Anda di halaman 1dari 28

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pemikiran-pemikiran Adiwarman Karim tentang Ekonomi Islam

1. Fundamentalis-Intelektual- Profesional

Bersama beberapa tokoh ekonomi Islam Indonesia lainnya,

seperti A.M. Saefudin, Karnaen Perwata Atmaja, M. Amin Aziz,

Muhammad Syafi’i Antonio, Zainal Arifin, Mulya Siregar, Riawan

Amin dan sebagainya, oleh Dawam Rahadjo, Adiwarman

dimasukkan dalam kelompok pemikir Fundamentalis dalam

bidang ekonomi Islam1.

Kelompok Islam fundamentalisme ,dengan beragam sebutan

yang disandangnya, memiliki kesamaan cirri khas, yaitu cita-cita

tegakkanya syariat Islam. Meskipun demikian, dalam hal metode atau

cara perjuangannya, mereka tidak satu kata dan terbelah menjadi dua

aliran besar. Sebagian memilih menempuh cara-cara revolusioner

(karenanya mereka disebut kelompok fundamental radikal), sebagian

yang lain mencoba berkompromi dengan penguasa dan

mengedepankan jalur demokrasi-parlementer. Ada juga yang

membedakan pola gerakan fundamentalisme Islam menjadi; 1) ‘Islam

politik’yang menempuh jalan mencapai kekuasaan sebagai alat untuk

menegakkan syariat; dan 2) ‘Islam kultural’ yang memilih jalur

1
Firda Zulfa “pemikiran ekonomi islam Adiwarman Karim”, jurnal Pemikiran &
Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 2 (Desember, 2015), 21.

26
27

budaya dan kemasyarakatan. Yang pertama bertujuan

menegakkan syariat Islam sekaligus Negara Islam, sementara yang

kedua bertujuan menciptakan masyarakat Islam, peradaban Islam, atau

masyarakat madani.

Misi penegakkan syariat yang diusung oleh Islam

fundamentalis mendapat reaksi dari kelompok liberal yang

mengkampanyekan sekularisme. Perbedaan pendapat antara kedua

kelompok tersebut juga terjadi dalam menyikapi isu-isu aktual seputar

ekonomi dan perbankan syariah atau Islam di Indonesia. Dibidang ini,

kelompok fundamentalis berusaha memperjuangkan berlakunya

syariat Islam dalam sistem ekonomi Islam, khususnya perbankan

Islam, sama halnya dengan keinginan kawan-kawan mereka yang

memperjuangkan syariat Islam di bidang politik dan hukum.

Bedanya, jika perjuangan melalui jalur politik dilakukan dengan cara-

cara radikal, sementara perjuangan menegakkan ekonomi Islam

cenderung memilih cara-cara gradual dan demokratis.

Di Indonesia, fundamentalis yang memperjuangkan tegaknya

ekonomi Islam dapat dibedakan menjadi dua kelompok lagi,

yaitu kelompok professional dan kelompok intelektual. Kelompok

fundamentalis professional berorientasi pada praktik. Mereka

merasa tidak perlu menunggu Perkembangan teori Islam menjadi

mapan, serta mencukupkan diri dengan piranti teori yang sudah ada,

yaitu fikih muamalah setelah dikonseptualisasi. Golongan professional


28

inilah yang berada dibalik pendirian BMI dan bank- bank Islam

lainnya.

Berbeda dengan fundamentali sprofesional, fundamentalis

intelektual justru berorientasi pada teori. Mereka berupaya

menyediakan bangunan teori- teori ekonomi yang kokoh terlebih

dahulu sebagai dasar pijakan bagi terlaksananya ekonomi Islam secara

baik dan benar serta dapat diterima secara luas oleh masyarakat

(ilmiah).

Berdasarkan pemetaan di atas, agak sulit menentukan di mana

posisi Adiwarman. Pada satu sisi ia terlibat secara aktif dalam

gerakan pemberdayaan ekonomi Islam melalui institusi-institusi

praktis (semisal perbankan, menjadi konsultan dan sebagainya), tetapi

pada sisi lain ia juga concern terhadap upaya meletakkan dasar-dasar

teoritis bagi pengembangan ilmu ekonomi Islam di Indonesia. Nampak

kesan bahwa Adiwarman berusaha menyelaraskan antara perjuangan

ekonomi Islam secara praktis dan teoritis. Karena itulah, dapat

dikatakan bahwa Adiwarman menempatkan dirinya pada posisi

fundamentalis - intelektual-rasional.

2. Pendekatan dan Metode

Membaca tulisan-tulisan Adiwarman, setidaknya terdapat

beberapa pendekatan dan metode yang ia gunakan dalam

membangun keilmuan ekonomi Islam. Pendekatan yang ia gunakan

dapat dipetakan menjadi pendekatan sejarah, pendekatan fikih dan


29

ekonomi.2

Pendekatan sejarah sangat kental dalam berbagai tulisan

Adiwarman. Dalam setiap tulisannya (terutama buku), Adiwarman

selalu berupaya menjelaskan fenomena ekonomi kontemporer

dengan merujuk pada sejarah Islam klasik, terutama pada masa

Rasulullah. Selain itu ia juga mengelaborasi pemikiran-pemikiran

sarjana besar muslim klasik dan mencoba merefleksikannya dalam

konteks kekinian, tentu saja menurut perspektif ekonomi.

Selain pendekatan sejarah, Adiwarman juga menggunakan

pendekatan fikih. Dalam pandangannya, fikih tidakhanya berbicara

pada aspek ‘ubudiyah semata. Fikih berbicara aspek sosial

masyarakat yang lebih luas, terutama ketika dibingkai dalam

wadah fiqih al-waqi’iy (fikih realitas). Dalam format yang

demikian, fikih lebih merupakan suatu respon atas problematika

kontemporer sebagai suatu upaya menemukan jawaban dan solusi

yang tepat bagi suatu masyarakat tertentu dalam konteks tertentu

pula. Karena itu Adiwarman selalu berpegang pada adagium Li

Kulli Maqa>m, Maqa>l. Walikulli Maqa>l Maqa>m. (setiap

kondisi butuh ungkapan yang tepat. Dan setiap ungkapan, butuh

waktu yang tepat pula).

Pendekatan fikih yang digunakan Adiwarman tidak berdiri

sendiri. Untuk dapat merespon fenomena ekonomik, prinsip-prinsip

2
Ibid., 23.
30

fikih yang diformulasikan ulama masa lalu ditarik pada perspektif

ekonomi. Sederhananya Adiwarman menggunakan istilah-istilah

dan prinsip-prinsip fikih dalam membahas masalah-masalah

ekonomi. Sebagai contoh ia menjelaskan fenomena distorsi

permintaan dan penawaran (false demand dan false supply)

berdasarkan prinsip al-bai’ al-najsy, ia juga menganalisis monopolic

behavior berdasarkan teori tadli>s dalam fikih dan masih banyak

lagi.

Meskipun begitu, Adiwarman menghindari melakukan

islamisasi ekonomi dengan cara mengambil ekonomi Barat lalu

dicari ayat Al-Quran dan hadisnya. Menurutnya hal itu tidak dapat

dibenarkan, Karena itu memaksakan al-Quran dan hadis cocok

dengan pikiran manusia. Ekonomi Islam bukan ekonomi

konvensional lalu ditempeli al-Quran dan hadis. Itulah sebabnya

metode yang ditempuh oleh Adiwaman adalah dengan

melakukan‘interpretasi bebas’ terhadap teks-teks al-Quran, Sunah

dan fikih dalam perspektif ekonomi.

3. Pokok-Pokok Pemikiran Adiwarman Karim

a. Redefinisi dan Rancang Bangun Ilmu Ekonomi Islam

Berbicara tentang ekonomi Islam, selama ini definisi

yang sering ditemukan adalah ‘ekonomi yang berasaskan Al-

Qur’an dan Sunah. Seringkali definisi seperti itu tidak disertai

dengan penjelasan yang tuntas, sehingga terkesan bahwa


31

ekonomi Islam adalah ekonomi apa saja yang dibungkus

dengan argumen-argumen dari ayat-ayat atau hadis-hadis

tertentu. Bagi banyak kalangan, penjelasan yang ‘sekedar itu’

tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Sebab

bisa jadi ekonomi konvensional dapat dikatakan islam(i)

sepanjang dapat dilegitimasi oleh ayat tertentu, dan itulah yang

oleh Adiwarman disebut dengan pemaksaan ayat.

Menurut Adiwarman Karim, ekonomi Islam diibaratkan

satu bangunan yang terdiri atas landasan, tiang, dan atap.3

Sadar akan hal itu, Adiwarman menawarkan pengertian

ekonomi Islam sebagai ekonomi yang dibangun di atas nilai-

nilai universal Islam. Nilai-nilai yang ia maksud adalah

Tauhi>d (keesaan),’Adl (keadilan), Khilafah (pemerintahan),

Nubuwwa>h (kenabian) dan Ma’a>d (return). Secara singkat

korelasi prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1) Tauhi>d (Keesaan Tuhan)

Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan

tauhid, manusia menyaksikan bahwa “tiada sesuatu pun yang

layak disembah salain Allah,” dan “tidak ada pemilik langit,

bumi dan isinya, selain daripada Allah.”4 karena Allah

3
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer,(Jakarta:Gema Insani Press,
2001), 176-177.
4
Al-Quran, 2:107.
32

adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus

pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber

daya yang ada. Oleh karena itu, Allah adalah pemilik

hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk “memiliki”

untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam

Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-

sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia

adalah untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu segala

aktifitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber

daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka

hubungan dengan Allah. Kerena kepadaNya kita akan

mempertangjawabkan segala perbuatan kita, termasuk

aktivitas ekonomi dan bisnis.

2) ’Adl (Keadilan)

Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu

sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan

perlakuan terhadap makhluk-Nya secara zalim. Manusia

sebagai kholifah di muka bumi haarus memelihara hukum

Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala

sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya

semua mendapat manfaat daripadanya secara adil dan baik.

Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia

untuk berbuat adil. Dalam Islam didefinisikan sebagai


33

“tindak menzalimi dan tidak dizalimi.” Implikasi ekonomi

dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan

untuk mengejar keuntungan pribadi bila ini merugikan orang

lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan

terkelompok-kelompok dalam berbagai golongan. Golongan

yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga

terjadi eksploitasi manusia atau manusia. Masing-masing

berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha

yang dikeluarkannya kerena kerakusannya.5

3) Nubuwwa>h (Kenabian)

Karena rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah,

manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat

bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rosul untuk

menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia

tentanng bagaimana hidup yang baik dan yang benar di

dunia, dan mengerjakan jalan untuk kembali taubat. Fungsi

rosul adalah untuk menjadi modal terbaik yang harus

diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan

akhirat. Untuk umat Muslim, Allah telah mengirimkan

“manusia model” yang terakhir dan sempurna untuk

diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-

sifat utama sang model yang harus diteladaani oleh manusia

5
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: Rajawali press, 2007), Edisi
Kelima, 35.
34

pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada

khususnya, adalah sebagai berikut:

a. Siddiq (benar, jujur)

Sifat siddiq harus menjadi visi hidup setiap

Muslim, karena hidup kita berasal dari Yang Maha

Benar, maka kehidupan di dunia pun harus dijalani

dengan benar, supaya kita dapat kembali pada pencipta

kita, Yang Maha Benar. Dengan demikian, tujuan hidup

Muslim sudah terumus dengan baik dari konsep sidiq ini,

munculah konsep turunan khas ekonomi dan bisnis,

yakni efektivitas (mencapai tujuan yang tepat, benar) dan

efisiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni

menggunakan teknik dan metode yang menyebabkan

kemubaziran. Karena kalau mubazir berarti tidak benar)

b. Amanah (Dapat dipercaya)

Amanah menjadi misi hidup setiap muslim.

Karena sang Benar hanya dapat kita jumpai dalam

keadaan ridha dan diridhai, bila kita menepati amanat

yang telah dipikulkan kepada kita. Sifat ini akan

membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh

tanggung jawab pada setiap individu muslim. Kumpulan

individu dengan kredibilitas dan tanggung jawab yang

tinggi akan melahirkan masyarakat yang kuat, karena


35

dilandasi oleh saling percaya antara anggotanya. Sifat

amanah memainkan peran yang fundamental dalam

ekonomi dan bisnis, Karena tanpa kredibitas dan

tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan

hancur.

c. Fathanah

Sifat ini dapat dipandang sebagai strategi hidup

setiap muslim. Karena untuk mencapai Sang Benar, kita

harus mengoptimalkan segala potensi yang telah

diberikan oleh-Nya. Potensi paling berharga dan

termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah

akad (intelektualitas). Karena itu Allah dalam Al Qur’an

selalu menyindir orang-orang yang menolak seruan

untuk kembali (taubat) kepada-Nya dengan kalimat

“Apakah kamu tidak berfikir?, Apakah kamu tidak

menggunakan akalmu?” Dan orang yang paling

bertakwa justru adalah orang yang paling

mengoptimalkan potensi fikirnya. Bahkan peringatan

yang paling keras adalah “dan Allah menimpakan

kemurkaan kepada orang-orang yang tidak

mempergunakan akalnya.

d. Tabliq (Komunikasi, Keterbukaan, Pemasaran)

Sifat ini merupakan taktik hidup Muslim. Karena


36

setiap Muslim mengemban tanggung jawab da’wah,

yakni menyeru, mengajak, memberitahu. Sifat ini bila

sudah mendarah daging pada setiap Muslim, apalagi

yang bergerak dalam bidang ekonomi dan bisnis, akan

menjadikan setiap pelaku ekonomi dan bisnis sebagai

pemasar-pemasar yang tangguh dan lihat. Karena sifat

tabligh menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi

(personal maupun maasal), pemasaran, penjualan,

periklanan, pembentukan opini massa, open

management6, iklim keterbukaan, dan lain-lain.

Dengan demikian, kegiatan ekonomi dan bisnis

manusia harus mengacu pada prinsip-prinsip yang telah

diajarkan oleh nabi dan rasul, Nabi misalnya

mengajarkan bahwa” Yang terbaik diantaramu adalah

yang paling bermanfaat bagi manusia” Dengan kata lain,

bila kita ingin menyenangkan Allah maka kita harus

menyenangkan hati manusia. Prinsip ini akan melahirkan

sikap professional, prestatif, penuh perhatian terhadap

pemecahan masalah-masalah manusia, dan terus menerus

mengejar hal yang terbaik sampai menuju

kesempurnaan.7 Karena hal demikian dianggap sebagai

cermiunan dari penghambaan (ibadah) manusia terhadap

6
“Jangan menyembunyikan kebenaran, mencampur yang haq dengn yang batil.” (Alquran)
7
“Bekerjalah untuk duniaamu seolah-olah kamu akan hidup abadi, dan bekerjalah untuk
akhiratmu seolah-olah kau akan mati esok hari” (HR Ibn Asaakir)
37

penciptanya.

Bila ekonomi muslim akan menyusun teori dan

proposisinya, maka hal yang harus menjadi pegangan

adalah bahwa semua yang datang dari Allah dan rasul-

Nya pasti benar.8 Bila ada hal-hal yang tidak dapat

dipahami oleh manusia dengan akalnya maka menjadi

tugas manusia untuk terus berusaha menemukan

kebenaran tersebut dengan cara apapun.9

4) Khilafah (Pemerintah)

Dalam Alquran, Allah berfirman bahwa manusia

diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi,10 artinya untuk

menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Oleh karena itu,

pada dasarnya setiap manusia adaalah pemimpin. Nabi

bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan

dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang

dipimpinnya.” Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia

sebagai individu, keluarga, pemimpin masyarakat atau

kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan

kolektif manusia dalam Islam (siapa pemimpin siapa).

Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi

(mu’amalah) antar kelompok termasuk dalam bidang

ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan,

8
al-Quran, 19:56-57.
9
HQ: Aku adalah rahsia yang tersembunyi. Kuciptakan makhluk supaya Aku diketahui
10
al-Quran, 2:30.
38

atau dikurangi. Dalam Al-Quran: (yaitu) orang-orang yang

jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,

niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,

menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan

yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala

urusan..11

Dalam hadis lain Nabi bersabda: “Berakhlah kalian

seperti akhlak Allah!” Akhlak Allah diajarkan kepada

manusia lewat al-asma al-husna-Nya (nama-nama-Nya yang

baik). Jadi misalnya jika Allah bersifat al-Waliy, maka

implikasi ekonomi dari berakhlak seperti waliy adalah

mengelola dan memelihara sumber daya yang baik supaya

bermanfaaat bagi manusia generasi kini sampai generasi-

generasi selanjutnya. Implikasi ekonomi dari akhlak al-

razzaaq adalah menjamin kecukupan hidup (kebutuhan

dasar) bagi semuaa manusi. Implikasi dari al-Fattaah:

membuka kesempatan berkarya, menciptakan iklim bisnis

yang sehat, membuka akses manusia terhadap ilmu untuk

meningkatkan kualitas manusia. Implikasi dari al-Wahhaab:

membangun sistem jaminan sosial yang tangguh, pelayaanan

pendidikan dan kesehatan yang memadi bagi masyarakat.

Implikasi sifat al-Malik al-Mulku: menginvestasikan sumber

11
al-Quran, 22:41.
39

daya secara bijak supaya membawa manfaat sebesar-

besarnya bagi semua. Ini semua merupakan tugas dan

tanggung jawab yang harus dipikul oleh Negara/pemerintah.

Dalam Islam, pemerintah memainkan peran kecil, tetapi

sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah

untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan

syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi

pelanggaran terhadap hak-hak manusia.12 Semua ini dalam

rangka mencapai maqoshid al-syari’ah (tujuan-tujuan

syariah), yang menurut imam Al-Ghozali adalah untuk

memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan

keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.13

5) Ma’a>d (Hasil)

Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai

“kebangkitan,” tetapi secara harfiah ma’ad berarti

“kembali.” Kerena kita semua akan kembali kepada Allah.14

Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetaapi trus berlanjut

hingga alam setelah dunia (akhirat). Pandangan dunia yang

khas dari seorang muslim tentang dunia dan akhirat dapat

dirumuskan sebagi berikut: “Dunia adalah ladang akhirat.”

Artinya, dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja

12
Dalam sejarah perekonomian Islam, kita temukan sebuah institusi khusus bernama hibah
yang dubuat untuk mencapai tujuan ini.
13
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: Rajawali press, 2007), Edisi
Kelima, 40.
14
al-Quran 96:8, 86:4, 2:156, 21:93, 23:60.
40

dan beraktivitas (beramal soleh). Namun demikian, akhirat

lebih baik daripada dunia,15 karena itu Allah melarang kita

untuk terikat pada dunia,16 sebab jika dibandingkan dengan

akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.17

Allah menegaskan bahwa manusia diciptakan di

dunia untuk berjuang.18 Perjuangan ini akan mendapatkan

ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan baik

dibalas dengan kebaikan yang melipat-lipat, perbuatan jahat

dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu, ma’ad

diartikan juga sebagai imbalan/ganjaran. Imlikasi nilai ini

dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya,

diformulasikan oleh imam Al-Ghozali yang menyatakan

bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapat

laba. Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu konsep profit

mendapatkan legitimasi dalam Islam.19

Setelah membicarakan tentang landasan ekonomi Islam,

maka kini masalah tiangnya yang meliputi:

a. Multype Ownership (Kepemilikan Multijenis)

Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multy

ownership. Dalam sistem kapitalis, prinsip umum

15
al-Quran, 87:17, 13:26, 4:77, 17:21
16
al-Quran, 31:33, 3:185, 6:32, 13:26
17
al-Quran, 9:38, 13:26
18
al-Quran, 90:4
19
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: Rajawali press, 2007), Edisi
Kelima, 41.
41

kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta.

Dalam sistem sosialis, kepemilikan Negara. Sedangkan

dalam Islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni

mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh

swasta, Negara atau campuran.

Prisip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik

primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan

manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia

dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian,

konsep pemilikan swasta diakui. Namun, untuk menjamin

keadilan, yakni supaya tidak ada proses penzaliman

segolongan orang terhadap segolongan lain, maka cabang-

cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh Negara.

Dengan demikian, kepemilikan negara dan

nasionalisasi juga diakui. Sistem kepemilikan juga mendapat

tempat dalm Islam, baik campuran swasta negara, swasta

domestik-asing, atau negara- asing. Semua prinsip ini

berasal dari filosofi, norma, dan nilai-nilai Islam.20

b. Freedom to act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)

Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah

sampai pada kesimpulan bahwa penerapan nilai ini akan

20
Ibid,. 42
42

melahirkan pribadi-pribadi yang profesional dan prestatif

dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis.

Pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan nabi sebagai

teladan dan model dalam melakukan aktivitasnya. Sifat-sifat

nabi yang dijadikan model tersebut terangkum kedalam

empat sifat utama,Yakni siddiq, amanah, fathanah, dan

tabligh. Sedapat mungkin setiap muslim harus dapat

menyerap sifat-sifat ini akan menjadi bagian prilakunya

sehari-hari dalam segala aspek kehidupan.

Keempat nilai-nilai nubuwwah ini bila digabungkan

dengan nilai keadilan dan nilai khilafah (good governance)

akan melahirkan prinsip freedom to act pada setiap muslim,

Khususnya pelaku bisnis dan ekonomi. freedom to act bagi

setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam

perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah

keharusan dalam Islam, dengan syarat tidak ada distorsi

(proses penzaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan

penghayatan nilai keadilan. Penegakan nilai keadilan dalam

ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah

(segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara

dzalim), gharar (uncertainty, ketidak pastian), tadlis

(penipuan), dan maysir (perjudian, zero-sum game: orang

mendapat keuntungan dengan merugikan orang lain). Negara


43

bertugas menyingkirkan atau saling mengurangi market

distortion ini. Dengan demikian, Negara/pemerintah

bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi

(mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis dalam

wilayah kekuasaanya untuk menjamin tidak dilanggarnya

syariah, supaya tidak ada pihak-pihak yang zalim atau

terzalimi, sehingga terciptanya iklim ekonomi dan bisnis

yang sehat.21

c. Social Justice (Keadilan Sosial)

Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ha>d

melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam Islam, pemerintah

bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar

rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial yang kaya

dan yang miskin.

Semua sistem ekonomi mempunyai tujuan yang

sama yaitu menciptakan sistem perekonomian yang adil.

Namun tidak semuanya sistem tersebut mampu dan secara

konsisten menciptakan sistem yang adil. Sistem yang baik

adalah sistem yang dengan tegas dan secara konsisten

menjalankan prinsip-prinsip keadilan. Dalam sitem sosialis,

keadilan akan terwujud apabila masyarakatnya dapat

menikmati barang dan jasa dengan sama rata dan sama rata.

21
Ibid., 43
44

Sedangkan dalam sistem kapitalis, adil apabila setiap

individu mendapatkan apa yang menjadi haknya. Dalam

kenyataanya, kita sering menemui bahwa dalam sistem

sosialis pun, Negara menjadi faktor yang dominan dan

dengan dominasinnya tersebut para biokrat dan pengusa

menjadi kaum kapitalis ditengah kaum sosialis yang miskin.

Tidak berbeda dengan sistem kapitalis, sitem yang

mendasarkan pada mekanisme pasar ini bercita-cita keadilan

yang dapat ditegakkan, namun kenyataan mengatakan tidak.

Sistem kapitalis justru mendorong terbentuknya industri

korporasi (perekonomian didominasi oleh sebagian kecil

orang saja), melegalkan monopoli (setidaknya sistem

kapitalis tidak mempunyai perangkat kebijakan yang tegas

untuk menghilangkan monopoli tersebut) dan sangat

mendewakan model dengan penghargaan yamg berlebihan

(cost of fund yang direfleksikan dangan sistem telah

mendorong inefisiensi penggunaan modal; dalam sebuah

survei diketahui bahwa hanya 5% saja sistem keuangan yang

disalurkan di sector riil).22

Di atas semua nilai dan prinsip tersebut, dibangunlah

konsep yang memayungi semuanya, yaitu konsep Akhlak.

Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah yang menjadi

22
Ibid., 44
45

tujuan Islam dan dakwah para Nabi. Akhlaq inilah yang menjadi

panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan

aktivitasnya.

Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah dijelaskan

diatas membentuk keseluruhan kerangka ekonomi Islam, jika

digambarkan sebuah bangunan ekonomi Islam dapat

divisualisasikan sebagai berikut:

Gambar 2.1
Rancang Bangun Ekonomi Islam

Prilaku Islam dalam


Akhlak
bisnis dan ekonomi

Multripel Freedom Social


Prinsip-prinsip
ownership to act justice sistem Ekonomi
Islam

TeoriEkonomi
Tauhid ‘Adl Nubuwwah Khilafah Ma’ad Islam

Sumber: Adiwarman Karim

b. Integrasi Intelektual dan Harakah: Kampus-Pemerintah-Praktisi

Dalam pandangan Adiwarman, ekonomi Islam tidak

akan bisa bangkit di Indonesia dengan hanya menekankan pada

salah satu aspek pengembangan, teoritis atau praktis. Kedua


46

aspek tersebut harus berjalan bersamaan, serentak. Gerakan

yang demikian disebut oleh Adiwarman sebagai hara>kah al-

iqtiso>diy>ah-isla>mi>ya>hal-Indonesi>yah (Gerakan Ekonomi

Islam Indonesia). Menurutnya, keberhasilan perkembangan

ekonomi Islam diIndonesia dalam tahap yang sekarang ini

tidak lepas dari model hara>kah tersebut. Dengan pendekatan

hara>kah, dimaksudkan sebagai gerakan serentak masing-

masing sel; praktisi, akademisi, serta pemerintah.

Menurut Adiwarman, hara>kah al-iqtiso>diy>ah

sebagai suatu model pengembangan ekonomi Islam di Indonesia

dapat dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, mengupayakan

wacana ekonomi Islam masuk ke dalam kampus melalui

kurikulum, atau bentuk-bentuk yang lain (buku, kelompok

studi, seminar dan sebagainya). Tahap pertama ini nampaknya

sudah menemukan hasilnya, terbukti dengan dibukanya

beberapa jurusan, fakultas bahkan perguruan tinggi yang khusus

memepelajari ekonomi Islam.

Kedua, pengembangan sistem. Tahap ini bisa

dilakukan melalui pembentukan undang-undang, atau peraturan

daerah. Hal ini diperlukan sekali, sebab tanpa paying hukum

yang jelas dan tegas, ekonomi Islam di Indonesia yang

merupakan konsep baru dan tidak didukung oleh permodalan

yang kuat akan sulit berkembang bahkan bisa mati suri. Tahap
47

kedua ini juga telah berhasil dengan disahkannya berbagai

peraturan yang mendukung beroperasinya perbankan, pegadaian

dan perekonomian Islam di Indonesia.

Ketiga, pengembangan ekonomi ummat. Tahap ketiga

inilah yang Sangat berat dan tidak bisa diwujudkan hanya

melalui jalur-jalur akademik maupun legislasi. Untuk mencapai

tahap ketiga ini diperlukan kepedulian dan kemauan kuat dari

para praktisi agar tetap berkomitmen mempraktikkan ekonomi

Islam dalam setiap kegiatan ekonomi mereka. Dalam hal ini,

praktek ekonomi yang dimaksud tidakhanya berkisar pada

masalah riba saja, tetapi bagaimana ekonomi Islam diwujudkan

secara professional dan profitable. Karena itu,menurut

Adiwarman slogan ‘lebih baik untung sedikit tapi berkah’ itu

tidak ada dalam Islam. Islam itu harus untung besar dan

berkah.23

c. Kontribusi terhadap Perkembangan Perbankan Syariah

Kontribusi Adiwarman Azwar Karim dalam

pengembangan perbankan dan ekonomi syariah di Indonesia

dapat dibagi menjadi tiga bagian, antara lain sebagai:

1) Praktisi (Pelaksana)

Awal perjalannya yaitu dimulai dari BMI sebagai staf

litbank. Enam tahun kemudian beliau dipercaya untuk

23
Firda Zulfa “pemikiran ekonomi islam Adiwarman Karim”, jurnal Pemikiran & Ilmu
Hukum, Vol. 1, No. 2 (Desember, 2015), 28.
48

memimpin BMI cabang Jawa Barat. Jabatan terakhirnya di

bank syariah tersebut adalah sebagai Wakil Presiden

Direktur. Kemudian pada tahun 1999, Adiwarman Azwar

Karim bersama kurang lebih empat puluh lima tokoh dan

Cendikiawan Muslim Indonesia bersepakat mendirikan

lembaga IIIT-I (The International Institute of Islamic

Thought-Indonesia).24 Keahliannya di bidang ekonomi Islam

semakin diakui dengan ditunjuknya beliau sebagai anggota

Dewan Syariah Nasional dan terlibat dalam mempersiapkan

lahirnya Undang-Undang Perbankan Syariah.25

Beliau juga dipercaya menjadi Wakil Ketua Badan

Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional MUI (2010-

2015), anggota dari International Islamic Financial Market

(IIFM) Shari’ah Advisory Panel (Januari 2011-2012), Wakil

Komite Tetap Keuangan Syariah Kamar Dagang dan

Industri Indonesia (KADIN) dan Dewan Pengawas Syariah

pada beberapa lembaga keuangan syariah seperti Asuransi

Great Eastern Syariah (2002-2012), Asuransi Prudential Life

(2007-2012), Bank Danamon Syariah (2002-Rapat

Pemegang Saham 29 April 2010), HSBC Amanah Syariah

24
Fadh Ahmad Arifan, Pdf Sumbangsih Syafi’i Antonio dan Adiwarman Azwar Karim
terhadap Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia, diambil dalam http://www.academia.
edu/8885798/Kontribusi_Syafi_i_Antonio_dan_Adiwarman_Karim_dalam_Ekonomi_Islam,
Diakses 12 Februari 2019, Pukul 11:05
25
Gus alwi muhammad, Label Perbankan Syariah, diambil dalam http://ekonomi
islamindonesia.blog spot. com/search/label/Perbankan%20Syariah, Diakses 12 Februari 2019,
Pukul 11:05 WIB
49

Indonesia (2003-31 Maret 2008), BNP Paribas Investment

Partners (dahulu Fortis Investments) (2007-29 Februari

2012) dan perusahaan UFO-Multi Level Marketing.

Dengan modal 40 juta beliau kemudian mendirikan

perusahaan konsultan yang diberi nama Karim Business

Consulting adalah perusahaan konsultasi yang dinamis,

dengan misi memberikan kontribusi yang penting bagi

pengembalian ekonomi Islam dan keuangan Islam. untuk itu

KBC menyelenggarakan program inovatif, seperti pelatihan

dan publikasi (bidang perbankan Islam), asuransi Islam,

pasar modal Islam dan keuangan Islam, registered fellow in

Islamic fiannce (kursus dan ujian), dan konsultasi bisnis

(manajemen strategi, pemasaran, keuangan, opersional, dan

sumber daya manusia. Hasil dari upayanya tersebut dapat

dilihat sekarang ini, dengan dibukanya divisi-divisi, unit dan

gerai syariah di beberapa bank konvensional.26

Karim Business Consulting27 telah menjadi konsultan

bagi lebih dari tiga puluh lembaga keuangan (bank, asuransi,

lembaga pembiayaan) serta pendirian Bank Umum Syariah

26
Adiwarman A.Karim, Jagonya Perbankan Syariah, diambil dalam http://adiwarman
karim.Com/index.php?option=com_content&view=article&id=91:jagonya-perbankansyariah&
catid =44: award&Itemid=83&lang=en, Diakses 12 Februari 2019, Pukul 11:05 WIB
27
Karim Business Consulting adalah perusahaan konsultasi yang dinamis, dengan misi
memberikan kontribusi yang penting bagi pengembalian ekonomi Islam dan keuangan Islam .
untuk itu KBC menyelenggarakan program inovatif, seperti pelatihan dan publikasi (bidang
perbankan Islam), asuransi Islam, pasar modal Islam dan keuangan Islam, registered fellow in
Islamic fiannce (kursus dan ujian), dan konsultasi bisnis (manajemen strategi, pemasaran,
keuangan, opersional, dan sumber daya manusia.
50

dan Unit Usaha Syariah. Lembaga keuangan terdiri dari: 4

Bank Umum Syariah, 6 Unit Usaha Syariah, 6 Unit Usaha

Syariah Bank Pembangunan Daerah, 7 Unit Usaha Asuransi

Syariah, 2 Unit Usaha Reasuransi Syariah, 1 credit agency

for Islamic Business Unit.

2) Akademisi

Selain kontribusinya dibidang praktisi, beliau juga

menjadi dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi ternama

seperti UI, IPB, Unair, IAIN Syarif Hidayatullah dan

sejumlah perguruan tinggi swasta untuk mengajar perbankan

dan ekonomi syariah. Di beberapa perguruan tinggi tersebut

beliau juga mendirikan Syariah Economics Forum (SEF),

suatu model jaringan ekonomi Islam yang bergerak di

bidang keilmuan. Lembaga tersebut menyelenggarakan

pendidikan non kulikuler yang diselenggarakan selama dua

semester dan dipersiapkan sebagai sarana "islamisasi"

ekonomi melalui jalur kampus.28

3) Intelektual

Yaitu cerdas, berakal, dan berfikir jernih berdasarkan

ilmu pengetahuan, atau totalitas pengertian dan kesadaran,

terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.

28
Fadh Ahmad Arifan, “Sumbangsih Syafi’i Antonio dan Adiwarman Azwar Karim
terhadap Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia”, diambil dalam http://www.academia.
edu/8885798/Kontribusi_Syafi_i_Antonio_dan_Adiwarman_Karim_dalam_Ekonomi_Islam,
Diakses 12 Februari 2019, Pukul 20:00 WIB
51

Setidaknya dalam proses berfikir, terdapat beberapa

pendekatan dan metode yang beliau gunakan dalam

membangun keilmuan ekonomi Islam. Pendekatan yang

beliau gunakan dapat dibedakan menjadi pendekatan sejarah,

pendekatan fiqih dan ekonomi.

Pendekatan sejarah sangat kental dalam berbagai

tulisannya. Dalam setiap tulisannya (terutama buku),

Adiwarman Azwar Karim selalu berupaya menjelaskan

fenomena ekonomi kontemporer dengan merujuk pada

sejarah Islam klasik, terutama pada masa Rasulullah. Selain

itu beliau juga mengelaborasi pemikiran-pemikiran sarjana

besar muslim klasik dan mencoba merefleksikannya dalam

konteks kekinian, tentu saja menurut perspektif ekonomi.

Selain pendekatan sejarah, beliau juga menggunakan

pendekatan fiqih.29 Dalam pandangan fiqih, beliau tidak

hanya berbicara pada aspek ‘ubudiyah semata yang mana

fiqih berbicara aspek sosial masyarakat yang lebih luas,

terutama ketika dibingkai dalam wadah fiqhul waqi'iy (fiqih

realitas). Dalam format yang demikian, fiqih lebih

merupakan suatu respon atas problematika kontemporer

sebagai suatu upaya menemukan jawaban dan solusi yang

tepat bagi suatu masyarakat tertentu dalam konteks tertentu

29
Adiwarman A.Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 176.
52

pula. Karena itu Adiwarman Azwar Karim yang

diformulasikan ulama masa lalu ditarik pada perspektif

ekonomi. Sederhananya beliau menggunakan istilah-istilah

dan prinsip-prinsip fiqih dalam membahas masalah-masalah

ekonomi. Sebagai contoh beliau menjelaskan fenomena

distorsi (tindakan perekonomian yang dilarang dalam Islam)

permintaan dan penawaran (false demand dan false supply).

Sehingga Adiwarman Azwar Karim termasuk dalam salah

satu cendekiawan muslim yang ahli dalam bidang ekonomi

syariah sehingga beliaupun dimasukkan dalam kategori

pemikir muslim yang fundamentalis. Namun dalam kata

fundamentalis ini didefinisikan dalam konteks pola-pola

pemikiran, ide dan gagasan dalam memperjuangkan syariat

Islam dalam praktek keekonomian.30

30
A. Dimyati, “Studi atas Pemikiran Ekonomi Islam Adiwarman Azwar Karim”, diambil
dalam http://didim76.multiply.com/journal/item/5, Diakses 15 Februari 2019, Pukul 10:53 WIB
53

Anda mungkin juga menyukai