Anda di halaman 1dari 14

JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO.

1 JANUARI 2017

JURNAL GEOGRAFI
Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet

KAJIAN NILAI PADA TOPONIMI DI WILAYAH KOTA


CIREBON SEBAGAI POTENSI SUMBER BELAJAR GEOGRAFI
Nuansa B ayu Segara
Dosen Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon
Email: nuansasegara88@gmail.com

Info Artikel Abstract


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Naming the place is part of human culture that can not be separated. The
Diterima Oktober 2016 impression of a place for the human is so profound that the naming of a place
Disetujui Oktober 2016 often has values that need to be preserved its existence. Recently, naming the
Dipublikasikan Januari place in the city of Cirebon not see elements of local value. Settlement
2017 development, housing and entertainment venues far from the local values that
________________ should be safeguarded. The names of the residential complex are no longer
Keywords: using local rules especially involve local figures for naming the place. This
toponymy, local values, research aims to inventory the existing local value on toponymy. After
learning geography conducting a qualitative study with phenomenology, resulting in that the
____________________
pattern of naming place at the study site in District Kesambi and Harjamukti
motivated by, geographic elements, biological element, folklore, socio-historic
and prominent. Background naming places that have been identified in fact
have values that potentially serve as a source of learning in teaching geography
or social studies in school.

Abstrak
Penamaan tempat merupakan bagian budaya manusia yang tidak dapat
dipisahkan. Kesan terhadap suatu tempat bagi manusia begitu mendalam
sehingga penamaan suatu tempat seringkali memiliki nilai-nilai yang perlu
dilestarikan keberadaannya. Saat ini penamaan tempat di Kota Cirebon tidak
melihat unsur-unsur nilai lokal. Pengembangan permukiman, perumahan serta
tempat-tempat hiburan jauh dari nilai-nilai lokal yang seharusnya dijaga.
Nama-nama komplek perumahan tidak lagi menggunakan kaidah-kaidah lokal
apalagi melibatkan tokoh-tokoh lokal untuk penamaan tempat tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisir nilai lokal yang ada pada
toponimi. Setelah melakukan kajian kualitatif dengan fenomenologi,
dihasilkan bahwa pola penamaan tempat di lokasi penelitian Kecamatan
Kesambi dan Kecamatan Harjamukti dilatarbelakangi oleh: unsur geografis,
biologis, folklor, sosio-historis dan ketokohan. Latar belakang penamaan
tempat yang sudah diidentifikasi nyatanya memiliki nilai-nilai yang sangat
potensial dijadikan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran geografi atau
IPS di sekolah.

 Alamatkorespondensi:
Gedung C1 Lantai 1 FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail : jurnal.geografi@mail.unnes.ac.id

54
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

1. PENDAHULUAN memiliki nilai kultural. Mempertahankan


Manusia yang bertahan hidup di nama tempat dari waktu ke waktu
dunia ini tidak dapat lepas dari konsep membutuhkan kekuatan kearifan lokal
tempat. Sebuah tempat yang ada di bumi yang tinggi, karena mempertimbangkan
memiliki karakter yang khas dan berbeda nilai historis daripada dinamika ruang. Jika
dari tempat-tempat lainnya. Pengalaman mempertimbangkan dinamika keruangan
panca indra manusia inilah yang menjadi maka bisa saja setiap toponimi berubah
sebuah tempat berkesan dan memiliki sesuai dengan karakter yang ada saat itu.
tempat sendiri dimata manusia. Farinelli Toponimi suatu tempat merupakan
(Agnew ed., 2004:316) mendefinisikan sebagai hasil budaya, baik budaya secara
“Place is a part of the terrestrial surface historis dan simbolis. Menurut Liliweri
that is not equivalent to any other, that (2014: 7-8) “budaya secara historis adalah
cannot be exchanged with any other bawaan sosial atau tradisi yang melewati
without everything changing”. Jadi tempat generasi yang lalu ke generasi masa
merupakan sebuah lokasi dimana tempat depan” dan budaya secara simbolis adalah
terjadinya peristiwa yang tidak terjadi di “pendasaran makna yang ditetapkan
lokasi lain, sehingga memiliki sense of bersama oleh masyarakat”. Toponimi
place, berdasarkan hal itu maka tempat suatu tempat merupakan kesepakatan
dapat dipengaruhi oleh faktor historis dari bersama dan diturunkan antar generasi.
adanya aktivitas manusia. Tempat identik Sehingga untuk mengetahui makna dari
dengan lokasi dalam sebuah ruang yang sebuah nama tempat membutuhkan kajian
dipengaruhi oleh aktivitas manusia budaya secara historis dan simbolis. Hal
sehingga memiliki karakteristik tertentu. ini selaras dengan pandangan William R.
Sense of place ini yang membuat Bascom dalam Danandjaja (1994), bahwa
pengalaman manusia terhadap tempat salah satu fungsi folklor berkaitan dengan
menjadi sangat bermakna, sehingga toponimi ini adalah sebagai sistem
manusia menamai tempat sesuai dengan proyeksi (projective system) yakni sebagai
pengalaman yang dirasakan. Nama yang alat perncerminan angan-angan suatu
telah diberikan terhadap tempat diturunkan kolektif. Selain itu toponimi juga sangat
secara horizontal dan selanjutnya secara dipengaruhi oleh faktor geografis
vertikal dari generasi ke generasi. (hidrologis, morfologis, biologis dan
Penurunan informasi antar generasi kondisi fisik alam lainnya), sehingga
membuat penamaan tempat menjadi penamaan tempat (toponimi) dapat

55
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

dikatakan berdasarkan kondisi geografis toponimi ini sangat penting. Selain untuk
dan nilai historis simbolis. memaknai nilai yang ada juga dapat
Kota Cirebon memiliki dinamika merupakan upaya inventarisasi kearifan
ruang yang cukup tinggi, sehingga terjadi lokal yang tertuang dalam toponimi di
perubahan yang cepat baik secara fisik dan Kota Cirebon.
nonfisik di masyarakatnya. Perubahan Toponimi yang ada di wilayah Kota
yang ada ini tidak berdampak signifikan Cirebon memiliki kekhasan yang berbeda
terhadap toponimi di daerah Cirebon. dengan daerah lain. Asal nama Kota
Akan tetapi terjadi perubahan tren dalam Cirebon sendiri dapat diidentifikasi baik
memberikan penamaan tempat yang baru berdasarkan sumber tulisan dan lisan.
(khususnya komplek perumahan atau pusat Menurut beberapa pendapat Cirebon
perbelanjaan). Beberapa nama perumahan berasal dari Bahasa Sunda yang memiliki
mengindahkan toponimi lokal, misalkan penggabungan dua kata, “ci” artinya
perumaham baru yang ada di wilayah sungai dan “rebon” adalah udang rebon.
Majasem menggunakan nama “Graha Kedua kata itu digunakan karena wilayah
Alwita” hal itu membuat toponimi lokal Cirebon memiliki beberapa sungai yang
tidak berarti. Lalu munculnya istilah asing ketika air pasang laut dipenuhi oleh urang
seperti dalam memberikan nama komplek rebon, sehingga berwarna kemerahan, lalu
perumahan seperti: regency, boulevard, orang-orang menyebutnya Cirebon. Versi
estate, cluster, etc. Sehingga nama-nama lain mengenai toponimi Kota Cirebon
tempat baru jauh dari kearifan lokal yang berasal dari perubahan kata “caruban”
ada di Kota Cirebon. yang artinya “pusat”. Caruban akhirnya
Pola-pola kebudayaan yang dimiliki berubah pengucapan dan ejaan menjadi
manusia dapat terekam dari nama tempat Cirebon (Sulendraningrat, 1984). Pada
(toponimi) yang secara eksis secara turun masa kesultanan islam, daerah ini
temurun. Jadi dengan mengkaji toponimi merupakan pusat dari perekonomian,
di Kota Cirebon akan mampu menelusuri sehingga masyarakat pada masa itu
nilai-nilai sosial dan budaya dari menamakan Cirebon sebagai “Caruban”.
masyarakat Kota Cirebon itu Kedua pendapat mengenai toponimi
sendiri.Tertekannya penamaan tempat oleh Cirebon saat ini masih dipercaya oleh
budaya asing juga dengan penamaan masing-masing pihak, untuk pembuktian
tempat (nama jalan atau daerah) dengan lebih lanjut perlu ada penelitian yang
nama nasional maka kajian mengenai mendalam.

56
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

Permasalahan toponimi yang melatarbelakangi pemberian nama tempat


menjadi sorotan pada saat ini adalah (toponimi) di wilayah Kota Cirebon.
banyaknya perubahahan toponimi dari
lokal menjadi nasional. Seperti perubahan II. METODE PENELITIAN
nama jalan-jalan lokal yang digantikan Hakikatnya penelitian ini merupakan
oleh nama pahlawan nasional Indonesia. sebuah penelitian kualitatif dengan tradisi
Hampir di setiap wilayah, terutama fenomenologi. Penelitian kualitatif ini
perkotaan kita dapat menemui nama jalan merupakan penelitian yang menelaah
yang diambil dari nama pahlawan seperti: makna dari penamaan tempat (toponimi).
Jendral Sudirman, Brigjen Darsono, Otto Objek penelitian ini dibatasi wilayah
Iskandardinata, Gatot Subroto, dll. yang administratif (wilayah Kota Cirebon)
menggantikan nama-nama tempat aslinya. namun untuk memperoleh data dari
Ketika toponomi diganti dan tidak ada informan tidak ada batas administrasi.
dokumen tertulis yang mencatatnya maka Penelitian ini mengkaji nilai-nilia toponimi
toponimi lokal itu akan hilang. Begitupun di wilayah Kota Cirebon. Toponimi yang
toponimi Cirebon yang memiliki makna ditelusuri dibatasi hanya diambil dari dua
dan latar belakang dalam memberikan kecamatan, yaitu Kecamatan Harjamukti
nama-nama tempatnya, perlu ada upaya dan Kecamatan Kesambi. Penentuan
ilmiah untuk mendokumentasikan toponimi mana saja yang diidentifikasi
toponimi di Kota Cirebon. Selain bersifat dalam penelitian ini dengan melihat
dokumentatif, penelitian ini juga akan keunikan dari peta nama yang merupakan
memiliki peran strategis untuk asli nama tempat di Kota Cirebon, bukan
melestarikan kearifan lokal dalam kontek semata-mata semua nama tempat, namun
yang berbeda.Tujuan penelitian ini adalah nama tempat yang memiliki ciri khas. Jadi
untuk menenetukan pola nama tempat untuk nama-nama tempat yang baru
(toponimi) di wilayah Kota Cirebon muncul karena adanya perumahan baru
dengan melihat latar belakang atau pemukiman yang dibuat oleh suatu
penamaannya. Mendeskripsikan hal yang perusahaan tertentu.

57
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

Tabel 1. Lokasi Penelitian


Kecamatan Toponimi
Kesambi Sunyaragi, Karangjalak, Siadem, Karangmalang, Karang baru, Karang yudha,
Lebu, Sibanteng, Karyamulya, Kandangperahu, Sicalung, Kalikebat,
Majasem, Saladara, Kesambi, Drajat, Simaja, Kampungmelati, Jabangbayi,
Dukuhsemar, Sigendeng, Pekiringan, Warnasari, Langensari, Sidamulya

Harjamukti Larangan, Linggaasih, Kecapi, Jayamukti, Sidamukti, Karyabakti, Katiasa,


Kuranji, Kanggraksan, Curug, Kalijaga, Pesantren, Penggung, Kebonpelok,
Lemahabang, Tugudalem, Pengampaan Kedungmenjangan, Cileres, Sitopeng,
Kedungmendeng, Argasunya, Suketduwur, Kedungkrisik, Kalitanjung,
Penyuken, Grenjeng, Pelandakan, Situgangga.

Sumber: Survei Lapangan, 2016


Pengumpulan data yang dilakukan tokoh masyarakatdi suatu tempat.
dalam penelitian untuk mengumpulkan Sejarawan atau budayawan juga menjadi
data yang didapat dari sumber lisan dan sasaran untuk mengumpulkan data. Akan
tulisan. Sumber data lisan akan dilakukan tetapi dalam prosesnya, sebelum itu, untuk
dengan teknik sadap. Teknik ini digunakan mencapai sumber data, peneliti akan
untuk menyadap penuturan yang dilakukan berhubungan dengan perangkat
nara sumber. Tidak hanya nara sumber pemerintahan di tingkat kecamatan atau
yang merupakan sumber data lisan, data kelurahan bahkan RT dan RW. Selain
tulisan pun berupa dokumen yang tertulis mengandalkan proses pencarian data
merupakan sumber data yang sangat melalui wawancara penelitian ini juga
penting dan strategis. Kegiatan akan mendapatkan sumber-sumber data
pengumpulan data yang utama pada yang sudah ada atau tertulis, seperti cerita
penelitian fenomenologi adalah rakyat dan folklor.
wawancara mendalam atau wawancara Teknik uji validitas data yang
kualitatif. Karena dengan metode inilah digunakan dalam penelitian ini ialah
esensi dari fenomena yang diamati dapat triangulasi, yaitu triangulasi sumber (data),
diceritakan dari sudut pandang orang metode, dan teori (Patton 1985). Maxwell
pertama (orang yang mengalaminya secara menyatakan, triangulasi sumber berarti
langsung). berbagai sumber dibandingkan untuk
Narasumber yang akan dijadikan mendapat kebenaran. Triangulasi pada
sebagai sasaran dalam pengumpulan data prinsipnya ialah strategi uji tingkat
adalah tokoh yang dituakan (sesepuh) atau validitas berdasarkan perbandingan teknik

58
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

pengumpulan data dan sumber data yang Tata cara pembakuan Pemberian
berbeda. Teknik analisis data yang nama pada unsur geografis ternyata tidak
digunakan di dalam penyelidikan ini sesederhana perkiraan banyak orang. Tata
adalah teknik analisis interaktif. Cara kerja cara untuk menstandarisasi dan mengatur
analisis kualitatif yang dilakukan penamaan suatu unsur geografis dikaji dan
melibatkan tiga alur kegiatan yang terjadi diatur dalam suatu cabang ilmu yang
secara serentak, yaitu reduksi data, dikenal sebagai Toponimi. Sistem
penyajian data, dan verifikasi (Miles & penamaan tempat adalah tata cara atau
Huberman 1992). aturan memberikan nama tempat pada
waktu tertentu. Di dalam istilah lain
III. HASIL DAN PEMBAHASAN disebut “toponimi”. Dilihat dari asalusul
3.1 Toponimi Sebagai Identitas Suatu kata atau etimologisnya, kata toponimi
Tempat berasal dari bahasa Yunani topoi =
Tempat identik dengan lokasi dalam “tempat‟ dan onama = “nama‟. Jadi,
sebuah ruang yang dipengaruhi oleh secara harfiah toponimi bermakna “nama
aktivitas manusia sehingga memiliki tempat”. Dalam hal ini, toponimi diartikan
karakteristik tertentu. Maryani (2010:11) sebagai pemberian nama-nama tempat.
mengungkapkan bahwa tempat memiliki Ilmu ini berkaitan erat dengan kajian
karakter fisik dan manusia yang hidup di Linguistik, Antropologi, Geografi Sejarah
dalamnya dengan keberadaan lokasi suatu dan Kebudayaan (Agustan, 2008).
daerah sehingga menjadi branded of place, Yulius (2004:2) berpendapat
landmark, geonomic region, indikasi “Toponimi adalah ilmu atau studi tentang
geografis yang tidak dapat dipindahkan nama-nama geografis. Toponim sendiri
dan menjadi kekhasan serta keunikan suatu mempunyai arti “penamaan unsur-unsur
tempat. Jadi unsur penamaan tempat tidak geografis”. Nama-nama pulau, gunung,
dapat lepas dari unsur aktivitas manusia, sungai, bukit, kota, desa, dsb. adalah
apakah kesan terhadap suatu fenomena nama-nama dari unsur-unsur geografis
geografis ataukah peristiwa yang terjadi di muka bumi”. Dapat dilihat dari pengertian
masa lampau. Memperlajari toponimi diatas, yang menjadi objek kajian dari
artinya sama dengan memahami masa lalu, toponimi adalah penamaan lokasi
seringgali toponimi menggambarkan geografis yang memiliki kenampakan fisik
kejadian realitas sosial dan pola keruangan dan kultural. Objek geografi yang ada
(Vannieuwenhuyze, tanpa tahun:189). dipermukaan bumi akan teridentifikasi

59
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

oleh panca indera manusia, sehingga rekaman peristiwa geografi dan sejarah
dengan nalurinya manusia memberikan yang terungkap. Peristiwa geografis atau
nama pada tempat itu. Mengapa manusia alam mungkin saja sebuah proses alam
memberikan nama pada tempat itulah yang yang menjadi bencana pada masa lalu,
dikaji pada sebuah studi toponimi. sehingga pemberian nama geografis bisa
Toponimi yang mengkaji nama- saja merupakan upaya memperpanjang
nama tempat atau disebut dengan toponim, ingatan, bermakna catatan peristiwa alam
sehingga pada dasarnya kedua istilah ini yang didapat digunakan untuk
terdapat perbedaan. Toponim adalah nama meningkatkan kewaspadaan terhadap
dari objek tempat yang dibuat oleh bencana (Bachtiar, 2016).
manusia, dijelaskan lebih jauh oleh Hanks Penamaan tempat di Indonesia
(2011:344) “A toponym is the name used memiliki proses yang cukup panjang, tidak
to identify a specific location on the hanya dilihat dari fenomena geografis saja,
landscape. An examination of place names namun fenomena sosial juga sangat
in a region can provide a great deal of mempengaruhi penamaan suatu tempat.
information about the cultural landscape, Rais (2008:7) mengatakan “banyak nama
both past and present, and may provide unsur geografi yang diberikan manusia di
clues regarding sequent occupance”. Jadi masa lalu ketika pertama kali mendiami
toponim digunakan oleh manusia untuk suatu wilayah yang berdasarkan legenda
mengidentifikasi secara spesifik dari atau cerita-cerita rakyat dan juga terkait
sebuah tempat yang terdapat dalam dengan sejarah pemukiman manusia”.
morfologi, atau fenomena fisik terkait Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
tempat. Selanjutnya Khvesko (2014:402) topinimi suatu tempat memang tidak lepas
memperkuat hal tersebut dengan dari aktivitas manusia, dan sesungguhnya
mengatakan “The serious academic study penamaan tersebut memberikan tempat
of place-names began among medievalists, tersebut identitas yang berbeda dengan
because the geographical and historical tampat lainnya.
record of names can supplement other a. Pola Toponimi Kota Cirebon
historical evidence, sometimes in Toponimi wilayah Kecamatan
unexpected ways”. Mengkaji toponimi Kesambi yang diidentifikasi latar belakang
perlu dilakukan dengan seksama dan penamaanya berjumlah 25 tempat. Pola
melalui prosedur akademik, karena dengan penamaan tempat di Kecamatan Kesambi
mempelajari toponimi seringkali banyak banyak dipengaruhi oleh kondisi sosio-

60
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

historis wilayah ini pada masa lampau. unsur yang berbeda, yaitu kegiatan yang
Selain itu fenomena biologis cukup berkaitan dengan Kesultanan Cirebon.
mendominasi toponimi di kecamatan ini. Berikut ini adalah tabel yang menunjukan
Ada benang merah yang menghubungkan pola toponimi di Kecamatan Kesambi.
penamaan tempat di Kesambi berdasarkan
Tabel 2. Pola Toponimi Kecamatan Kesambi
Unsur Pemberian Toponimi Nama Tempat
Geografis Siadem, Sicalung, Karangmalang, Kalikebat
Biologis Karangjalak, Sibanteng, Majasem, Simaja,
Kampungmelati, Kesambi
Folklor Saladara, Lebu, Dukuhsemar, Jabangbayi
Sosio-Historis Sunyaragi, Karyamulya, Karangbaru, Kandangperahu,
Langensari, Warnasari, Karangyudha, Sidamulya,
Sigendeng
Ketokohan Drajat, Pekiringan

Sumber: Hasil Penelitian 2016


Toponimi yang diidentifikasi di kesemua unsur itu seringkali terkait
wilayah Kecamatan Harjamukti sebanyak dengan keberadaan Keraton Kasepuhan.
35 topinim. Hasil identifikasi pola yang Sehingga Kesultanan Cirebon dan
dihasilkan dari penamaan tempat di keberadaan Wali adalah unsur yang paling
Harjamukti terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi penamaan tempat. Berikut
mempengaruhi, yaitu: unsur geografis, ini pola topinimi yang ada di Kecamatan
biologis, folklor, sosial-historis dan Harjamukti.
ketokohan. Penamaan yang berasal dari

Tabel 3. Pola Toponimi Kecamatan Harjamukti


Unsur Pemberian Nama Tempat
Toponimi
Geografis Curug, Kedungkrisik, Kedungmendeng, Cileres, Situgangga
Biologis Kuranji, Kecapi, Suketduwur, Kebonpelok, Bendakerep,
Sumurwuni, Kedungmenjangan, Tugudalem, Penyuken
Folklor Larangan, Pesantren, Sitopeng, Penggung, Saladara
Sosial-Historis Linggaasih, Jayamukti, Sidamukti, Karyabakti, Pengampaan,
Pelandakan, Gemulung
Ketokohan Kanggraksan, Lemahabang, Kalijaga, Argasunya, Kalitanjung,
Grenjeng

Sumber: Hasil Penelitian 2016

61
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

Penamaan tempat yang ada di toponimi yang ada di suatu daerah, akan
Kecamatan Harjamukti ini banyak menjadikan pembelajaran geografi lebih
dipengaruhi oleh aktivitas keraton yang bermakna dan menantang. Terdapat
memang menguasai wilayah ini pada masa beberapa toponimi di Kota Cirebon yang
lalu. Meskipun masuk ke dalam unsur dapat dijadikan sumber belajar, tentu tidak
geografis, biologis atau folklor namun dapat semua dijelaskan dalam artikel ini.
beberapa toponimi tersebut memang Sebagai contoh sebuah tempat
terkait dengan kekuasaan Keraton yang bernama “Siadem” merupakan
Kesepuhan dan persebaran Islam oleh sebuah contoh tempat yang diambil dari
Wali. Unsur ketokohan juga tidak lepas kondisi geografis, yaitu temperatur tempat.
dari tokoh-tokoh penyebar agama islam Daerah itu dahulunya memiliki udara yang
yang ada di Kota Cirebon. Tokoh yang sejuk dan suhu yang relatif lebih rendah
terkait dalam toponimi di Kota Cirebon dibandingkan dengan daerah lain
sangat berpengaruh dalam perkembangan disekitarnya yang panas. Hal tersebut
Islam, namun penelitian ini belum ternyata diakibatkan banyaknya
melakukan kajian mendalam mengenai pepohonan, sehingga seringkali petani-
nilai-nilai yang dapat diambil dari tokoh- petani yang beristirahat memilih tempat itu
tokoh tersebut. dan menamainya “Siadem” yang berasal
b. Relevansi Toponimi Sebagai Sumber dari dua kata “Si” artinya tempat dan
Belajar Geografi “adem” artinya sejuk. Sekarang Siadem
Penggalian nilai-nilai yang ada sudah tidak lagi sejuk karena banyaknya
dalam topinimi dilakukan setelah permukiman yang berdiri, namun kondisi
mengetahui latar belakang penamaan masa lalu diabadikan menjadi sebuah
tempat yang bersangkutan. Nilai yang tempat dan peserta didik perlu memahami
ditemukan ini dapat digunakan untuk hal itu. Jika dikaitkan dengan konsep
memperkuat penanaman nilai-nilai lokal geografi maka hal tersebut sangat menarik
dalam pembelajaran geografi sehingga karena, ada hubungan antara kerapatan
memberikan pengetahuan tentang kondisi vegetasi dengan kondisi suhu di suatu
lokal serta penguatan karakter. tempat. Penanaman karakter juga dapat
Pembelajaran dengan memanfaatkan dilakukan dengan menekankan bahwa
lingkungan sangat sesuai dengan menjaga kelestarian vegetasi berdampak
pembelajaran Geografi di sekolah pada kenyamanan hidup.
(Anggini, 2016:115). Melalui inventarisi

62
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

Toponimi yang berunsur biologis cartilaginea. Suatu waktu karena banyak


seperti: Kesambi, Karangjalak, Majasem, pendatang yang berburu Bulus tersebut,
Simaja, Kampungmelati, di Kecamatan pada akhirnya hewan tersebut hilang dari
Kesambi dan Kuranji, Kecapi, daerah tersebut. Jika dilihat dari aliran air
Suketduwur, Kebonpelok, Bendakerep, yang tenang, cukup jernih dan rindang,
Sumurwuni, Tugudalem, Penyuken di sungai yang mengalir di Penyuken sangat
Kecamatan Harjamukti dapat digunakan sesuai dengan habitat Kura-kura.
sebagai sumber belajar yang terkait dengan Selain hewan terdapat juga formasi
konsep distribusi, yang tercermin dari vegetasi yang akhirnya dijadikan sebagai
keberagaman fenomena biosfer khas dari nama tempat. Seperti Kesambi yang
wilayah pesisir khususnya Cirebon. merupakan sebuah nama kecamatan
Persebaran tumbuhan dan hewan di masa sekaligus kelurahan, nama ini berasal dari
lalu dapat dipelajari dengan memahami sebuah pohon yang sangat banyak terdapat
toponimi. Seperti Karangjalak yang di daerah kering seperti Cirebon, pohon ini
berasal dari kata “Karang” yang artinya bernama latin Schleichera oleosa dan
lahan/pekarangan dan “Jalak” yang artinya masih satu kerabat dengan rambutan.
burung jalak. Tempat ini berdekatan Kayunya padat, berat dan sangat keras,
dengan Siadem dan pada masa lalu banyak pada masa lalu nelayan yang ada di
terdapat pepohonan yang cukup rindang, wilayah Cirebon menggunakannya sebagai
di tempat inilah masyarakat sekitar banyak jangkar perahu.
menemukan sarang burung Jalak Hitam Lalu daerah lain yang
(Jalak Kebo) dengan nama latinnya menggambarkan vegetasi sebagai nama
Acridotheres javanicus, karena banyaknya tempat berada di Kecamatan Harjamukti
burung Jalak yang ada, maka tempat ini yaitu Bendakerep dan Suketduwur.
dikenal dengan Karangjalak. Bendakerep berasal dari dua kata yaitu
Lalu daerah “Penyuken” yang “Benda” yang menunjukan Pohon Benda
merupakan berarti tempat hidup (Artocarpus elasticus), dan “Kerep” dalam
Penyu/Kura-kura/Bulus air tawar. Bahasa Cirebon artinya rapat. Jadi wilayah
Berdasarkan kesaksian sesepuh yang ada ini memang merupakan tempat yang
di daerah tersebut, sungai yang mengalir di dijadikan persembunyian Wargi Keraton
daerah itu merupakan habibat Bulus Kesepuhan yang tidak sepaham pada masa
endemik Cirebon yang dikenal dengan lalu. Banyak warga yang datang dan
Kura-kura Belawa atau Amyda akhirnya menetap, entah secara sengaja

63
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

atau tidak, warga menanam Pohon Benda lingkungan baik di masa lalu ataupun di
dan membuat lahan yang ada dipenuhi masa kini. Nilai-nilai pelestarian
pohon itu menjadi lebat dan saling lingkungan perlu ditanamkan kepada
berhimpitan, yang akhirnya dikenal peserta didik melalui kajian toponimi ini.
dengan Bendakerep. Dilihat dari nama Sebagai contoh, banyak sekali penduduk
latinnya ada istilah elasticus yang artinya yang berperan sebagai pendatang
elastis, hal itu dikarenakan Pohon Benda melakukan perusakan lingkungan yang
memiliki getah dan serat yang sangat mengakibatkan hilang atau rusaknya
elastis dan banyak digunakan oleh suku- habitat dari spesies tertentu. Hal ini dapat
suku pedalaman di Indonesia banyak dijadikan contoh kasus yang dapat
menggunakanya sebagai pakaian. dianalisis oleh peserta didik sehingga
Selanjutnya adalah Suketduwur yang menjadi pembelajaran yang bermakna bagi
diambil dari dua kata Bahasa Cirebon mereka.
“Suket” artinya rumput dan “Duwur” yang Unsur-unsur sosio-historis dari
artinya tinggi. Jadi dahulu wilayah ini pemberian nama tempat yang ada di Kota
memiliki formasi vegetasi ilalang yang Cirebon juga dapat dijadikan sebuah
sangat tinggi, nama latin dari tumbuhan ini pembelajaran geografi yang bermakna dan
adalah Imperata cylindrica (L.) Beauv. memiliki nilai. Contoh nama tempat yang
Tanaman ini merupakan tanaman yang memiliki latar belakang sosio-historis dan
sering dianggap sebagai gulma, tumbuh di memiliki nilai yang dapat dikaitkan
lahan yang cukup subur seperti bukaan dengan pendidikan geografi adalah
hutan, di wilayah Cirebon banyak sekali Kandangperahu dan Warnasari. Pada
dijumpai di lahan yang bertanah merah, zaman dahulu, wilayah yang sekarang
tanaman ini sangat mudah terbakar ketika disebut dengan Kandangperahu itu adalah
musim kemarau, sehingga perlu sebuah rawa yang berada di bagian selatan
diwaspadai keberadaanya ketika ada dalam Gua Sunyaragi. Kemudian kurang lebih
jumlah banyak. sekitar tahun 1818 keraton pernah
Toponimi yang menunjukan formasi merenovasi Gua Sunyaragi pada zaman
vegetasi akan dapat dimanfaatkan untuk kerajaan Pangeran Girilaya, Pangeran
peserta didik mengenal kondisi biosfer di Girilaya ini adalah cucu dari Sunan
lingkungan sekitarnya, serta dapat Gunung jati, semenjak itu banyak
menjadikan toponimi itu sebagai awal dari keluarga-keluarga keraton yang
memahami dan memaknai kondisi berkunjung ke gua sunyaragi untuk

64
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

melihat keindahan gua sunyaragi dan Internasional, maka tidak heran jika
sekitarnya dari rawa tersebut dengan banyak sekali warga asing yang
menggunakan perahu, dan di pinggiran berdatangan dan memutuskan untuk
rawa tersebut banyak gubug-gubug yang menjadi warga negara Cirebon. Hingga
atapnya terbuat dari rumbia yang berfungsi saat ini banyak warga keturunan yang
untuk tempat bersandarnya perahu-perahu masih menetap di daerah Warnasari.
keluarga keraton atau bisa disebut Toponimi berpotensi untuk dijadikan
kandangnya perahu, maka wilayah tersebut sebuah sumber belajar dalam pendidikan
disebut dengan Kandangperahu yang geografi, namun dalam pelaksanaanya
sekarang menjadi pemukiman warga. perlu menggunakan pendekatan integrated
Peserta didik dapat mengetahui kondisi antara geografi, sejarah, linguistik dan
ruang pada masa lalu di tempat itu dengan filsafat (Ayanovna, 2014:1060 ). Tentu
memahami toponimi, petunjuk itu dapat disetiap daerah pendekatan yang
dibuktikan oleh peserta didik dengan digunakan akan berbeda sesuai dengan
melakukan penelitian kecil yang toponimi yang akan dijadikan sumber
didampingi oleh guru dengan melihat, belajar. Mungkin saja bantuan ilmu lain
jenis tanah dan batuan serta kesaksian seperti antropologi dibutuhkan dalam
sesepuh. kajian toponimi, seperti yang ada di
Selanjutnya Warnasari, toponimi ini Cirebon, banyak juga toponimi yang
dapat dikaitkan dengan konsep berasal dari folklor atau cerita rakyat yang
kependudukan, dan kerukunan. Penamaan memiliki nilai-nilai kemanusiaan, sehingga
Warnasari itu karena penduduk di daerah dapat diambil makna dan ditanamkan
tersebut multietnis, tidak hanya terdiri dari kepada peserta didik.
warga lokal Cirebon, akan tetapi banyak Proses pembelajaran dengan
imigran yang datang dan menetap di sana, menggunakan toponimi dalam belajar
seperti orang-orang Arab dan Cina, dapat dimulai dengan mengidentifikasi
berbagai macam warna yang kulit, suku, toponimi yang ada dalam peta, lalu
dan budaya yang ada di daerah tersebut, dikaitkan dengan konsep geografi yang
sehingga disebut dengan Desa Warnasari sesuai dengan kompetensi yang harus
yang terdiri dari dua kata yaitu “Warna” dicapai. Lalu peserta didik
yang menunjukan beraneka warna kulit/ras mengidentifikasi kebenaran dari toponimi
dan “Sari” berarti keutamaan. Pada masa yang ada di lingkungannya dengan
lalu Cirebon merupakan kota perdagangan melakukan penelitian kecil, mereka

65
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

membuktikan sendiri dengan melakukan biologis, sosiohistoris, folklor dan


wawancara dan mengkaitkan sendiri ketokohan. Setiap tempat memiliki latar
fenomena geografi yang ada dengan hasil belakangnya masing-masing dalam
wawancara. Selanjutnya peserta didik pemberian nama tempat. Banyak tempat
melakukan presentasi tentang apa yang yang ada di Cirebon latar belakang
didapatkan dari proses penelitian, dan guru penamaannya itu terkait dengan aktivitas
memberikan klarifikasi atau pemaknaan Kesultanan Cirebon dan kegiatan
nilai-nilai yang terkandung dalam latar penyebaran agama Islam yang dilakukan
belakang toponimi. oleh wali songo, khususnya Sunan Gunung
Potensi Toponimi menjadi sumber Djati dan Sunan Kalijaga.
belajar sangat terbuka dan akan bersifat Terdapat beberapa latar belakang
lokal. Setiap kota atau kabupaten memiliki toponimi memiliki nilai yang dapat
toponimi yang khas dan memiliki nilai- diimplementasikan dalam pembelajaran,
nilai yang dapat ditransformasikan ke sehingga memperkaya sumber belajar
dalam pembelajaran geografi. Guru tidak dalam pendidikan Geografi atau IPS.
selalu menjadi pemberi informasi dalam Toponimi juga dapat dijadikan contoh
mengungkap nilai-nilai yang ada dalam kontekstual yang komprehensif dan
toponimi, akan tetapi siswa dapat menyatukan antara sejarah dan geografi
dikondisikan untuk aktif menggali dalam pendekatan yang interdisipliner.
informasi yang ada di lingkungannya dan Nilai-nilai yang terkandung pada latar
melakukan klarifikasi bersama-sama di belakang penamaan tempat, atau nilai-nilai
kelas. Melalui pembelajaran seperti itu, yang terdapat dalam folklor dapat
peserta didik akan semakin memahami dijadikan sumber belajar dalam pendidikan
kondisi geografis-historis di nilai yang secara tersembunyi terdapat
lingkungannya. dalam mata pelajaran Geografi dan IPS.

IV. KESIMPULAN V. DAFTAR PUSTAKA


Setelah melakukan pembahasan Agnew, J. & Livingston, D. (2011). The
SAGE Handbook of
dalam hasil penelitian ini maka ditentukan
Geographical Knowledge. Sage
beberapa kesimpulan dalam penelitian ini. Publication ltd: New York.
Agustan. (2008). Toponimi, Bukan Hanya
Pertama, pola penamaan tempat yang ada
Tata Cara Penulisan Nama Unsur
di Kecamatan Harjamukti dan Kecamatan Geografis. Jurnal Inovasi Online.
Vol. 11/XX/2008.
Kesambi meliputi unsur geografis,

66
JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 1 JANUARI 2017

Anggini, A. (2016). Pemanfaatan Pantai Konvensi Pendidikan Nasional


Ayah Sebagai Sumber Belajar IPS (KONASPIPSI).
Geografi Kelas X Materi Pokok Maxwell, J.A. 1996. Qualitative research
Hidrosfer Sma Negeri Sumpiuh design: An interactive approach.
Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal USA: Sage publications.
Geografi Volume 13 No. 2 - Miles, M., & Huberman, A. 1992.
hlm.(115-224). Qualitative data analysis. An
Bachtiar, T. (2016). Bugel. extended sourcebook. 2nd Ed.
http://www.pikiran- London: SAGE Publications.
rakyat.com/kolom/2016/05/20/bu Mutakin, A. 1996. Toponym atau Nominal
gel-369654 Location (Suatu Cara Paling
Ayanovna, N. L. (2014). The Role of Old Awal Mendeskripsikan
Turkic Place Names in Teaching Karakteristik Tempat di
History. Procedia - Social and Permukaan Bumi). Bandung.
Behavioral Sciences 141 ( 2014 ) Nasution, S, 1996. Metode Penelitian
1054 – 1061. Naturalistik Kualitatif. Bandung:
Creswell, J. W. (1998). Research Design: Tarsito
Qualitative and Quantitative Rais, Jacob, dkk. 2008. Toponimi
Approach. California: Sage Indonesia: Sejarah Budaya
Publication. Bangsa yang Panjang dari
Danandjaja, J. (1994). Folklor Indonesia Permukiman Manusia & Tertib
(Ilmu Gosip, Dongeng dan lain- Administrasi. Jakarta: Pradnya
lain. Jakarta:Grafiti. Paramita.
Hanks, R. R. (2011). Encyclopedia Of Sulendraningrat. P.S. (1984). Babad
Geography Terms, Themes, And Tanah Sunda-Babad Cirebon.
Concepts. ABC-CLIO, LLC Cirebon.
Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Yulius. 2004. Identifikasi Pulau Di
Kebudayaan. Nusa Media: Daerah Perbatasan Berdasarkan
Bandung Kaidah Toponimi (Studi Kasus:
Maryani, E. (2011). Kearifan Lokal Kabupaten Nunukan, Provinsi
Sebagai Sumber Pembelajaran Kalimantan Timur). Pusat Riset
IPS dan Keunggulan Karakter Wilayah Laut Dan Sumberdaya
Bangsa. Bandung: Makalah Pada Nonhayati. BRKP – DKP

67

Anda mungkin juga menyukai