Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SNAKE BEAT
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pembimbing : Sunardi Adi W, S. Kep., M.H.kes

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Atika Nur Hapsari (1081160013)
2. Novia Pratiwi (108116014)
3. Ani Meysah Putri (108116016)
4. Kristin Indaryani (108116017)
5. Sonia Okta Indriati (108116018)
6. Pramesti Vitriyani (108116019)
7. Haflah Siti Nur Amalia (108116020)
8. Yuliatin Soliah (108116021)
9. Nurul Hidayanti (108116022)
10. Hajar Aswad (108116023)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini atas dasar tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat sub bab materi “Snake Beat” untuk melengkapi materi berikutnya. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber yang telah membantu penulis
dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaikan apabila terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami masih dalam tahap belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk menambah
wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik
guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Cilacap, 13 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Utama...................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Snake Beat ...................................................................... 3
B. Etiologi Snake Beat....................................................................... 3
C. Macam-macam ular ...................................................................... 4
D. Patofisiologi Snake Beat ............................................................... 4
E. Manifestasi Klinis Snake Beat ...................................................... 5
F. Penatalaksanaan Snake Beat ......................................................... 6
G. Pemeriksaan Diagnostik Snake Beat ............................................ 7
H. Komplikasi Snake Beat................................................................. 7
I. Asuhan Keperawatan Snake Beat .................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Terdapat dua famili utama ular berbisa yang berbahaya bagi manusia.
Pertama, famili Elapidae, termasuk di dalamnya kobra (Naja spp.) di Asia dan
Afrika; Mamba (Dendroaspis) di Afrika; Krait (Bungarus) di Asia; Ular Koral
(Micrurus) di Amerika; dan Elapid Australia, yang meliputi coastal taipan
(Oxgyuranusscutellatus), tiger snake (Notechis), king brown snake
(Pseudechisaustralis), dan death adder (Acanthophis).
Di Indonesia, ular-ular primitif, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops
braminus), ular karung (Acrochordus javanicus), ular kepala dua (Cylindrophis
ruffus), dan ular sanca (Phyton spp.),. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk
suku Colubridae; akan tetapi bisanya umumnya lemah saja. Ular-ular yang berbisa
kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae
(ular sendok (kobra), ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan
Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan).

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi dari Snake beat?
2. Apa saja etiologi dari Snake beat?
3. Apa saja macam-macam ular?
4. Bagaimana patofisiologi dari Snake beat?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Snake beat?
6. Apa saja penatalaksanaan dari Snake beat?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Snake beat ?
8. Apa saja komplikasi dari Snake beat?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Snake beat?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Snake beat
2. Untuk mengetahui etiologi dari Snake beat
3. Untuk mengetahui macam-macam ular
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Snake beat
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Snake beat
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Snake beat
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Snake beat
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Snake beat
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Snake beat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Gigitan ular merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terkait
lingkungan pekerja dan musim cukup banyak yang terjadi di belahan dunia
khususnya di daerah pedesaan.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.

B. Eiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat pada 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan
perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan
perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan
beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel
darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringanjaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringanjaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limpa.

3
C. Macam-macam ular
Terdapat dua famili utama ular berbisa yang berbahaya bagi manusia.
Pertama, famili Elapidae, termasuk di dalamnya kobra (Naja spp.) di Asia dan
Afrika; Mamba (Dendroaspis) di Afrika; Krait (Bungarus) di Asia; Ular Koral
(Micrurus) di Amerika; dan Elapid Australia, yang meliputi coastal taipan
(Oxgyuranusscutellatus), tiger snake (Notechis), king brown snake
(Pseudechisaustralis), dan death adder (Acanthophis).
Di Indonesia, ular-ular primitif, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops
braminus), ular karung (Acrochordus javanicus), ular kepala dua (Cylindrophis
ruffus), dan ular sanca (Phyton spp.),. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk
suku Colubridae; akan tetapi bisanya umumnya lemah saja. Ular-ular yang berbisa
kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae
(ular sendok (kobra), ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan
Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan).
Adapun terdapat macam-macam gigi ular berbisa, diantaranya:
a. Aglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa. Contoh ular pytondan ular
sawah
b. Phistoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa dibelakang. Contoh ular
cincin mas, ular pucuk atau ular daun.
c. Protheroglipha adalah ular yang mempunyai gigi bisa didepan yang efektif utuk
menyalurkan bias. Contoh elapidae dan hidropidae.

D. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata.Bisa
ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi
taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar.
Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir,
derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk
mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk
mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.Sebagian besar bisa terdiri dari
air.Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular
terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf,
menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi

4
anafilaksis.Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada
bisa ular viper. Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail spesifik
diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:
a. Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan
subkutan dengan merusak mukopolisakarida;
b. Phospholipase a2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari efek
esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot; dan
c. enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah,
dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan koagulopati
konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.

E. Manifestasi Klinis
1. Elapidae
Sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berakibat pada saraf perifer
atau sentral. Berakibat fatal karena paralisis otot lurik.
Tanda dan gejala :
a. Kesakitan pada tempat gigitan dalam setengah jam
b. Bagian gigitan membengkak selepas 1 jam.
c. Lemah badan
d. Pengelueran air liur yang berlebihan
e. Mengantuk
f. Lumpuh pada otot muka,bibir,lidah,dan saluran pernapasan
g. Tekanan darah menurun
h. Hipotensi
i. Sakit pada bagian perut
j. Gangguan pernafasan
2. Viperidae
Sifat bisa ini bersifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat antara
fosfolipase dan enzim atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan
protombin. Pendarahan itu sendiri sebagai akibat dari lisisnya sel darah merah
karena toksin.
Tanda dan gejala :
a. Sangat sakit pada daerah gigitandalam waktu 5 menit.
b. Bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan terjadi pada
kulit
c. Perdarahan yang tidak berhenti pada daerah gigitan.
d. Perdarahan gusi, usus, dan saluran kencing.

5
e. Darah tidak membeku
f. Keracunan berat dapat menebabkn lutut dan lengan membengkak dalam
waktu 2 jam disertai perdarahan.
3. Hydropidae
Sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibat rhabdomyolisis yang sering
berhubungan dengan homeotoksin. Myogolbulin uria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hyperkalemia akibatkerusakan sel-sel otot.
Tanda dan gejala :
a. Kesakitan pada otot-otot
b. Kesukaran untuk menggerakan kaki dan tangan
c. Akan merasa kesakitan setelah 1-2 jam
d. Urin akan merubah menjadi merah gelap

F. Penatalaksanaan
1. Pertolongan pertama
Jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila penanganan medis
tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah
immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4
jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik
dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan,
immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan,
merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan
posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman,
bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
2. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium
dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan
penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat,
lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan,
dan waktu retraksi bekuan.
3. Derajat envenomasi harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
4. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok
jika ada.
5. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila
syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.

6
6. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.
Pengobatan gigitan ular melibatkan administrasi antivenin setelah dosis uji
sensitivitas serum kuda dilakukan. Jika sensitivitas ini hadir, diphenhydramine
dapat diberikan sebelum antivenin tersebut. Pembengkakan mungkin
memerlukan intervensi bedah untuk mengurangi tekanan dan mencegah
kerusakan pembuluh darah lebih lanjut, dan komplikasi berikutnya biasanya
berhubungan dengan infeksi sekunder, gagal ginjal, koagulasi intravaskular
diseminata, atau gangrene.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium :
a. Penghitungan jumlah sel-sel darah
b. Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.
c. Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah
d. Tipe dan jenis golongan darah
e. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
f. Urinalisis untuk myoglobinuria
g. Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
2. Pemeriksaan penujang lainnya:
a. Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner
b. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

H. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas

I. ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.A 37 tahun masuk rumah sakit tgl 13 April 2015, sebelumnya penderita
pada pukul 12.30 WIB digigit ular di tungkai kiri, dibawa ke RSUD Kebumen jam
13.00 WIB. Penderita mengeluh : sesak nafas, terasa panas, nyeri, badan kaku semua
dan kaki bengkak. Nyeri kepala (-), mual dan muntah (-). Px TTV di IGD : S : 36,9
derajat C, TD : 130/80, N : 78/menit, RR : 34 x/menit.

1. Identitas Pasien

7
a. Nama : Tn.A
b. Umur : 37 tahun
c. Alamat : Kebumen
d. Jenis Kelamin :L
e. Pekerjaan : Tani
f. Pendidikan : SMP
g. Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak nafas.
h. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Klien datang ke IGD pada tanggal 13 April 2015 jam 13.00 WIB, dengan di
bawa oleh tetangganya, klien mengatakan tungkai kirinya digigit ular,
setelah itu klien merasakan sesak nafas, terasa panas, nyeri, badan kaku
semua dan kaki bengkak, tampak kebiruan. dan tiba-tiba terjatuh. Di rumah
kaki klien sudah diikat dengan menggunakan kain diatas luka gigitan ular
tersebut. Lalu klien langsung dibawa ke RS. Hasil pemeriksaan TTV : TD :
90/60 mmHg, N : 78 x/menit, RR : 34 x/menit, S : 36,9 derajat C.GCS
E3V3M5 di IGD terpasang infus NaCl 0,9 % 30 Tpm.
i. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Klien sebelumnya tidak menderita sakit apapun.
j. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menular atau menurun seperti, DM, hepatitis, TBC, Hipertensi, dll.

2. Pengkajian Primary Survey

a. Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sputum, tidak ada darah.

b. Breathing : klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu pernafasan,


RR = 32 x/menit, pengembangan dada simetris, suara nafas vesikuler.

c. Circulation : ada perdarahan di tungkai kiri karena gigitan ular, N =


52x/menit, akral dingin, CRT >3 detik, sianosis.

d. Disability : kesadaran somnolent (E3V3M5), pupil isokor (2mm).

e. Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada
luka, memar.

8
3. Pengkajian secondary survey
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : meochepal, rambut bersih, tidak beruban.
b. Mata : ishokor (2 mm), reaksi cahaya +, konjungtiva tidak anemis.
c. Hidung : simetris, tidak ada polip, bersih.
d. Telinga : bentuk simetris kanan kiri, tidak terdapat serumen, bersih
e. Mulut : mukosa bibir lembab, simetris.
f. Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (sternokleidomastoidius), tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Dada :
1) Paru-paru : Inspeksi : pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
2) Palpasi : vocal fremitus teraba kanan kiri.
3) Perkusi : sonor
4) Auskultasi : Vesikuler, bronchovesikuler, bronchial.
h. Jantung :
1) Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
2) Palpasi : teraba ictus kordis di SIC V dan VI
3) Perkusi : Pekak
4) Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2
i. Abdomen :
1) Inspeksi : simetris, tidak ada luka
2) Auskultasi : peristaltic usus 6x/menit
3) Perkusi : Thympani
4) Palpasi : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada massa.
j. Ekstremitas :
k. Ekstremitas atas : terpasang infus NaCl 0,9 % di tangan dextra, tidak ada
edema
l. Ekstremitas bawah : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan, kekakuan
otot kaki dextra, nyeri pada luka.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 10,4 g/dl, LED:3–10, Leukosit 11.000, Eritrosit: 3,27 × 103/µL,
Trombosit: 7 × 103/µL, PCV: 30,8%, PPT : > 200’, KPTT: > 200, C 30,3’ BUN
20,8 mg/dl, Screatinin: 1,7mg/dl Kalium: 3,6 meq/L Natrium 131 meq/L GDA:
214 mg% SGOT : 30 U/L SGPT : 18 U/L

9
5. Program Terapi
a. IVFD RL 30 Tpm
b. Novalgin 3 x1 ampul
c. Injeksi SABU 1 ampul
d. Kalnex inj 3x1
e. Terfacef 2x1 gr

J. Analisa Data
No.Dx Data Fokus Problem Etiologi
1 DS : Pola nafas tidak Reaksi Endotoksin
a. klien mengatakan efektif
sesak napas
DO :
a. RR : 32 x/menit
b. Penggunaan otot
bantu pernafasan

2 DS : - Resiko tinggi infeksi Ketidakadekuatan


DO : pertahanan tubuh
a. Tampak luka
gigitan ular pada
tungkai kaki.
b. Leukosit 11.000

3 DS :- Resiko Syok Tidak adekuatnya


DO : peredaran darah
a. Sianosis kejaringan.
b. TD : 90/60 mmHg
c. N : 52x/menit
d. Kesadaran
somnolent
(E3V3M5)
e. CRT >3 detik

10
f. Perdarahan
tungkai kiri
g. Bengkak
h. Badan kaku

K. Diagnosa Keperawatan :
a. Pola nafas tidak efektif b.d reaksi endotoksik
b. Resiko tinggi infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh
c. Resiko syok b.d tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan

L. Intervensi
No. Tujuan Intervensi
DX
1 Setelah dilakukan a. Buka jalan nafas gunakan tehnik head
tindakan keperawatan tilt chin lift
1 x 15 menit b. Posisi semifowler
diharapkan nafas c. Kolaborasi pemberian oksigen
efektif. d. Atur intake untuk cairan
Kriteria hasil : e. Berikan pelembab udara
a. Frekuensi pernafasan 16-24 f. Auskultasi bunyi nafas
x/menit
b. Bernafas mudah
c. Tidak didapatkan penggunaan
otot-otot tambahan
d. Bersuara secara adekuat

2 Setelah dilakukan a. Lakukan pengikatan pada daerah atas


indakan keperawatan 1 x 15 menit luka 15-30 cm dari luka gigitan
diharapkan infeksi b. Pertahankan tehnik isolasi
tidak terjadi. c. Cuci tangan sebelum atau setelah
Kriteria hasil : melakukan tindakan
a. Menghindari paparan yang d. Kolaborasi pemberian anti bisa ular
bisa mengancam kesehatan e. Kolaborasi pemberian antibiotic,
b. Leukosit dalam batas obat SABU
normal(4.000-11.000) f. Pertahankan tehnik aseptik
c. Memperoleh immunisasi yang

11
sesuai
d. Mengenali perubahan status
kesehatan
3 Setelah dilakukan a. Evaluasi TTV (TD, N, RR, S)
tindakan keperawatan 1 x 15 b. Posisikan pasien untuk
menit diharapkan mengoptimalkan perfusi
syok tidak terjadi. c. Jaga kepatenan jalan nafas
Kriteria hasil : d. Pantau gejala kegagalan respirasi
a. Tekanan darah dalam batas e. Kolaborasi pemberian cairan IV
normal f. Longgarkan pakaian
b.Nadi dalam batas normal
c. Perfusi ke jaringan baik
d.Kesadaran membaik

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Terdapat dua famili utama ular berbisa yang berbahaya bagi manusia.
Pertama, famili Elapidae, termasuk di dalamnya kobra (Naja spp.) di Asia dan
Afrika; Mamba (Dendroaspis) di Afrika; Krait (Bungarus) di Asia; Ular Koral
(Micrurus) di Amerika; dan Elapid Australia, yang meliputi coastal taipan
(Oxgyuranusscutellatus), tiger snake (Notechis), king brown snake
(Pseudechisaustralis), dan death adder (Acanthophis).
Di Indonesia, ular-ular primitif, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops
braminus), ular karung (Acrochordus javanicus), ular kepala dua (Cylindrophis
ruffus), dan ular sanca (Phyton spp.),. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk
suku Colubridae; akan tetapi bisanya umumnya lemah saja. Ular-ular yang berbisa
kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae
(ular sendok (kobra), ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan
Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan).

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta wawasan pembaca. Selanjutnya kami pembuat makalah mengharapkan kritik
dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/uploaddocument?archive_doc=172297625&escape=false&
metadata=%7B%22context%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%
22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2
C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22%7D

https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=263599306&escape=false&metadata=%7B%22conte
xt%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read
%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3
Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22%7D

14

Anda mungkin juga menyukai