Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

TENSILE TEST

Disusun Oleh :
Nadya Shintadevi (0517040034)
Safika Nur Izzah (0517040048)
Dhany Sembiring (0517040053)
Hisyam Irdiansyah (0517040055)

PROGRAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat melakukan pengujian Tarik
(tensile test) terhadap suatu material.
Tujuan Instruksional Khusus : 1. Mahasiswa mampu membuat diagram
tegangan-regangan teknik dan sebenarnya
berdasarkan diagram beban-pertambahan
panjang yang di dapat dari hasil pengujian.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan,
menganalisa sifat-sifat mekanik material yang
terdiri dari kekuatan tarik maksimum, kekuatan
tarik luluh, reduction of area, elongation dan
modulus elastisitas.
1.2 Dasar Teori
Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan dalam suatu
perancangan konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik.
Kekuatan tarik suatu bahan di dapat dari hasil uji tarik (tensile test) yang
dilaksanakan berdasarkan standar pengujian yang telah baku seperti ASTM
(Assotiation Society Test and Material) JIS(Japan Industrial Standart), DIN
(Deutches Institut for Nurmunge), dan yang lainnya.
Terdapat beberapa Spesimen pada uji tarik. Bentuk spesimen sebagaimana
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
1. Spesimen Plat
Batang uji berupa plat ditentukan dahulu gauge lengthnya, yaitu 60
mm. Setelah itu diambil titik tengah dari gauge length, yaitu A0 = 30 mm &
B0 = 30 mm. Kesemuanya itu diberi tanda dengan penitik kemudian diukur
kembali panjang gauge lenghtnya apakah tepat 60 mm atau tidak, setelah
itu nilainya dimasukkan kedalam penandaan (L0).

2
Gambar 1.1 Spesimen Plat

2. Spesimen Round Bar


Batang uji berupa rounded ditentukan dulu gauge lenghtnya, yaitu
60 mm lalu ditentukan titik tegah gauge lenghtnya. Stelah itu diukur lagi
panjang gauge length dari A ke B untuk dimasukkan kedalam penandaan
(Lo). Setelah itu ditandai dengan penitik.

Gambar 1.2 Spesimen Round Bar

3. Spesimen Beton Neser


Batang uji berupa deformed diratakan dulu ujung-ujungnya supaya
dapat diperoleh pengukuran panjang yang lebih presisi. Ujung batang dapat
diratakan dengan cara dikikir maupun dipotong dengan alat pemotong
logam. Setelah itu diukur panjang batang uji dengan menggunakan jangka
sorong, lalu ditentukan titik tengahnya dan dapat ditandai dengan
menggunakan penitik. Setelah itu ditentukan gauge lenghtnya , yaitu 70 mm
sehingga A0 dan B0 adalah masing-masing 35 mm dan juga ditandai dengan

3
penitik. Baru kemudian diukur lagi panjang gauge lenghtnya (A ke B) yang
kemudian hasil pengukuran dimasukkan kedalam penandaan (Lo)

C
Pot C-C

Φo
Ao Bo

Gauge Length

C
Gambar 1.3 Spesimen Beton Neser
Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar
secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami
perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan panjang (∆L) tercatat pada
mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan fungsi beban dan pertambahan
panjang dan disebut sebagai grafik P - ∆L dan kemudian dijadikan grafik Stress-
Strain (Grafik - ) yang menggambarkan sifat bahan secara umum.

Gambar 1.4 Grafik P-  hasil pengujian tarik beberapa logam

4
Dari gambar 1.4 di atas tampak bahwa sampai titik p perpanjangan
sebanding dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke,
sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik
p di sebut juga batas proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang
merupakan batas elastis di mana bila beban di hilangkan maka belum terjadi
pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali kepanjang semula. Daerah
di bawah titik e di sebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya di sebut daerah plastis.
Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni di
mana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang
berarti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan di mana spesimen
terdeformasi dengan beban minimum. Deformasi yang yang di mulai dari titik y ini
bersifat permanen sehingga bila beban di hilangkan masih tersisa deformasi yang
berupa pertambahan panjang yang di sebut deformasi plastis. Pada kenyataannya
karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan y sangat kecil maka untuk perhitungan
teknik seringkali keberadaan ke tiga titik tersebut cukup di wakili dengan titik y
saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban
relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada material
yang ulet seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik y tampak sangat jelas.
Namun pada umumnya penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti
ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode offset di
lakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada
daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan maksimal. Titik y di dapat
pada perpotongan garis tersebut dengan kurva σ-ε (gambar 1.5)

5
Gambar 1.5 Metode offset untuk menentukan titik yield

Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan


semakin besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum di tunjukkan
dengan puncak kurva sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi
masih homogen sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya
beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking),
selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen patah. Sedangkan pada material
yang getas (brittle), spesimen akan patah setelah tercapai beban maksimum.

❖ Grafik Tegangan-Regangan Teknik ( t −  t )

Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva P −  tersebut


sebenarnya belum menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan
kekuatan spesimen saja. Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik
P −  tersebut harus di konversikan ke dalam tegangan-regangan teknik (grafik
 t −  t ). Grafik  t −  t di buat dengan asumsi luas penampang spesimen konstan
selama pengujian. Oleh karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi
yang man deformasi permanen tidak di perbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi
luas penampang konstans tersebut maka persamaan yang di gunakan adalah :

6
 t = P/Ao ...…………………………………………………………………..(1)
 t = (   )  100   ……………..………………………………………….(2)
di mana  t = tegangan teknik (kN/mm2)

P = tegangan teknik (kN)


Ao = luas penampang awal spesimen (mm2)
 t = regangan teknik (%)
  = panjang awal spesimen (mm)

 ' = panjang spesimen setelah patah (mm)


 = pertambahan panjang (mm)
= ' −  

Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva P −  ke


dalam grafik  t −  t adalah sebagai berikut:

1. Ubahlah kurva P −  menjadi grafik P −  dengan cara menambahkan sumbu


tegak sebagai P dan sumbu mendatar sebagai  .
2. tentukan skala beban (p) dan skala pertambahan panjang ( ) pada grafik
P −  . Untuk menentukan skala beban bagilah beban maksimal yang di dapat
dari mesin dengan tinggi kurva maksimal, atau bagilah beban yield (bila ada)
dengan tinggi yield pada kurva. Sedangkan untuk menentukan skala pertambahan
panjang, bagilah panjang setelah patah dengan panjang pertambahan total pada
kurva Dari perhitungan tersebut akan di dapatkan data:
1. Skala beban (P) 1mm : ........... kN
2. Skala pertambahan panjang ( ) 1mm : ........... mm
3. Ambillah 3 titik di daerah elastis, 3 titik di sekitar yield ( termasuk y), 3 titik di
sekitar beban maksimal (termasuk u) dan satu titik patah (f). Tentukan besar
beban dan pertambahan panjang ke sepuluh titik tersebut berdasarkan skala
yang telah di buat di atas. Untuk membuat tampilan yang baik, terutama pada
daerah elastis, tentukan terlebih dahulu kemiringan garis proporsional ( )
dengan memakai persamaan Hooke di bawah ini:

7
 =    ...........................................................................................................(3)
di mana  = tegangan/ stress (kg/mm2, MPA,Psi)
 = modulus elastisitas (kg/mm2,MPA,Psi)
ε = regangan/strain (mm/mm, in/in)
dari persamaan 3 di dapatkan
 =   = tg ..…………………...………………………………………….(4)

4. Konversikan ke sepuluh beban (P) tersebut ke tegangan teknik  t dengan

menggunakan persamaan 1 dan konversikan pertambahan panjangnya ( ) ke

regangan teknik ( t ) dengan memakai persamaan 2.

5. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar  t dan sumbu tegak  t berdasarkan ke


sepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (gambar 1.6) akan mirip dengan
kurva P −  , karena pada dasarnya grafik  t −  t dengan kurva P − 

identik, hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.

Gambar 1.6 Grafik t − t hasil konversi grafik P − 

❖ Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya ( s −  s )

Grafik tegangan-regangan sebenarnya ( s −  s ) di buat dengan kondisi luas


penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini khususnya pada

8
manufaktur di mana deformasi plastis yang terjadi menjadi perhatian untuk proses
pembentukkan. Perbedaan paling menyolok grafik ini dengan dengan grafik  t −  t

terletak pada keadaan kurva setelah titik u (beban ultimate). Pada grafik  t −  t

setelah titik u, kurva akan turun sampai patah di titik f (frakture), sedangkan pada
grafik  s −  s kurva akan terus naik sampai patah di titik f. Kenaikkan tersebut di

sebabkan tegangan yang terjadi di perhitungkan untuk luas penampang sebenarnya


sehingga meskipun beban turun namun karena tingkat pengecilan penampang lebih
besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar.
Berdasarkan asumsi volume konstan maka persamaan yang di gunakan
adalah:
σ s =  t ( 1 +  t )..........................................................................................(5)

 s = ℓn ( 1 +  t )..........................................................................................(6)
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan garfik  t −  t ke dalam

grafik  s −  s adalah sebagai berikut:

1. Ambil kembali ke sepuluh titik pada grafik  t −  t yang merupakan konversi

dari grafik P −  .Untuk menentukan nilai tegangan sebenarnya gunakan


persamaan 5 sedangkan untuk nilai regangan sebenarnya gunakan persamaan
6.Persaman tersebut hanya berlaku sampai titik maksimum yaitu titik 1-8
.Sedangkan nilai ke dua titik lainnya (titik 9 dan titik 10) yang berada setelah
puncak kurva akan mengalami perubahan.
2. Untuk menghitung nilai tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya pada
kedua titik tersebut gunakan persamaan berikut:
 s = P Ai .............................................................................................................(7)
 s =ℓn (Ao/Ai).......................................................................................................(8)
di mana Ai = Luas penampang sebenarnya. Untuk titik ke-10, A10 adalah
luas penampang setelah patah, sedangkan untuk titik ke-9, A9 nilainya antara
A8 dengan A10.
3. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar  s dan sumbu tegak  s berdasarkan ke
sepuluh titik acuan tersebut.

9
Gambar 1.7 Grafik Tegangan dan Regangan sebenarnya ( s −  s )

❖ . Sifat Mekanik yang di dapat dari uji tarik


1. Tegangan Tarik Yield  y ( )
 y = Py A ..........………….………………………………………………...(9)

di mana  y = tegangan yield (kN/mm2)

Py = beban yield (kN)


2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate ( u )

 u = Pu A …….......…….………………………………………………...(10)
di mana  u = tegangan ultimate (kN/mm2)

pu = beban ultimate (kN)


3. Regangan ( )

 = (   )  100 0 0 ......................................................................................(11)


di mana  = regangan (%).
 = pertambahan panjang (mm)
  = panjang awal spesimen (mm)
Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.

10
4. Modulus Elastisitas (E)
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan
kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan semakin kakunya
suatu material. Harga E ini di turunkan dari persamaan hukum Hooke
sebagaimana telah di uraikan pada persamaan 3 dan 4.
Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material relatif
terhadap yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan ( ) pada garis
proporsional. Semakin besar  , semakin kaku material tersebut.
5. Reduksi Penampang/Reduction of Area (RA )
RA=[(A0-A’)/A0]  100%
di mana A’ = luas penampang setelah patah (mm2)
Reduksi penampang dapat juga di gunakan untuk menetukan keuletan material.
Semakin tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.

11
BAB II
METODOLOGI

2.1 Material
1. Spesimen uji tarik pelat.
2. Spesimen uji tarik round bar.
3. Specimen uji tarik beton neser.
4. Kertas milimeter.

Gambar 2.1 Spesimen uji tarik plat, roundbar, dan beton neser
2.2 Peralatan
1. Mesin uji tarik.
2. Kikir.
3. Jangka sorong.
4. Ragum.
5. Penitik.
6. Palu.
2.3 Langkah Kerja
1. Menyiapkan Spesimen
Ambil spesimen dan jepit pada ragum.
Ambil kikir, dan kikir bekas machining pada spesimen yang memungkinkan
menyebabkan salah ukur.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
2. Pembuatan gauge length
Ambil penitik dan tandai spesimen dengan dua titikan sejuh 50 mm.
Posisikan gauge lenght tepat di tengah-tengah spesimen.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.

12
3. Pengukuran dimensi
Ambil spesimen dan ukur dimensinya.
Catat jenis spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.

Gambar 2.2 Pengukuran berat spesimen beton neser


4. Pengujian pada mesin uji tarik
Catat data mesin pada lembar kerja.
Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya.
Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik.
Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
Amati dan catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan patah
sebagaimana yang tampak pada monitor beban.
Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang
yang patah.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.

13
Gambar 2.3 Uji Tarik pada spesimen plat

Gambar 2.4 Uji Tarik pada spesimen roundbar

Gambar 2.5 Uji Tarik pada spesimen beton neser

14
Gambar 2.5 Hasil akhir pengujian tensile pada 3 spesimen

15
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Spesimen 1 ( Plat )


Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik
Tinggi kurva Maksimum
= 47 kN
94 mm
= 0,5 kN/mm
1 mm = 0,5 kN/mm
Skala Δl = Perpanjang setelah patah spesimen
Pertambahan panjang total pada kurva
= (59,82-58,7) mm / 18 mm
= 0,062
1 mm = 0,062 mm/mm

Tabel 3.1 Spesimen Plat

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen
Plat adalah sebagai berikut :
Tegangan yield
y = Py/A0
= 43,75 kN/ 114,802 mm²
= 0,381 kN/mm²

16
Tegangan maksimum
u = Pu/A0
= 46,15 kN / 114,802 mm².
= 0,40019 kN/mm2
Regangan maksimum
max = (L/Lo)x100%
= (1,116 mm / 58,7mm) x 100%
= 1,90 %
Reduksi penampang (Reduction of Area)
RA = (A0 – A1)/A0 x 100%
= (114,802– 109,59)mm / 114,802 mm x 100%
= 4,53 %
Modulus Elastisitas titik ke-2
E = /
= 0,15244 kN/mm2 / 0,006337 mm/mm
= 24,05 kN/mm2
Interpolasi A1 pada titik 13
46,15 – 45,5 = 112,965 – 109,59
46 – 45,5 X – 109,59
0,65 = 3,375
0,5 X – 109,59
0,65 X – 71,2335 = 1,6875
0,65 X = 72,921
X = 112,186

17
0,45
0,4
0,35
0,3
Tegangan (kN/mm²)

0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
Regangan (mm/mm)
Tegangan - Regangan Teknik Tegangan - Regangan Sebenarnya

Gambar 3.1 Grafik Tegangan-Regangan Spesimen 1(Plat)

3.2. Spesimen 2 ( Round Bar)

Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik


Tinggi kurva Maksimum
= 65 kN
129 mm
= 0,5 kN/mm
1 mm = 0,5 kN

Skala Δl = perpanjangan setelah specimen patah


Pertambahan panjang total pada kurva
= 18 mm
46 mm
= 0,3913 mm/mm
1 mm = 0,3913 mm

18
Tabel 3.2 Spesimen Round bar

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen
Round Bar adalah sebagai berikut :
Tegangan yield
y = Py/A0
= 47,785 kN/ 129,01 mm²
= 0,3704 kN/mm²
Tegangan maksimum
u = Pu/A0
= 64,887 kN / 129,01 mm².
= 0,5029 kN/mm2
Regangan maksimum
max = (L/Lo)x100%
= (18 mm / 58,1 mm) x 100%
= 30,98 %
Reduksi penampang (Reduction of Area)
RA = (A0 – A1)/A0 x 100%
= (129,01 – 61,06)mm / 129,01 mm x 100%
= 52,67 %
Modulus Elastisitas titik ke-2

19
E = /
= 0,128664 kN/mm2 / 0,02694 mm/mm
= 4,77 kN/mm2
Interpolasi A1 pada titik 12
64,89 – 47,79 = 106,14 – 61,06
55,83 – 47,79 X – 61,06
17,1 = 45,08
8,04 X – 61,06
17,1X-1044,126 = 362,443
X = 82,25
0,9

0,8

0,7

0,6
Tegangan (kN/mm²)

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Regangan (mm/mm)
Tegangan - Regangan Teknik Tegangan - Regangan Sebenarnya

Gambar 3.2 Grafik Tegangan-Regangan Spesimen 2 (Round bar)

3.3. spesimen 3 ( Beton Neser)

Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik


Tinggi kurva Maksimum
= 51 kN
101 mm
= 0,5 kN / mm
1 mm = 0,5 kN
Skala Δl = Panjang setelah patah spesimen
Pertambahan panjang plastis pada kurva
= (90,82 – 79,28) mm / 88 mm
= 11,54 mm / 88 mm
1 mm = 0,13113 mm / mm

20
Tabel 3.2 Spesimen 3 (Beton Neser)

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen
Beton Neser adalah sebagai berikut :
Tegangan yield
y = Py/A0
= 33,832 kN/ 77,09 mm²
= 0,4388 kN/mm²
Tegangan maksimum
u = Pu/A0
= 51 kN / 77,09 mm².
= 0,6615 kN/mm2
Regangan maksimum
max = (L/Lo)x100%
= (11,54 mm/79,28 mm) x 100%
= 14,55 %
Reduksi penampang (Reduction of Area)
RA = (A0 – A1)/A0 x 100%
= (77,09 – 40,92 ) mm / 77,09 mm x 100%
= 46,91 %

21
Modulus Elastisitas titik ke-2
E = /
= 0,1638 kN/mm2 / 0,006616 mm/mm
= 24,75 kN/mm2
Interpolasi A1 pada titik 9
51 – 40,901 = 68,7847 – 40,92
48,475 – 40,901 X – 40,92
10,099 = 27,8647
7,5742 X – 40,92
10,099 X – 413,25 = 211,052
10,099 X = 624,302
X = 61,818

1,2

1
Tegangan (kN/mm²)

0,8

0,6

0,4

0,2

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Regangan (mm/mm)
Tegangan-Regangan Teknik Tegangan-Regangan Sebenarnya

Gambar 3.3 Grafik Tegangan-Regangan Spesimen 3 (Beton Neser)

22
0,7

0,6
Tegangan (kN/mm²)

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Regangan (mm/mm)
Tegangan-Regangan Teknik Plat Tegangan-Regangan Teknik Roundbar
Tegangan-Regangan Teknik Beton Neser

Gambar 3.4 Grafik Tegangan-Regangan Teknik dari 3 Spesimen (Plat, Roundbar, Beton Neser)

23
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, maka diperoleh data sebagai berikut :
• Spesimen Plat mempunyai σy = 0,381 kN/mm2 ; σu = 0,40019 kN/mm2 ;
E = 24,05 kN/mm2 ; εmax = 1,9 % ; RA = 4,53 %
• Spesimen Roundbar mempunyai σy = 0,3704 kN/mm2 ; σu = 0,5029
kN/mm2 ; E = 4,77 kN/mm2 ; εmax = 30,98 % ; RA = 52,67 %
• Spesimen Beton Neser mempunyai σy = 0,4389 kN/mm2 ; σu = 0,6615
kN/mm2 ; E = 24,75 kN/mm2 ; εmax = 14,55 % ; RA = 46,91 %

Dari data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa:

• Spesimen Beton Neser memiliki kekuatan elastic Paling besar karena nilai
tegangan yieldnya paling besar

• Spesimen Beton Neser memiliki kekuatan tarik paling besar karena


memiliki tegangan maksimum paling besar

• Spesimen Plat memiliki kekakuan paling besar karena modulus


elastisitasnya paling tinggi.

• Spesimen Round bar memiliki keuletan paling tinggi karena memiliki


elongation paling besar.

Ketidak tepatan hasil pengujian disebabkan oleh kesalahan pemasangan


spesimen pada mesin uji tarik (anvil), pembacaan nilai hasil pengujian yang
kurang tepat, ketidaktelitian pengukuran material yang tidak homogen (luasan
tidak sama), pembulatan bilangan desimal pada perhitungan dan hasil
perhitungan itu sendiri, kesalahan pengambilan titik pada kurva hasil pengujian
serta kesalahan dari praktikan.

24
DAFTAR PUSTAKA
Budi Prasojo, ST [2002], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS
Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin
FTI,ITS
Harsono, Dr, Ir &T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT.
Pradya Paramita, Jakarta
M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan
Kapal, PPNS
Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin
FTI, ITS

25
25

Anda mungkin juga menyukai