Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

DISKUSI KASUS

Pada makalah ini dibahas sebuah kasus Ny. W.A berusia 31 tahun dengan

diagnosis awal G3P2A0 H 38-39mg + JTHIU + PEB + Preskep + Primitua

Sekunder + TBJ 3255 gr. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pasien datang ke Rumah Sakit ULIN datang sendiri mengaku hamil 9

bulan, mengeluhkan keluar lender darah sejak 10 jam sebelum masuk rumah

sakit, keluar air-air tidak ada, keluhan kencang-kencang juga di rasakan oleh

pasien sejak 12 jam sebelum masuk RS hilang timbul. Pasien tidak ada

mengeluhkan pandangan mata kabur (-), nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), mual

dan muntah (-/-), gerakan janin masih di rasakan oleh pasien.

Dari pemeriksaan fisik tekanan darah pasien 177/110 mmHg (sistolik ≥160

mmHg dan diastol ≥90 mmHg), pemeriksaan laboratorium urinalisa proteinuria

+2 protein dipstick positif +2, LDH meningkat 455 U/L peningkatan SGOT tidak

ada (24 ug/dl). Riwayat penyakit dahulu pasien mengaku tidak memiliki riwayat

hipertensi sebelum kehamilan. Melihat usia kehamilan pasien diatas 20 minggu

disertai gejala dan tanda tersebut pasien dapat di diagnosis dengan preeklamsia

berat. Dari anamnesa pasien tidak didapatkan gejala-gejala impending eklamsia

40
yang meliputi mata kabur, mual muntah, nyeri epigastrium, nyeri kuadran kanan

atas abdomen.

Pemeriksaan laboratorium tambahan pada kasus di atas untuk mencari

penegakan sindroma HELLP pada kasus preeklamsia karena diagnosis ditegakkan

berdasarkan hasil laboratorium, walaupun sampai saat ini belum ada batasan yang

tegas tentang nilai batas untuk masing-masing parameter. Gambaran hemolisis

merupakan gambaran yang spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas

dalam sistem retikulo endothelial akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan

kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Hemolisis intravaskuler

menyebabkan sumsum tulang merespon dengan mengaktifkan proses eritropoesis,

yang mengakibatkan beredarnya eritrosit imatur. Pada pre eklampsia, SGOT dan

SGPT meningkat 1/5 kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT.

Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggungjawab

terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat

menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar. Peningkatan kadar LDH tanpa

disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.

Jumlah platelet yang rendah menjadi acuan untuk dikelompokkan dalam kelas

Sindroma HELLP yang berbeda. Pada pasien ini hanya di temukan peningkatan

LDH (455 U/L) dan tidak ditemukan tanda-tanda HELLP syndrome lainya.

Pada hasil laboratorium pasien didapatkan hitung trombosit dalam batas

normal (399. 103 /μL), SGOT tidak meningkat (24 ug/dl), SGPT dalam batas

normal (18 u/l), Albumin yang normal (3,5 g/dl), proteinuria (+). Pada PEB,

41
proteinuria bisa terjadi karena kerusakan sel glomerulus yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran protein

pada urin. Pada pasien ini, terdapat edema pada extremitas inferior. Edema

sebenaranya normal terjadi pada 40% wanita hamil kecuali edema yang

patologik. Edema patologik yaitu edema nondependent pada muka dan tangan,

atau edema generalisata (anasarka) dan biasanya disertai kenaikan berat badan

yang cepat.

Pada pre eklampsia terjadi vasospasme menyeluruh pada hampir semua

organ tubuh termasuk pada sistem saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan

peningkatan volume cairan intraseluler sel otak karena penurunan tekanan

osmotik koloid yang menyebabkan edema serebri sehingga dapat menimbulkan

gejala seperti kejang, nyeri kepala, vertigo, hiperrefleksi, dan buta kortical. Nyeri

kepala merupakan salah satu keadaan yang mengancam kearah eklamsia atau

disebut Impending Eklampsia

Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah terapi pada penyulit

dengan medikamentosa dan merencanakan sikap pada kehamilan tergantung dari

usia kehamilan. Pada terapi pasien disebutkan konservatif mempertahankan

kehamilan tanpa mempengaruhi keselamatan pada ibu. Pada diagnosis awal

pasien tersebut dipilih terapi pengelolaan konservatif awal, karena kehamilan

lebih dari 37 minggu sudah postdate, maka di rencanakan segera terminasi

kehamilan sambil memberikan terapi medikamentosa. Diharapkan dapat

mencegah terjadinya eklamsia. Pemberian terapi medikamentosa dalam hal ini

42
meliputi pemberian terapi intravena, dan pemberian antikejang MgSO4 sebagai

pencegahan dan terapi kejang. Pada pasien juga diberikan MgSO4. Pemberian

MgSO4 sebagai antikejang karena MgSO4 mampu menurunkan kadar asetilkolin

dan menghambat transmisi neuromuscular dengan menjadi kompetitif inhibitor

ion kalsium. Dalam observasi selanjutnya, pasien dilakukan persalinan dengan

vakum ektrasi

Pada pasien ini tekanan darah saat datang adalah 177/110, kemudian

diberikan metildopa 3x500mg dan nifedipin 3x 10 mg bila TD > 160/100mg

sebagai terapi hipertensi pada kehamilannya. Pada literatur, tekanan darah harus

diturunkan secara bertahap yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan

tekanan darah diturunkan hingga mencapai < 160/ 105 atau MAP < 125.

Metildopa ataupun Nifedipin merupakan antihipertensi pada pre eklampsia lini

pertama dengan dosis 10-20 mg per oral, diulang setelah 30 menit dengan dosis

maksimal 120mg/24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek

vasodilatasi sangat cepat sehingga hanya boleh diberikan per oral dan metildopa

juga merupakan antihipertensi lini pertama dengan dosis awal 3x 500 mg dosis

maksimal 3 gram/ 24 jam. Lini selanjutnya adalah antihipertensi dari golongan

Calsium Canal Blocker seperti nifedipin dengan dosis bervariasi antara 30- 90

mg/ hari.

43
A) Setelah dilakukan persalinan dengan VE pasien didiagnosa P3A0 post VE a/I
PEB + Primitua sekunder + HD baik , dan mendapatkan terapi:
 IVFD RL 500cc + 2 amp oksitosin 20 tpm s/d 12 jam post VE

 IVFD RL 500cc + MgSO4 40% 8g 20 tpm

 Po. Metildopa 3x500mg

 Po. Nefidipin 3x10mg (bila TD > 160/110)

 Inj. Ceftriaxone 2x1g IV (Skin test)

 Balance cairan CM=CK + 500cc

 Minum max 1000cc / 24 jam

 Obs Kel / VS / Flx

Selanjutnya pasien akan tetap diobservasi dan dimonitoring untuk ukuran tekanan

darah.

44

Anda mungkin juga menyukai