Anda di halaman 1dari 3

 Kasus Penganiayaan AU, Sanksi Sosial Untuk Pelaku

AU, korban kekerasan dan bullying di Pontianak masih terbaring di rumah sakit (foto: hiPontianak)

Kecaman terus berdatangan dari sejumlah pihak, terhadap aksi kekerasan yang diterima AU, seorang
siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pontianak yang dilakukan sejumlah siswi Sekolah
Menengah Atas (SMA).

Kekerasan fisik dan bullying yang diterima oleh AU, dianggap sebagai tindakan kejam, mengingat
dampak yang terjadi begitu besar terhadap AU.

Menurut pengacara muda asal Kota Manado, Pingkan Sondakh, dirinya tidak bisa membayangkan
bagaimana ke 12 anak pelaku kekerasan itu dibesarkan oleh orang tua mereka, karena tidak ada
penyesalan sama sekali dari para pelaku usai melakukan penganiayaan.

Untuk itu, Sondakh sangat berharap ada sanksi sosial kepada para pelaku kekerasan anak, selain
hukuman sesuai dengan tindak pidana yang mereka lakukan.

“Saya sangat berharap hukuman sebagai efek jera untuk mereka tetap ada. Dan tentunya saya juga
berharap ada hukum karma yang berlaku,” tutur Sondakh kembali.

Pingkan Sondakh

Sondakh menjelaskan, sesuai dengan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama ½
(satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

“Buat saya pribadi, ancaman hukuman yang hanya setengah, karena pelaku masih di bawah umur,
terlalu ringan untuk 12 pelaku yang mengakibatkan AU kini terbaring lemah di rumah sakit. Harus
ada efek jera,” tutur Sondakh, Rabu (10/4).

Sekadar diinformasikan, AU seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pontianak,


Kalimantan Barat, menjadi korban penganiayaan oleh sejumlah siswi Sekolah Menengah Atas (SMA).
Tak hanya secara verbal, korban mendapat serangan fisik: rambutnya dijambak, disiram air,
tubuhnya diinjak hingga kepalanya dibenturkan ke aspal.

Kasus Bullying AU, Cara Anak Kelola Media Sosial Perlu Diperhatikan

Ilustrasi menggunakan media sosial (dokumen kumparan)

Ketua Komisi Remaja GMIM Bait-El Tuutu Tondano, Pnt Carren Pandeiroth S.Psi mengatakan jika
saat ini pengaruh media sosial begitu besar untuk kehidupan semua orang, termasuk anak-anak dan
remaja. Semua anak kini menurut Carren sudah menggunakan media sosial, dimana mereka bebas
menuliskan status dan komentar.

Untuk itu menurut Carren, perlu pemantauan yang dilakukan oleh orang tua dan guru, terkait
pengelolaan media sosial yang digunakan oleh para anak atau siswa.
“Bukan hanya perilaku anak atau siswa saja yang dipantau, tapi bagaimana pengelolaan media sosial
itu dipantau. Kini media sosial begitu berpengaruh. Semua anak-anak bisa dan bebas status dan
komentar. Ini yang perlu diperhatikan,” kata Carren, Rabu (10/4) menanggapi kasus kekerasan yang
menimpa AU di Pontianak.

Carren juga menyebutkan, aksi kekerasan atau bullying yang terjadi belakangan ini, disebabkan
faktor lemahnya pendidikan moral bagi siswa dan anak.

“Peran serta semua stakeholder diperlukan, terutama orang tua dan guru di sekolah,” kata Carren
yang juga Sekretaris Bida TIK Komisi Remaja Sinode GMIM.

Sementara, Theresia Karundeng, warga Kota Tomohon, menyebutkan saat ini banyak kejadian orang
tua yang terlalu mendikte guru, sehingga para guru tak lagi bisa mendidik dengan bebas siswa di
sekolah.

“Padahal, walaupun terkesan keras, pendidikan yang diberikan guru, merupakan pendidikan moral
yang akan mendidik anak-anak memiliki nilai-nilai baik dalam kehidupan. Untuk itu, harusnya orang
tua menyerahkan dan percaya pendidikan anak kepada guru,” tutur Karundeng.

DR Stela Sompe SH, mengatakan jika anak-anak remaja berada pada fase labil emosi sehingga perlu
pendampingan penuh orang tua. Dikatakan Sompe, kehadiran orang tua harus bisa mengarahkan
perilaku anak ke arah yang baik.

“Pendidikan dari keluarga itu perlu, bagaimana menjadi pribadi yang baik. Harusnya dari pendidikan
itu dia tahu kalau menyakiti orang lain itu salah dan dia harus sadari,” kata Sompe kembali.

Agar Kasus AU Tak Berulang, Kedekatan Guru Dibutuhkan Murid

Ilustrasi bullying Foto: Pixabay

BANTHAYO.ID – Nama AU jadi perbincangan di jagat maya lantaran diduga menjadi korban
penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa pelajar SMA di Pontianak.

Tagar #justiceforaudrey mendunia setelah digaungkan warganet Indonesia maupun luar negeri,
sebagai respon keadilan bagi AU.

Kasus penganiayaan itu terjadi pada Jum’at (29/3). Ditengarahi kejadian berawal dari persoalan
asmara. Namun Audrey sendiri tidak terlibat langsung pada persoalan tersebut, tapi sepupunya yang
sebenarnya menjadi sasaran utama para pelaku. Namun hingga saat ini belum diketahui bagaimana
korban dianiaya secara sadis hingga mengalami luka berat.

Terlepas dari apapun motifnya, perundungan yang berujung penganiayaan tidak bisa dibenarkan.
Seperti yang dikatakan oleh Paramita Kinanti, seorang guru muda yang pernah mengajar di salah
satu sekolah di Gorontalo. Ia mengecam atas apa yang terjadi di Pontianak dan mendukung penuh
korban untuk mendapatkan keadilan.

“Jelas saya sangat tidak setuju. Dan mendukung penuh pihak kepolisian untuk dapat mengusut
tuntas kasus tersebut. Apapun alasannya kasus ini tidak dapat dibenarkan,” ungkapnya.
Paramita, yang kini aktif sebagai pamong warga belajar pendidikan kesetaraan juga memberikan
pandangannya. Menurutnya, kasus seperti itu membutuhkan peran dari semua pihak, juga peran
orang tua dan guru sebagai orang tua kedua dalam hal ini sangat dibutuhkan.

Sebagai seorang tenaga pengajar, guru juga diharapkan mampu menjadi sahabat yang baik bagi anak
muridnya, karena siswa yang datang ke sekolah belum tentu anak yang siap untuk menerima
pelajaran, tapi mereka juga membawa masalah baik dari rumahnya atau kehidupan pribadinya.

“Mungkin seharusnya guru memastikan betul keadaan anak secara psikologi, emosional dan spiritual
mereka untuk siap belajar. Karena hal-hal seperti asmara banyak anak-anak yang belum bisa terbuka
kepada orang tuanya sehingga mereka membutuhkan orang lain,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan jika pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak di media sosial harus lebih
intens. Meskipun bisa mengawasi kehidupan anak diluar rumah, namun terkadang orang tua lalai
ketika anak sudah dengan dunianya yang berada dalam genggaman

Anda mungkin juga menyukai