Anda di halaman 1dari 37

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN II

“GAYA DAN MASALAH BELAJAR ”

Disusun oleh:

Kelompok 3

1. Ikhlazul Amal Syarifudin (1802112002)


2. Tutik Suyani (1802112003)
3. Putri Wahyu Lestari (1802112004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 2
C. TUJUAN ...................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN GAYA BELAJAR ............................................................. 3
B. JENIS GAYA BELAJAR ............................................................................ 5
1. Gaya Belajar Visual .................................................................................. 6
2. Gaya Belajar Auditorial ............................................................................ 8
3. Gaya belajar Kinestetik .......................................................................... 10
C. PENGERTIAN MASALAH BELAJAR ................................................... 12
D. JENIS – JENIS MASALAH BELAJAR.................................................... 13
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR .................. 15
1. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL BELAJAR ....................................... 16
2. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL BELAJAR .................................... 22
F. CARA MENENTUKAN MASALAH-MASALAH BELAJAR ............... 26
1. PENGAMATAN PERILAKU BELAJAR ............................................. 26
2. ANALISIS HASIL BELAJAR .............................................................. 27
3. TES HASIL BELAJAR.......................................................................... 27
4. MENGENAL DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA 29
BAB III ................................................................................................................. 33
PENUTUP ............................................................................................................. 33
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 33
B. SARAN ...................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. ii

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntut penanganan
untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada
beberapa komponen tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan
pada umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan
hanya dalam beberapa komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu
sistem, penanganan satu atau beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula
komponen lainnya. Beberapa dari gerakan-gerakan baru tersebut memusatkan
diri pada perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar pada
sistem persekolahan, seperti cara guru mengajar dan cara murid belajar.
Guru memang suatu profesi yang unik. Pendekatannya harus dipandang
secara individual dan kelembagaan. Secara individual, seorang guru harus
mempunyai jiwa pengabdian yang tinggi. Lalu jiwa pengabdian yang tinggi ini
ditunjang oleh keinginan yang kuat untuk selalu memberikan dan melayani
sebaik mungkin kepada anak didik. Maka dari itu, guru juga harus selalu belajar,
baik untuk ilmu pengetahuan dan keterampilan pengajaran, maupun belajar
memahami aspek psikologis kemanusiaan. Seorang guru juga harus mampu
memahami bagaimana cara murid belajar. Jika guru telah mampu menguasai
teknik yang dapat meningkatkan semangat dan keaktifan anak didiknya dalam
belajar, maka dunia pendidikan akan semakin dewasa dan profesional.
Guru juga harus memahami masalah – masalah yang dihadapi oleh peserta
didik. Masalah-masalah yang dihadapi guru maupun siswa, baik bersifat intern
maupun ektern, akan mempengaruhi hasil belajar. Apabila tidak ditemukan
langkah yang tepat untuk mengatasinya, tentu akan menggangu proses belajar
dan pembelajaran.
Masalah-masalah tersebut dapat berupa masalah lingkungan sosial siswa,
guru sebagai pengajar dan tenaga profesional, ataupun masalah-masalah yang
lain. Masalah-masalah belajar dan pembelajaran tersebut perlu dicari solusi

1
demi terwujudnya tujuan belajar dan pembelajaran. Selain itu juga terkait hasil
pembelajaran yang optimal. Dengan demikian, perlu adanya identifikasi
masalah-masalah belajar dan pembelajaran untuk mencari solusi terbaiknya
demi tercapainya hasil belajar dan pembelajaran yang unggul.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gaya belajar ?
2. Sebutkan dan jelaskan macam – macam gaya belajar !
3. Jelaskan yang dimaksud dengan masalah belajar !
4. Sebutkan jenis – jenis masalah belajar !
5. Jelaskan faktor – faktor internal dan eksternal masalah belajar !
6. Bagaimana saja cara menentukan masalah dan cara mengatasi belajar
siswa?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang pengertian gaya belajar.
2. Mengidentifikasi tentang macam – macam gaya belajar.
3. Menjelaskan tentang pengertian masalah belajar.
4. Mengidentifikasi jenis masalah belajar.
5. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal masalah belajar.
6. Mengetahui cara menentukan masalah dan cara mengatasi masalah belajar
siswa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GAYA BELAJAR


Gaya belajar siswa merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
belajar. Setiap siswa tentu memiliki gaya belajar yang berbeda.
Mengetahui gaya belajar siswa yang berbeda ini dapat membantu para guru
dalam menyampaikan bahan pembelajaran kepada semua siswa sehingga hasil
belajar lebih efektif.
Berdasarkan Sukadi, bahwa “gaya belajar yaitu kombinasi antara cara
seseorang dalam menyerap pengetahuan dan cara mengatur serta mengolah
informasi atau pengetahuan yang didapat.”
Menurut Fleming dan Mills, “gaya belajar merupakan kecenderungan siswa
untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung
jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan
tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.”
Willing mendefinisikan, “gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang
disenangi oleh pembelajar. Keefe memandang gaya belajar sebagai cara
seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya.”
Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam bukunya Quantum
Learning halaman 110-111, gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana
ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”.
Sedangkan menurut james dan Gardner dalam bukunya “ Gaya Belajar ”
halaman 42 “ gaya belajar adalah cara yang kompleks dimana para siswa
mengganggap dan merasa paling efektif dan efisien dalam memproses,
menyimpan dan memanggil kembali apa yang telah mereka pelajari”.
Dunn dan Dunn dalam bukunya Psikologi Pendidikan (Sugihartono:
2007:53 menjelaskan bahwa :“gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik
pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan
tidak efektif untuk orang lain”. Berati gaya belajar berhubungan dengan cara
anak belajar, serta cara belajar yang paling disukai.

3
Menurut Nasution dalam bukunya “ Berbagai Pendidikan dalam Proses
Belajar Mengajar, ( 2009:94) gaya belajar adalah cara yang konsisten yang
dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi
cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal.
Berdasarkan beberapa definsi di atas, Gaya belajar dapat disimpulkan
sebagai cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan tingkat
penerimaan yang optimal dibandingkan dengan cara yang lain. Setiap orang
memiliki gaya belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting.
Bagi guru dengan mengetahui gaya belajar tiap siswa maka guru dapat
menerapkan tekhnik dan strategi yang tepat baik dalam pembelajaran maupun
dalam pengembangan diri. Hanya dengan penerapan yang sesuai maka tingkat
keberhasilannya lebih tinggi. Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya
belajarnya. Dengan demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang
lebih baik dan mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan
memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaiknya
disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal.
Rina Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan
banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar orang. Ini mencakup faktor-
faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sebagian orang, misalnya,
dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain
dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara
berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orang
tua atau guru, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif
bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang
yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada orang-
orang yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain
lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya semua dapat terlihat.
Walaupun masing-masing peneliti menggunakan istilah yang berbeda dan
menemukan berbagai cara untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah
disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita
belajar. Pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah

4
(modalitas) dak kedua, cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut
(dominasi otak). Selanjutnya, jika seseorang telah akrab dengan gaya belajarnya
sendiri, maka dia dapat membantu dirinya sendiri dalam belajar lebih cepat dan
lebih mudah.
Levie & Levie yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar
melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal
menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih
baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan
menghubungkan fakta dan konsep. Baugh dan Achsin memiliki pandangan
yang searah mengenai hal itu. Perbandingan memperoleh hasil belajar melalui
indra pandang dan indra dengar sangat menonjol perbedaannya kurang lebih
90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang (visual), dan
hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar (auditorial), dan 5% lagi
dengan indera lainnya (kinestetik). Sementara itu, Dale memperkirakan bahwa
perolehan hasil belajar melalui indera pandang (visual) berkisar 75%, melalui
indera dengar (auditorial) sekitar 13% dan melalui indera lainnya (termasuk
dalam kinestetik) sekitar 12%.

B. JENIS GAYA BELAJAR


Secara umum, gaya belajar dapat dikelompokkan berdasarkan kemudahan
dalam menyerap informasi (perceptual modality), cara memproses informasi
(information processing), dan karakteristik dasar kepribadian (personality
pattern). Pengelompokan berdasarkan perceptual modality didasarkan pada
reaksi individu terhadap lingkungan fisik dan cara individu menyerap data
secara lebih efisien. Pengelompokan berdasarkan information processing
didasarkan pada cara individu merasa, memikirkan, memecahkan masalah, dan
mengingat informasi. Sedangkan pengelompokan berdasarkan personality
pattern didasarkan pada perhatian, emosi, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
individu.

5
DePorter dan Hernacki (1999) mengemukakan tiga jenis gaya belajar
berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi
(perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar visual
(belajar dengan cara melihat), auditorial (belajar dengan cara mendengar), dan
kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh).
Setiap individu menggunakan semua indera dalam menyerap informasi. Tetapi,
secara umum, individu mempunyai kecenderungan lebih kuat pada salah satu
gaya belajar. Sebagian individu mudah menangkap informasi dalam bentuk
visual, sebagian yang lain menyukai informasi bentuk verbal dan sebagian yang
lain lebih nyaman dengan cara aktif dan interaktif.
Berikut jenis-jenis gaya belajar yang dikemukakan oleh DePorter dan
Hernacki (1999) :

1. Gaya Belajar Visual


Menurut Bobbi De Poter & Mike Hernacki yang dikutip oleh Sukadi,
berdasarkan arti katanya, Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan
cara melihat, mengamati, memandang, dan sejenisnya. Kekuatan gaya
belajar ini terletak pada indera penglihatan. Bagi orang yang memiliki gaya
ini, mata adalah alat yang paling peka untuk menangkap setiap gejala atau
stimulus (rangsangan) belajar.
Orang dengan gaya belajar visual senang mengikuti ilustrasi, membaca
instruksi, mengamati gambar-gambar, meninjau kejadian secara langsung,
dan sebagainya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan metode dan
media belajar yang dominan mengaktifkan indera penglihatan (mata).
Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga
mata sangat memegang peranan penting. Gaya belajar secara visual
dilakukan seseorang untuk memperolah informasi seperti melihat gambar,
giagram, peta, poster, grafik, dan sebagainya. Bisa juga dengan melihat
data teks seperti tulisan dan huruf.
Seorang yang bertipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan yang
disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar. Pokoknya mudah
mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat

6
penglihatannya. Sebaliknya merasa sulit belajar apabila dihadapkan bahan-
bahan bentuk suara, atau gerakan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
orang yang menggunakan gaya belajar visual memperoleh informasi
dengan memanfaatkan alat indera mata. Orang dengan gaya belajar visual
senang mengikuti ilustrasi, membaca instruksi, mengamati gambar-
gambar, meninjau kejadian secara langsung, dan sebagainya.
Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar
Visual:
 Senang kerapian dan ketrampilan.
 Jika berbicara cenderung lebih cepat.
 Ia suka membuat perencanaan yang matang untuk jangka panjang.
 Sangat teliti sampai ke hal-hal yang detail sifatnya.
 Mementingkan penampilan, baik dalam berpakaian maupun
presentasi.
 Lebih mudah mengingat apa yang di lihat, dari pada yang di dengar.
 Mengingat sesuatu dengan penggambaran (asosiasi) visual.
 Ia tidak mudah terganggu dengan keributan saat belajar (bisa membaca
dalam keadaan ribut sekali pun).
 Ia adalah pembaca yang cepat dan tekun.
 Lebih suka membaca sendiri dari pada dibacakan orang lain.
 Tidak mudah yakin atau percaya terhadap setiap masalah atau proyek
sebelum secara mental merasa pasti.
 Suka mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam
rapat.
 Lebih suka melakukan pertunjukan (demonstrasi) dari pada berpidato.
 Lebih menyukai seni dari pada musik.
 Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, akan tetapi tidak
pandai memilih kata-kata.

7
 Kadang-kadang suka kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan.
 Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar
Visual yaitu biasanya duduk tegak dan mengikuti penyaji dengan
matanya.

Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan


gaya belajar siswa, di antaranya untuk siswa visual :

 Gunakan kertas tulis dengan tulisan berwarna dari pada papan tulis.
Lalu gantunglah grafik berisi informasi penting di sekeliling ruangan
pada saat anda menyajikannya, dan rujuklah kembali grafik itu nanti.
 Dorong siswa untuk menggambarkan informasi, dengan menggunakan
peta, diagram, dan warna. Berikan waktu untuk membuatnya.
 Berdiri tenang saat penyajikan segmen informasi, bergeraklah diantara
segmen.
 Bagikan salinan frase-frase kunci atau garis besar pelajaran, sisakan
ruang kosong untuk catatan.
 Beri kode warna untuk bahan pelajaran dan perlengkapan, dorong
siswa menyusun pelajaran mereka dengan aneka warna.
 Gunakan bahan ikon dalam presentasi anda, dengan mencipkan simbol
visual atau ikon yang mewakili konsep kunci.

2. Gaya Belajar Auditorial


Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan cara mendengar.
Orang dengan gaya belajar ini, lebih dominan dalam menggunakan indera
pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain, ia mudah
belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui alat
indera pendengaran (telinga). Orang dengan gaya belajar auditorial
memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.
Oleh karena itu, mereka sangat mengandalkan telinganya untuk
mencapai kesuksesan belajar, misalnya dengan cara mendengar seperti

8
ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi. Selain itu, bisa juga
mendengarkan melalui nada (nyanyian/lagu).
Anak yang bertipe auditorial, mudah mempelajari bahan-bahan yang
disajikan dalam bentuk suara (ceramah), begitu guru menerangkan ia cepat
menangkap bahan pelajaran, disamping itu kata dari teman (diskusi) atau
suara radio/casette ia mudah menangkapnya. Pelajaran yang disajikan
dalam bentuk tulisan, perabaan, gerakangerakan yang ia mengalami
kesulitan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
orang yang menggunakan gaya belajar Auditorial memperoleh informasi
dengan memanfaatkan alat indera telinga. Untuk mencapai kesuksesan
belajar, orang yang menggunakan gaya belajar auditorial bisa belajar
dengan cara mendengar seperti ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi.
Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar
Auditorial :
 Saat bekerja sering berbicara pada diri sendiri.
 Mudah terganggu oleh keributan atau hiruk pikuk disekitarnya.
 Sering menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan dibuku ketika
membaca.
 Senang membaca dengan keras dan mendengarkan sesuatu.
 Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna
suara dengan mudah.
 Merasa kesulitan untuk menulis tetapi mudah dalam bercerita.
 Biasanya ia adalah pembicara yang fasih.
 Lebih suka musik dari pada seni yang lainnya.
 Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan dari pada yang dilihat.
 Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang
lebar.
 Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya.

9
 Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar
Auditorial yaitu sering mengulang dengan lembut kata-kata yang di
ucapkan penyaji, atau sering menggunakan kepalanya saat fasilitator
menyajikan informasi lisan. Pelajar tipe ini sering “memainkan sebuah
kaset dalam kepalanya” saat ia mencoba mengingat informasi. Jadi,
mungkin ia akan memandang ke atas saat ia melakukannya.

Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan


gaya belajar siswa, di antaranya untuk siswa auditorial adalah :

 Gunakan variasi vokal (perubahan nada, kecepatan, dan volume)


dalam presentasi.
 Ajarkan sesuai dengan cara anda menguji : jika anda menyajikan
informasi delam urutan atau format tertentu, ujilah informasi itu
dengan cara yang sama.
 Gunakan pengulangan, minta siswa menyebutkan kembali konsep
kunci dan petunjuk.
 Setelah tiap segmen pengajaran, minta siswa memberitahu teman di
sebelahnya satu hal yang dia pelajari.
 Nyanyikan konsep kunci atau minta siswa mengarang lagu/rap
mengenai konsep itu.
 Kembangkan dan dorong siswa untuk memikirkan jembatan keledai
untuk menghafal konsep kunci.
 Gunakan musik sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin.

3. Gaya belajar Kinestetik


Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak,
bekerja, dan menyentuh. Maksudnya ialah belajar dengan mengutamakan
indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Orang dengan gaya belajar ini lebih
mudah menangkap pelajaran apabila ia bergerak, meraba, atau mengambil
tindakan. Misalnya, ia baru memahami makna halus apabila indera
perasanya telah merasakan benda yang halus.

10
Individu yang bertipe ini, mudah mempelajari bahan yang berupa
tulisan-tulisan, gerakan-gerakan, dan sulit mempelajari bahan yang berupa
suara atau penglihatan. Selain itu, belajar secara kinestetik berhubungan
dengan praktik atau pengalaman belajar secara langsung.
Dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang
menggunakan gaya belajar kinestetik memperoleh informasi dengan
mengutamakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Individu yang
mempunyai gaya belajar kinestetik mudah menangkap pelajaran apabila ia
bergerak, meraba, atau mengambil tindakan. Selain itu dengan praktik atau
pengalaman belajar secara langsung.
Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar
kinestetik:
 Berbicara dengan perlahan
 Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
 Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
 Selalu berorientasi dengan fisik dan banyak bergerak
 Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
 Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
 Banyak menggunakan isyarat tubuh
 Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
 Memungkinkan tulisannya jelek
 Ingin melakukan segala sesuatu
 Menyukai permainan yang menyibukkan.
 Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar
Kinestetik yaitu sering memnunduk saat ia mendengarkan
Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan
gaya belajar siswa, di antaranya untuk siswa kinestetik adalah :
 Gunakan alat bantu saat mengejar untuk menimbulkan rasa ingin tahu
dan menekankan konsep-konsep kunci.
 Ciptakan simulasi konsep agar siswa mengalaminya.

11
 Jika bekerja dengan siswa perseorangan, berikan bimbingan paralel
dengan duduk di sebelah mereka, bukan di depan atau belakang
mereka.
 Cobalah berbicara dengan setiap siswa secara pribadi setiap hari,
sekalipun hanya salam kepada para siswa saat mereka masuk atau “ibu
senang kamu berpartisipasi” atau mereka keluar kelas
 Peragakan konsep sambil memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mempelajarinya langkah demi langkah.
 Ceritakan pengalaman pribadi mengenai wawasan belajar anda kepada
siswa, dan dorong mereka untuk melakukan hal yang sama.
 Izinkan siswa berjalan-jalan di kelas jika situasi memungkinkan.

C. PENGERTIAN MASALAH BELAJAR


Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang
melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang
mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985)
mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya,
menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan "Belajar ialah sesuatu proses
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya".
"Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil
dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu
dengan lingkungannya" ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).
Menurut ( Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) "Belajar adalah proses tingkah
laku (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan".

12
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa "belajar adalah suatu proses
dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman". Dari
definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau
didefinisikan sebagai berikut :
"Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan".
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat
menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama
keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar
merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.

D. JENIS – JENIS MASALAH BELAJAR


Dalam pengertian masalah belajar di atas, maka dapat dirincikan jenis-jenis
siswa yang mengalami permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai
dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang
sama. Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum
bahwa siswa dikatakan lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh
tiap-tiap guru bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian)
siswa di dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria
tersebut, maka yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam pelajaran
tersebut.
2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang
diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak
menggunakan kemampuannya secara optimal. Belum tentu semua siswa

13
yang terdapat dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama, ada
beberapa siswa dengan kemampuan intelegensi diatas rata-rata bahkan
super. Kondisi inilah yang menyebabkan si siswa cerdas ini harus
menyesuaikan kebutuhan asupan kecerdasannya dengan kemampuan
teman-teman sekelasnya, sehingga siswa yang seharusnya sudah berhak
diatas teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri
(tingkat IQ yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki
intelegensi diatas rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang
optimal. Misalnya KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian
nilai yang dicapainya 70. Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi
seperti itu, yang bersangkutan bisa mendapat nilai minimal 80 bahkan
lebih.
4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki
bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami
kondisi seperti ini yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah
ratarata dan sangat sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru
kehabisan ide untuk menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran
tambahan atau ekstra menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah
semacam ini.
5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi
siswa yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan
bermalasmalasan. Siswa yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi
atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar
siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses
belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga
belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat
yang merupakan media sosialisasi turut berperan penting dalam proses
memotivasi siswa itu sendiri.

14
6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu
kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari
antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas,
mengulurulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal
yang tidak diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan
oleh Guru untuk menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur
pekerjaan yang seharusnya diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru
yang terlalu disiplin dan berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya
perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh siswa kepada Guru.
7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu
siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka
waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan
belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru
pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut untuk
mengikuti dan menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat
menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar
yang banyak.
8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama)
dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak
seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak
atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang
serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang
lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat.
Kemudian siswa yang bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut
kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman
lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara
ataupun dalam memperlakukan orang lain.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR


Faktor-Faktor yang dialami dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap proses belajar :

15
1. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL BELAJAR
Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara
intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat
belajar dengan baik.
a. Ciri Khas atau Karakteristik Siswa
Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian
siswa, baik fisik maupun mental. Masalah-masalah belajar yang
berkenaan dengan dimensi siswa sebelum belajar pada umumnya
berkenaan dengan minat, kecakapan dan pengalaman.
Bila siswa memiliki minat yang tinggi untuk belajar, maka ia akan
berupaya mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang
akan ia pelajari, namun bila siswa tidak memiliki minat untuk belajar
maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapannya untuk
belajar.

b. Sikap Terhadap Belajar


Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tenyang
sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya
penilaian terhadap sesuatu memberikan sikap menerima, menolak atau
mengabaikannya begitu saja. Selama melakukan proses pembelajaran
sikap siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut.
Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa kepada
sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan
mempengaruhinya terhadap tindakan belajar. Sikap yang salah akan
membawa siswa merasa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya
tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini akan
sangat menghambat proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan
menentukan proses belajar itu sendiri. Ketika siswa sudah tidak peduli
terhadap belajar maka upaya pembelajaran yang dilakukan akan sia-
sia. Maka siswa sebaiknya mempertimbangkan masak-masak akibat
sikap terhadap belajar.

16
c. Motivasi Belajar
Tidak diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar
dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Karena
seorang siswa meski memiliki semangat yang tinggi dan keinginan
yang kuat, pasti akan tetap ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa
keengganan dan kelalaian. Maka tunas semangat ini harus dipelihara
secara terus menerus.
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat
menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tidaknya motivasi belajar
akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar
akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa
perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar
yang kut, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang
menggembirakan (Dimyati, 2009:239).
Motivasi yang diberikan dapat meliputi penjelasan tentang
keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu. Bila siswa mengetahui
betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran
bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa haus untuk
menuntut ilmu. Selain itu bagaimana seorang guru mampu membuat
siswanya merasa membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa membutuhkan
ilmu maka tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri.
Sehingga semangat siswa untuk menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal
ini akan memudahkan proses belajar.

d. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian
pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan
belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian

17
guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan
memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Yang perlu
diperhatikan oleh guru ketika memulai proses belajar ialah sebaiknya
seorang guru tidak langsung melakukan pembelajaran namun seorang
guru harus memusatkan perhatian siswanya sehingga siap untuk
melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian
siswa masih terpecah-pecah dengan berbagai masalah. Sehingga
sangat perlu untuk melakukan pemusatan perhatian dengan berbagai
strategi. (Dimyati, 2009:239-240).
Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan belajar
seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia
menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit.
Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan
ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan
memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar
dapat ditingkatkan.

e. Mengolah Bahan Belajar


Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk
menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna
bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu
pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai kesenian.
Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin
baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar. Misalnya, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang
disampaikan, sehingga siswa benar-benar memahami materi yang
telah disampaikan. Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik
jika mereka merasa materi yang diampaikan menarik, sehingga
seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara menarik

18
sehingga siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap materi yang
disampaikan oleh guru.

f. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar


Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan
menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan
menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang
pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar
terdiri dari proses pemasukan , proses pengolahan kembali dan proses
penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar yang disimpan dalam
jangka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa. Hal ini
akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar yang
telah diberikan oleh seorang guru.
Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi
yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang
berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa
akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama
disampaikan serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan

19
materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan dalam jangka
panjang akan semakin kuat.

g. Menggali Hasil Belajar Yang Tersimpan


Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses
mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa
akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau
mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama maka siswa
akan memanggil atau membangkitkan kembali pesan dan pengalaman
lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa mengalami
gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut
bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya
sendiri. Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran penerimaan,
pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan
baik pada saat penerimaan maka siswa tidak memiliki apa apa. Jika
siswa tidak berlatih sungguh-sungguh maka siswa tidak akan memiliki
keterampilan (intelektual, sosial, moral, dan jasmani) dengan baik.

h. Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak
suatu proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar
yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu
memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari
pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa
tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi
tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-
pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk
pembangkitan pesan dan pengalaman.

20
i. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak
dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul
berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar
diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian
perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.
Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya
yang terjadi maka siswa akan merasa lemah percaya dirinya.

j. Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar


Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman
kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik
dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut
menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau
kehidupan sehari-hari.
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh
intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti
terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah . Hal ini akan
merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada
tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar di bidang
keterampilan.

k. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar
yang kurang baik. Kebiasaan belajar tesebut yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa (i) belajar pada akhir
semester, (ii) belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan
belajar, (iv) bersekolah hanya untuk bergengsi, (v) datang terlambat
bergaya pemimpin, (vi) bergaya jantan seperti merokok, sok

21
menggurui teman lain, dan (vii) bergaya minta “belas kasihan” tanpa
belajar (Dimyati, 2009:146).
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah
yang ada di kota besar, kota kecil, dan di pelosok tanah air. Untuk
sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh
ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini
dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.

l. Cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak
memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi
intrinsik. Tetapi adakalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh
teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku
ikut-ikutan. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan.
Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di
sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah
semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksploitasi dan
emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita
sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal
yang sederhana ke yang semakin sulit (Dimyati, 2009:247).

2. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL BELAJAR


a. Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar
bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi
pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan
perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan
kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud
emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas
mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah (Dimyati, 2009:248).

22
Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh
seorang
menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Sebagai
pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai
seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga
menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup
sebagai manusia. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah (i)
memiliki integritas moral kepribadian, (ii) memiliki integritas
intelektual berorientasi kebenaran, (iii) memiliki integritas religius
dalam konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk, (iv)
mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan kemampuan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (v) memahami, menghayati, dan
mengamalkan etika profesi guru, (vi) bergabung dengan asosiasi
profesi, serta (vii) mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai
klien guru (Dimyati, 2009:248-249).
Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut meliputi
hal-hal berikut: (i) pembangunan hubungan baik dengan siswa, (ii)
menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat motivasi belajar,
(iii) mengorganisasi belajar, (iv) melaksanakan pendekatan
pembelajaran secara tepat, (v) mengevaluasi hasil belajar secara jujur
dan objektif, serta (vi) melaporkan hasil belajar siswa kepada orang tua
siswa yang berguna bagi orientasi masa depan siswa (Dimyati,
2009:249).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 ditetapkan 4


kompetisi yang harus dimiliki guru, yaitu:
 Kompetensi pedagogis
 Kompetensi professional
 Kompetensi social
 Kompetensi kepribadian

23
Direktorat Jendral Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (2006)
menjabarkan kompetensi pedagogis ke dalam sub kompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut:

b. Prasarana dan sarana pembelajaran


Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar,
lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah
raga. Sarana pembelaajran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat
dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang
lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan
kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya
prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses
belajar yang baik (Dimyati, 2009:249).
Prasarana dan sarana proses belajar adalah barang mahal. Barang-
barang tersebut dibeli dengan uang pemerintah dan masyarakat.
Maksud pembelian tersebut adalah untuk mempermudah siswa belajar.
Dengan tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti menuntut
berikut: (i) Memelihara, mengatur prasarana untuk menciptakan
suasana belajar yang menggembirakan, (ii) memelihara dan mengatur

24
sarana, (iii) mengorganisasikan belajar siswa sesuai dengan prasarana
dan sarana secara tepat guna (Dimyati, 2009:250).

c. Kebijakan penilaian
Puncak dari suatu proses belajar adalah hasil belajar siswa atau
unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja
tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah
penilaian. Dengan penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai
sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai (Dimyati,
2009:250). Penilaian ini dapat disebut dengan istilah ujian semester
ataupun ujian tengah semester. Dimana proses belajar berhenti dan guru
menyiapkan berbagai soal untuk menguji hasil belajar dan
pembelajaran yang terjadi selama ini.

d. Lingkungan sosial siswa di sekolah


Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan
yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial
tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu. Dalam
kehidupan kesiswaan terjadilah hubungan antar siswa. Tiap siswa
dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tanggung
jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan,
seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi
pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja berkoperasi,
berkompetensi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian
(Dimyati, 2009:252).

e. Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu
kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum
nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang
disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut

25
berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain
instruksional untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa
program pembelajaran di sekolah sesuai dnegan sistem pendidikan
nasional. Akan tetapi, perubahan kurikulum sekolah menimbulkan
masalah. Masalah-masalah itu antara lain, tujuan yang akan dicapai
mungkin berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar-mengajar
berubah, dan evaluasi berubah (Dimyati, 2009:253-254).

F. CARA MENENTUKAN MASALAH-MASALAH BELAJAR


1. PENGAMATAN PERILAKU BELAJAR
Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak menjelaskan,
dan siswa bertindak belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan oleh siswa.
Perilaku belajar merupakan gejala belajar menurut pengamat. Sedangkan
tindak belajar atau proses belajar merupakan gejala belajar yang dialami dan
dihayati oleh siswa. Guru selaku pembelajar bertindak membelajarkan
dengan mengajar. Guru selaku pengamat, melakukan pengamatan terhadap
perilaku siswa. Dalam pengamatan tersebut guru juga mewawancarai siswa
atau teman belajarnya. Bila masalah siswa ditemukan, maka sebagai
pendidik, guru berusaha membantu memecahkan masalah belajar (Dimyati,
2009:225).
Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai berikut (Dimyati,
2009:256):
 Menyusun rencana pengamatan, seperti tindak belajar berkelompok atau
belajar sendiri, atau yang lain.
 Memilih siapa yang akan diamati, meliputi beberapa orang siswa
 Menentukan berap lama berlangsungnya pengamatan, seperti dua, tiga,
atau empat bulan.
 Menentukan hal-hal apa yang akan diamati, seperti cara siswa membaca,
cara menggunakan media belajar, prosedur, dan cara proses belajar
sesuatu.

26
 Mencatat hal-hal yang diamati.
 Menafsirkan hasil pengamatan.

2. ANALISIS HASIL BELAJAR


Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada
tempatnya dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis
hasil belajar pada tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut:
 Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain
instruksional.
 Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil
belajar.
 Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi tersebut
 Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik yang berupa jawaban ujian
tulis, ujian lisan, dan karya tulis maupun benda.
 Melakukan analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian
dan mengategori karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
 Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan belajar, perilaku
belajar siswa tersebut dikategorikan secara ordinal.
 Mempertimbangkan tingkan kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang
dibandingkan dengan program kurikulum yang berlaku.
 Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga
ada pengaruhnya dalam belajar.
 Guru juga melancarkan suatu angket evaluasi pembelajaran pada siswa
menjelang akhir semester.

3. TES HASIL BELAJAR


Jenis tes secara umum adalah tes lisan dan tes tulis. Tes tulis sendiri
dibedakan menjadi dua, yakni tes esai dan tes objektif.
a. Tes lisan memiliki kelebihan. Kelebihannya menurut (Dimyati, 2009:
257-258). :

27
 Penguji dapat menyelesaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap
siswa
 Penguji dapat mengejar tingkat pengusaan siswa tentang pokok
bahasan tertentu
 Siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa

Di samping itu, ada juga kelemahannya :

 Penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa


dan memerlukan waktu yang lama (dimyati, 2009:257-258).

b. Tes tulis, kelebihannya menurut (Dimyati, 2009:258) adalah :


 Penguji dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas,
 Objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi
 Penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok
bahasan
 Penguji dengan mudah dapat menentukan standar penilaian
 Dalam pengerjaan, siswa dapat memilih menjawab urutan soal
sesuai kemampuannya
Kelemahannya menurut (dimyati, 2009:258).:
 Penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban
siswa
 Rumusan pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa
 Dalam peemriksaan dapat terjadi subjektivitas penguji

c. Tes esai sebagai bagian dari tes tertulis juga memiliki kelebihan,
diantaranya
 Penguji dapat menilai kemampuan siswa bernalar
 Bila cara memberi angka ada kriteria jelas maka dapat
menghasilkan data objektif

Kelemahannya adalah

28
 Jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi
dalam belajar.
 Objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.

d. Tes objektif. Kelebihan dari tes ini meliputi


 Penguji dapat membuat soal yang banyak dan meliputi semua
pokok bahasan
 Pemeriksaan dapat dilakukan secara objektif dan cepat
 Siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar
 Siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahawa yang baik tidak
terhambat.

Kelemahannya adalah

 Kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap


 Penyusunan tes memakan waktu lama
 Memakan dana besar
 Siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan dan
pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran (dimyati,
2009:258).

4. MENGENAL DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA


Setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan sebagai
pembimbing dalam proses belajar mengajar. Abdillah (Aunurrahma,
2012:196), mengemukakan bahwa sebagai pembimbing dalam proses
belajar mengajar, seorang guru diharapkan mampu:
 Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
 Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah pribadi yang
dihadapinya.
 Mengevaluasi hasil setiap langka kegiatan yang telah dilakukannya.

29
 Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat
belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
 Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun
secara kelompok.

Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya membantu siswa
dalam mengatasi keulitan belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut:

a. IDENTIFIKASI
Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan
siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi
tentang siswa dengan melakukan kegiatan berikut:
1. Data dokumen hasil belajar siswa, misalnya rapor siswa.
2. Menganalisis absensi siswa di dalam kelas.
3. Mengadakan wawancara dengan siswa, seperti mengajukan
beberapa pertanyaan terkait masalah belajar siswa pada saat jam
istirahat.
4. Menyebar angket untuk memperoleh data tentang permasalahan
belajar.
5. Tes untuk memperoleh data tentang kesulitan belajar atau
permasalahan yang sedang dihadapi (Aunurrahman, 2012:197)

b. DIAGNOSIS
Diagnosis adalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari
pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan
jenis kesulitan yang dialami siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal
berikut:
1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.
2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-
sebab kesulitan belajar.

30
3. Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami
kesulitan belajar (Aunurrahman, 2012:197).

Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:

1. Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran


dengan rata-rata nilai seluruh individu.
2. Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa
tersebut.
3. Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan
yang diharapkan(Aunurrahman, 2012:198).

c. PROGNOSIS
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program
yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar
siswa. Prognosis ini dapat berupa (Ainurrahman, 2012:198):
1. Bentuk treatmen yang harus diberikan.
2. Bahan atau materi yang diperlukan.
3. Metode yang akan digunakan.
4. Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan.
5. Waktu kegiatan dilaksanakan.

d. TERAPI ATAU PEMBERIAN BANTUAN


Terapi adalah pemberian bentuan kepada anak yang mengalami
kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap
prognosis. Bentuk terapi yang diberikan antara lain melalui:
1. Bimbingan belajar kelompok
2. Bimbingan belajar individual
3. Pengajaran remedial
4. Pemberian bimbingan pribadi
5. Alih tangan kasus.

31
e. TINDAK LANJUT ATAU FOLLOW UP
Tindak lanjut atau follow up adalah usaha untuk mengetahui
keberhasilan bantuan yang telah diberikan kepada siswa dan tindak
lanjutnya yang didasari hasil evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan
dalam upaya pemberian bimbingan.

32
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Gaya belajar dapat disimpulkan sebagai cara seseorang dalam menerima
hasil belajar dengan tingkat penerimaan yang optimal dibandingkan dengan
cara yang lain.
 Gaya belajar menurut DePorter dan Hernacki (1999) terdiri dari gaya
belajar visual, gaya belajar auditorial, gaya belajar kinestetik.
 Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, mengamati,
memandang, dan sejenisnya.
 Gaya belajar Auditorial memperoleh informasi dengan memanfaatkan alat
indera telinga.
 Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja,
dan menyentuh.
 Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
 Masalah belajar terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari ciri khas atau karakteristik siswa, sikap terhadap belajar,
motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan
perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan
berprestasi, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar,
kebiasaan belajar, cita-cita siswa. Sedangkan faktor eksternal antara lain
guru sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran,
kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, kurikulum
sekolah.
 Cara – cara menentukan masalah belajar adalah dengan cara pengamatan
perilaku belajar, analisis hasil belajar, tes hasil belajar, mengenal dan
mengatasi kesulitan belajar siswa.

33
 Langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk membantu siswa dalam
menagtasi kesulitan belajar adalah dengan cara identifikasi, diagnosis,
prognosis, terapi atau pemberian bantuan, tindak lanjut atau follow up.

B. SARAN
 Seorang guru hendaknya memahami gaya belajar yang cocok bagi siswa.
 Seorang guru harus mampu memahami faktor – faktor internal dan faktor
eksternal dari masalah belajar dengan cara – cara yang telah dijelaskan
diatas.
 Seorang guru hendaknya mampu membantu siswa dalam mengatasi
masalah belajar.

34
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman, 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: ALFABETA.


Dimyati, dan Mudjiono, 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineke Cipta.
Muntasir, Saleh, 1985. Pengajaran Terprogram. Jakarta: RAJAWALI PERS.
Syah, Muhibbin, 2002. Psikologi Belajar. Cetakan ke - 10 ed. Jakarta:
RAJAWALI PERS.

ii

Anda mungkin juga menyukai