Anda di halaman 1dari 14

Tujuan Umum:

Tujuan pembelajaran mata kuliah Antropologi Budaya Makan adalah untuk membantu
tercapainya kompetensi landasan ilmiah ilmu gizi sehingga ketika mahasiswa lulus akan
menjadi nutrition care provider, manager community leader, educator, dan researcher
yang sudah ditetapkan oleh Program Studi S1 Gizi Kesehatan sebagai profil lulusan
Sarjana Gizi. Mata kuliah ini mendukung kompetensi inti memahami konsep-konsep gizi
masyarakat. Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar dari kebudayaan makan
masyarakat terutama di wilayah Indonesia.

Tujuan Khusus Pembelajaran:

Setelah selesai mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:


Memahami dan mampu menjelaskan faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi
penyakit dan kesehatan serta pemanfaatan dalam praktek kesehatan

Menjelaskan hubungan antara faktor sosial budaya dengan penyakit dan kesehatan
melalui pengumpulan data di masyarakat

Mengkaji karakteristik sumber sosial budaya yang berkaitan dengan kesehatan dan
menggunkan potensi masyarakat untuk pengembangan pelayanan kesehatan

Menganalisis serta mengevaluasi hubungan antara faktor sosial budaya dengan penyakit
dan kesehatan dalam praktek kesehatan (klinik dan komunitas)

Menggunakan data tentang aspek sosial budaya yang mendukung dalam hal intervensi
kesehatan

Seperti yang telah kita ketahui, antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
manusia dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dan budaya. Antropologi
juga mengkaji tentang antropologi kesehatan yang di dalamnya menerangkan hubungan
antara manusia, budaya, dan kesehatan. Antropologi kesehatan merupakan bagian dari
antropologi sosial dan kebudayaan yang mempelajari bagaimana kebudayaan dan
masyarakat mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan
masalah terkait lainnya. Menurut Weaver Antropologi Kesehatan adalah cabang dari
antropologi terapan yang menangani berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit
(Weaver, 1968;1).

·Sejarah Perkembangan Antropologi Kesehatan (Tahun 1849) Rudolf Virchow ahli


patologi Jerman terkemuka, pada tahun 1849 ia menulis apabila kedokteran adalah ilmu
mengenai manusia yang sehat maupun yang sakit, maka apa pula ilmu yang merumuskan
hukum-hukum sebagai dasar struktur sosial, untuk menjadikan efektif hal-hal yang
inheren dalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran dapat melihat struktur sosial yang
mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka kedokteran dapat ditetapkan sebagai
antropologi. Namun demikian tidak dapat dikatakan bahwa Vichrow berperan dalam
pembentukan asal-usul bidang Antropologi Kesehatan tersebut. Munculnya bidang baru
memerlukan lebih dari sekedar cetusan inspirasi yang cemerlang. (Tahun 1953) Sejarah
pertama tentang timbulnya perhatian Antropologi Kesehatan terdapat pada tulisan yang
ditulis Caudill berjudul “Applied Anthropology in Medicine”. Tulisan ini merupakan tour
the force yang cemerlang , akan tetapi meskipun telah menimbulkan antusiasme, tulisan
itu tidaklah menciptakan suatu disiplin baru. (Tahun 1963) Sepuluh tahun kemudian,
Scoth memberi judul “Antropologi Kesehatan” dan Paul membicarakan “Ahli Antropologi
Kesehatan” dalam suatu artikel mengenai kedokteran dan kesehatan masyarakat. Setelah
itu baru ahli-ahli antropologi Amerika benar-benar menghargai implikasi dari penelitian-
penelitian tentang kesehatan dan penyakit bagi ilmu antropologi. Pengesahan lebih lanjut
atas subdisiplin Antropologi Kesehatan ini adalah dengan munculnya tulisan yang dibuat
Pearsall (1963) yang berjudul Medical Behaviour Science yang berorientasi antropologi.
Budaya merupakan hasil karya manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi dan
pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan. Budaya manusia juga akan ikut
berkembang dan berubah dari masa ke masa. Hal ini terjadi pula pada budaya kesehatan
yang ada pada masyarakat. Budaya kesehatan akan mengalami perubahan. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan teknologi yang semakin canggih, budaya
kesehatan di masa lalu berbeda dengan kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan
mendatang. Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya
kesehatan dalam masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat dahulu saat akan melakukan
persalinan minta bantuan oleh dukun bayi dengan peralatan sederhana, namun saat ini
masyarakat lebih banyak yang mendatangi bidan atau dokter kandungan dengan
peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan calon bayi
mereka di dalam kandungan melalui USG. Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan.
Banyaknya informasi kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi
kesehatan membuat masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Dengan kesehatan
kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. ·Hubungan Antara Budaya dan Kesehatan Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Nilai budaya sehat merupakan
bagian yang tak terpisahkan akan keberadaanya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat
dan merupakan bagian budaya yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula, hidup
sehat dapat ditelusuri. Yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita
akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan diyakini di masyarakat,
serta kebudayaan dan teknologi yang berkembang di masyarakat. Pemahaman terhadap
keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap masyarakat tergantung dari
kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika pengetahuan tentang kesehatan
masih belum berkembang, kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh cara
“trial and error” guna menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun resiko untuk mati
masih terlalu besar bagi pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan
konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan
merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh kebudayaan
terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat untuk
menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat Indonesia.
Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat
yang telah disediakan oleh alam. Kemudian contoh lainnya adalah ditemukannya system
drainase pada tahun 3000 SM di kebudayaan bangsa Kreta, dan bangsa Minoans. Ini
menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat berpengaruh
terhadap kesehatan. Sedangkan Antropologi Kesehatan mempelajari bagaimana
kesehatan individu, lingkungan yang dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dan
spesies lain, norma budaya dan institusi sosial, politik mikro dan makro, dan globalisasi.
Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan. Hal ini tidak lain karena pengertian
budaya itu sendiri mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat
istiadat dan kebiasaan. Ini dikarenakan budaya bersifat dinamis sebagai bagian penting
yang tak terpisahkan dari kehidupan. Sebagai makhluk hidup yang menyadari akan
pentingnya kesehatan, pemahaman akan budaya masyarakat sangat penting dalam
memecahkan masalah-masalah kesehatan dalam kehidupan

Kaitan antara antropologi dengan gizi masyarakat sangat erat. Dilihat dari pengertian
antara antropologi dan gizi dapat disimpulkan mengenai antropologi gizi masyarakat yang mana
pengertian antropologi sendiri itu adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu kaum/daerah tertentu, sedangkan gizi adalah zat-
zat yang terkandung dalam bahan makanan yang apabila dikonsumsi dapat memberi manfaat
bagi tubuh terdiri dari karboohidrat, protein, lemak, vitamin, serat dan mineral sebagai zat gizi
makro. Almatsier (2004 : 3) menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Antropologi Gizi Masyarakat adalah suatu
ilmu yang mempelajari faktor-faktor Antropologi yang dapat mempengaruhi gizi masyarakat
atau suatu Ilmu yang mempelajari budaya - budaya makan atau konsumsi suatu kaum atau
daerah tertentu dalam memenuhi gizinya sehari-hari. Sehingga dapat diketahui dengan jelas
tingkah laku yang mempengaruhi kesehatannya dikarenakan budayanya. Banyak masalah gizi di
masyarakat yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. Maka dari
itu ilmu antropologi dapat membantu memecahkan masalah gizi yang terjadi akibat kepercayaan-
kepercayaan dan budaya sehingga dapat meingkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Apa-apa saja hal yang mempengaruhi gizi masyarakat, dapat diketahui bahwa banyak
faktor yang dapat mempengaruhi gizi dalam masyarakat. Yang menjadi faktor utama yaitu faktor
ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan daya beli seseorang, misalnya dalam keluarga.
Pendapatan suatu keluarga menjadi indikator yang mempengaruhi status gizi anggota
keluarganya. Tetapi untuk pemenuhan gizi, tidak harus mengkonsumsi jenis pangan yang mahal,
karena banyak bahan makanan yang kaya akan zat gizi dan dalam jangkauan harga yang murah.

Faktor yang mempengaruhi gizi dalam masyarakat berikutnya adalah pengetahuan.


Rendahnya tingkat pengetahuan seseorang tentang apa yang harus mereka konsumsi
mempengaruhi status gizi nya. Maka dari itu perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi
mengenai pentingnya gizi yang ada dalam masyarakat. Bukan ‘asal kenyang’ tetapi bisa
mendapatkan manfaat dari apa yang mereka makan.

Sosial dan budaya juga termasuk hal yang mempengaruhi gizi masyarakat, bagi beberapa
orang atau bahkan di sejumlah daerah ada yang beranggapan bahwa mengkonsumsi tempe atau
tahu dapat menurunkan derajat mereka. Padahal tempe dan tahu memiliki kandungan protein
nabati yang baik bagi tubuh. Hal itu dianggap dapat mempengaruhi kehidupan social
sekelompok orang. Sama halnya dengan kepercayaan di suatu daerah seperti ibu hamil
dianjurkan meminum minyak kelapa supaya persalinan lancar, hal itu dipengaruhi oleh
kepercayaan daerah atau dari keturunan.

Pentingnya Antropologi dalam mempelajari Gizi Masyarakat, Menurut Anderson


(2006 : 244) ilmu-ilmu kesehatan menawarkan kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang
khusus, yang langsung dapat dibandingkan dengan subjek-subjek tradisional seperti masyarakat
rumpun dan desa-desa.

Dalam mempelajari ilmu antropologi kita dapat membandingkan budaya di daerah-


daerah dengan kesehatan dan apa yang dikonsumsi masyarakat tersebut. Tentunya hal itu sangat
berpengaruh dengan kepercayaan yang ada. Ilmu antropologi memandang secara keseluruhan
maupun per individual secara sistem dan melihat bagaimana sistem itu bekerja sehingga dapat
diuraikan proses yang terjadi. Dengan demikian, ilmu antropologi dapat berperan untuk
memecahkan masalah gizi yang terjadi sehingga meningkatkan derjat kesehatan masyarakat.

Kebudayaan konsumsi yang mempengaruhi gizi masyarakat " Kota dan Desa " .
Masyarakat di perkotaan saat inicenderung mengikuti trend makanan yang sedang marak terjadi.
Segala jenis bahan pangan dimanfaatkan untuk dimodifikasi sehingga menghasilkan hal yang
baru. Hal tersebut berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki, dan faktor dari ekonomi
sehingga dapat dilakukan pemenuhan konsumsi pangan yang sedang marak. Masyarakat
pedesaan cenderung memanfaatkan sumber daya yang ada di alam. Contohnya, mereka masih
mengkonsumsi umbi-umbian sehari-hari dengan pengolahan yang sederhana seperti direbus atau
dikukus.

Tingkat kesibukan kerja juga menjadi pengaruh bagi masyarakat perkotaan yang banyak
memilih mengkonsumsi makanan instan/siap saji. Hal tersebut mempengaruhi tingkat higienis
dan pemenuhan gizi seimbang. Seperti konsumsi junk food/fastfood supaya lebih praktis tetapi
dapat membahayakan tubuh dalam jangka panjang disbanding mengolah sendiri.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami gizi buruk. Masalah ini sangat meresahkan
sekali, karena asupan gizi itu penting sekali bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat hidup sehat karena
dengan mengkonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai
penyakit.

Kekurangan gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan
bisa juga diakibatkan oleh kebiasaan-kebiasaan atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh suatu masyarakat, dimana
tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan yang justru mengandung banyak gizi. Dengan adanya masalah ini
memotivasi penulis untuk menyusun makalah yang berjudul “Hubungan Antropologi Dengan Gizi”, untuk mengetahui secara lebih
mendalam kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal makanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya
dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita dapat memperbaiki tentang masalah gizi
ini, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan orang banyak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan
sebaga berikut :

a) Apa yang dimaksud Antroologi ?

b) Apa yang dimaksud denga gizi ?

c) Bagaimana hubungan Antroologi denga Gizi ?

C. Tujuan Makalah

Makalah ini disusun dengan tujuan :

a. Untuk mengetahui tujuan dari antropologi

b. Untuk mengetahui pengertian gizi

c. Untuk mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi

D. Kegunaan Makalah

Dalam penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang antropologi, gizi, dan hubungan antara
keduanya agar dapat menigkatkan derajat kesehatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi
pembaca.

E. Prosedur Makalah

Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif dan teknik kajian pustaka.

II

PEMBAHASAN
a. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian Antropologi

Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dan juga budayanya. Menurut
Koentjaraningrat (1981 : 11) antropologi berarti “ilmu tentang manusia.” Ilmu antropologi telah berkembang dengan luas, ruang
lingkup dan batas lapangan perhatiannya yang luas ini yang menyebabkan timbulnya paling sedikit 5 masalah penelitian.

Koentjaraningrat (1981 : 12) mengemukakan tentang 5 masalah ini : masalah sejarah asal dan perkembangan manusia
secara biologi, masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya masalah sejarah asal,
perkembangan dan penyebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia. Masalah perkembangan, penyebaran,
dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia. Masalah mengenai azas-azas dari kebudayaan manusia dalam
kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi masa kini.

Dengan melihat 5 masalah di atas, sudah dapat dipastikan terdapat ilmu-ilmu yang terdapat dalam ilmu antropologi yang
membahas tentang ke-5 masalah tersebut. Untuk memecahkan suatu masalah sudah dapat dipastikan dibutuhkan beberapa penelitian
untuk mengetahui sumber masalah itu sendiri dan pemecahannya. Menurut Anderson (2006 : 256) ahli antropologi melaksanakan
penelitian mereka dengan cara eksplorasi yang relatif tanpa struktur dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Seorang ahli
antropologi tidak terlalu mempersoalkan untuk memisahkan antara masalah-masalah penelitian yang kecil dan ketat yang dapat
mereka kerjakan dengan disain-disain penelitian yang dari segi estetika memuaskan, dengan masalah-masalah umum yang luas, yang
akan mengarahkan peneliti kepada banyak jalur penemuan.

Menurut Anderson (2006 : 257) pendekatan holistik antropologi terhadap interpretasi atas bentuk-bentuk sosial dan budaya
serta ketergantungan pokok pada observasi partisipasi untuk mengumpulkan data dan menghasilkan hipotesis adalah hasil dari, atau
berkaitan erat dengan sampel umum dari penelitian antropologi. Akan tetapi Anderson (2006 : 246) juga menyatakan antropologi tidak
mencukupi diri dalam menghasilkan hipotesis-hipotesis dan topik-topik penelitian baru. Kita (ahli antropologi) didorong oleh data dan
ide-ide dari berbagai bidang lain.

Terdapat macam-macam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi budaya, antropologi biologi antropologi sosial,
antropologi kesehatan. Ilmu antropologi memberi sumbangan bagi ilmu kesehatan. Anderson (2006 : 247) menyatakan bahwa
kegunaan antropologi bagi ilmu-ilmu kesehatan terletak dalam 3 kategori utama :

a. Ilmu antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang masyarakat secara keseluruhan maupun
para anggota individual mereka. Ilmu antropologi menggunakan pendekatan yang menyeluruh atau bersifat sistem, dimana peneliti
secara tetap menanyakan, bagaimana seluruh bagian dari sistem itu saling menyesuaikan dan bagaimana sistem itu bekerja.

b. Ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan proses-proses
perubahan sosial dan buaya dan juga untuk membantu memahami keadaan dimana para warga dari “kelompok sasaran” melakukan
respon terhadap kondisi yang berubah dan adanya kesempatan baru.
c. Ahli antropologi menawarkan kepada ilmu-ilmu kesehatan suatu metodologi penelitian yang longgar dan efektif untuk
menggali serangkaian masalah teoritis dan praktis yang sangat luas, yang dihadapi dalam berbagai program kesehatan. Begitu pula
sebaliknya, menurut Anderson (2006 : 244) ilmu-ilmu kesehatan menawarkan kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang khusus,
yang langsung dapat dibandingkan dengan subjek-subjek tradisional seperti masyarakat rumpun dan desa-desa.

Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting sekali, karena di dalam antropologi
kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara
budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.

Anderson (2006 : 3) menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin biobudaya yang memberi perhatian kepada
aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi ntara keduanya di sepanjang
sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.

Antropologi kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi antropologi kesehatan ini mempunyai
akar. Anderson (2006 : 4) menyatakan antropologi kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :

a. Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi, anatomi, komparatif, tipe-tipe ras
genetika, dan serologi.

b. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir dan magis.

c. Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an yang merupakan kerjasama antara ahli-ahli
psikiatri dan antropologi.

d. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II. Untuk menjadi seorang ahli antropologi
kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan pegalaman, naluri dalam menyikapi masalah, seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 244),
beliau menyatakan : untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan, seseorang memerukan dasar latihan antropologi ang baik,
pengalaman penelitian, naluri terhadap masalah, simpati terhadap orang lain, dan tentunya dapat memasuki dunia kesehatan dan
masyarakat kesehatan yang bersedia menerma kehadiran para ahli antropologi itu.

a. Pengertian Gizi

Ilmu gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan berbagai ilmu dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi,
fisiologi, pathologi, ilmu pangan, dan lain-lain. Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang hal yang berkaitan dengan
penggunaan energi makanan meliputi proses pernapasan, oksidasi, dan kalorimetri.
Gizi merupakan zat yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Dan untuk mengetahui tentang gizi ini kita
harus lebih mendalam mempelajari tentang gizi. Almatsier (2004 : 3) menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala
sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab Ghidza, yang berarti
“makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.

Selain pendapat Almatsier, banyak juga yang berpendapat tentang ilmu gizi yang dibahas dalam buku FKM UI (2007 : 4).

a. Guthrie (1983), beliau menyatakan prinsip-prinsip gizi dasar adalah ilmu yang mempelajari makanan, zat gizi, proses
pencernan, metabolisme dan penyerapan dalam tubuh, fungsi serta akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi bagi tubuh.

b. Sediaoetama (1987), beliau menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal makanan yang dikaitkan
dengan kesehatan tubuh.

c. National Academy of Science (1994), ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari zat-zat dari pangan yang bermanfaat bagi
kesehatan dan proses yang terjadi pada pangan sejak dikonsumsi, dicerna, diserap sampai dimanfaatkan tubuh, serta dampaknya
terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup manusia serta faktor yang mempengaruhinya.

Dengan melihat pengertian ilmu gizi di atas, sudah dapat dipastikan gizi merupakan zat gizi atau makanan yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan kita. Menurut Almatsier (2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian,
apabila kita memilih makanan sehari-hari kita harus memilih dengan baik karena makanan yang baik dapat memberikan semua zat gizi
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Jadi apabila kita memilih makanan, kita harus memilih makanan yang mengandung zat gizi
yang berfungsi seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau menyatakan bahwa :

a. Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi
ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.

b. Pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh : protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu,
diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak.

c. Mengatur proses tubuh : protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur
keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai
pangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.

Setelah mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh kita, maka kita harus senantiasa menjaga agar
jangan sampai kita ini kekurangan ataupun kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier (2004 : 9) bahwa gangguan gizi
disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau
kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan
makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh
setelah makanan dikonsumsi.

b. Hubungan antara Antropologi dengan Gizi


Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak
ada, tidak ada sensus mengenai kelaparan dan perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang lebar, bukan suatu
garis yang jelas. Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan) merupakan hambatan yang paling besar bagi perbaikan
kesehatan di sebagian terbesar negara-negara di dunia. Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkan
banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras. Kekurangan gizi ini selain dari ketidakmampuan
negara-negra non industri untuk menghasilkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk mereka yang berkembang, juga
muncul karena kepercayaan-kepercayaan keliru yang terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan,
dan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-upacara, yang mencegah orang
memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka. Anderson (2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa
masalah gizi di seluruh dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang berhasilnya pertanian, maka semua
organisasi pengembangan internasional maupun nasional yang utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan
produksi makanan, melainkan juga pada kebiasaan makanan tradisional yang berubah, untuk mencapa keuntungan maksimal dari gizi
yang diperoleh dari makanan yang tersedia.

Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka program-program
pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang
makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi mengenai makanan dalam konteks budayanya yang
menunjuk kepada masalah-masalah yang praktis ini, jelas merupakan suatu peranan para ahli antropologi yang sejak pertama dalam
penelitian lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek makan dan kepercayaan tentang makanan dari
penduduk yang mereka observasi.

Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa “Antropologi Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang
gizi dan antropologi. Bidang itu memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari manusia. Dengan demikian,
evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya kepada variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan yang
beraneka ragam menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian dalam antropologi gizi. Menurut Anderson (2006 : 312)
ada dua aspek penting dari antropologi gizi :

a. Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial budaya dari makanan yang berbeda
dengan peranan-peranan gizinya).

b. Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari makanan berkaitan dengan masalah gizi yang cukup,
terutama dalam masyarakat-masyarakat tradisional.

Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu
kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-
pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya, sebagai suatu
kategori budaya yang penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya
lainnya.

Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap
makanan dan apa yang dianggap bukan makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan
makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan
suatu peristiwa yang kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan
sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen dengan makanan. Anderson (2006 : 313)
menyatakan bahwa nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan
organisme yang menelannya. Makanan adalah suatu konsep budaya, suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai
bagi kebutuhan gizi kita.”

Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi konsep tentang makanan, kapan
dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan
mereka merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa lapar. Jadi dengan demikian, nafsu
makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun berbeda. Anderson (2006 : 315) menyatakan nafsu makan, dan apa yang
diperlukan untuk memuaskan adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan
lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep fisiologis. Makanan selain
penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari
makanan :

1. Makanan sebagai ungkapan ikatan social

Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang minuman) adalah menawarkan kasih sayang,
perhatian, dan persahabatan. Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang diungkapkan dan
untuk membalasnya.

2. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok

Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau nasional. Namun tidak semua makanan
mempunyai nilai lambang seperti ini, makanan yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap
berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak
suku bangsa.

3. Makanan dan stress

Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan stres. Burgess dan Dean menyatakan
bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering mencerminkan persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka, suatu
cara untuk mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman terhadap jiwa atau terhadap keamanan emosional adalah
melebih-lebihkan bahaya dari luar, cara lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-pengaruh luar.

4. Simbolisme makanan dalam bahasa


Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara makanan,
persepsi kepribadian, dan keadaan emosional. Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh bahasa
lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk
menggambarkan kualitas-kualitas manusia. Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini ataupun
makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda, maka salah satu cara adalah dengan memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang apa yang sering belum dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun masyarakat pedesaan
adalah hubungan antara makanan dan kesehatan serta antara makanan yang baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-kebutuhan akan
makanan khusus bagi anak setelah penyapihan. Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan kesehatan, masalahnya
tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan lebih banyak bahan makanan, melainkan harus pula dicarikan cara-cara
untuk memastikan bahwa bahan-bahan makanan yang tersedia digunakan secara efektif. Kesenjangan yang besar dalam pemahaman
tentang bagaimana makanan itu digunakan dengan sebaik-baiknya.

Dalam buku Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa pengidentifikasian makanan-makanan sehat dalam
makanan kuno orang Zulu dapat membangkitkan perhatian mereka terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik bersedia
menerima banyak perubahan-perubahan demi peningkatan gizi mereka.

Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi kemungkinan untuk memperbaiki
gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan. Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya
praktek-praktek budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-praktek demikian dan pengetahuan
tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi untuk dapat merubah mereka adalah sangat penting untuk membantu masyarakat
memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Di sinilah antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu
gizi dalam lapangan penelitian dan pengajaran.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dengan budayanya, atau juga berarti ilmu
tentang manusia. Dalam antropologi diterangkan bagaimana hubungan manusia dengan budayanya dan apa pengaruhnya. Cakupan
ilmu antropologi itu luas sekali, salah satunya antropologi kesehatan yang menerangkan tentang manusia, budaya, dan kesehatan
sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
2. Gizi merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Ilmu gizi sendiri adalah ilmu yang mempelajari segala
sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Gizi itu sangat penting sekali bagi kelangsungan hidup kita.
Apabila gizi kita terpenuhi, maka kita akan terhindar dari berbagai penyakit karena kita mempunyai tubuh yang sehat.

3. Hubungan antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak sekali orang yang kekurangan gizi yang
bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi, akan tetapi diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang
memakan makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan sesuatu yang sangat mengecewakan. Di satu sisi
terdapat masyarakat yang kekurangan gizi karena mereka tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain terdapat
masyarakat yang kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak mengizinkan atau melarang mereka memakan makanan tersebut
yang seharusnya dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat bagi mereka.

B. Saran

Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan pengetahuan tentang hubungan antara
antropologi dengan gizi, sehingga pembaca dapat mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi suatu
masyarakat, sehingga pembaca mendapatka pengetahuan tentang cara-cara meningkatkan derajat kesehatan. Akhirnya, semoga
penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.

FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai