Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


KETUBAN PECAH PREMATUR

OLEH :
NADYA NAFIS SHABIRAH
P27820714014

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
2017-2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KETUBAN PECAH PREMATUR/DINI (KPP/KPD)

1. Pengertian
Pengertian KPD menurut WHO yaitu “rupture of the membranes before the on set of
labour”. Ketuban pecah prematur (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah
prematur (Prawirorahardjo, 2010). Ketuban yang pecah spontan 1 jam sebelum dimulainya
persalinan diartikan sebagai pecah dini. Ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Penatalaksanaan pasien
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration
Dystress Syndrome) (Prawirorahardjo, 2010).
Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/ PROM) mengacu kepada
pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan ditampilkan dengan adanya pecah
ketuban (Rupture of Membranes/ROM) sebelum awal persalinan. Sedangkan ketuban pecah
dini preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban
(ROM) sebelum kehamilan 37 minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap
pecahnya ketuban yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah pada
awal persalinan. Ketuban pecah dini premature (PPROM) mendefinisikan ruptur spontan
membran janin sebelum mencapai umur kehamilan 37 minggu dan sebelum onset persalinan
(American College of Obstetricians dan Gynecologists, 2007).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan
pada primipara < 3 cm dan pada multipara <5 cm. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan (Mochtar, 2007).

2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya
tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebabnya juga
disebabkan karena inkompetensi servik. Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin
(seperti letak lintang) dan juga infeksi vagina / serviks (Prawirohardjo, 2010).
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah:
1) Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius
bagi ibu dan janin, bahkan dapat menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara langsung
pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban
bisa menyebabkan terjadinya KPD (Prawirohardjo, 2010).
2) Serviks yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage). Serviks yang tidak lagi mengalami
kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri
untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan
kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan
kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus
merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi
obstetric (Prawirohardjo, 2010).
3) Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang ≥4 kali
seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam
sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya
disertai infeksi (Prawirohardjo, 2010).
4) Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir
kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gamelli (Prawirohardjo, 2010).
5) Kelainan letak,
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah
(Prawirohardjo, 2010).
6) Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah wanita
yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu
primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis,
mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk
kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat
hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak
terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau infeksi maternal.
Sedangkan multipara adalah wanita yang telah beberapa kali mengalami kehamilan
dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang
terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan berikutnya (Prawirohardjo, 2010).
7) Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini
merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan persalinan preterm
(Prawirohardjo, 2010). Pada kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran preterm,
sedangkan bila ≥47 minggu lebih sering mengalami KPD (Manuaba, 2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru
lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga
terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada
ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi
pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban pecah
dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (Prawirohardjo,
2010).
8) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis
terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini
dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada
kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih
beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang
menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Prawirohardjo, 2010).

3. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah (Prawirohardjo, 2010).
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodonititis di mana terdapat
peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini (Prawirohardjo, 2010).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan secara aterm
merupakan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah
Dini premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompetenserviks. Solusio plasenta
(Prawirohardjo, 2010).

4. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala ketuban pecah dini menurut Nugraha (2010), antara lain :
1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2) Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
Biasanya agak keruh dan bercampur dengan lanugo (rambut halus pada janin) serta
mengandung verniks caseosa (lemak pada kulit bayi).
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
4) Bercak vagina banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi
Menurut Manuaba (2010), tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis
dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan
ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk/berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda
infeksi yang terjadi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Prawirohardjo (2010) untuk mendiagnosa ketuban pecah dini yaitu dengan
menentukan pecahnya selaput ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi
biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya
infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu ≥48°C serta air ketuban keruh dan berbau.
Leukosit darah > 15.000/mm3. Tentukan tanda-tanda persalinan, tentukan adanya kontraksi
yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan).
Pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan laboratorium
(1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna. Konsentrasi, baud an
pHnya.
(2) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine, atau
secret vagina.
(3) Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap
kuning.
(4) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
(5) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan daun pakis. (Varney,
2007)
2) Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion (Varney, 2007).

8. Komplikasi
1) Pengaruh KPD terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis,vaskulitis)
sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan morrtalitas danmorbiditas
perinatal.
2) Pengaruh KPD terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu
sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas,
peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di
tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya
3) Komplikasi yang mungkin terjadi akibat KPD
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya infeksi intra uterin,
partus prematur, dan prolaps bagian janin terutama tali pusat (Manuaba, 2009).
Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada KPD yaitu peningkatan morbiditas
neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan
resiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh
merupakan penghalang penyebab infeksi (Prawirohardjo, 2010).
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonal. Komplikasi akibat KPD kepada bayi diantaranya adalah IUFD,
asfiksia, RDS (Respiratory Distress Syndrome), dan prematuritas. Sedangkan pada
ibu diantaranya adalah partus lama, infeksi intrauterin, atonia uteri, infeksi nifas, dan
perdarahan post partum (Mochtar, 2007).

9. Penatalaksanaan
1) Konservatif
(1) Rawat di rumah sakit
(2) Tirah baringkan ibu untuk mencegah prolaps tali pusat
(3) Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta
(4) Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
(5) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
a. Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
b. Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x
perhari selama 7 hari.
(6) Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexamethason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
(7) Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka
berikan tokolitik, dexametason, dan induksi setelah 24 jam.
2) Aktif
(1) Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
(2) Bila gaga, Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50
mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
(3) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
(4) Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
a. Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktuapakah
6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
b. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan
pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban
3) Penatalaksanaan lanjutan
(1) Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului
kondisi ibu yang menggigil.
(2) Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan
adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan
DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama
induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau
induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
(3) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
(4) Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan
juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b. Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
(5) Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran
jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh
akibat dehidrasi.
Sebagai gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1) Memosisikan ibu tirah baring untuk encegah prolap tali pusat
2) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru sehingga
mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
3) Mengatasi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi peicu sepsis,
meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
4) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin (Manuaba, 2010).
Kehamilan ≥37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal, seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila skor pelvic <
5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Berikut bagan penatalaksaan ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010) sebagai
berikut :
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
KETUBAN PECAH PREMATUR/DINI (KPP/KPD)

1. Pengkajian
1) Identitas
Meliputi nama ibu, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa,
medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan ibu adalah keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning,
hijau, kecoklatan sedikit/banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah kering, inspeksi tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudahkering
3) Riwayat kesehatan sekarang
Ibu datang dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan
atau tanpa komplikasi
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion, sintesi, pemeriksaan pelvis
dan hubungan seksual, infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus, selaput amnion
yang lemah/tipis, posisi fetus tidak normal, kelainan pada otot serviks atau genital seperti
panjang serviks yang pendek, multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
5) Riwayat Haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid,
hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus
6) Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa, apakah perkawinan sah atau tidak,
atau tidak direstui dengan orang tua
7) Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah, urine, keluhan
selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan,
tindakan dan pengobatan yang diperoleh
8) Riwayat Kesehatan keluarga
Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti
panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular, kelainan congenital
atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga
9) Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan Umum
Ibu tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari
terjadinya ketuban pecan prematur atau tanda-tanda persalinan.
(2) Kepala dan leher
Mata: perlu diperiksa dibagian skelra,konjungtiva
Hidung: ada atau tidaknya pembebngkakan konka nasalis .Ada /tidaknya hipersekresi
mukosa
Mulut: gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi,
Leher: berupa pemeriksaan JVP, KGB Dan tiroid
(3) Thoraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan torak abdominal, dan tidak ada retraksi
dinding dada, frekuensi pernapasan normal.
Palpasi: payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi: terdengar S1 S2 tunggal, bunyi napas normal vesikuler
(4) Payudara
Puting susu klien apakah menonjol/tidak, warna aerola, kondisi mamae, kondisi ASI
klien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
(5) Abdomen
Inspeksi :ada/tidak ada bekas operasi, striae dan linea
Palpasi: TFU kontraksi ada/tidak , posisi janin, kandung kemih penuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
(6) Genitalia
Inspeksi: kebersihan, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi REEDA (Red, Edema,
Discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban (jumlah, warna, bau dan lendir
merah muda kecoklatan)
Palpasi: pembukaan serviks (0-4)
Ekstrimitas: edema, varises ada/tidak ada.
(7) Ekstremitas dan Integumen
Eks. Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi/memar, apakah ada oedema/tidak
Eks. Bawah : apakah ada luka memar/tidak, apakah oedema/tidak
Integumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik/tidak

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur infasif,pemeriksaan
vagina berulang dan rupture membrane amniotic
2) Kerusakan perutakaran gas pada janin nyang berhubungan dengan adanya penyakit
3) Resiko tinggi cedera pada janin yang berhubungan dengan melahirkan bayi premature
/tidak matur
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi,abcaman pada diri sendiri/janin
5) Risiko tinggi penyebaran infeksi /sepsis berhubungan dengan adanya infeksi ,prosedur
infasif ,dan peningkatan pemahaman lingkungan.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas
3. Intervensi
1) Ansietas yang berhubungan dengaan krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang
dirasakan/actual dari kesejahteraan maternal, dan janin transmisi interpersonal.
Tujuan : Ansietas pada iibu dapat teratasi
Kriteria hasil :
(1) Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan ibu dan janin
(2) Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran caesarea
(3) Pasien tampak benar – benar rileks
(4) Menggunakan sumber / system pendukung dengan efektif
Intervensi :
(1) Kaji respon psikologi pada kejadian dan ketersediaan system pendukung
Rasional : makin ibu merasakan ancaman, makin besar tingkat ansietas.
(2) Pastikan apakah prosedur direncanakan atau tidak direncanakan.
Rasional : pada kelahiran caesarea yang tidak direncanakan, ibu dan pasangan biasanya
tidak mempunyai waktu untuk persiapan psikologi dan fisiologi.
(3) Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati.
Rasional : membantu transmisi ansietas interpersonal dan mendemonstrakan perhatian
terhadap ibu.
(4) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan janin
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan akhir dan membantu
membawa ancaman yang dirasakan/ actual kedalam prespektif.
(5) Anjurkan ibu dan pasangannya mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan
Rasional : membantu membatasi perasaan dan memberikan kesempatan untuk
mengatasi perasaaan ambivalen atau berduka. Ibu dapat merasakan ancaman emosional
pada harga diri nya karena perasaannya bahwa ia telah gagal, wanita yang lemah.
(6) Dukung atau arahkan kembali mekanime koping yang diekspresikan
Rasional : mendukung mekanisme kopin dasar dan otomatis meningkatkan
kepercayaan diri serta penerimaan dan menurunkan ansietas.
(7) Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah orang yang ada
sesuai kenginan ibu.
Rasional : memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi, menyusun sumber
– sumber, dan mengatasi cemas dengan efektif.
2) Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif pecah ketuban,
kerusakan kulit dan penurunan Hb.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
(1) Klien bebas infeksi
(2) Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi
Intervensi :
(1) Tinjau ulang kondisi factor resiko yang ada sebelumnya.
Rasional : kondisi dasar ibu : seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial resiko
infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkat
resiko kontaminasi janin.
(2) Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya peningkatan suhu, nadi, jumlah sel
darah putih atau bau / warna secret vagina.
Rasional : pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan
korioamonitis sebelum mengintervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
(3) Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Rasional : membantu mengurangi resiko infeksi asenden.
KOLABORASI
(4) Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protocol.
Rasional : menurunkan kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi
pasca-operatif
(5) Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang meninfeksi dan tingkat keterlibatan.
(6) Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahaan.
Rasional : resiko infeksi pasca melahirkan serta penyembuhan lebih lama bila kadar Hb
rendah dan kehilangan darah berlebihan.
(7) Berikan antibiotic spectrum luas parental pada pra-operasi
Rasional : Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses
infeksi sebagai pengobatan pada infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang
teridentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Ratna. 2009 .Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan


Patologis.Jakarta : Salemba Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gede dkk. 2007. Pengantar kuliah obstetri, Jakarta: EGC
Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: EGC
Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo,Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai