Anda di halaman 1dari 7

Hematocele pada Trauma Testis

Definisi Hematocele

Hematocele adalah adanya darah pada cavum vaginalis testis, yaitu


ruangan yang berada diantara lamina parietalis tunika albuginea testis dan lamina
visceralis testis. Perdarahan itu dapat berasal dari scrotum maupun intra-
abdominal hemoragia. Penyebaab hematocele yang paling sering akibat trauma,
tetapi bisa juga karena tumor skrotum atau torsi. Hematocele seringnya bukan
merupakan kelainan malignansi, tergantung oleh penyebabnya. Tetapi, perlu
dievaluasi lebih lannjut karena sebuah penyakit yang mendasari, seperti tumor
testis, bisa menjadi sumber perdarahan. (Liguori et al, 2011)

Karena sebagian besar hematocele terjadi karena trauma testis, maka


selanjutnnya akan dibahas lebih mendalam tentang trauma testis.

Trauma Testis

Meskipun posisi testis rentan, trauma testis relatif jarang. Mobilitas


skrotum mungkin menjadi salah satu alasan cedera parah jarang terjadi, mengingat
pentingnya skrotum sebagai organ yang berfungsi menjaga kesuburan testis dan
melindunginya dari luka traumatis.

Cedera testis dapat dibagi menjadi 3 kategori besar berdasarkan


mekanisme cedera. Kategori ini meliputi (1) trauma tumpul, (2) trauma tembus,
dan (3) trauma degloving. Cedera tersebut biasanya terlihat pada laki-laki berusia
15-40 tahun.

Inform consent yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik rinci sangat


penting untuk diagnosis yang akurat. Skrotum ultrasonografi dengan evaluasi
aliran Doppler sangat membantu dalam menentukan sifat dan tingkat cedera. Hal
ini terutama berlaku dalam kasus trauma tumpul, mengingat sulitnya pemeriksaan
skrotum dan mudahnya terjadi ruptur testis. Sensitivitas dan spesifisitas
ultrasonografi dalam situasi ini telah dilaporkan menjadi 93,5% dan 100%..
Trauma yang tembus kedalam testis biasanya membutuhkan eksplorasi
skrotum untuk menentukan keparahan cedera testis, untuk menilai integritas
struktural dari testis, dan untuk mengontrol perdarahan intrascrotal. Jika
ditemukan tunika albuginea yang pecah, bedah, debridement, dan penjahitan
tunika albuginea sangat diperlukan.

Cedera tumpul ditemui lebih sering daripada luka tembus dan biasanya
unilateral, sedangkan luka tembus melibatkan kedua testis dalam sepertiga kasus.
Sebagian besar kasus trauma tumpul tidak menyebabkan kerusakan yang parah
pada testis dan biasanya hanya memerlukan terapi konservatif. Namun, dalam
sebuah penelitian, melaporkan bahwa 46% dari pasien dengan trauma skrotum
yang tumpul menjalani eksplorasi bedah dan ditemukan pecahnya tunika
albuginea. Indikasi operative untuk trauma tumpul termasuk dugaan pecah,
hematoma yang meluas, dislokasi, avulsi, dan scrotal degloving.

A. Definisi
Trauma testis didefinisikan sebagai cedera apapun yang terjadi
pada testis. Jenis cedera termasuk tumpul, tajam, atau degloving.

Trauma tumpul mengacu pada luka yang diderita dari benda-benda


diterapkan dengan kekuatan yang signifikan ke skrotum dan testis. Hal ini
dapat terjadi dengan berbagai jenis kegiatan. Contohnya termasuk
tendangan ke selangkangan atau cedera bisbol. Ada juga laporan tentang
cedera testis karena bermain paint ball. Juga, sebuah studi melaporkan
peningkatan insiden kalsifikasi testis pada mountain bikers lebih ekstrim
nonbikers.

Trauma penetrasi mengacu pada luka yang diderita dari benda


tajam. Contohnya termasuk tembak dan luka tusukan.

Cedera Degloving (cedera avulsi) merupakan cedera yang jarang


terjadi. Degloving adalah cedera hilangnya lapisan skrotum, sehingga
testis tidak terlindungi.
Ruptura testis mengacu pada robeknnya tunika albuginea sehingga
terjadi ekstrusi isi testis.

2. Epidemiologi

Trauma testis relatif jarang. Trauma tumpul terjadi sekitar 85% dari
kasus, dan taruma penetrasi 15%. Sebanyak 80% dari hematoceles (darah
dalam tunika vaginalis) berhubungan dengan ruptura testis. Gambar di
bawah ini menggambarkan hematoma pada rupture testis.

hematom
Normal a

Cedera testis tumpul dapat dikelola dengan baik (sembuh) secara


medis atau pembedahan, tergantung pada presentasi klinis.

3. Etiologi

Penyebab paling umum dari trauma tumpul testis adalah cedera


olahraga. Sebagai contoh, sebuah studi pemain rugby di Australia dan New
South Wales 1980-1993 mengungkapkan 14 pemain mengalami cedera
testis, yang paling disayangkan, ada juga yang kehilangan kedua testis.
Namun, risiko cedera testis yang berhubungan dengan olahraga pada anak-
anak di Amerika dilaporkan hanya sedikit.

Penyebab paling umum kedua trauma testis adalah tendangan ke


pangkal paha. Penyebab lain yang kurang umum yaitu kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, dan luka mengangkang.
Penyebab paling umum dari cedera testis penetrasi adalah luka
tembak ke daerah genital. Penyebab lainnya adalah luka tusuk, melukai
diri sendiri, gigitan hewan (biasanya anjing), dan pengebirian.

Penyebab paling umum dari cedera degloving testis adalah


kecelakaan yang terjadi saat mengoperasikan mesin-mesin berat
(misalnya, industri atau kecelakaan pertanian).

4. Patofisiologi

Testis diselimuti oleh lapisan jaringan ikat serosayang yang disebut


tunika vaginalis dan tunika albuginea.

Tunika albuginea adalah lapisan yang robek pada ruptura testis.


Padahal, dibutuhkan sekitar 50 kg kekuatan untuk “merupturkan” testis.
Robekan di tunika albuginea menyebabkan ekstrusi dari tubulus
seminiferus dan memungkinkan perdarahan intratesticular kedalam cavum
tunika vaginalis. Hal ini disebut hematocele. Pecahnya tunika vaginalis
atau perluasan perdarahan ke epididimis dapat menyebabkan perdarahan
ke dalam dinding skrotum, sehingga disebut hematoma skrotum.

5. Manifestasi Klinis

Pasien dengan trauma testis biasanya datang ke unit gawat darurat


dengan latar belakang cedera langsung (misalnya, cedera olahraga,
tendangan ke pangkal paha, luka tembak) segera setelah peristiwa itu
terjadi.

Pasien yang telah menderita trauma tumpul parah biasanya


menunjukkan gejala nyeri skrotum yang ekstrim, sering dikaitkan dengan
mual dan muntah. Ketika mengevaluasi pasien dengan riwayat klinis
trauma hanya kecil, jangan mengabaikan kemungkinan torsi testis atau
epididimitis . Pemeriksaan fisik pada trauma didapatkan testis bengkak,
nyeri tekan, lunak, dan hematoma terlihat. Ekimosis skrotum atau
perineum dapat terlihat. Pemeriksaan testis bilateral dan pemeriksaan
perineum harus selalu dilakukan untuk menyingkirkan DD. Namun,
karena nyeri, pemeriksaan menyeluruh seringkali sulit, dan pemeriksaan
radiologi eksplorasi bedah mungkin diperlukan.

Biasanya cedera testis tumpul unilateral dan tanpa cedera terkait


lainnya. Tidak adanya pembengkakan skrotum dan hematoma dapat
dievaluasi sebagai cedera yang relatif jinak. Tes pencitraan tambahan atau
eksplorasi skrotum diperlukan jika dicurigai adanya ruptura testis. Trauma
tumpul pada testis dapat bermanifestasi sebagai hematocele atau testis
pecah.

Untuk cedera penetrasi atau luka tembus, yang pertama kali


dievaluasi adalah menentukan pintu masuk dan keluar luka. Sampai
dengan 75% dari pria dengan luka tembus ke alat kelamin, menunjukkan
cedera terkait tambahan.

Memeriksa secara universal dalam mengevaluasi cedera ini


sangatlah penting. Sebuah review dari 40 laki-laki dengan trauma
penetrasi, 38% dinyatakan positif hepatitis B , hepatitis C , atau keduanya.

Urinalisis skrining merupakan tambahan penting untuk


pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih atau
epididymo-orchitis.

Ultrasonografi Doppler merupakan skrinning utama untuk


mendiagnosis dan menentukan derajat cedera testis. Pada tahap awal,
hematocele terlihat echogenic atau sedikit heterogen, sering dengan
hiperemi reaktif dari skrotum dan epididimis, dan terdapat penebalan kulit
dari edema umum. Seiring berjalannya waktu, gambaran hematocele
terlihat hypoechoic. Pemeriksaan ini juga merupakan inisiasi atau tahap
awal dalam mengevaluasi cedera skrotum akut.

Pencitraan lainnya, seperti pencitraan nuklir atau MRI, dapat


digunakan untuk memperoleh informasi tambahan dalam kasus samar-
samar. Namun, diagnosis definitif ruptura testis dilakukan saat melakukan
pembedahan.

Diagnosis utama cedera testis adalah dengan eksplorasi skrotum.


Indikasi untuk eksplorasi skrotum meliputi:

 Ketidakpastian dalam diagnosis setelah evaluasi klinis dan


radiografi yang tepat

 Gangguan albuginea tunika

 Tidak adanya aliran darah pada sonogram dengan USG

Hematoceles klinis yang tambah luas atau ukuran yang cukup


besar (misalnya, ≥ 5 cm) harus dieksplorasi. Ukuran yang lebih kecil juga
sering dieksplorasi, karena lebih optimal dalam mengurangi derajat nyeri.

Jika testis yang ruptur, debridement testis dan bedah penutupan


tunika albuginea diperlukan.

Trauma penetrasi testis biasanya membutuhkan eksplorasi untuk


memastikan tingkat cedera, untuk menilai integritas testis, dan untuk
mengidentifikasi dan mengendalikan perdarahan intratesticular.

Cedera Degloving adalah indikasi lain untuk evaluasi operasi dan


sering membutuhkan debridement.

6. Prognosis

Trauma cedera testis relatif jarang. Kalupun ada, kasus tersering


adalah trauma tumpul. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan ultrasonografi
sangat penting dalam mendiagnosis dan mengevaluasi cedera ini.

Eksplorasi bedah dari semua luka tembus testis dan cedera tumpul
telah terbukti meningkatkan fungsional testis dan menurunkan angka
kesakitan. Setelah perbaikan trauma testis penetrasi disebabkan oleh luka
tembak konvensional, hasil kesuburan adalah sekitar 62%. Jika luka yang
diderita adalah hasil dari kecepatan tinggi amunisi, tingkat kesuburan jauh
lebih rendah.

Pengobatan hematoceles tergantung pada penyebab yang


mendasari dan gejala orang tersebut. Pembedahan dapat dilakukan untuk
drainase, atau pengobatan mungkin konservatif, hanya dengan istirahat
dan tidur elevasi

Liguori G, Bucci S, Zordani A, Benvenuto S, Ollandini G, Mazzon G, Bertolotto


M, Cacciato F, Siracusano S, Trombetta C (2011). Role of US in Acute
Scrotal Pain, World Journal of Urology, 29:639-643

Gorecki T, Kaszuba1 B, Ostrowska1 M, Mazurczyk K, Spliter L (2005). Giant


Spermatocytic Seminoma with Massive Hemorrhage into Accompanying
Hydrocele: Case report, Internation Urology and Nephrology, 37:529-531

Cubillos J, Reda EF, Gitlin J, Zelkovic P , Palmer LS (2010). A Conservative


Approach to Testicular Rupture in Adolescent Boys, The Journal of urology,
189:1733-1738

Andipa E, Liberopoulos K, Asvestis C (2004). Magnetic resonance imaging and


Ultrasound Evaluation of Penile and Testicular Masses, World Journal of
Urology, 22:382-391

Pogorelic Z , Juric I, Biocic M, Furlan D, Budimir D, Todoric J, Milunovic KP


(2011). Management of Testicular Rupture After Blunt Trauma in Children,
Pediatr Surg Int, 27:885–889

Anda mungkin juga menyukai