Tourrette Sindrom
Tourrette Sindrom
PENDAHULUAN
1
lebih fungsional untuk individu daripada tik yang merupakan ciri khas dari Tourette,
maka penting untuk mengidentifikasi dengan benar kondisi komorbiditas dan
pengobatannya.2,3
Kompetensi kita sebagai dokter umum adalah kompetensi dua, yakni mampu
mendiagnosis klinik sindrom Tourette dan menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya. Diagnosis yang akurat, termasuk mengetahui
kondisi komorbiditas, merupakan hal yang tepat untuk tataklasana pasien dengan
sindrom ini karena penyakit ini dapat berdampak pada pendidikan, kesehatan dan
hubungan sosial penderita dengan orang lain. Tatalaksana klinisnya termasuk dengan
edukasi pada pasien dan keluarga, advokasi di lingkungan sekolah dan pekerjaan,
serta manajemen pada gejalanya. Pada banyak pasien dengan Sindrom Tourette,
manajemen gejala membutuhkan farmakoterapi untuk tik atau gangguan yang
menyertainya. 1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
mungkin memiliki Tourette, prevalensi tik transien dan kronis pada anak usia sekolah
lebih tinggi, dengan tik yang lebih umum terjadi seperti mata berkedip, batuk,
membersihkan tenggorokan, menghirup, dan gerakan wajah. Tourette yang ekstrim di
masa dewasa jarang terjadi, dan Tourette tidak mempengaruhi intelektual atau
harapan hidup.2,3
2.1.2 Epidemiologi
Prevelansi seumur hidup gangguan Tourette diperkirakan 4 hingga 5 per
10.000. Lebih banyak anak yang menunjukkan gangguan ini dibandingkan orang
dewasa. Onset komponen motorik gangguan ini umumnya terjadi pada usia 7 tahun;
tic vokal muncul rata-rata pada usia 11 tahun. Gangguan Tourette terjadi kira-kira
tiga kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan.
Gangguan ini juga lebih lazim pada anak kulit putih daripada ras yang lain.1,2,3
Sebanyak dua pertiga penderita mengalami perbaikan gejala saat dewasa,
namun perbaikan total jarang terjadi. Terdapat komorbiditas yang tinggi dengan
kecemasan (anxiety), depresi, obsessive-compulsive disorder (OCD) dan attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD).1,2
2.1.3 Etiologi
Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran dalam etiologi Tourette,
namun penyebab pasti tidak diketahui. Dalam kebanyakan kasus, tidak diperlukan
pengobatan. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk setiap kasus tik, tapi obat-
obatan tertentu dan terapi dapat membantu jika penggunaannya dibenarkan. Edukasi
merupakan bagian penting dari setiap rencana pengobatan, dan penjelasan serta
keyakinan sendiri sering mencukupi proses pengobatan. Kondisi penyerta seperti
attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan obsesif- kompulsif (OCD) yang
hadir pada banyak pasien. Kondisi lain yang sering menyebabkan gangguan yang
lebih fungsional untuk individu daripada tik yang merupakan ciri khas dari Tourette,
4
maka penting untuk mengidentifikasi dengan benar kondisi komorbiditas dan
pengobatannya.2,3,4
Faktor Genetik
Fakta bahwa gangguan Tourette dan gangguan tic vokal atau motorik kronis
lebih besar kemungkinannya untuk terjadi di keluarga yang sama memberikan
dukungan pada pandangan bahwa gangguan ini merupakan bagian dari spektrum
yang ditentukan secara genetik. Bukti pada beberapa keluarga menunjukkan bahwa
gangguan Tourette diturunkan dengan cara dominan autosom.1,3
Hingga setengah dari pasien gangguan Tourette juga mengalami gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas (ADHD). Hingga 40 persen pasien dengan gangguan
Tourette juga memiliki gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Di samping itu, kerabat
derajat pertama orang dengan gangguan Tourette memiliki risiko tinggi untuk
mengalami gangguan ini, gangguan tic vokal atau motorik kronis, dan gangguan
obsesif-kompulsif. Mengingat adanya gejala ADHD pada lebih dari setengah pasien
dengan gangguan Tourette, timbullah pertanyaan mengenai hubungan genetik antara
kedua gangguan ini.1,3
5
Opiat endogen dapat terlibat di dalam gangguan tic dan gangguan obsesif-
kompulsif. Beberapa bukti menunjukkan bahwa agen farmakologis yang
mengantagonis opiat endogen. Kelainan di dalam sistem nonadrenergik terkait di
dalam beberapa kasus melalui pengurangan tic dengan clonidine (Catapres). Agonis
adrenergik ini mengurangi pelepasan norepinefrin di sistem saraf pusat (SSP)
sehingga dapat mengurangi aktivitas di dalam sistem dopaminergik. Kelainan di
ganglia basalis menimbulkan berbagai gangguan gerakan, seperti pada penyakit
Huntington, dan gangguan ganglia basalis juga mungkin terjadi pada gangguan
Tourette, gangguan obsesif-kompulsif, dan ADHD.2
6
- Sering mengangkat-angkat bahu dan lain-lain.
Tics sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan
waktu. Beberapa tics motorik sederhana tidak diperlukan untuk menyebabkan
sindrom Tourette, yang melibatkan lebih dari tics motorik sederhana.
Misalnya orang dengan sindrom Tourette bisa menggerakkan kepala mereka
dengan berulang-ulang dari sisi ke sisi, mengedipkan mata mereka, membuka
mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
Tics motorik kompleks dapat berupa pola-pola gerakan terkoordinasi
yang melibatkan beberapa kelompok otot, seperti:
- wajah meringis dikombinasikan dengan gerakan kepala dan bahu.
- gerakan melompat-lompat
- membungkuk atau memutar.
- menyentuh objek orang lain atau diri sendiri
- membenturkan kepala
- menulis surat atau kata-kata secara terus menerus dan lain-lain.
2. Tics vocal
Tics vocal sederhana bisa diawali dengan mendengung, batuk, suara
berdehem, mengeluarkan kata seperti “..uh.. uh..”, “..e..e..e..” dan lain-lain.
Tics vocal kompleks seperti “..oh boy..”, ‘..you know..”, “..diam..”, gejala
palilalia (bicara dengan kata-kata yang tidak dimengerti dan berulang-
ulang), koprolalia (bicara kotor berulang-ulang tentang alat kelamin) , dan
ekolalia/latah (mengulang atau meniru kata-kata setelah mendengarnya).
Orang dengan sindrom Tourette seringkali mengalami kesulitan
berfungsi dan mengalami kegelisahan yang patut dipertimbangkan dalam
lingkungan sosial. Dahulu, mereka dihindari, diasingkan, atau bahkan
dianggap kerasukan setan. Impulsive, agresif, dan perilaku menghancurkan
diri sendiri terbentuk pada banyak penderita, dan perilaku obsessive-
7
compulsive terbentuk pada separuh penderita. Anak yang menderita
sindrom tourette seringkali mengalami kesulitan belajar. Kebanyakan juga
mengalami kekurangan-perhatian/gangguan terlalu aktif.
Di dalam gangguan Tourette, tik awal terjadi di wajah dan leher. Seiring
waktu, tik cenderung terjadi dengan arah ke bawah. Tik yang paling lazim
digambarkan adalah tik yang mengenai leher dan kepala, lengan dan tangan, tubuh
dan ekstremitas bawah, serta sistem pernapasan dan pencernaan. Obsesif, kompulsif,
kesulitan atensi, impulsivitas, dan masalah kepribadian terkait dengan gangguan
Tourette. Kesulitan atensi sering mendahului onset tik, sedangkan gejala obsesif-
8
kompulsif sering muncul setelah onsetnya. Banyak tik memiliki komponen agresif
atau seksual yang dapat menimbulkan konsekuensi sosial yang serius pada pasien.
Secara fenomenologis, tik menyerupai kegagalan untuk menyensor, baik disadari atau
tidak disadari, dengan meningkatnya impulsivitas dan ketidakmampuan untuk
menghambat suatu pikiran untuk diwujudkan ke dalam tindakan.1,2
Tidak ada tes diagnostik laboratorium khusus untuk gangguan Tourette; tetapi
banyak pasien dengan gangguan Tourette memiliki temuan elektroensefalogram
(EEG) abnormal nonspesifik. Kira-kira 10 persen dari semua pasien dengan
gangguan Tourette menunjukkan beberapa kelainan khusus pada pemindaian
computed tomography (CT).1,2,4
Pencitraan dilakukan bila perlu atau untuk riset. Melalui pemeriksaan MRI
(magnetic resonance imaging), diketahui penderita TS memiliki area dorsolateral
prefrontal yang lebih besar dan peningkatan substantia alba di lobus frontal kanan.
Volume nucleus caudatus yang lebih kecil pada MRI di masa anak berhubungan
dengan meningkatnya derajat keparahan tik di masa dewasa.
Pemeriksaan lain menggunakan voxel-based morphometry (VBM) dan
magnetization transfer imaging (MTI) yang lebih sensitif terhadap perubahan
jaringan dibandingkan MRI konvensional. Keduanya merupakan pengukuran
kuantitatif integritas makro-struktur. Pada VBM, penderita TS menunjukkan
penurunan volume substantia nigra di area prefrontal, girus cinguli anterior, area
sensorimotorik, nukleus kaudatus kiri, dan girus postsentral kiri secara signifikan.
Penurunan volume substantia alba terdeteksi di girus frontal inferior kanan,
girus frontal superior kiri, dan anterior corpus callosum. Peningkatan dijumpai di
girus frontal pertengahan kiri dan area sensorimotor kiri. Dengan MRI, reduksi
substantia alba terlihat di girus frontal medial kanan, girus frontal inferior bilateral,
dan girus cinguli kanan.
Terdapat beberapa kuesioner dalam penegakkan diagnosis. Untuk menilai IQ
digunakan Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence (WASI). Obsesi-kompulsi
9
dapat diketahui dengan Dimensional Yale-Brown Obsessive-Compulsive Scale
(DYBOCS).47-52 Skor Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS) berkisar 0-50,
dengan rincian: tidak ada tik (YGTSS: 0), tik minimal (YGTSS: 1–9), tik ringan
(YGTSS: 10–19), tik sedang atau lebih berat (YGTSS: ≥20). Skor YGTSS > 15
mengindikasikan tik yang secara klinis signifikan. Sedangkan skor Clinical Global
Impressions–Improvement Scale berkisar 1-8, skor 1 berarti perkembangannya sangat
baik, skor 8 berarti sangat buruk.8
10
provisional tic disoder. Bagi seseorang untuk dapat didiagnosis dengan gangguan ini,
dia harus:
memiliki satu atau lebih tics motorik (misalnya, berkedip atau mengangkat bahu)
atau tics vokal (misalnya, bersenandung, berdehem, atau meneriakkan kata atau
frase).
muncul tidak lebih dari 12 bulan berturut-turut.
memiliki tics yang dimulai sebelum ia adalah 18 tahun.
gejala tidak timbul akibat minum obat atau karena memiliki kondisi medis yang
dapat menyebabkan tics (misalnya, penyakit Huntington atau ensefalitis
postviral).
tidak didiagnosis dengan motorik Sindrom Tourette atau persisten atau gangguan
tic vokal.
Lain halnya dengan persistent tic disorder, memiliki tics yang terjadi berkali-kali
dalam satu hari sehari hampir setiap hari atau gejala hlng timbul selama jangka waktu
lebih dari satu tahun.10
2.1.7 Penatalaksanaan
Pertimbangan akan keseluruhan fungsi anak atau remaja adalah langkah
pertama di dalam menentukan terapi yang paling sesuai untuk gangguan tic. Memulai
terapi dengan edukasi yang komprehensif untuk keluarga merupakan hal yang
penting, agar anak tidak sengaja dihukum untuk perilaku ticnya. Penting juga bagi
keluarga untuk memahami sifat banyak gangguan tic yang membaik dan memburuk.
Teknik perilaku lain-termasuk massed (negative) practice, pengawasan diri, pelatihan
respons yang tidak sesuai, presentasi dan menghilangkan dorongan positif, serta
terapi pembalikan kebiasaan.1,3
11
Teknik Psikologis
Berbagai teknik psikologis telah digunakan dalam pengobatan sindrom
Tourette. Teknik pertama yang digunakan adalah 'tidak hanya untuk menunjukkan
khasiat obat, tetapi juga untuk menunjukkan praktik negatif' (latihan yang berlebihan
terhadap tik target oleh pasien, yang pada akhirnya akan tidak terlihat dengan
mekanisme yang disebut inhibisi reaktif). Namun, literatur berikutnya menunjukkan
hasil tidak konsisten menggunakan metode ini. Pengobatan psikologis lainnya yang
telah terbukti berguna dalam sindrom Tourette termasuk latihan ketegasan (Mansdorf,
1986), self-monitoring (Billings, 1978) dan terapi kognitif (O'Connor et al., 1993).
Terapi relaksasi (Bergin et al., 1998), di sisi lain dan van de Wetering menyarankan
model pengobatan berdasarkan teknik reduksi ketegangan tertentu di mana, bukannya
tik yang terjadi sebagai respons terhadap stimulus sensorik tertentu, pasien diajarkan
respon alternatif yang lebih dapat diterima secara sosial yang juga mengurangi
stimulus sensorik (Evers dan van de Wetering, 1994). Pada umumnya penulis tidak
terlalu terkesan dengan teknik psikologis untuk pengobatan tik, sebagaimana banyak
dokumentasi dalam literatur hanya nerupa anekdot dan, dalam pengalamannya, hasil
khususnya belum menggembirakan. Penggunaan utama untuk teknik
psychobehavioural di TS adalah terkait untuk OCS/OCB (obsessive-compulsive
symptoms/behavior) di mana menjadi tambahan penting untuk obat-obatan.3
Farmakoterapi
Pemberian antipsikotik konvensional, yang berpotensi tinggi, seperti
haloperidol, trifluoperazine (Stelazin), dan pimozide (Orap) menunjukkan memiliki
efek mengurangi tik yang signifikan. Penghentian obat ini sering didasari pada efek
merugikan obat, termasuk efek ekstrapiramidal dan disforia. Haloperidol tidak
disetujui untuk digunakan pada anak di bawah usia 3 tahun. Para klinisi harus lebih
dahulu memperingatkan pasien dan keluarganya mengenai kemungkinan terjadinya
reaksi distonik akut dan gejala parkinson ketika akan memulai terapi dengan obat
12
antipsikotik konvensional atau antipsikotik “atipikal” yang lebih baru. Antipsikotik
“atipikal” yang lebih baru dipasarkan saat ini, termasuk risperidone dan olanzapine
(Zyprexa), sering dipilih sebagai pilihan terapi dibandingkan antipsikotik
konvensional dengan harapan efek sampingnya akan lebih ringan. Bahkan dengan
antipsikotik atipikal, diphenhydramine (Benadryl) atau benztropine (Cogentin) sering
diperlukan untuk mengendalikan efek samping ekstrapiramidal.3
Meskipun clonidine, suatu antagonis noradrenergik, saat ini tidak disetujui
untuk digunakan untuk gangguan Tourette, yang dilaporkan efektif di berbagai studi;
40 hingga 70 persen pasien mendapatkan keuntungan dari obat ini. Di samping
perbaikan gejala tik, pasien dapat mengalami lebih sedikit tegangan dan
meningkatnya rentang perhatian. Agonis α-adrenergik lain, guanfacine (Tenex), juga
telah digunakan di dalam terapi gangguan tik. Dalam hal seringnya komorbiditas
perilaku tik dengan gejala obsesif-kompulsif atau OCD, obat selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI) telah digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
antipsikotik di dalam terapi gangguan Tourette. Beberapa data mengesankan bahwa
SSRI, seperti fluoxetine (prozac), dapat membantu.1,3
Meskipun para klinisi harus menimbang risiko dan keuntungan penggunaan
stimulan pada kasus hiperaktivitas berat dan tik yang ada bersamaan, studi baru-baru
ini melaporkan bahwa metilfenidat tidak meningkatkan angka atau intensitas tic vokal
atau motorik pada sebagian besar anak dengan gangguan tic dan hiperaktivitas.3
2.1.8 Prognosis
Terlepas dari keparahan gejalanya, penderita Tourette memiliki jangka hidup
yang normal. Meskipun gejalanya mungkin terjadi seumur hidup dan kronis bagi
sebagian orang, kondisi ini tidak bersifat degeneratif atau mengancam jiwa. Tingkat
intelijensi biasanya normal pada penderita Tourette, meskipun mungkin terjadi
ketidakmampuan belajar. Keparahan tik pada saat awal kehidupan tidak dapat
memprediksikan keparahan tik di kemudian hari, dan prognosis umumnya baik,
13
meskipun tidak ada penelitian yang secara handal memprediksi hasil untuk individu
tertentu.1,9
Gangguan Tourette yang tidak diterapi biasanya adalah penyakit kronis dan
seumur hidup dengan perburukan dan pemulihan relatif. Gejala awal dapat berkurang,
tetap ada, atau meningkat, dan gejala lama dapat digantikan dengan yang baru. Orang
yang mengalami gangguan ini dengan berat bisa dapat memiliki masalah emosional
yang serius, mencakup gangguan depresif berat. Beberapa dari kesulitan ini tampak
terkait dengan gangguan Tourette, sedangkan yang lainnya terjadi karena
konsekuensi sosial, akademik, dan pekerjaan yang berat, yang merupakan sekuele
gangguan ini yang sering terjadi.7,9,10
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Scahill, Lawrence et al. Contemporary Assessment and Pharmacotherapy of
Tourette Syndrome. The Journal of the American Society for Experimental
NeuroTherapeutics. 2006 April; (3): 192–206.
2. Singer, HS. Tourette syndrome and other tic disorders. Handb Clin Neurol.
2011;100:641-57.
3. Robertson, MM. Gilles de la Tourette syndrome: the complexities of phenotype
and treatment. Br J Hosp Med (Lond). 2011 Feb;72(2):100–7.
4. J S Stern, S Burza, M M Robertson. Gilles de la Tourette’s syndrome and its
impact in the UK. Postgrad Med J 2005;81:12–19
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Washington, D.C.: APA. 2005
6. Paschou, et al. Indications of Linkage and Association of Gilles de la Tourette
Syndrome in Two Independent Family Samples: 17q25 Is a Putative
Susceptibility Region. Am. J. Hum. Genet. 75:545–560, 2004.
7. Müller-Vahl KR. Kaufmann J. Grosskreutz J. Dengler R. Emrich HM. Peschel T.
Prefrontal and anterior cingulate cortex abnormalities in Tourette Syndrome:
Evidence from voxel-based morphometry and magnetization transfer imaging.
BMC Neuroscience 2009;10:47 doi:10.1186/1471-2202-10-47
8. Anurogo, Dito. 2013. Fenomenologi Sindrom Tourette. CDK-211/ vol. 40 no.12.
9. Leslie E. Packer, PhD.2015.Overview of Tourette’s Syndrome.
(http://www.tourettesyndrome.net/disorders/tourette%E2%80%99s-
syndrome/overview-of-tourettes-syndrome/). Diakses pada 4 Januari 2107
10. Roessner, Veit, Pieter J. Hoekstra, and Aribert Rothenberger. “Tourette’s
Disorder and Other Tic Disorders in DSM-5: A Comment.” European Child &
Adolescent Psychiatry 20.2 (2011): 71–74. PMC. Web. 5 Jan. 2017.
16