Anda di halaman 1dari 9

PEMETAAN RAWAN BANJIR DI KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

DAN PONTIANAK TENGGARA BERBASIS SISTEM INFORMASI


GEOGRAFIS (SIG)
Gusti Zulkfli Mulki1, Hendri Firdaus2, M. Irvan Kurnia3
1. DosenProdi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tanjungpura Pontianak
2. Dosen Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tanjungpura Pontianak
3. Mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tanjungpura Pontianak

Abstrak
Bencana banjir merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses alamiah dan
aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Kecamatan Pontianak Selatan
dan Pontianak Tenggara yang merupakan daerah dataran Kota Pontianak dengan ketinggian berkisar
antara 0,1 s/d 1,5 meter diatas permukaan laut sehingga sangat dipengaruhi oleh pasang surut air
sungai sehingga mudah tergenang. Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan rawan banjir di Kecamatan
Pontianak Selatan dan Pontianak Tenggara berbasis sistem informasi geografis (SIG). Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengumpulan data berupa observasi, dokumentasi dan
kuesioner. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitic Hierarchy Process
(AHP) untuk mengetahui penyebab banjir dan; dan Analisis Sumperimpose untuk mengetahui tingkat
rawan banjir. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa banjir di wilayah Kecamatan Pontianak
Selatan dan Pontianak Tenggara disebabkan oleh hujan intensitas tinggi namun air tidak terdrainasi
dengan cepat, musim penghujan terjadi genangan dan run off, sungai pasang terjadi genangan dan
tidak berlangsung lama. Tingkat Kerawanan Banjir di Kecamatan Pontianak Selatan dan Pontianak
Tenggara dapat dikelompokkan menjadi menjadi tiga yaitu, Rawan 481 Ha, Cukup Rawan 1268 Ha,
Tidak Rawan 1123 Ha.
Kata kunci: Bencana banjir, AHP, Sistem Informasi Geografis.

Abstract
Flood disaster is a natural phenomenon, which is triggered by natural processes and uncontrolled
human activities. South Pontianak District and Southeast Pontianak are low lying topography (0.1 to
1.5 meters above sea level) adjacent to a river and sea area which is more likely to have floods
particularly when ebb and flow. This study aims to obtain a mapping of flood-vulnerable zones in the
District of South Pontianak and Southeast Pontianak based on geographic information systems (GIS).
The data were collected by observation, documentation and questionnaires and analysed using the
Analytical Hierarchy Process (AHP) to determine the causes of flooding and Superimpose Analysis to
determine the flood-vulnerable level. The results of the study showed that the flood is caused by the high
rain intensity and poor drainages; in rainy season puddles and run-off; and tidal inundation. The flood
vulnerable level of the Districts of South Pontianak and Southeast Pontianak can be grouped into three
categories which are vulnerable to 481 Ha, intermediate vulnerable to 1268 Ha, and unvulnerable to
1123 Ha.

Keywords: Flood disaster, AHP, Geographic Information System.


1. Pendahuluan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
Bencana merupakan suatu kejadian atau atau faktor non alam sehingga dampak langsung yang
peristiwa yang memberikan kerugian yang besar pada ditimbulkan adalah kerusakan lingkungan, kerugian
masyarakat, yang bersifat merusak, merugikan dan harta benda, dampak psikologis, serta timbulnya
mengambil waktu yang panjang untuk pemulihannya korban jiwa.
(Sugiantoro dan Purnomo, 2010). Pengertian ini lebih Wilayah Kecamatan Pontianak Selatan dan
diperjelas dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pontianak Tenggara secara topografi relative datar
Penanggulangan Bencana, bencana merupakan dengan ketinggian antara 0,1 s/d 1,5 meter diatas
rangkaian peristiwa yang memberikan dampak permukaan laut. Lokasi keduanya yang berada dekat
langsung berupa ancaman terhadap kehidupan dengan sungai dan laut menyebabkan besarnya
------------------------------------------------------------------ pengaruh pasang surut air sungai dan laut terhadap
*) kejadian banjir atau genangan air.
Muhammad Irvan Kurnia.
Salah satu alternatif mitigasi yang sangat
E-mail: m.irvankurnia@gmail.com
berpengaruh dalam penanggulangan masalah banjir
adalah dengan integrase aplikasi Sistem Informasi (Platt, 2004) Tata guna lahan (land use)
Geografis (SIG) dalam mitigasi bencana banjir. SIG merupakan suatu upaya dalam merencanakan
berperan dalam mengidentifikasi dan memetakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi
penyebab dan tingkat kerawanan banjir. pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi
tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan,
2. Tinjauan Pustaka industri, dll.
2.1 Pengertian Banjir 4) Curah Hujan
Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan Curah hujan merupakan data yang paling
tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Dan air fundamental dalam perhitungan debit banjir rencana
itu mengalir keluar dari sungai atau saluran karena (design fload). Curah hujan yang diperlukan untuk
sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
(SK SNI M-18-1989-F, 1989). rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan
2.2 Penyebab Banjir rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
Banyak faktor yang menjadi penyebab curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
terjadinya banjir. Namun secara umum penyebab disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam mm
terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 (Sosrodarsono, 2003)
kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab- 2.5 Identifikasi Rawan Banjir
sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan Analisis bahaya banjir ditujukan untuk
manusia (Kodoatie,2002). mengidentifikasi daerah yang akan terkena genangan
1) Penyebab banjir secara alami ada 6 yaitu : Curah banjir. Daerah bahaya banjir/peta bahaya banjir
hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan sedimentasi, tersebut dapat diidentifkasi melalui 2 (dua) metode :
kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak Mensimulasikan intensitas serta tinggi curah
memadai, pengaruh air pasang hujan, tataguna lahan, luasan daerah tangkapan air,
2) Penyebab banjir akibat tindakan manusia yaitu kondisi aliran sungai dan saluran drainase lainnya
perubahan kondisi DAS, kawasan kumuh, sampah, serta kondisi pasang surut kemudian dioverlaykan
drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali dengan peta topografi di daerah hilir.
air, erencanaan sistim pengendalian banjir tidak Memetakan hubungan antara intensitas serta
tepat. tinggi curah hujan dengan lokasi yang tergenang
2.3 Tipologi Banjir berdasarkan sejarah terjadinya banjir.
Kawasan rawan banjir merupakan kawasan 2.6 Analytic Hierarchy Process (AHP)
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana Analytic Hierarchy Process Method (AHP)
banjir sesuai karakteristik penyebab banjir, kawasan merupakan dasar untuk membuat suatu keputusan,
tersebut dapat dikategorikan menjadi empat tipologi yang didesain dan dilakukan secara rasional dengan
sebagai berikut : membuat penyelesaian yang terbaik terhadap
 Daerah Pantai beberapa alternatif yang dievaluasi dengan
 Daerah Dataran Banjir multikriteria. Dalam proses ini, para pembuat
 Daerah Semapdan Pantai keputusan mengabaikan perbedaan kecil dalam
pengambilan keputusan dan selanjutnya
 Daerah Cekungan
mengembangkan seluruh prioritas untuk membuat
2.4 Parameter Kerentanan Banjir rangking prioritas pada beberapa alternative
1) Kelerengan (Sugiarto,2008). Kelebihan AHP dibandingkan
Faktor panjang lereng merupakan dengan yang lainnya karena adanya struktur yang
perbandingan tanah yang tererosi pada suatu panjang hirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih,
lereng terhadap tanah tererosi pada panjang lereng sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail.
22,1 m, sedangkan faktor kemiringan lereng adalah Memperhitungkan validasi sampai dengan batas
perbandingan tanah yang tererosi pada suatu toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif
kemiringan lahan terhadap tanah yang tererosi pada yang dipilih oleh pengambil keputusan (Sugiarto,
kemiringan lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan 2008).
yang sama (Suripin, 2004) 1) Kriteria dan sub keriteria
2) Infiltrasi Tanah Variabel kriteria (sub kriteria) merupakan
Infiltrasi tanah adalah perjalanan air kedalam suatu representasi dari kriteria penyebab banjir yang
tanah sebagai akibat gaya kapiler dan grafitasi. Proses akan menetukan penyebab banjir yang paling utama.
terjadinya infiltrasi melibatkan beberapa proses yang Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh
saling berhubungan yaitu proses masuknya air hujan variabel kriteria antara lain :
melalui pori-pori permukaan tanah, tertampungnya air  Variabel yang dipakai idealnya mampu mewakili
hujan tersebut kedalam tanah dan proses mengalirnya karakteristik yang penting sebagai gambaran yang
air tersebut ke tempat lain yang dipengaruhi oleh layak.
tekstur dan struktur tanah (Asdak, 2004).
 Variabel yang digunakan untuk menilai penyebab
3) Penggunaan Lahan
banjir sebaiknya berupa variabel kuantitatif,
sehingga obyektifitas penilaian variabel dapat Elemen yang satu pengalaman
dipertahankan. mutlak lebih menunjukkan satu
penting dari pada elemen sangat jelas
 Data variabel mudah dikumpulkan dan selalu 9
elemen yang lain lebih penting
dapat diperbaharui setiap tahunnya, sehingga dapat (absolutely more
dengan mudah direplikasi untuk keperluan, waktu, importance)
dan lokasi yang berbeda. Apabila ragu-ragu Nilai ini diberikan
antara dua nilai bila diperlukan
Kriteria penyebab banjir di Kecamatan 2,4,6,8
yang berdekatan kompromi
Pontianak Selatan dan Pontianak Tenggara, dalam (grey area)
sasaran tersebut dapat dikembangkan sejumlah Jika kriteria 1 Jika kriteria 1
kriteria yang berkenaan dengan penyebab banjir di mendapatkan satu mempunyai nilai x
lokasi yang ditinjau. Variabel kriteria tersebut untuk angka bila bila dibandingkan
dibandingkan dengan kriteria 2,
selanjutnya dipakai untuk membentuk matrixs kinerja 1/(2-9) dengan kriteria 2 maka kriteria 2
yang akan digunakan dalam menilai penyebab banjir memiliki nilai mendapatkan nilai
dari kriteriayang diusulkan kebalikan bila 1/x bila
dibandingkan1 dibandingkan
kriteria 1

2.7 Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem Informasi Geografi (Geogrphic
Information System) adalah sistem berbasis komputer
yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi,
dan menganalisis informasi geografis. Geographic
Gambar 1. Hirarki Dalam Penentuan Prioritas Information system (GIS) atau Sistem Informasi
Sumber : Saaty, T. Lorie. 1993 Geografi diartikan sebagai sistem informasi yang
2) Pembobotan Kriteria digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
Dalam penentuan nilai utilitas (bobot) memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan
didasarkan pada skala pengukuran binary yaitu menghasilkan data bereferensi geografis atau data
penilaian berdasarkan nilai 0 (nol) dan 1 (satu). Hal ini geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan
dilakukan pada penilaian untuk data kualitatif. dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya
Sedangkan untuk data kuantitatif penilaian dengan alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan
metode Direct atau langsung (Sugiarto, 2008). pelayanan umum lainnya (Paryono, 1994).
Berdasarkan kriteria tertentu, maka perlu ditentukan a) Manajemen Data Sistem Informasi Geografis :
tingkat kepentingannya dengan menggunakan prinsip Data Input
kerja AHP, yaitu perbandingan berpasangan (pairwase b) Data Output
comparisions) sehingga tingkat kepentingan c) Data Management
(importance) suatu kriteria relative terhadap kriteria d) Manipulasi dan Analisis
lain dapat dinyatakan dengan jelas (Sugiarto, 2008). e) ArcGis terdiri dari beberapa Framework (Sistem)
Tabel 1. Skala Matriks Perbandingan Berpasangan diantaranya:
( Saaty, T. Lorie, 1993)  ArcMap
INTENSITAS
DEFINISI PENJELASAN  ArcCatalog
KEPENTINGAN
Elemen yang satu Kedua elemen  ArcToolbox dan ModelBuilder.
sama pentingnya menyumbang sama
1 dibanding dengan besar pada sifat 3. Metode Penelitian
elemen yang lain tersebut
(equal importance)
Pendekatan penelitian yang akan dilakukan
Elemen yang satu Pengalaman yaitu penelitian kuantitatif, dimana peneliti berusaha
sedikit lebih menyatakan sedikit menganalisis data yang bersifat statistik dengan tujuan
penting dari pada memihak pada satu untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
3
elemen yang lain elemen
(moderate more 3.1 Populasi
importance) populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Elemen yang satu Pengalaman masyarakat yang berada di Kecamatan Pontianak
jelas lebih penting menunjukkan Selatan dan Pontianak Tenggara dengan jumlah
dari pada elemen secara kuat
5
yang lain memihak pada satu 142.990 jiwa, dan beberapa stakeholder yang
(essential,strong elemen memahami tentang banjir baik agar diperoleh data
more importance) yang representatif.
Elemen yang satu Pengalaman
sangat jelas lebih menunjukkan
3.2 Sampel
penting dari pada secara kuat disukai Dalam penelitian ini menggunakan metode
7 elemen yang lain dan didominasi survei tingkat semi detail yang dilakukan dengan
(demonstrated oleh sebuah tingkat kerapatan 1 tiap 50 hektar dengan kisaran
importance) elemen tampak
dalam praktek
antara 1 : 100.000 sampai dengan 1 : 25.000 (Rayes,
2007). Berdasarkan pernyataan tersebut sampel yang
didapatkan setiap 50 Ha satu sampel dengan luas  Penyebb banjir
Kecamatan Pontianak Selatan dan Pontianak 2) Data Sekunder
Tenggara 2.937 Ha, maka jumlah pengambilan sampel Merupakan data pendukung yang sudah ada
penelitian sebanyak 60 sampel. Dari 60 responden sehingga hanya perlu mencari dan mengumpulkan
berkarakteristik responden usia 20-60 tahun, data tersebut. Data tersebut diperoleh atau
penduduk yang berdomisili >10 tahun. dikumpulkan dengan mengunjungi tempat atau
instansi terkait dengan penelitian. Data sekunder ini
dapat berupa literatur, dokumen, serta laporan-laporan
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Data yang diperlukan seperti: topografi, jenis tanah,
kedalaman gambut, tutupan lahan, frekuensi
terjadinya banjir, demografi penduduk dan peta-peta
yang mendukung penelitian.
3.5 Metode Analisis
1) Langkah-langkah pembentukan kriteria AHP
sebagai berikut :
 Penyusunan hierarki dari masalah yang dihadapi
Permasalahan yang akan diselesaikan, diuraikan
menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria dan alternatif,
selanjutnya disusun menjadi struktur hirarki seperti.
Menyusun matriks perbandingan berpasangan tiap
kriteria erbandingan berpasangan dilakukan guna
penilaian kriteria dan alternatif. Skala 1 sampai 9
adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat
Gambar 2. Peta Zona Sampel (Hasil Analisis, 2018)
yang ada pada suatu permasalahan.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel dipakai dalam proses identifikasi,
ditentukan berdasarkan kajian teori. Semakin
sederhana suatu rancangan penelitian semakin sedikit
variabel penelitian yang digunakan.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu:
1) Non Spasial yaitu frekuensi banjir, tingkat
kerusakan, sendimentasi parit, program
pemerintah, dan tutupan lahan.variabel ini
selanjutnya dikelompokkan menjadi empat
Gambar 3. Hirarki Dalam Penentuan Prioritas (Hasil
variabel yaitu W,X,Y,Z.
Analisis,2018)
2) Spasial Geografis yaitu topografi, kedalaman
gambut, jenis tanah, dan tutupan lahan. Tabel 2. Skala Matriks Perbandingan Berpasangan
3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data (Saaty, T. Lorie, 1993)
Hal yang penting dalam persiapan penelitian INTENSITAS
DEFINISI PENJELASAN
lapangan adalah dengan penyusunan kebutuhan data KEPENTINGAN
dan informasi. Pengumpulan data dan informasi dapat Sama Kedua elemen
1 Pentingnya mempunyai
melalui observasi/ pengamatan langsung situasi dan pengaruh yang sama.
kondisi yang terjadi dalam wilayah penelitian. Jenis Sedikit Lebih Pengalaman dan
data dapat dibedakan menjadi: Penting penilaian sangat
1) Data Primer 3 memihak satu
elemen dibandingkan
Merupakan data yang diperoleh dari sumber dengan pasangannya.
asli atau sumber pertama (observasi langsung). Data Lebih Penting Satu elemen sangat
ini harus dicari melalui responden (kuesioner), yaitu disukai dan secara
orang yang dijadikan obyek penelitian atau orang yang praktis dominasinya
5
sangat nyata,
dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan
dibandingkan dengan
informasi ataupun data yang dibutuhkan, selain itu elemen pasangannya.
data primer juga dapat diperoleh dari Sangat Penting Satu elemen terbukti
pengamatan/observasi langsung di lapangan dan sangat disukai dan
melakukan kuisioner. Adapun data primer yang secara praktis
7
dominasinya sangat,
dibutuhkan antara lain: dibandingkan dengan
 Data penggunaan lahan/eksisting elemen pasangannya.
 Kondisi banjir 9
Mutlak Sangat pengalaman
Penting menunjukkan satu
INTENSITAS No Penggunaan Lahan Harkat
DEFINISI PENJELASAN
KEPENTINGAN
elemen sangat jelas 1 Lahan terbuka, sungai, waduk, rawa 5
lebih penting
Nilai-nilai Nilai ini diberikan 2 Permukiman, kebun campuran, tanaman 4
tengah diantara bila diperlukan 3 Pertanian, sawah, tegalan 3
2,4,6,8 dua pendapat kompromi
yang 4 Perkebunan, Semak 2
berdampingan
5 Hutan 1
2) Analisis Sumperimpose
Superimpose peta digunakan untuk keperluan
analisa Peta, Superimpose terdiri dari 2 buah atau lebih Dalam analisis kerawanan ini, variabel yang
layer peta ( sesuai kebutuhan) semakin banyak data digunakan berdasarkan penilaian klasifikasi rawan
yang di superimpose maka semakin banyak keperluan banjir yaitu klasifikasi Jenis tanah, Kemiringan
untuk menganalisis peta. Superimpose dalam ArcMap lereng, intensitas curah hujan dan tata guna lahan.
dapat dilakukan dengan perintah Intersect dan Union Tingkat kerawanan tersebut diklasifikasikan menjadi
tapi dari keduanya ada perbedaan terutama dalam 3 tingkat kerawanan, yakni tidak rawan, rawan, dan
Proses pembentukan topologinya. Pemberian bobot sangat rawan.
pada masing-masing parameter atau variabel berbeda- Penentuan kelas rawan banjir didasarkan pada
beda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel total nilai bobot yang dihasilkan dari penjumlahan
berikut ini: hasil perkalian antara skor variabel dan bobot dari
Tabel 3. Klasifikasi Topografi (Meijerink,1970 setiap faktor. Penentapan ketiga kategori tersebut
dalam Kustiyanto, 2004) dapat menggunakan rumus berikut :
No Topografi (%) Kriteria Kemiringan Harkat
1 0-2 Datar 5
2 2-5 Landai 4
Keterangan :
3 5-15 Miring 3 Ki : Kelas Interval
4 15-40 Terjal 2 Xt : Data tertinggi
Xr : Data terendah
5 >40 Sangat Terjal 1
K : Kelas Interval yang diinginkan

Tabel 4. Klasifikasi Kedalaman Gambut (Hasil 4. Analitic Hyrarchy Process (AHP)


Analisis, 2018) Pemetaan penyebab banjir berdasarkan AHP
No Kedalaman (m) Harkat pada penelitian ini menggunakan 5 kriteria yaitu,
1 0 – 1,2 4 kriteria frekuensi, kriteria tingkat kerusakan, kriteria
sedimentasi parit, kriteria program pemerintah, dan
2 1.2 – 2,4 3
kriteria tutupan lahan. Kriteria frekuensi banjir yang
3 2,4 – 4 2 dimaksud adalah seberapa lama terjadinya banjir dan
4 >4 1 seberapa sering terjadinya banjir, kriteria tingkat
kerusakan yang dimaksud adalah seberapa parah
tingkat kerusakan atau kerugian yang dialami pada
Tabel 5. Klasifikasi Jenis Tanah (Meijerink,1970
saat banjir, kriteria sedimentasi parit yang dimaksud
dalam Kustiyanto, 2004)
adalah pengurangan kapasitas parit yang diakibatkan
No Jenis Tanah Harkat dari erosi sehingga air meluap dan mengakibatkan
1 Grumusol 5 banjir, kriteria program pemerintah yang dimaksud
2 Litosol, mediteran 4
adalah dengan adanya program seperti peningkatan
jalan atau pelebaran jalan yang tidak memperhatikan
3 Latosol 3 kondisi drainase yang ada sehingga menyebabkan
4 Aluvial, andosol 2 daerah yang awalnya tidak banjir menjadi banjir, dan
5 Regosol, Organosol 1
kriteria tutupan lahan mempengaruhi terjadinya banjir
yang diakibatkan perubahan daerah lahan resapan air
atau lahan gambut menjadi perumahan. Menentukan
Tabel 6. Klasifikasi Tata Guna Lahan penyebab banjir suatu daerah, penelitian ini
(Meijerink,1970 dalam Kustiyanto, 2004) mengkategorikan berbagai faktor terkait kejadian
banjir berdasarkan tinjauan literatur dan catatan
sejarah di Kecamatan Pontianak Selatan dan
Pontianak Tenggara, Kuesioner mencakup faktor –
faktor yang menyebabkan banjir di Kecamatan
Pontianak barat dan Pontianak Kota karena
merupakan standar alat yang bisa digunakan.
Kuesioner diberikan kepada para responden, dan
jawaban mereka mengenai faktor penyebab banjir No Jenis Data Bobot
relatif kemudian ditimbangdan diproses oleh Alluvial 2
Organosol 1
perangkat lunak AHP (Chen 2011). Factor – faktor Kedalaman Gambut
yang menyebabkan banjir di Kecamatan Pontianak 0 - 1,2 4
Selatan dan Pontianak Tenggara karena merupakan 4 1,2 - 2,4 3
standar alat yang bisa digunakan. Kuesioner diberikan 2,4 – 4 2
kepada para responden, dan jawaban mereka >4 1
mengenai faktor penyebab banjir yaitu saat musim
penghujan terjadi genangan dan run off (W), hujan Dari hasil analisis tersebut, maka diperoleh
intensitas tinggi namun air tidak terdrainasi cepat (X), klasifikasi tingkat kerawanan banjir dengan hasil
saat sungai pasang, terjadi genangan dan tidak skoring nilai terendah yaitu 7 dan nilai hasil skoring
berlangsung lama (Y), tanpa drainase (tidak ada parit tertinggi 16. Klasifikasi tingkat kerawanan banjir
atau saluran drainase)(X). tersebut dapat diterjemahkan dengan rumus sebagai
berikut:

Ki =
=
=3

Berdasarkan hasil perhitungan kelas interval


kerawanan banjir maka diperoleh bahwa interval
kerawanan banjir adalah 3, maka diketahui bahwa:
 Skor Rawan Banjir : > 13
 Skor Cukup Rawan : 11 - 13
 Skor Tidak Rawan : < 10

Gambar 4. Peta Penyebab Banjir (Hasil


Analisis,2018)

5. Analisis Sumperimpose
Penyusunan Tingkat Kerawanan Banjir di
Kecamatan Pontianak Selatan dan Pontianak
Tenggara menghasilkan tiga kelas tingkatan yaitu
kerawanan banjir rawan, cukup rawan dan tidak
rawan. Tingkatan kelas kawasan rawan banjir tersebut
diperoleh dari hasil perhitungan nilai bobot dan skor
pada setiap parameter dan variabel yang digunakan
dalam penentuan kelas kerawanan banjir. Variabel
yang digunakan adalah : Topografi, Jenis Tanah,
Gambar 5. Peta Rawan Banjir (Hasil Analisis,2018)
Kedalaman Gambut dan Tutupan Lahan.
Hasil analisis yang menghasilkan peta
Tabel 7. Jenis Data dan Pembobotannya (Hasil kerawanan banjir dengan 3 kategori. Kategori pertama
Analisis,2018) daerah yang berpotensi tingkat rawan banjir meliputi
No Jenis Data Bobot
Tutupan lahan
Kelurahan Akcaya, Bangka Belitung Laut, Bangka
sungai/kanal, tambak, tanah kosong, genangan, Belitung Darat, Bansir Darat, Bansir Laut, Melayu
5 darat, Melayu Laut, dan Parit Tokaya dengan luas 481
danau dan rawa
1
permukiman, RTH, industri, perdagangan dan
4 Ha. Selanjutnya wilayah yang berpotensi tingkat
jasa cukup rawan banjir meliputi Kelurahan Akcaya,
Persawahan 3
perkebunan dan semak belukar 2
Bangka Belitung Laut, Bangka Belitung Darat, Bansir
Hutan 1 Darat, Bansir Laut, Kota Baru, Melayu Laut, Melayu
Topografi darat, dan Parit Tokaya dengan luas 1268 Ha.
2
0 - 1,5 3 Kategori terakhir adalah wilayah yang berpotensi
1,5 - 2,5 2 tidak rawan meliputi Kelurahan Akcaya, Bangka
>2,5 1
3 Jenis tanah
Belitung Darat, Bansir Darat, Bansir Laut, Kota Baru, dibagian bawah lahan gambut tetap basah atau relative
Parit Tokaya, dan Melayu Darat dengan luas 1123 Ha. masih basah. Manakala terjadinya kebakaran hutan di
lahan gambut, kobaran api tersebut akan bercampur
6. Hasil Overlay variabel Spasial dan non spasial dengan uap air yang diserap gambut dan akan
(AHP) mengakibatkan asap yang sangat banyak (Adinugroho
Dari hasil analisis sasaran pertama dan kedua dkk, 2004).
akan menghasilkan sebuah peta tingkat rawan banjir kerawanan terhadap banjir yang disebabkan
dan penyebab banjir di Kecamatan Pontianak Selatan oleh curah hujan ( variabel X,W: hujan intensitas
dan Pontianak Tenggara. Untuk menghasilkan peta tinggi namun air tidak terdrianasi dengan cepat dan
tingkat rawan banjir dan penyebab banjir dengan saat musim penghujan terjadi genangan dan run off).
melakukan overlay hasil sasaran 1 dan sasaran 2 Perbedaan ini disebabkan oleh variabel topografi dari
sebagaimana dengan tujuan penelitian ini peta topografi yang digunakan tidak sesuai dengan
data di lokasi sebenarnya. Berdasarkan peta sistem
Tabel 8. Luas Rawan Banjir Kecamatan Pontianak lahan Repprot (1987) ditunjukkan bahwa lokasi yang
Selatan dan Pontianak Tenggara (Hasil tidak rawan banjir merupakan dome (kubah) gambut,
Analisis,2018) sehingga secara topografi memiliki ketinggian > 2,5
KETERANGAN STATUS
LUAS LUAS meter pada peta topografi. kerawanan terhadap banjir
Ha % yang disebabkan oleh curah hujan ( variabel W: saat
Cukup Rawan Hujan Intensitas Tinggi
Namun Air Tidak Terdrainasi Cepat 322,41 11,26%
musim penghujan terjadi genangan dan run off)
(X) diakibatkan oleh penyempitan ukuran saluran
Cukup Rawan Saat Musim Penghujan drainase, sehingga pada saat terjadi musim penghujan
674,81 23,62%
Terjadi Genangan Dan Run Off (W) air melebihi kapasitas saluran drainase kemudian
Cukup Rawan Saat Sungai Pasang, menyebabkan terjadinya banjir.
Terjadi Genangan Dan Tidak 247,81 8,67%
Berlangsung Lama (Y)
Cukup Rawan W&Y 14,57 0,51%
Rawan Hujan Intensitas Tinggi
Namun Air Tidak Terdrainasi Cepat 58,13 2,03%
(X)
Rawan Saat Musim Penghujan
153,14 5,36%
Terjadi Genangan Dan Run Off (W)
Rawan Saat Sungai Pasang, Terjadi
Genangan Dan Tidak Berlangsung 183,93 6,44%
Lama (Y)
Rawan W&Y 79,50 2.78%
Tidak Rawan Hujan Intensitas Tinggi
Namun Air Tidak Terdrainasi Cepat 564,32 19,75%
(X)
Tidak Rawan Saat Musim Penghujan
556,37 19,47
Terjadi Genangan Dan Run Off (W)
Tidak Rawan Saat Sungai Pasang,
Terjadi Genangan Dan Tidak 2,53 0,09%
Berlangsung Lama (Y)
JUMLAH 2.857,52 100 %

Berdasarkan penjelasan diatas, kawasan tidak


rawan hujan intensitas tinggi namun air tidak Gambar 6. Peta Rawan Banjir Kecamatan Pontianak
terdrainasi cepat dan saat musim penghujan terjadi Selatan dan Pontianak Tenggara
genangan dan run off dikategorikan tidak rawan (Hasil Analisis,2018)
karena hasil overlay dari topografi, kedalaman gambut
dan penyebab banjir terjadi akibat berkurangnya atau 7. Kesimpulan dan Saran
menipisnya kedalaman gambut karena kebutuhan 7.1 Kesimpulan
lahan untuk perkembangan sebuah kota. Menipisnya Berdasarkan data dan hasil analisis yang
ketebalan gambut disebabkan oleh pembukaan lahan dilakukan, maka dihasilkan kesimpulan berdasarkan
dengan metode membakar dan membuat irigasi tanpa tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu sebagai
memberi barau, dengan metode itu gambut akan berikut:
terkikis oleh arus air. Gambut mempunyai sistem 1. Banjir/genangan di Kecamatan Pontianak Selatan
hidrologi yang berperan penting dalam mengatur dan Pontianak Tenggara disebabkan oleh hujan
aliran dan menyimpan air. Ekosistem gambut setiap intensitas tinggi namun air tidak terdrainasi cepat
tahunnya terendam air, kemampuan daya serap dengan luas 939,56 Ha (32,94%), sungai pasang
gambut yang tinggi menjadikan gambut berperan terjadi genangan dan tidak berlangsung
penting dalam mencegah terjadinya banjir dan lamadengan luas 435,68 Ha (15,27%), musim
mengurangi bahaya banjir. Oleh karena itu, meskipun penghujan terjadi genangan dan run off dengan
bagian atas lahan gambut dalam keadaan kering, luas 1382,96 Ha (48,48%), dan penyebab banir
kombinasi Y dan W dengan luas 94,26 Ha 4. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut agar
(3,30%). dihasilkan pemetaan rawan banjir yang lebih baik,
2. Tingkat kerawanan banjir di Kecamatan Pontianak terutama tentang :
Selatan dan Pontianak Tenggara di klasifikasikan a. Masalah pengaruh subsiden gambut terhadap
menjadi tiga yaitu, Rawan, Cukup Rawan, Tidak rawan banjir,
Rawan. Secara umum Kecamatan Pontianak b. Pengaruh air pasang tinggi terhadap kawasan
Selatan dan Pontianak Tenggara yang memiliki tepian sungai Kapuas,
potensi kerawanan banjir berdasarkan klasifikasi c. Mitigasi bencana banjir di Kota Pontianak,
yaitu sebagai berikut: d. Perlunya penelitian tentang kapasitas drainase
a. Wilayah dengan tingkat rawan seluas 475 Ha dalam mengurangi resiko banjir,
(16,46%) yang meliputi wilayah Kelurahan e. Kedalaman gambut dan peranannya dalam
Akcaya, Bangka Belitung Laut, Bangka mitigasi bencana banjir
Belitung Darat, Bansir Darat, Bansir Laut, f. Perancanaan rawan banjir masa depan.
Melayu darat, Melayu Laut, dan Parit Tokaya.
b. Wilayah dengan tingkat cukup rawan seluas Daftar Pustaka
1256 Ha (44,01%) yang meliputi wilayah Adinugroho, Wahyu C, Suryadiputra I.N.N, Saharjo
Kelurahan Akcaya, Bangka Belitung Laut, BH, Siboro L. 2004. Panduan Pengendalian
Bangka Belitung Darat, Bansir Darat, Bansir Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor:
Laut, Kota Baru, Melayu Laut, Melayu darat, Wetlands International–IP.
dan Parit Tokaya. Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
c. Wilayah dengan tingkat tidak rawan seluas Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.
1123 Ha (39,35%) yang meliputi wilayah Yogyakarta.
Kelurahan Akcaya, Bangka Belitung Darat, Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. Kota Pontianak
Bansir Darat, Bansir Laut, Kota Baru, Parit Dalam Angka 2017.
Tokaya, dan Melayu Darat. Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. Kecamatan
3. Integrasi aplikasi Sistem Informasi Geografis Pontianak Selatan Dalam Angka 2017.
(SIG) dan Analytic Hierarchy Process Method Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. Kecamatan
(AHP) dapat mendukung kegiatan mitigasi Pontianak Tenggara Dalam Angka 2017
bencana banjir melalui pemetaan kawasan rawan Bhushan N, Rai K. 2004. Strategic decision making
bencana banjir, sebagai upaya perencanaan apply the analytical hierarchy process.
mitigasi bencana yang lebih baik. Springer, London.
7.2 Saran Chen, Yi-Ru. 2011. Integrated application of the
1. Penelitian pemetaan rawan banjir di Kecamatan analytic hierarchy process and the geographic
Pontianak Selatan dan Pontianak Tenggara dapat information system for flood risk assessment
menjadi dasar dan acuan bagi Pemerintah Daerah and flood plain management in Taiwan.
dalam upaya perencanaan kegiatan mitigasi untuk Springer Science+Business Media B.V.
meminimalisir resiko banjir seperti: Dept. Pekerjaan Umum. 1989. Metode Perhitungan
a. Pemetaan zonasi setiap kawasan di Kecamatan Debit Banjir SK SNI M-18-1989-F. Bandung:
Pontianak Selatan dan Pontianak Tenggara Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah
sehingga akan menghasilkan arahan Bangunan.
pengendalian banjir dengan faktor kerawanan Dibyosaputro P. 1984. Flood Susceptibility and
genangan. Hazard Survey of the Kudus Prawata-
b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan Welahan. Cetral Java, Indonesia: Area.
rawan banjir seperti memperbolehkan untuk Eko Kustiyanto. 2004. Aplikasi Sistem informasi
kegiatan RTH, diperbolehkan kegiatan fasilitas Geografi untuk Zonasi Kerentanan Banjir.
umum dan permukiman dengan ketetuan Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
bersyarat yang telah ditentukan perda, Kementrian Pekerjaan Umum. 2003. Pedoman
diperbolehkan mengembangkan jenis sawah Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dikawasan
yang beririgasi. Rawan Banjir.
c. Kawasan tidak rawan Kodoatie, Robert J, Sugiyanto. 2002. Banjir Beberapa
2. Pemetaan rawan banjir di Kecamatan Pontianak Penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam
Selatan dan Pontianak Tenggara dapat digunakan Perspektif Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka
dalam upaya pengendalian pemanfataan ruang Pelajar.
terutama di kawasan gambut. Malczewski J. 2006. GIS-based multicriteria decision
3. Pemetaan rawan banjir di Kecamatan Pontianak analysis: a survey of the literature. Int J Geogr
Selatan dan Pontianak Tenggara dapat menjadi Inf Sci.
dasar bagi Pemerintah Daerah dalam rangka Paryono P. 1994. Sistem Informasi Geografis Edisi
memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar Pertama. Yogyakarta: Andi Offset.
tidak membuang sampah dan memperkecil ukuran Platt RH. 2004. Land Use and Society. Washington:
saluran drainase. Island Press.
Pokja Sanitasi Kota Pontianak. 2010. Buku Putih
Sanitasi Kota Pontianak. Pontianak.
Rayes, M. Lutfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber
Daya Lahan.Yogyakarta : Andi
Republik Indonesia, Undang-Undang No.24 Tahun
2007. Tentang Penanggulangan Bencana.
Republik Indonesia, Undang-undang No 26 Tahun
2007. tentang Penataan Ruang.
Saaty TL. 1980. The analytic hierarchy process. New
York: McGraw- Hill.
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para
Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk
Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
Kompleks. Jakarta: Penerbit PT. Pustaka
Binaman Pressindo.
SNI, SK SNI M-18-1989-F. Metode Perhitugan Debit
Banjir. Bandung: Departemen Pekerjaan
Umum.
Soeparyanto, Try Sugiarto. 2011. Penentuan Lokasi
Terminal Barang Dengan Membandingkan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
dan Technique For Order Preference By
Similatary To Ideal (TOPSIS), Kendari. Jurnal
Teknik Sipil.
Sugiantoro, R. & Purnomo, H. 2010. Manajemen
Bencana Respons dan Tindakan terhadap
Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang
Berkelanjuta. Yogyakarta: ANDI.
Suyono Sosrodarsono, Ir, Kensaku Takade. 2003.
Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta, PT.
Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai