uL) 0 – 0,2

BASO % 0.2 (%) 0–1

V. ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis Kerja : Combustio Bulosa
Diagnosis Klinis : Combustio Bulosa

VI. PROGNOSIS
1. Disease : dubia ad bonam
2. Disability : dubia ad bonam
3. Discomfort : dubia ad bonam
4. Dissatisfaction : dubia ad bonam
5. Death : dubia ad bonam

VII. POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD)


Daftar Assesment Planning Planning terapi Planning
Masalah Diagnosis Monitoring

Anamnesis : 1. Combustio - - Bersihkan - Tanda


- Nyeri & Bulosa 16,5% Pemeriksaan luka tanda
terasa panas Grade II Darah - Inf NaCl vital
pada luka 2. Leukositosis
Lengkap 0,9% 560 - Observasi
- kulit 3. Trombositosis
cc dalam 8 luka
melepuh dan
ada terbentuk jam awal - Observasi
gelembung - Dilanjutkan klinis
berisi cairan Inf NaCl pasien
jernih 0,9% 560
cc dalam 16
Pem fisik : jam
Thoraks & - Dilanjutkan
Abdomend inf RL 20
- Terdapat tpm
luka terbuka - Inj
yang sudah Paracetamo
bersih, l 3 x 250
lembab dan mg
berwarna - Jika nyeri
kemerahan. sangat
- terlihat diberi
adanya antrain 3 x
6

petumbuhan ½ amp
jaringan baru - Ranitidine
pada tepi 2 x ½ amp
luka dan - Inj cefixime
tengah luka 3 x 250 mg
- sekitar luka - Diit TKTP
terasa nyeri
jika disentuh.

Ekstremitas :
L: terdapat
luka terbuka
yang sudah
bersih,
lembab, &
berwarna
merah
Terdapat luka
terbuka yang
sudah bersih,
lembab dan
berwarna
kemerahan.
- terlihat
adanya
petumbuhan
jaringan baru
pada tepi
luka dan
tengah luka
- sekitar luka
terasa nyeri
jika disentuh.

- Lab :
WBC : 28,39
(103/uL)
HGB : 13,7
(g/dL)
PLT : 635
(103/uL)
NEUT # :
7

21.57
(103/uL)
NEUT % :
76.0 (%)
LYMP # :
5.35 (103/uL)
LYMP % :
18.8 (%)
MONO # :
1.13 (103/uL)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Luka bakar adalah suatu bentuk rusaknya atau hilangnya lapisan kulit dan
lapisan di bawahnya, yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung dan
tidak langsung, forst bife (suhu dingin), bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar
yang berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain yang memerlukan penatalaksanaan
khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Akibat langsung luka bakar dapat
terjadi syok, kematian, kontraktur dan akibat lainnya.

B. ANATOMI

Lapisan kulit adalah lapisan tubuh manusia yang terletak paling luar. Secara
histopatologik, pembagian kulit dalam garis besar tersusun atas tiga lapisan utama,
yaitu:
1. Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan ini terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah
lapisan kulit yang paling luar. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah
lapisan korneum, sering disebut sebagai eleidin, lapisan tersebut tampak lebih
jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng yang tampak jelas di telapak tangan dan
kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer
(lapisan akanta), dan mengandung banyak glikogen. Stratum basale merupakan
lapisan epidermis yang paling bawah.

2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)


Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua
bagian yakni: pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
14

ujung serabut saraf dan pembuluh darah. Kemudian pars retikulare, yaitu bagian
di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-
serabut penunjang, misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

3. Lapisan subkutis (hipodermis)


Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

Gambar 1. Anatomi kulit secara histopatologik

C. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau
tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain
itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, suhu dingin maupun bahan
kimia juga dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar terbagi menjadi:

1. Sumber panas
Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
a. Sumber panas secara langsung:
 Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah
15

dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan
luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit.
 Scalds (air panas)
Akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola
luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola
percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulih yang sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
 Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi.
b. Sumber panas secara tidak langsung:
 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema. Pada kebakaran dalam ruang tertutup
atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan
napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap
akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun
lainnya.
2. Frost bife (suhu dingin)
Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol
sehingga sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali,
16

terjadi vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah


meninggi dan timbul udem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut
terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan.
Kerusakan jaringan terjadi karena cairan sel mengkristal. Kulit, fasia, dan
jaringan ikat lebih tahan terhadap suhu dingin, namun sel saraf, pembuluh darah,
dan otot lurik sangat peka. Oleh karena itu, kulit masih tampak sehat, tetapi otot
di bawahnya mati.
3. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot.
Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan aurs
listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang
dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC.
4. Zat kimia (asam atau basa)
Dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja di industri
atau laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan.
Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang
mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia
tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis
bereaksi dengan jaringan tubuh.
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat
bersifat oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan
basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi
protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat,
asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat
menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan menimbulkan luka bakar dan
menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan kulit atau mukosa. Beberapa zat
dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam fluorida dan oksalat dapat
menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, formiat, pikrat, dan fosfor
dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan
methemoglobinemia.
17

D. KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lama pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar karena
kontak dengan api atau listrik juga memperdalam luka bakar. Bahan pakaian
yang dipakai penderita seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga
mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat
kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu:

 Luka Bakar Derajat I:


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit hiperemik
berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara
sempurna. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Gambar 2. Luka bakar derajat I


18

 Luka Bakar Derajat II:


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Dibedakan menjadi 2 bagian:
A. Derajat II dangkal/superfisial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik. Gejala yang timbul
adalah sangat nyeri, terdapat lepuhan yang timbul beberapa menit, bula atau
blister yang berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah akibat
permeabilitas dindingnya meningkat. Komplikasi jarang terjadi, terkadang
timbul infeksi sekunder pada luka.
B. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel hingga tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggal sedikit. Gejala yang timbul berupa
rasa nyeri pada luka yang lebih superfisial, warna merah muda, hipoestesia
(rasa nyeri sedikit), dan bula atau blister tidak karakteristik. Penyembuhan
terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam ini tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera
berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
19

Gambar 3. Luka bakar derajat II

 Luka Bakar Derajat III:


Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan,
tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf sensorik rusak.
Terjadi koagulasi protein dan epidermis dan dermis yang dikenal sebagai escar,
yang dapat menyebabkan kompartemen sindrom. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak terjadi epitelisasi spontan, pada kebanyakan kasus untuk
melindungi jaringan di bawah kulit dilakukan skin graft.

Gambar 4. Luka bakar derajat III

E. LUAS & PEMBAGIAN LUKA BAKAR

Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya


kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi
kehilangan cairan secara evaporasi, dan viskositas plasma meningkat dengan
resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan syok
hipovolemik, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap
resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
20

dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode
cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili ± 1% luas permukaan tubuh. luas luka
bakar hanya dhitung pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.

 Rumus 9 atau Rule of Nine untuk orang dewasa.


Pada dewasa digunakan “Rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri,
paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Kepala dan leher  9%


Lengan  18%
Badan depan  18%
Badan belakang  18%
Tungkai  36%
Genitalia  1%
Total  100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal “Rumus
10” untuk bayi, dan “Rumus 10-15-20” untuk anak.
21

Gambar 5. Rumus menentukan luas luka bakar

 Metode Lund and Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh
di kepala anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh
pada anak dapat menggunakan “Rumus 9” dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak dibawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan presentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap
tungkai dan turunkan presentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
22

Gambar 6. Lund and Browder Chart

Pembagian Luka Bakar


1. Luka bakar ringan
 Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa
 Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut
 Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum)

2. Luka bakar sedang (moderate burn)


 Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III < 10%
 Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%
 Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
23

3. Luka bakar berat (major burn)


 Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
 Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
 Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
 Luka bakar listrik tegangan tinggi
 Disertai trauma lainnya
Pasien-pasien dengan resiko tinggi

F. PATOFISIOLOGIS

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Kulit secara histopatologik tersusun
atas lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Sel-sel kulit dapat menahan
temperatur sampai 44oC tanpa kerusakan bermakna. Apabila kulit terbakar atau
terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area
yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.
Terjadilah kebocoran cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya < 20%, mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat
terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang
berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
24

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga
hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat dapat
terjadi koma dan penderita dapat meninggal (bila lebih dari 60% hemoblogin
terikat dengan CO).
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril,
tetapi kemudian dapat terjadi kontaminasi pada kulit mati yang merupakan
medium baik untuk pertumbuhan kuman, yang akan mempermudah infeksi. Bila
pencucian luka atau debridement tidak dilakukan dengan adekuat, maka
pertumbuhan kuman dapat bersifat invasif berupa penetrasi lebih dalam ke
jaringan dan masuk ke dalam sistemik yang menyebabkan bakteremia.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman
di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terdapat berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif
dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna
hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk
nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang
25

kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat


menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi
derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di
jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang
didarahinya mati.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiakkan, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif,
seperti stafilokokus atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.
Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di
darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara
estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang
atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau
badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama
dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada
fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena
itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun.
26

Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka
mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban
kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis luka bakar ditegakkan dengan anamnesis.

H. INDIKASI RAWAT INAP LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk


dirawat inap apabila:
 Luka bakar derajat III > 5%
 Luka bakar derajat II > 10%
 Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
 Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
 Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
 Adanya trauma inhalasi

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:


a) Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
b) Urinalisis
c) Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
d) Analisis gas darah
e) Radiologi - jika ada indikasi Fracture
f) Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS

J. PENATALAKSANAAN
27

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita
luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan
nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau
pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar,
intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh
karena itu, setelah mempertahankan ABCDE, prioritas berikutnya adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit
dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai untuk
menentukan derajat dan luas luka bakar. Pemeriksaan radiologik pada tulang
belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas
dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer
pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan,
melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
a. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat
dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia
jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar
dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan,
optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin
survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan
hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai
macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu
28

yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik
dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.

b. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.
Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian
nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

Perawatan Luka Bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
29

‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2


mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10
mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus
untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau
dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine
sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar


1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke
5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada
daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat
aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada
jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka
tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan
nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
30

derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga
“skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria
penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan
lebih dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka
lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah
(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu
pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas
permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat
memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang
luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian
larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-
hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah
didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian
dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah
yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan
penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat
yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong
“electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
31

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,


endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari
eksisi
Setelah dilakukan eksisi dini, luka akan dioleskan dengan salep seperti
sulfadiazine, mafenid asetat, krim gentamisin, atau salep providon yodium.
Pemberian salep ini bertujuan untuk mencegah proses evaporasi serta membantu
dalam proses penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi.

2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit
manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun
berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang
biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut.
Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split
thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik
tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk
memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat
direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring
dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode
ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka
yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini
dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan
32

pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan


juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah
dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya,
pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau
dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
K. KOMPLIKASI
Komplikasi luka bakar
1. Dehidrasi
2. Infeksi / Sepsis
3. SIRS

L. PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit
juga mempengaruhi progonosis pasien, seperti gagal ginjal akut, edema paru,
SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur
.
BAB III
PEMBAHASAN

Luka bakar atau combustio adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh
penyebab lain dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik,
bahan kimia dan radiasi. diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman,
luas, penyebab dan lokasi dari luka bakar tersebut. Luka bakar akibat arus listrik
dapat terjadi karena kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak
merupakan tempat kontak yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering
cedera daripada tungkai dan kaki. Pada kasus, dari anamnesis didapatkan keluhan
luka dan nyeri pada kedua lengan akibat tersetrum listrik yang dialami penderita ± 3
minggu sebelum masuk rumah sakit.
Penyebab luka bakar atau combustio adalah paparan api, scalds (air panas),
aliran listrik, frost bife (suhu dingin), zat kimia (asam dan basa), dan radiasi. pada
penderita ini, luka bakar terjadi akibat kontak dengan aliran listrik. Awalnya
penderita sedang bermain di atap rumah dan tanpa sengaja lengan penderita
tersetrum atau kontak dengan kabel tiang listrik.
32

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.


Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 73-5

Georgiade GS, Pederson WC, Luka bakar. Dalam: Sabiston DC, Jonatan O, editors.
Buku ajar bedah. Jakarta. EGC, 1995. Hal 151-63.

M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlanga University Press, 2006.

Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2: Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2003.

Reksoprodjo S et al, editors. Kumpuluan kuliah ilmu bedah. Jakarta. Bagian Bedah
Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hal. 435-
42.

Schwartz, Seymour I, Intisari prinsi-prinsip ilmu bedah / Seymour I. Schwartz ;


editor, G. Tom Shires, Frank C. Spenser, Wendy CH ; alih bahasa, Laniyati
et al ; editor bahasa Indonesia, Linda C. Jakarta. EGC, 200.

Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong / editor, R.


Sjamsuhidajat et al. Edisi 3. Jakarta. EGC, 2010. Hal. 103-15.

Anda mungkin juga menyukai