Anda di halaman 1dari 22

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang bersifat swasirna, mengenai kulit
dan mukosa, yang ditandai dengan gejala konstitusi (demam, malaise) dan kelainan
kulit polimorfik (vesikel yang tersebar generalisata terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh).6

2.2 Epidemiologi
Varisela tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varisell kongenital). Tetapi tersering menyerang
terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang
dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung
secara aerogen. Varisela sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung,
droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan
jarang melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien dapat menularkan
penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi
di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan penderita.
Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varisela. Serangan kedua mungkin
berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster.1
Varisela dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian
varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di
Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada
musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di
Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.7,8

9
Varisela umumnya terjadi pada umur 3-6 tahun. Di Amerika, kasus
terbanyak terjadi pada anak-anak di bawah umur 10 tahun yaitu 90% dan 5 % terjadi
pada usia lebih dari 15 tahun, di Jepang banyak terjadi pada anak-anak di bawah umur
6 tahun di mana 96% berada pada usia di bawah 1 tahun. Pada daerah dengan iklim
tropis, Varisela sering terjadi pada usia yang lebih tua. Tidak ada predileksi jenis
kelamin, suku, ras terhadap terjadinya.5

2.3 Etiologi
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varisela,
sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV)
termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.1,2,9
Varicella-Zoster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus
disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek
(S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta
yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih
dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase
virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan
dengan agen antivirus.10
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan
varicella, oleh karena itu varisela dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah
penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal
dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh
trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster.7,8,10

10
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela
sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio
manusia.7

Gambar 1. Struktur partikel virus varisela-zoster10

2.4 Patogenesis11
Masa inkubasi varisela 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14 -
17 hari) dan pada pasien yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang
dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada
hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran
virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan
terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama).
Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan

11
berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang
mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang
mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas. Seorang anak yang menderita varisela
akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah
timbulnya lesi di kulit.
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadinya varisela, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke
ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf
sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman),
dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi
virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan
imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita yang mendapat
pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima
organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi
sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan
menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui saraf sensoris akan
sampai kekulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.

2.5 Gejala Klinis


Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan
stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul,
terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai
dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah
(unumbilicated).7

12
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel
ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh
(pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel
menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini berlangsung,
dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel yang
baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.1,2,7

Gambar 2. Gambaran ruam pada infeksi virus varisela zoster7

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut,
dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1

13
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang
lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam
yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia,
sakit kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri
tenggorokan dan batuk kering.11
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan
skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi
baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam
cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula
dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral.
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering
muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti
daerah yang terkena sengatan matahari.11

Gambar 3. Gambaran orang yang terkena infeksi varisela11

14
Gambar 4. Infeksi varisela pada penderita dengan imunisasi11

Gambaran dari lesi varisela berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari
12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi
papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan
berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya
superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak
terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena
masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian
mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan
kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas
bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi
superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah
menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama
beberapa minggu/bulan.11
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran
cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga
seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.11

15
Gambar 5. Lesi dengan spektrum luas11

Gambaran khas dari varisela adalah adanya lesi yang muncul secara simultan
(terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu
prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar
antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih
berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan
karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih
banyak.8,11
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya
demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan
yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang
berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder
bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler.11

16
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran
dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat varisela pada masa kanak-kanak sangat besar,
maka varisela jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan).
Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika
hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars),
berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang,
retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan mata lainnya.
Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam 21 hari
sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan
gejala varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya
varicella yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian.
Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam waktu 4-5 hari sebelum
melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varisela kongenital pada
umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varisela sering berat dan menyebabkan
kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus
berkontak dengan varisela dan dialirkannya antibodi itu melalui plasenta kepada fetus.7

2.6 Pemeriksaan Penunjang1


Pada umumnya tidak diperlukan pada varisela tanpa komplikasi, pada sediaan
darah tepi dapat ditemukan penurunan leukosit dan peningkatan enzim hepatik. Dapat
dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai
dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia
berinti banyak. Namun, hasil ini tidak spesifik untuk varisela.

17
Gambar 6. Sel datia berinti banyak11

Bila keadaan laboratorium memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan cairan


vesikel dengan PCR guna membuktikan infeksi DNA VVZ, atau serologik untuk
fluoresent-antibody to membrane antigen of VVZ dan atau dengan menggunakan tes
aglutinasi lateks.

2.7 Diagnosis
Varisela biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila
ada riwayat terpapar varisela 2-3 minggu sebelumnya.11
Varisela khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal
ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala
konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran
sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung
cepat.2

18
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3

2.8 Diagnosis Banding


Varisela dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi
monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni
telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.1,2
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri,
biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase
prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada
kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan
dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang
berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat yang
meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II,
III), telinga bagian dalam (Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi
imun atau tumor, terapi resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan
manifestasi ekstrakutan.3,9

2.9 Tata Laksana


a. Medikamentosa
Tidak ada terapi spesifik terhadap varisela. Pengobatan bersifat simptomatik
dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau
antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal
dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang
ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio

19
kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal.
Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Dapat
pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varicella zoster immunoglobuline) dapat
mencegah atau meringankan varisela, diberikan intramuskular dalam 4 hari setelah
terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring.
1,2,7

Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa


analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV.
Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin
kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular
kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis
DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali
lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.10
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.10
Pada anak normal varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topikal dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres
dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung
kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang
diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya dihindari karena
sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air
hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.10
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varisela dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12
tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam,

20
dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan
dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini
disebabkan karena varisela merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan
manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan
acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah,
dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam
setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga
orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.9,11
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varisela dengan pemberian acyclovir
dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian
terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.6
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang
dewasa muda yang sehat dengan varisela menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam
waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari)
secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi
yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan
rutin dari varisela pada orang dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji,
ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 200 mg per oral
setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan
tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varisela selama kehamilan
karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter
lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester
ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan
terjadinya resiko pneumonia varisela, dan ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang
baru lahir. Pemberian acyclovir intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil
dengan varisela yang disertai dengan penyakit sistemik.10 Namun sumber lain

21
mengatakan Asiklovir oral dapat diberikan pada ibu hamil usia >20 minggu dengan
awitan varisela <24 jam. Pemberian asiklovir sebelum usia gestasi 20 minggu perlu
dipertimbangkan risiko dan manfaatnya.
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten
dengan pneumonia varisela menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam
dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat
mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius
lainnya dari varisela pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis,
meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan
acyclovir intravena.12
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varisela
menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh, tetapi
tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit berat atau
wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari.9,11
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita leukemia,
penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis. Vidarabine atau
adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap virus varisela.
Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonie
varisela. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap sumsum
tulang dan tidak menekan immune response.7

22
b. Non Medikamentosa
1. Bila mandi, harus hati-hati agar vesikel tidak pecah.
2. Jangan menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah, biarkan mengering
dan lepas sendiri.
3. Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai stadium
krustasi.
4. Rawat bila berat, bayi, usia lanjut dan dengan komplikasi.
5. Makanan lunak, terutama bila terdapat banyak lesi di mulut.6

2.10 Pencegahan
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun
pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varisela berasal dari galur yang telah
dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno
globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).7
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan
titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari
infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5 ml dalam 72 jam setelah kontak
dengan penderita varisela dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak
dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya, pemberian
ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan
titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.7
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes
zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam
1-7 hari setelah kontak dengan penderita varisela pada anak dengan defisiensi
imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya
insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat
mencegah varicella untuk kedua kalinya. Pemberian globulin-gama akan menyebabkan
perjalanan varisela jadi ringan tapi tidak mencegah timbulnya varisela. Dianjurkan

23
untuk memberikan globulin-gama kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari
setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda varisela. Ini dapat dilaksanakan pada jam-
jam pertama kehidupan bayi tersebut.7,8
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian
terinfeksi oleh varisela. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varisela ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan,
lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan akibatnya
baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka serokonversi
mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih. Lama proteksi
belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah
4-6 tahun.1,7,8
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12
tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi
dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin
yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan
antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.1
Karakteristik vaksin varisela (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup
yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh
Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat
dengan penyakit varicella. Vaksin varisela ini dilisensikan untuk penggunaan umum di
Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun
1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih tua.4,11
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella
antigen, 97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer
antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin
mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari

24
anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin
diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90% terhadap infeksi, dan 90% sampai
100% terhadap penyakit sedang atau berat.4,5
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang
lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu dosis, dan
99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai
8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari
pemberian vaksin varisela setelah dosis kedua yang diberikan pada 4 sampai 8 minggu
setelah dosis pertama.4
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar
vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan,
dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada
vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya
tidak terjadi demam.4,5
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan sebaliknya,
penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi sebagai faktor risiko
untuk terobosan varisela. Beberapa, tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah
mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari
15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk terobosan varisela. Terobosan infeksi varisela
bisa menjadi hasil dari beberapa faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh
sirkulasi antibodi, vaksin impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan,
atau pencatatan tidak akurat. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin
varisela meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-
anak.4
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varisela dianjurkan untuk semua anak
tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan
kepada semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat varisela.4

25
Dosis kedua vaksin varisela harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian.
Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan
telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin
varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis
kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu
diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua,
dimana vaksin varisela diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4
sampai 8 minggu kemudian.4
Semua vaksin varisela harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin varisela
telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat yang
sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah.
Jika vaksin varisela dan MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka
pemberian harus dipisahkan setidaknya 28 hari. Vaksin varisela juga dapat diberikan
simultan (tapi di lokasi terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan semua
vaksin anak lainnya.4
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian menunjukkan
bahwa vaksin varisela ternyata efektif sekitar 70% sampai 100% dalam mencegah
penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan
mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk
digunakan pada orang yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varisela atau
pada orang yang terpapar varisela. Jika paparan terhadap varisela tidak menyebabkan
infeksi, vaksinasi pasca paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap
paparan berikutnya.4
Wabah varisela yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada tempat
penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin
varisela diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP
merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin varisela untuk pengendalian wabah.
Jadi selama wabah varisela, orang-orang yang telah menerima satu dosis vaksin

26
varisela harus menerima dosis kedua, yang diberikan sesuai dengan interval vaksinasi
yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan
sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih
tua).4
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah
(anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak
menerima vaksin varisela. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma,
keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus
divaksinasi dengan vaksin varisela. Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang
dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan
kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan steroid
telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi.4,5
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin varisela.
Anak yang terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi,
dan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter
atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk vaksinasi.4
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin varisela. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan kehamilan
atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja menerima
vaksin varisela sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP
merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin
varisela.4,5
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada penyakit yang
cenderung ringan, seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat

27
terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi
terhadap vaksin varisela. Meskipun tidak ada bukti bahwa baik varisela atau vaksin
varisela memperburuk tuberkulosis, vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang
yang dikenal memiliki TB aktif.4
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku
digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.7

2.11 Komplikasi11
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis,
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam
purpura).
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
● Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar
antara 5 - 10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang
virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel,
cellulitis, dan erysipelas.
● Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah streptococcus
grup A dan staphylococcus aureus.
2. Scar
● Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
streptococcus yang berasal dari garukan.
3. Pneumonia
● Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang
dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varisela
pneumonia sekitar 1 : 400 kasus.

28
4. Neurologik
● Acute postinfeksius cerebellar ataxia
► Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2 - 3 minggu setelah
timbulnya varisela. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
► Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga
tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan dysarthria.
► Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varisela
● Encephalitis
► Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varisela yaitu beberapa
hari setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah
gejala yang sering dijumpai.
► Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang
cepat dapat menimbulkan koma yang dalam.
► Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5 -
20 %.
► Insiden berkisar 1,7 / 100.000 penderita.
5. Herpes zoster
● Komplikasi yang lambat dari varisela yaitu timbulnya herpes zoster, timbul
beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
● Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
6. Reye syndrome
● Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty.
● Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang
ditemukan.

29
2.12 Prognosis6
Varisela merupakan penyakit yang self limiting.
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanactionam : bonam

30

Anda mungkin juga menyukai