Naskah masuk: 24 September 2013, Review 1: 27 September 2013, Review 2: 2 Oktober 2013, Naskah layak terbit: 31 Oktober 2013
ABSTRAK
Latar Belakang: Pemerintah telah meluncurkan Jampersal sebagai salah satu upaya menekan Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi yang masih tinggi sebagai percepatan mencapai target MDGs 2015. Perilaku pencarian pertolongan
persalinan dipengaruhi berbagai faktor termasuk sosial budaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyediakan kajian
peran sosial budaya dalam upaya peningkatan pemanfaatan program jaminan persalinan. Metode: Data penelitian tentang
upaya Jampersal dikumpulkan dengan wawancara mendalam, FGD kepada tokoh masyarakat, dukun bersalin, bidan,
kepala puskesmas, didukung data kuantitatif dengan responden ibu yang melahirkan satu tahun terakhir. Lokasi penelitian
di 6 propinsi masing-masing ditetapkan satu wilayah puskesmas di desa dan satu di kota. Hasil Penelitian: Menunjukkan
masih kuat nilai kepercayaan dan pelaksanaan ritual/adat istiadat masih banyak dilakukan sehingga peran dukun masih
dibutuhkan. Sarana transportasi menjadi hambatan utama persalinan di fasilitas kesehatan. Interaksi sosial masyarakat
desa menjadi kekuatan sedang di kota fasilitas bagus sehingga akses menjadi mudah. Bidan sudah diterima baik di desa
maupun di kota oleh masyarakat yang ternyata memiliki pengetahuan kesehatan baik meskipun memiliki pendidikan formal
kurang. Sumber pembiayaan persalinan dengan jampersal sudah banyak dimanfaatkan, namun belum maksimal bahkan
cenderung rendah di perkotaan tertentu. Kesimpulan: Ada kecenderungan masyarakat memanfaatkan Jampersal untuk
persalinan dengan bidan, namun sebagian persalinan masih dilakukan di rumah. Dukun tetap dibutuhkan untuk perawatan
ibu dan bayi serta membantu pelaksanaan adat istiadat. Kemitraan bidan-dukun sudah berjalan tapi pembiayaan Jampersal
baru menyokong tenaga kesehatan. Saran: Jampersal juga mendukung pembiayaan sosial budaya terkait persalinan yaitu
pembiayaan transportasi; Honor dukun yang bermitra; penyuluhan kesehatan KIA dan sosialisasi kepada masyarakat
melibatkan dukun dan aparat desa.
Kata Kunci: Jampersal, faktor sosial budaya, persalinan aman, bidan-dukun bersalin
ABSTRACT
Background: The Government launched Jampersal as one of efforts to suppress the number of Maternal and Infant
Mortality Ratio (MMR & IMR) as well as a booster to achieve the MDGs by 2015. Delivery assistance seek are influenced
by many factors including a socio-cultural factor. This research aimed to provide a study on the socio-cultural role in
improving the utilization of Service Delivery Insurance (Jampersal). Methods: Data about Jampersal was collected through
in-depth interviews, focus group discussion to community leaders, traditional birth attendants, midwives and head of the
health center. In addition, as a supporting data, a quantitative survey to mothers who gave birth in the last year was also
conducted. The research was located in 6 province in Indonesia. Each covered one health center in a rural area and one
1 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Litbangkes, Kemenkes RI.
Jl. Indrapura no. 17 Surabaya. Alamat Korespondensi: lestarimail@yahoo.com.sq
419
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 4 Oktober 2013: 419–427
in a urban area. Results: The result of this research showed a strong evidence that rituals or traditions were still mostly
conducted. So the role of traditional birth attendants were still needed. Lack of transportation was to be the main obstacle
to acces health facilities. Meanwhile, social interaction in rural area and a well-developed infrastructure in urban area
were important to enable the accessibility to access health facilities. Midwives were well-accepted by the people who had
a good knowledge on health despite having less formal education both in rural or urban area. Labor financing by utilizing
Jampersal are good but not maximized or tend to be low in certain urban areas. Conclusions: People prefered to chose
midwives as birth attendants financed by Jampersal although some delivered at home. TBAs are still needed for maternal
and baby care as well as to assist the implementation of rituals. Midwife-TBAs partnerships already on the right track but
the labor financing by Jampersal only support health care practitioner. Recommendation: Jampersal also support social
and cultural-related financing, such as honorarium for TBAs who are in partner to midwives; transportation cost and also
MCH health education and community outreach to involve TBAs and community leaders.
Tabel 1. Persentase Responden yang Memiliki Pengetahuan “Benar” tentang Tidak Aman Melahirkan di
Rumah dan Tempat Persalinan, di 12 Kabupaten/Kota, Tahun 2012
421
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 4 Oktober 2013: 419–427
dan kepercayaan terbangun karena adanya interaksi janin dan mengaturnya kembali, merupakan upaya
dan berhubungan serta bergaul seperti dukun dan yang diharapkan masyarakat. Fakta yang ditemukan
warga di lingkungannya. Di beberapa kabupaten lokasi dalam penelitian ini mirip dengan penelitian Lestari
penelitian, masyarakat beranggapan dukun adalah Handayani (1997) yang melihat keterkaitan penolong
orang yang dipercaya dan dianggap tepat membantu persalinan dengan kepercayaan.
ibu saat kehamilan dan persalinan. Dukun adalah Perilaku ibu dalam pencarian perawat atau
orang yang sudah sangat mereka kenal, di samping penolong pada masa kehamilan, persalinan dan
dukun menolong dengan biaya yang terjangkau dan pascapersalinan merupakan salah satu wujud budaya
memahami adat istiadat, menjadi pendorong mereka kesehatan. Terbukti bahwa responden pelaksana
memilih dukun. Masih banyaknya Ritual dan upacara tradisi terkait kehamilan dan persalinan cenderung
yang dilakukan di masyarakat menjadi salah satu memilih dukun sebagai penolong persalinan. Di Jawa
penyebab mereka masih membutuhkan dukun seperti Barat, dalam suatu penelitian ditemukan alasan yang
terlihat pada tabel 2. (Lestari H., dkk, 2012) sama. Pemilihan dukun beranak (paraji) sebagai
Dukun bersedia membantu merawat ibu dan penolong persalinan disebabkan alasan yang hampir
bayi, bahkan selama 44 hari dengan cara datang ke sama yaitu karena dukun sudah dikenal secara dekat
rumah ibu bersalin, sesuatu pelayanan yang tidak oleh masyarakat, biaya pelayanan yang murah,
mungkin diharapkan dari bidan. Jadi dalam hal ini, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat
dukun telah turut membantu ibu hamil mempersiapkan yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat
fisik selama kehamilan dan khususnya mental pada ibu dan bayi sampai 40 hari (Meiwita B. Iskandar.
saat menegangkan yaitu proses persalinan. Dukun et al., 1996).
memberikan wejangan masalah adat-istiadat, perilaku Hasil FGD penelitian ini mengungkapkan bahwa
yang harus dilakukan dan yang dihindari sehingga masih ada pandangan bahwa dukun memiliki
memberikan ketenangan jiwa kepada ibu. Sebagaimana kompetensi yang sama dengan bidan dalam menolong
dikemukakan oleh Grantley Dick-Read dalam Hunt, persalinan sehingga mendorong memilih dukun
Sheila (2006) tentang pendekatan psikologis untuk sebagai penolong persalinan. Persalinan adalah
relaksasi yang sangat membantu meredakan nyeri proses alamiah, merupakan anggapan yang umum
secara alami dalam proses persalinan. Anggapan dan diakui. Dengan demikian, ada yang beranggapan
kemampuan dukun mendeteksi gangguan letak bahwa bayi dan plasenta dapat lahir dengan sendirinya
sehingga keberadaan bidan hanya dibutuhkan untuk
memotong tali pusat. Sedangkan dalam proses
Tabel 2. Distribusi Responden yang Melakukan persalinan, dukun lebih diharapkan memberikan
Ritual/Upacara Saat Kehamilan, Persalinan, kekuatan batin dan memberikan arahan kepada ibu
Pascapersalinan, di 12 Kabupaten/Kota, dalam menjalani proses alamiah tersebut. Penelitian
Tahun 2012 tahun 2012 tidak berbeda jauh dengan penelitian
“Ya” Melakukan Ritual/Upacara (%)
oleh Lestari pada tahun 1994 di Tulung Agung. Bidan
Kab/Kota seringkali tidak diikutkan dalam kegiatan upacara,
Kehamilan Persalinan Pascasalin
sebagai gantinya mereka mengundang dukun
Kab. Lebak 65,7 47,8 85,1
untuk membacakan do’a dan mantera, memimpin
Kota Cilegon 57,4 22,1 45,6
pelaksanaan upacara dan memberikan pemahaman
Kab. Bima 32,9 27,1 21,4
tentang makna upacara adat. (Lestari Handayani,
Kota Mataram 68,6 32,9 71,4
1997)
Kab. HalSel 70,0 38,0 4,0
Di samping itu, geografi tempat tinggal yang
Kota Ternate 47,1 38,6 48,6
sulit dan jauh dari fasilitas kesehatan menyebabkan
Kab. Gayo Lues 58,2 49,1 54,5
keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan di
Kota Banda Aceh 21,4 7,1 12,9
daerah-daerah tertentu. Kondisi ini menjadi mendorong
Kab. Landak 13,0 18,8 37,7
masyarakat desa dengan fasilitas kehidupan dan
Kota Pontianak 24,3 12,9 20,0
sarana transportasi terbatas cenderung memilih
Kab. Jeneponto 48,6 5,7 4,3 dukun sebagai penolong persalinan. Kondisi alam
Kota Makasar 28,6 10,0 4,3 sebagai penyebab sulitnya akses pelayanan bidan
422
Pemanfaatan Jaminan Persalinan (Lestari Handayani, dkk.)
dijumpai di Tulung Agung, sehingga masyarakat Masih banyak daerah yang menganggap kematian
memilih dukun untuk menolong persalinan (Lestari ibu dalam persalinan adalah suatu yang wajar
Handayani, 1997). bahkan masyarakat desa cenderung pasrah bahkan
Kemitraan dukun-bidan sudah berlangsung beranggapan merupakan jalan menuju surga bagi si
lama dan diakui masyarakat maupun bidan, sangat ibu (Mataram). Tetapi penelitian lain mengemukakan
dibutuhkan. Bahkan dengan adanya Jampersal, bahwa ada juga yang menganggap kematian
beberapa Dinas kesehat an (kot a M at aram, ibu sebagai suatu peristiwa yang mengerikan
kabupaten Bima) sudah mengalokasikan sebagian karena arwahnya dapat menjadi leak atau kuntilanak
dana Jampersal yang di klaim bidan untuk dukun (Meiwita B., 1996).
yang bermitra dan membantu saat persalinan Masyarakat sebenarnya sangat mendukung
(Lestari H, dkk, 2012). Cara ini tampaknya berdampak pelayanan persalinan oleh nakes (bidan), bahkan
baik terhadap kemitraan dan kemauan dukun untuk di Pontianak terjadi kecenderungan masyarakat
mengarahkan persalinan kepada bidan. langsung ke RS. (Lestari H, dkk, 2012) Peralihan dari
Persalinan yang diakui sebagai proses ‘alamiah’ persalinan ”alami” di rumah yang diarahkan ke fasilitas
terkadang mengalami hambatan dalam perjalanannya. kesehatan sebenarnya merupakan suatu pergeseran
Pada proses yang ‘abnormal’ hasil persalinan sangat seperti terungkap dalam penolakan perempuan
ditentukan oleh penolong persalinan. Pada keadaan Inggris terhadap ”kealamiahan” persalinan karena
ini, seringkali persalinan harus dirujuk ke fasilitas keinginan melahirkan di Rumah Sakit. Beberapa
kesehatan yang cukup lengkap peralatan dan tenaga hal yang akan diperoleh perempuan bila melahirkan
ahlinya (dokter/dokter spesialis kebidanan). Adanya di RS, antara lain mendapatkan obat pereda nyeri
budaya berunding masih banyak dilakukan, dan akibat proses persalinan dan tersedianya berbagai
budaya ini dapat mengakibatkan terjadi keterlambatan teknik paliatif (Hunt, Sheila, 2006). Hal ini karena telah
pertolongan persalinan yang dapat berakibat fatal dikembangkan obat-obatan pereda nyeri yang dapat
pada ibu bila keputusan tidak segera diambil. dimanfaatkan dalam persalinan. Keuntungan bersalin
Kematian ibu bersalin mendapat tanggapan yang di RS adalah, ibu pascapersalinan dapat beristirahat
berbeda-beda. Di perkotaan, kematian ibu dianggap beberapa hari untuk pemulihan kesehatan dalam arti
merupakan tanggung jawab pihak bidan/dokter untuk ’membebaskan diri dari tanggung jawab dan
sebagai penolong persalinan karena pada umumnya tekanan dalam rumah tangga’ (Hunt, Sheila, 2006).
mereka mempercayakan adanya tindakan medis. Sebagaimana diketahui, di beberapa keluarga, ibu
Tabel 3. Persentase ”Ya” Pembiayaan Jampersal untuk Periksa Kehamilan, Persalinan, Periksa Ibu Nifas,
Periksa Neonatus, Periksa KB, di 12 Kabupaten/Kota, Tahun 2012
Pembiayaan Jampersal (%)
Kabupaten/Kota
Hamil Bersalin Nifas Neonatus KB
Kab. Lebak 67,7 56,7 53,7 55,2 3,0
Kota Cilegon 22,1 19,1 20,6 16,2 7,4
Kab. Bima 63,2 60,0 50,0 50,0 17,1
Kota Mataram 49,3 61,4 52,9 58,6 21,4
Kab. HalSel 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Kota Ternate 45,6 15,7 14,3 14,3 7,1
Kab. Gayo Lues 21,2 12,7 7,3 14,5 1,8
Kota Banda Aceh 10,1 20,0 5,7 2,9 1,4
Kab. Landak 11,8 18,8 8,7 8,7 10,1
Kota Pontianak 24,6 68,6 7,1 2,9 0,0
Kab. Jeneponto 85,5 62,9 68,6 60,0 10,0
Kota Makasar 39,1 47,1 14,3 18,6 15,7
423
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 4 Oktober 2013: 419–427
adalah penanggung jawab urusan rumah tangga sebagian mereka sama sekali belum pernah
tanpa memedulikan kondisinya setelah melahirkan. Di mendengar tentang Jampersal. Adanya pengakuan
beberapa budaya ibu melahirkan di tempat persalinan ”tidak paham tentang Jampersal” oleh suami dan
yang terpisah dari pemukiman penduduk. tokoh masyarakat (FGD) mengindikasikan sosialisasi
Jampersal tidak hanya menjamin pelayanan Jampersal kurang maksimal. Masyarakat tahu bahwa
persalinan namun menjamin pula pelayanan ada pelayanan kesehatan gratis dan beranggapan
pemeriksaan kehamilan, nifas, neonatus dan KB. sebagai dana Jamkesmas. Dalam hal ini terjadi
Pemanfaatan Jampersal belum maksimal terbukti kerancuan pemahaman antara Jamkesmas, Jamkesda
hasil penelitian Lestari H, dkk. (2012) menunjukkan dan Jampersal.
fakta seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Tidak mudah mengubah pilihan penolong
Pemanfaatan Jampersal antara lain terhambat persalinan meskipun biaya gratis melalui Jampersal
oleh persyaratan berupa KTP (Kartu Tanda Penduduk) telah disiapkan. Kendala budaya dapat menghambat
yang seharusnya dimiliki oleh setiap penduduk yang peralihan penolong persalinan seperti tercermin
berusia 17 tahun ke atas. Menilik Undang-undang dari penelitian di Papua. Suatu penelitian pada suku
yang berlaku, penduduk memiliki hak untuk mendapat Amungme dan Kamoro Kabupaten Mimika Papua
identitas diri sebagai warga negara sesuai dengan menunjukkan bahwa perilaku memilih penolong
ketentuan undang-undang (UU Kependudukan no. 52, persalinan didasari atas budaya kedua suku. Kendala
2009). Dari pengamatan dan hasil FGD, masih banyak untuk minta pertolongan Nakes antara lain karena
penduduk belum memiliki kesadaran pentingnya KTP budaya yang menganggap tabu membuka aurat
sebagai identitas diri. Penduduk tidak memiliki KTP (paha) di depan orang yang belum dikenal, dan
terjadi khususnya penduduk yang tinggal di desa meyakini bahwa darah dan kotoran persalinan dapat
terpencil sedangkan di kota terjadi pada penduduk mengakibatkan penyakit yang mengerikan pada
musiman (di perkotaan) yang tidak memiliki Kartu kaum laki-laki dan anak-anak. Oleh karena itu mereka
Penduduk Sementara. Alasan yang dikemukakan melakukan persalinan di hutan/rimba atau di bagian
antara lain proses pengurusan yang panjang, belakang rumah (kamar mandi, dapur). (Qomariah
dirasakan berbelit dan biaya yang harus ditanggung, Alwi, 2005)
sehingga untuk memenuhi persyaratan sebagai Hasil penelitian Lestari H dkk (2012) menunjukkan
peserta Jampersal mereka harus menggantinya masih banyak ibu maupun suami dan tokoh masyarakat
dengan surat domisili yang dapat diperoleh di tingkat menganggap bahwa kehamilan sebagai hal biasa, dan
Kelurahan/kantor desa. Diakui para suami (dalam kodrati. Ibu hamil merasa tidak perlu memeriksakan
FGD) sebenarnya persyaratan Jampersal ringan diri ke bidan atau dokter bahkan mereka masih harus
karena mereka bisa memperoleh pelayanan meskipun bekerja di ladang dan di hutan untuk membantu
bukan penduduk setempat (Lestari H, dkk, 2012). perekonomian keluarga. Di kabupaten Mimika –
Persyaratan tersebut meskipun tampaknya ringan Papua, ibu mempunyai tanggung jawab dan aktivitas
namun menyebabkan keengganan karena mereka ibu sehari-hari dalam mencari bahan makanan untuk
tidak mengerti dan bahkan sebagian tidak mengetahui seluruh keluarga meskipun dalam keadaan hamil tua
adanya Jampersal. Proses yang lama, dianggap sehingga mereka tidak punya waktu untuk mencari
berbelit dan membutuhkan biaya menyebabkan atau menunggu bidan. Pelayanan yang diberikan
sebagian keluarga memutuskan tidak memanfaatkan bidan memerlukan biaya yang sulit dijangkau ditambah
Jampersal dan beralih ke dukun terdekat. lagi dengan bidan jarang di tempat dan sikap bidan
Berdasar pengakuan responden, dana yang yang kurang akrab. PT Freeport Indonesia yang
dibiayai Jampersal cukup besar (sekitar 60%) di berada di Papua kemudian menanggung segala biaya
kabupaten Lebak, Bima, kota Mataram, Jeneponto pelayanan kesehatan bagi kedua suku Papua ini mulai
dan Pontianak (Lihat Tabel 3). Kurangnya informasi dari pemeriksaan kehamilan sampai dengan pasca-
tentang Jampersal merupakan salah satu alasan persalinan, namun budaya melahirkan di dukun tidak
rendahnya pemanfaatan Jampersal sesuai dengan berubah (Qomariah Alwi, 2005). Mahalnya biaya
hasil wawancara maupun FGD. Masyarakat kurang persalinan bidan juga menjadi keluhan masyarakat
memahami persyaratan Jampersal, siapa yang (Lestari H dkk, 2012). Biaya pelayanan persalinan
berhak, pelayanan yang bisa diperoleh, bahkan ke bidan yaitu berkisar antara 700 ribu sampai
424
Pemanfaatan Jaminan Persalinan (Lestari Handayani, dkk.)
satu juta rupiah dianggap mahal oleh masyarakat Banyak masyarakat belum paham tentang
golongan ekonomi rendah. Di sisi lain, dengan adanya Jampersal dan persyaratannya. Pengakuan dari
persalinan gratis, sebagian masyarakat Lebak-Banten responden, mereka mendapat informasi tentang
mengalihkan dana persalinan untuk pembiayaan Jampersal dari bidan dan tenaga kesehatan lain.
upacara adat. Bidan yang di wawancara menyatakan bahwa
Dalam rangka mengubah perilaku masyarakat sosialisasi Jampersal dirasakan kurang dan perlu
dengan harapan agar seorang ibu hamil mau bersalin dilakukan langsung ke masyarakat. Aparat desa/
ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan kelurahan diharapkan dapat membantu. Informasi
maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan dapat diperluas dengan kerja sama lintas sektor
melakukan intervensi melalui 3 tingkatan ekologi seperti kantor desa, LSM dan lainnya sehingga
yaitu tingkat individu, tingkat interpersonal dan tidak menjadi beban seluruhnya bagi bidan di desa.
tingkat komunitas atau masyarakat (Croyle, Robert Mengingat selama ini biaya penyuluhan dan sosialisasi
T. 2005). Dalam pemilihan perawatan/penolong ibu tidak tercukupi dan kurang diperhatikan.
pada masa maternity (hamil, bersalin dan pasca-
persalinan), ibu dipengaruhi orang sekitarnya karena Pembahasan
hubungan antara individu/interpersonal dengan
orang di sekitarnya (suami, orang tua, tetangga). Jaminan persalinan diselenggarakan pemerintah
Dalam pemilihan penolong kehamilan (Ante Natal dalam upaya memfasilitasi masyarakat agar mendapat
Care/ANC), persalinan, pascapersalinan ada faktor pelayanan pertolongan persalinan aman oleh tenaga
yang berpengaruh terhadap hubungan interpersonal kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan.
yaitu faktor sosial budaya, termasuk demografi, Dengan adanya Jampersal diharapkan dapat
geografi dan akses terhadap fasilitas pelayanan. Pada mengakselerasi tujuan MDG’s 4 (status kesehatan
tingkat komunitas, penetapan praktek perawatan anak) dan MDG’s 5 (status kesehatan ibu). Sosial
atau pertolongan kehamilan (ANC), persalinan budaya sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
dan pascapersalinan ditentukan oleh ketanggapan terhadap perilaku masyarakat dalam memilih penolong
fasilitas kesehatan terhadap kebutuhan ibu terkait persalinan. Untuk lebih meningkatkan perilaku yang
harapan, dukungan/kemudahan serta hambatan sudah cenderung memihak kepada persalinan oleh
dalam mengakses tenaga kesehatan. Hal ini juga bidan maka Jampersal harus mencegah faktor-faktor
dipengaruhi kebijakan pemerintah yang diberlakukan yang mendorong masyarakat kembali ke perilaku
antara lain pembiayaan kesehatan berupa jaminan lama yaitu bersalin ke dukun dan dilaksanakan di
persalinan (Jampersal). rumah.
Kepercayaan terhadap tradisi masih dipegang
Isu Kebijakan erat oleh masyarakat di perdesaan, dan kurang
Persalinan aman saat ini merupakan salah satu dilaksanakan di perkotaan. Kepercayaan terhadap
program pemerintah dan program yang digerakkan mistik atau gaib atau roh, seringkali mendorong
di seluruh dunia untuk tujuan menurunkan AKI perilaku yang merugikan. Masyarakat desa di lokasi
dan AKB. Hasil penelitian Lestari H, dkk. (2012) penelitian masih sangat kuat terlibat dalam suatu
menunjukkan bahwa dukun masih menjadi pilihan upacara/ritual. Kepercayaan sebagai unsur budaya
dan dibutuhkan pelayanan dalam perawatan ibu tidaklah mudah untuk mengubahnya apalagi bila
dan bayi dan pelaksanaan tradisi. Masalah sosial menyangkut ideologi dan falsafah hidup. Berbeda
budaya dapat menjadi penghambat dalam upaya dengan kelompok masyarakat perkotaan yang lebih
penurunan AKI dan AKB. Pemanfaatan Jampersal bersifat individualistik sehingga kedekatan satu sama
sudah cukup dirasakan tetapi masih ada kendala lain sudah berkurang. Status sosialnya yang heterogen
dalam pemanfaatannya. Sosialisasi Jampersal masih dengan mata pencaharian penduduk yang berbagai
kurang dan Jampersal hanya menanggung biaya macam serta kompetitif, tidak bergantung kepada
untuk tenaga kesehatan (Kemkes, 2011) sedangkan alam membuat masyarakat kota lebih dinamis. Pada
permasalahan pembiayaan tidak hanya untuk umumnya keterikatan terhadap tradisi sangat kecil.
membayar tenaga kesehatan tetapi termasuk biaya Masyarakat kota Banda Aceh, Pontianak dan Makasar
bagi dukun dan transport menuju bidan di faskes dan sudah jarang yang melakukan ritual dan upacara
sosialisasi.
425
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 4 Oktober 2013: 419–427
(Lestari dkk, 2012). Oleh karena itu dibutuhkan pendeta). Pemanfaatan dukun sebagai penyampai
penyuluhan yang membutuhkan pembiayaan dengan pesan Jampersal dengan membangun peran kemitraan
melibatkan dukun, kader dan perangkat desa. yang harmonis dengan bidan akan mempercepat arus
Perilaku cukup bagus tentang “persalinan aman informasi bisa tersampaikan.
dengan ditolong bidan” perlu dijaga agar tidak Mengubah perilaku membutuhkan waktu karena
tercemari oleh kepercayaan yang salah yang dapat perilaku KIA masyarakat merupakan salah satu wujud
merubah perilaku yang sudah baik. Dukun yang budaya (Elly M. Setiadi dkk, 2007). Sejak adanya
bermitra dengan bidan dapat diartikan mendukung pelayanan gratis melalui Jampersal, diakui membantu
upaya persalinan oleh bidan oleh karena itu dukun meringankan beban biaya untuk bidan. Melihat
harus diperdayakan dengan memberikan honor yang peluang tersebut, maka Jampersal seharusnya dapat
layak atas jasanya mendukung kinerja bidan. menanggung biaya yang akan mempercepat upaya
Masyarakat di desa banyak memilih tempat persalinan aman melalui dukungan terhadap sosial
persalinan di rumah ke fasilitas kesehatan terutama budaya.
dengan alasan lokasi dengan transportasi sulit.
Responden di kota lebih cenderung memilih Kesimpulan dan Saran
melahirkan di faskes daripada responden yang tinggal
di desa. Masih besarnya persalinan di rumah ini Kesimpulan
bila merujuk kondisi di Inggris menunjukkan posisi
Berdasar pembahasan di atas, dapat disimpulkan
mirip bahkan lebih rendah (Landak, Gayo Lues,
bahwa sudah ada kecenderungan masyarakat
Halmahera Selatan) dengan kondisi persalinan di
memilih bidan sebagai penolong persalinan dengan
Inggris tahun 1930 dengan 33,2% persalinan di
memanfaatkan pembiayaan Jampersal, namun
rumah. Perkembangan di Inggris menunjukkan
sebagian persalinan masih dilakukan di rumah
peningkatan persalinan di RS dari tahun ke tahun
karena sulitnya menuju faskes dan masih belum
(Hunt, Sheila, 2006). Pergeseran tempat persalinan
menyadari perlunya persalinan aman di faskes. Disatu
di rumah ke fasilitas kesehatan tersebut kurang
sisi, masyarakat tetap membutuhkan pelayanan
terlihat di daerah perdesaan penelitian terutama yang
dukun khususnya utuk perawatan ibu hamil dan
sulit transportasi sehingga dibutuhkan biaya cukup
pascapersalinan termasuk merawat neonatus serta
besar untuk memanggil atau menuju faskes. Alam
membantu pelaksanaan adat istiadat. Kemitraan
dan lingkungan yang sulit telah membatasi kontak
bidan-dukun sudah berjalan dengan baik tetapi
langsung bidan dan masyarakat, sehingga sulit untuk
pembiayaan Jampersal baru menyokong tenaga
mengakses bidan pada saat dibutuhkan.
kesehatan padahal peran dukun cukup besar dalam
Interaksi masyarakat yang baik akan memudahkan
mendukung kinerja bidan.
diterimanya suatu informasi tentang KIA dan Jampersal.
Pemanfaatan dukun sebagai penyampai pesan
Informasi yang diterima ibu bila dapat diterima dengan
jampersal dengan membangun peran kemitraan
baik oleh suami akan mendorong kemungkinan
yang harmonis dengan bidan akan mempercepat
persalinan kepada nakes mengingat di masyarakat
penyampaian informasi.
perdesaan, suami adalah pengambil keputusan.
Meskipun interaksi dan kegotongroyongan masyarakat Saran
desa cukup baik, namun bantuan pembiayaan menuju D isarankan Jamper sal juga mendukung
bidan atau faskes akan mempercepat perubahan pembiayaan sosial budaya terkait persalinan yaitu 1)
perilaku persalinan di dukun. Menyediakan pembiayaan transportasi dari rumah
Pemahaman tentang Jampersal yang masih menuju fasilitas persalinan/rumah bidan bagi ibu
rendah perlu ditingkatkan. Sosialisasi lebih luas dan bersalin yang membutuhkan; 2) Honor dukun yang
detil termasuk prosedur dan persyaratan menjadi bermitra; 3) Pembiayaan penyuluhan kesehatan KIA
peserta Jampersal melalui tokoh masyarakat (contoh: dan sosialisasi kepada masyarakat melibatkan dukun
Lurah, ketua RW/RT, dll) dan pemuka agama (kiai, dan aparat desa di samping tenaga kesehatan.
426
Pemanfaatan Jaminan Persalinan (Lestari Handayani, dkk.)
427