Anda di halaman 1dari 14

JAWABAN

SOAL NOMOR 2

Di dalam artikel Garrett Hardin yang berjudul The Tragedy of The Commons1, beliau
menjelaskan tentang dua pandangan yang berbeda terhadap langkah penyelesaian suatu
permasalahan. Pandangan yang pertama, bahwa suatu permasalahan hanya bisa diselesaikan
dengan cara teknis, dan pandangan kedua suatu permasalahan tidak selalu bisa diselesaikan
dengan cara teknis bahkan hasilnya justru akan lebih memperburuk situasi, untuk itu cara-cara
non teknis akan menjadi langkah penyelesaian yang lebih baik.

Adapun tipologi kebijakan hukum lingkungan berdasarkan pandangan Garret Hardin ialah 2

A. Penyelesaian Secara Teknis

Yang dimaksud dengan penyelesaian secara teknis yaitu suatu permasalahan yang hanya
membutuhkan langkah penyelesaian secara teknis dan ilmu pengetahuan murni, tanpa
cenderung atau tidak sama sekali memperhitungkan nilai-nilai kemanusiaan atau ide-ide secara
moralitas.

- Pengaturan Langsung ( Direct Regulation )


Mencakup perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu yang tercermin pada
mekanisme perizinan maupun “general rules”. Lazim dikenal sebagai command and
control.

B. Penyelesaian Secara Non-Teknis

Yang dimaksud dengan penyelesaian secara non-teknis yaitu suatu permasalahan yang
tidak selalu membutuhkan langkah penyelesaian secara teknis dan ilmu pengetahuan
murni, dan cenderung memperhitungkan nilai-nilai kemanusiaan atau ide-ide secara
moralitas.

1
Regina Butar Butar, Tragedy of The Commons,
http://reginabutarbutar.blogspot.com/2010/11/tragedy-of-commons_22.html, 11 April 2013.
2
Dr.Harry Supriyono, S.H., M.Si , Ringkasan Bahan Ajar Hukum Lingkungan, Yogyakarta ,2012
- Pengaturan Tidak Langsung ( Indirect Regulation )
Bermaksud memberikan pilihan atraktif untuk melakukan perubahan perilaku dibidang
pengelolaan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk instrument – instrument
keuangan ( financial instrumenten )

- Pengaturan Diri Sendiri ( Self Regulation )


Sejalan dengan paradigma pengelolaan baru yang terus berkembang seperti praktek
pengelolaan secara sukarela.

Pasal – Pasal di dalam UU nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang sejalan dengan Tipologi Hukum Lingkungan

PASAL TIPOLOGI PENJELASAN


19 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
mengatakan “Untuk menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat,
setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib
didasarkan pada KLHS.”.Terdapat suatu aturan
teknis yang mewajibkan seseorang dalam menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup, harus
berdasarkan KLHS.
22 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki amdal.” Pasal ini memberikan suatu
perintah teknis mengenai suatu kegiatan usaha
dimana setiap kegiatan usaha harus memiliki Amdal.
28 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Penyusun amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal.” Pasal ini
memberikan suatu pengaturan teknis kepeda
seseorang yang akan menjadi penyusun amdal
bahwa sebelum orang tersebut memiliki hak untuk
menjadi penyusun amdal, orang itu harus terlebih
dahulu memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.
35 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib
dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup” terdapat suatu aturan teknis
dimana setiap kegiatan yang tidak dilengkapu UKL-
UPL harus membuat surat pernyataan
kesanggupan.

36 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan


langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki
izin lingkungan”. Terdapat suatu aturan teknis
dimana setiap kegiatan usaha yang sudah memiliki
amdal, wajib memiliki izin lingkungan.
47 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan
kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan
manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan
hidup” . Terdapat aturan teknis dimana seseorang
yang akan melakukan kegiatan yang berpotensi
risiko, harus melakukan analisis risiko lingkungan
terlebih dahulu.
53 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.”. Terdapat
suatu aturan langsung yang mewajibkan seseorang
yang melakukan pencemaran untuk melakukan
penanggulangan terhadap pencemaran yang ia
lakukan.
54 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa perintah dimana pasal ini
berbunyi “Setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup.” Terdapat suatu perintah terhadap orang
yang melakukan pencemaran atau perusakan
lingkungan untuk melakukan pemulihan terhadap
apa yang ia cemar atau rusak.
60 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa larangan dimana pasal ini
berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup
tanpa izin.” .
69 Pengaturan Langsung Pasal ini sesuai dengan tipologi pengaturan
langsung yang berupa larangan dimana pasal ini
menjelaskan segala sesuatu yang dilarang yang
berpengaruh terhadap Lingkungan hidup.
2 Pengaturan Tidak Langsung Pada pasal ini dijelaskan mengenai berbagai asas
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dimana saya akan lebih menitik beratkan pada asas
pencemar membayar. Para pelaku diberikan
pilihan dan salah satunya dengan membayar apa
yang telah ia cemari sebagai biaya pemulihan
lingkungan.

87 Pengaturan Tidak Langsung Pasal ini berbunyi “Setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan
melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup
wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.” Didalam pasal ini diberikan
suatu pilihan terhadap pelaku dimana ia dapat
membayar suatu ganti rugi atau melakukan
tindakan. Menurut saya hal ini sama dengan prinsip
dari pada pengaturan tidak langsung yaitu
memberikan instrument instrument yang atraktif
seperti instrument ekonomi.
88 Pengaturan Tidak Langsung “Setiap orang yang tindakannya, usahanya,
dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,
dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.” Didalam pasal ini
juga terdapat suatu pengaturan tidak langsung
dimana saya melihat dari kata “bertanggung
jawab mutlak” dimana Yang dimaksud dengan
“bertanggung jawab mutlak” tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar
pembayaran ganti rugi.
59 Pengaturan Diri Sendiri Pasal ini berbunyi “Dalam hal setiap orang tidak
mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.” .
saya melihat dari kata kepada pihak lain, dimana
berarti pihak lain tersebut akan dengan sukarela
melakukan pengolahan yang diserahkan
kepadanya. Sehingga hal ini dapat dikatakan
sebagai pengaturan Diri Sendiri.
65 Pengaturan Diri Sendiri Pasal ini berbunyi “Setiap orang berhak untuk
berperan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.” Dimana dari pasal ini bisa
saya ambil suatu kesimpulan dimana setiap orang
dapat melakukan suatu tindakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan dengan sendirinya secara
sukarela tanpa paksaan dari siapapun. Sehingga
dapat dikatakan pengaturan diri sendiri.
3
70 Pengaturan Diri Sendiri Pasal ini berbunyi “Masyarakat memiliki hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.” Dimana setiap
orang atau masyarakat dapat melakukan
perlindungan terhadap lingkungan dan berperan
aktif dimana dapat dikatakan sebagai sesuatu yang
sukarela. Sehingga dapat dikatakan pengaturan diri
sendiri sesuai dari pada kemauan masyarakat
tersebut.

3
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
Kasus Pencemaran Teluk Kao

Nusa Halmehera Minerals (NML) adalah anak perusahan dari Australia Newcrest Mining
Ltd. NML berbasis di Melbbourne–gordon golt dengan tingkat produksi emas per tahun kurang
lebih 700 ribu ouncer. Perusahan Asing ini telah melakukan eksploitasi emas di Maluku Utara
sejak tahun 190-an. Di Maluku Utara Ekspolitasi tersebut tepatnya dilakukan dibukit toguraci,
gosowong dan sekitarnya yang berbatasan dengan dua kebupaten diantaranya, Kabupaten
Halmahera Barat dan Kabupaten Halmahera Utara4 (Syarif, 2007). Tiga sungai di dekat lokasi
tempat beroperasinya PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) yang beroperasi di Ternate, Maluku
Utara diduga tercemar limbah tambang milik perusahaan itu. Tiga sungai itu adalah Sambiki,
Bora dan Tambobo yang bermuara ke Teluk Kao5 (Greenradio, 2011).
Sejak penambangan emas yang dikelola PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) beroperasi di
Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, banyak nelayan di pesisir Teluk Kao berhenti
melaut. Kondisi serupa terjadi di pesisir di Teluk Kao lainnya, yakni Desa Balisosang, Malifut.
Diduga hilangnya ikan teri dan udang di Teluk Kao terkait aktivitas penambangan emas. Limbah
dari penambangan itu dibuang ke Sungai Kobok dan Bora di Malifut. Kedua sungai tersebut
mengalir ke Teluk Kao. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara
Ismed Soelaiman mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan Walhi, Februari 2010, air kedua
sungai mengandung logam sianida di atas ambang batas yang diatur Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 6
Lemahnya penanganan hukum pada kasus-kasus pertambangan yang berakibat pada
rusaknya ekosistem laut serta semakin memiskinkan masyarakat pesisir khususnya nelayan
merupakan contoh kasus dari persoalan tumpang tindihnya peraturan dan kebijakan. Tumpang
tindih peraturan itu membuat kegiatan penambangan membawa berbagai akibat negatif bagi
ekonomi, lingkungan, sosial, dan politik. Masyarakat di pesisir terutama nelayan yang
menyandarkan diri pada kegiatan perikanan menderita kerugian.

Dari kasus tersebut jelaslah Indonesia membutuhkan suatu perubahan berdasarkan


pandangan Garrett Hardin yang berelevansi dengan Tipologi kebijakan hukum lingkungan.
Akibat dari limbah tambang NML tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan lingkungan
dengan ditandainya hilangnya udang dan teri yang sebelumnya ada di teluk kao tersebut.

4 Penambangan Nusa Halmahera Mineral’s di Maluku Utara (Sebuah Tinjauan Ekologi)


http://boetila.blogspot.com/2007/12/penambangan-nusa-halmahera-minerals-di.html
5
PT NHM Diduga Cemari Teluk Kao http://www.greenradio.fm/news/latest/6627-pt-nhm-diduga-cemari-teluk-kao
6
Nelayan Teluk Kao Kehilangan Mata Pencaharian http://nasional.kompas.com/read/2011/04/11/03442562/
7
Garret Hardin didalam pandangannya menjelaskan bahwa perhitungan manusia secara
rasional bahwa biaya limbah jika dibuang ke area milik bersama (common) adalah lebih rendah
daripada biaya pengolahan limbah sebelum dibuang. Semenjak pendapat ini benar untuk setiap
orang, kita telah terperangkap dalam suatu sistem “kecurangan dalam sarang kita sendiri,”
selanjutnya kita hanya bersikap seakan-akan tidak bersalah, rasional dan bertindak seperti
pengusaha yang bebas berbuat apa saja Oleh karena itu, Tragedi Kepemilikan Bersama ini
umumnya terjadi pada sumber daya yang merupakan milik umum. Jika Indonesia mengubah
sistemnya dengan semakin memperkuat pengaturan langsung dan pengaturan diri sendiri
dapat dicontohkan dengan pemberian izin-izin pengelolaan wilayah pesisir dan laut Maka
seseorang atau badan hukum yang diberikan izin atau diberikan kewenangan tidaklah
kemudian menjadikan kewenangannya itu dengan semena-mena, mengeksploitasi diluar yang
diizinkan bahkan mungkin mengorbankan masyarakat sekitar. Jika hal ini terjadi, maka
penyelesaiannya tidak lain adalah memohon untuk mengutamakan hati nurani.
Jika pandangan garret hardin mengenai penggunaan hati nurani terhadap penyelesaian
suatu masalah lingkungan tidak menemukan titik temu. Maka Indonesia dapat mengubah
sistem yang ada berdasarkan daripada tipologi hukum pengaturan tidak langsung. Kurangnya
pilihan – pilihan atraktif yang diberikan oleh pembuat kebijakan terhadap pengrusak lingkungan
berdampak terhadap upaya daripada pemulihan kembali lingkungan yang telah rusak. Dengan
pemberian pilihan atraktif sesuai dengan asas pencemar membayar, maka lingkungan –
lingkungan yang telah rusak dapat dilakukan pemulihan kembali sehingga keseimbangan
ekosistem lingkungan kembali terjaga.

SOAL NOMOR 1

Adapun bentuk kebijakan hukum yang dibuat oleh pemerintah sebagai perlindungan lingkungan
adalah8

- Undang – Undang , Contoh :


 Undang – Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
 Undang - Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya

7
Regina Butar Butar, Tragedy of The Commons, http://reginabutarbutar.blogspot.com/2010/11/tragedy-
of-commons_22.html, 11 April 2013.
8
Dr. Yuniar Lestari, Mkes , Pengelolaan Lingkungan Peraturan dan Perundang - Perundangan,2012
 Undang - Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang

- Peraturan Pemerintah, Contoh :


 PP no.27/1999 tentang AMDAL
 PP no.85/1999 tentang Perubahan atas PP no.18/1999 tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
 PP no.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/ Perusakan Laut
 PP no.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

- Keputusan Presiden, Contoh :


 Keppres RI no.10/2000 tentang Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan

- Keputusan Menteri, Contoh :


 Kepmen Lingkungan Hidup no. KEP-42/MENLH/11/1994 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
 Kepmen Lingkungan Hidup no. KEP-30/MENLH/10/1999 tentang
Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan
 Kepmen Lingkungan Hidup no.2/2000 tentang Penilaian Dokumen
AMDAL
 Kepmen Lingkungan Hidup no.17/2001 tentang Jenis Usaha dan/
Kegiatan yang wajib AMDAL
 Kepmen Lingkungan Hidup no.86/2002 tentang pedoman pelaksanaan
upaya pengelolaan LH dan upaya pemantauan LH
 Kepmen Lingkungan Hidup no. KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku
mutu limbah cair bagi kegiatan industri
 Kepmen Lingkugan Hidup no. KEP-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang
batas emisi gas buang kendaraan bermotor
 Kepmen Lingkungan Hidup no.KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku
mutu emisi sumber tidak bergerak
 Kepmen Lingkungan Hidup no. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku
tingkat kebisingan
 Kepmen Lingkungan Hidup no.KEP-49/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Getaran
 Kepmen Lingkungan Hidup no.KEP-50/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Kebauan

- Peraturan Daerah
 Perda Provinsi sumbar no.4/1989 ttg pengelolaan dan pengendalian LH
sumbar
 Perda Provinsi sumbar no.10/1997 ttg organisasi dan tatakerja
Bapedalda sumbar
 Peraturan gubernur sumbar no.5/2008 ttg penetapan kriteria mutu air
sungai di prop. Sumbar
 Kep. Gubernur. sumbar no.26/2001 ttg penetapan baku mutu limbah cair
bagi kegiatan hotel di sumbar

Identifikasi permasalahan, analisis dan saran

A. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008

Jika di lihat dari judul naskah peraturan pemerintah tersebut yang berbunyi : “Peraturan
Pemerintah tentang Jenis PNBP yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk
Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen
Kehutanan.” Sudah terdapat suatu pertentangan terhadap perlindungan lingkungan hidup. Bisa
dilihat dari kata, “penggunaan kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku”
kalimat tersebut kurang lebih mendeskripsikan suatu kegiatan yang disebut “Penambangan”.
Seperti yang kita ketahui, didalam suatu penambangan harus mengubah total bentang alam
seluas areal penambangan, kecuali apabila pengusaha mampu melaksanakan kegiatan
penambangan tertutup (closed mining) seperti Tambang Batubara Ombilin, PT. BA,
Sawahlunto, Sumatera Barat; Tambang PT. Kitadin, Tenggarong, Kalimantan Timur; Tambang
9
PT. Fajar Mas Murni di tepi Sungai Mahakam, Tenggarong, Kalimantan Timur.

Hutan Negara adalah aktiva milik publik yang dimandatkan kepada Pemerintah, yang
kemudian dimandatkan kepada Departemen Kehutanan untuk mengelolanya. Jadi, Hutan
Negara adalah bukan milik Departemen Kehutanan. Kenapa disebut sebagai milik publik (public
property) adalah dikarenakan hutan adalah merupakan salah satu komponen keseimbangan
ekosistem, yang mampu mempengaruhi kualitas kehidupan manusia termasuk kelestarian

9 Berneditha, Penambangan Batubara, http://bernadethawidi.wordpress.com/2009/06/06/penambangan-batubara/, 14 April 2013.


perekonomian10. Karenanya apa yang terdapat didalam undang – undang tersebut kuranglah
pantas, karena dengan adanya undang – undang tesebut berarti Hutan Negara bukan lagi
menjadi hutan milik publik, tetapi telah menjadi hutan milik swasta.

Seharusnya dalam membentuk suatu kebijakan hukum, pemerintah harus memandang dari
segala hal. Jangan hanya dilihat dari sudut pandang pengusaha saja. Memang benar dengan
adanya pengusaha yang mengusahakan hutan, hal itu akan menguntungkan Negara dengan
penanaman modal yang mereka lakukan. Namun dari sudut pandang masyarakat, hal tersebut
sangatlah merugikan. Karena dengan adanya kegiatan penambangan yang dengan kata lain
merupakan suatu pengerusakan hutan secara menyeluruh, dapat mengakibatkan ketidak
seimbangan lingkungan hidup yang berakibat munculnya suatu peristiwa alam seperti banjir
atau longsor. Karena pada dasarnya hutan merupakan aktiva publik, siapa public itu ? sudah
jelas adalah masyarakat.

B. Perpu Nomor 1 tahun 2004

Perpu tersebut dikeluarkan untuk kembali menghidupkan aktivitas beberapa perusahaan


tambang yang terhenti akibat keluarnya UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Dalam
perpu tersebut dikatakan dalam pasal 83A bahwa “Semua perizinan atau perjanjian di bidang
pertambangan di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau
perjanjian dimaksud.” Dengan kembalinya lagi izin – izin perusahaan tambang tersebut maka
aktivitas tambang pun dapat di lakukan kembali. Terdapat 13 perusahaan tambang yang
kembali melakukan kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang
menghabisi atau meratakan kawasan hutan sejauh seperlunya kawasan tambang. Perpu ini
jelas bertentangan dengan Undang – undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimana
dalam undang – undang tersebut pasal 38 dikatakan “Penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan
mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.” dan
“Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan
terbuka.” Faktanya dengan adanya perpu tersebut telah terbukalah kesempatan untuk
perusahaan – perusahaan tersebut melakukan pertambangan terbuka di kawasan hutan

10
*) Paper didiskusikan dalam Lokakarya Mengurai Kontroversi Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Pembangunan Berkelanjutan.
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI. Bogor 5 Agustus 2005

**) Dr.Ir. Sofyan P.Warsito, Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM Laboratorium Ekonomi Sumber Daya Hutan.
lindung yang seharusnya dilindungi. Sudah jelas hal ini berdampak langsung terhadap
11
keseimbangan ekosistem hutan. Dari data yang saya dapat, Dari 13 perusahaan tambang
yang “diistimewakan” Perpu ini, tiga berada di hutan lindung Pulau Halmahaera. Pulau yang kini
krisis akibat 160 ijin pertambangan. Kehancuran perairan laut sekitarnya terjadi akibat
penambangan. Seperti di Teluk Kao, sebelumnya pusat penghasil ikan teri (ngafi-ngafi), kini
nyaris tidak ditemukan lagi.
Dilihat dari sisi hukum, didalam terbitnya Perpu ini ada suatu unsur yang tidak di penuhi
untuk dapat berlakunya perpu tersebut. Unsur tersebut adalah keadaan darurat. Untuk
berlakunya suatu perpu, presiden harus menetapkan status keadaan darurat. Namun faktanya
tidak ada keadaan darurat yang terjadi yang dapat dijadikan alasan untuk memberlakukan
Perpu tersebut. Penerbitan kedua aturan ini sangat janggal, dikeluarkan saat parlemen reses,
kajian kerugian dan dampak penambangan lindung yang dimintakan DPR belum diselesaikan,
dan Indonesia tidak dalam keadaan genting sebagai syarat lahirnya sebuah Perpu.
Seharusnya pemerintah dalam menerbitkan dan mengesahkan perpu harus melihat dampak
apa yang akan timbul dari perpu tersebut. Jangan karena kepentingan suatu individu dan
kelompok, mengesampingkan kepentingan orang banyak. Lingkungan hidup yang sehat adalah
hak setiap orang, dengan adanya perpu tersebut banyak Lingkungan hidup berupa hutan
lindung yang rusak akibat penambangan yang dilakukan oleh pihak – pihak tersebut.
Pemerintah harus segera mencabut berlakunya perpu tersebut dan pihak yang telah melakukan
12
pengerusakan terhadap hutan lindung harus membayar Dana Reklamasi, serta (seharusnya
ada pungutan) sebagai pengganti nilai ekonomi Eksternalitas Negatif yang ditumbulkan oleh
kegiatan pertambangan. Nilai eksternalitas negatif ini harus di hitung yang tentunya berbeda-
beda untuk setiap lokasi areal penambangan. Nilai eksternalitas ini tentunya sangat besar, yang
memungkinkan suatu penambangan bisa saja tidak layak untuk diusahakan, dikarenakan
misalnya apabila harga pasar produk tambang tidak mampu menutup biaya total ekonomi (Total
Economic Value) yang diperlukan.

11WALHI Friend of Earth Indonesia, KPK, OECD, PEMERINTAH PRANCIS HARUS USUT SUAP PENERBITAN PERPU NO 1 TAHUN 2004 &
PENGESAHANNYA MENJADI UU, http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/siaran-pers/798-kpk-oecd-pemerintah-prancis-harus-usut-suap-
penerbitan-perpu-no-1-tahun-2004-a-pengesahannya-menjadi-uu, 14 April 2013

12
*) Paper didiskusikan dalam Lokakarya Mengurai Kontroversi Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Pembangunan Berkelanjutan.
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI. Bogor 5 Agustus 2005

**) Dr.Ir. Sofyan P.Warsito, Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM Laboratorium Ekonomi Sumber Daya Hutan.
Daftar Pustaka
1. Regina Butar Butar, Tragedy of The Commons,
http://reginabutarbutar.blogspot.com/2010/11/tragedy-of-commons_22.html, 11 April
2013.

2. Dr.Harry Supriyono, S.H., M.Si , Ringkasan Bahan Ajar Hukum Lingkungan, Yogyakarta
,2012

3. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan hidup

4. Greenradio. 2011. PT NHM Diduga Cemari Teluk Kao.


http://www.greenradio.fm/news/latest/6627-pt-nhm-diduga-cemari-teluk-kao (di posting
pada tanggal 18 August 2011 dan di akses pada tanggal 14 April 2013 )

5. Kompas. 2011. Nelayan Teluk Kao Kehilangan Mata Pencaharian.


http://nasional.kompas.com/read/2011/04/11/03442562/ (di posting pada tanggal 11
April 2011 dan di akses pada tanggal 14 April 2013)

6. Syarif. 2007. Penambangan Nusa Halmahera Mineral’s di Maluku Utara (Sebuah


Tinjauan Ekologi) http://boetila.blogspot.com/2007/12/penambangan-nusa-halmahera-
minerals-di.html (di posting pada tanggal 20 Desember 2007 dan di akses pada tanggal
14 April 2013)

7. Dr. Yuniar Lestari, Mkes , Pengelolaan Lingkungan Peraturan dan Perundang -


Perundangan,2012
8. Berneditha, Penambangan Batubara,
http://bernadethawidi.wordpress.com/2009/06/06/penambangan-batubara/, 14 April 2013.

9. Paper didiskusikan dalam Lokakarya Mengurai Kontroversi Pinjam Pakai Kawasan


Hutan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Kementrian Koordinator Bidang
Perekonomian RI. Bogor 5 Agustus 2005

10. Koesnadi Harjasoemantri.2012. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press
TUGAS

HUKUM LINGKUNGAN

Disusun Oleh :

Dandi Septian

12/334352/HK/19215

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013

Anda mungkin juga menyukai