Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ASPEK SOSIAL BUDAYA SELAMA PERSALINAN

KALA I, II, III, DAN IV

MATA KULIAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

DOSEN PEMBIMGBING

SUGITO,SPd,MPd

DISUSUN OLEH :

RAHMA INTAN KARTIKA (19096024006)

D3 KEBIDANAN

AKADEMIK KEBIDANAN HAMPAR BAIDURI

KALIANDA LAMPUNG SELATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Assalamualikum Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatnya sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini terdiri dari pokok pembahasan. Setiap
pembahasan dibahas secara sederhana sehingga mudah dimengerti.
kami sadar, sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di
masa yang akan datang.
Wassalamualikum Wr.Wb.

kalianda,30 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………....

BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang………………………………………………..…………………………………


I.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………….
I.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………...

BAB II ASPEK SOSIAL BUDAYA SELAMA PERSALINAN KALA I II III DAN IV

2.1 pengertian……………………………………...………………………………………………..
a. Persalinan kala satu ( I )………………………………………………………………………….
b.Persalinan kala dua ( II )………………………………………………………………………….
c.Persalinan kala tiga ( III )…………………………………………………………………………
d.Persalinan kala empa ( IV )……………………………………………………………………….
2.2 Aspek social budaya selama persalinan kala I,II,III dan IV……………………………………
2.3 Solusi……………………………………………………………………………………...........

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpula……………………………………………………………………………………….
3.1Saran…………………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era globalisasi
sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua manusia harus
memperhatikan aspek sosial budaya. Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu
memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang
kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-
faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat
persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu
kematian.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-
konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi
sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun
negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi saat persalinan. Untuk itu seorang bidan agar dapat
melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya yang berkaitan
dengan persalinan. Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan judul “Aspek Sosial
Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, dan IV”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, IV?
2. Bagaimana solusi dari aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV?
3. Untuk mengetahui solusi dari aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV
tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ASPEK SOSIAL BUDAYA SELAMA PERSALINAN KALA I,II,III,DAN


IV
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi
dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. ibu belum in partu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan
serviks. Tanda dan gejala in partu termasuk:

1. Penipisan dan pembukaan serviks.


2. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10
menit).
3. cairan lendir bercampur darah (“bloody”) melalui vagina.

a. Persalinan kala satu ( I )


Persalinan kala satu (kala pembukaan) dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur
dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
persalinan kala satu terdiri atas dua fase yaitu fase laten dan fase aktif.

1.Fase laten pada persalinan kala satu:


a .Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
servikssecarabertahap.
b. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

2. Fase aktif pada persalinan kala satu:


a. Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih)
b. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara/primigravida) atau lebih dari 1 cm
hingga 2 cm (multipara).
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin

b. Persalinan kala dua ( II )


Persalinan kala dua (kala pengeluaran bayi) dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Gejala dan tanda kala dua persalinan
adalah:
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan tekanan pada rektum dan atau vagina.
3. Perineum menonjol
4. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
5. meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

c . Persalinan kala tiga


Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta antara
lain:
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan)
2. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
3. Semburan darah mendadak dan singkat
darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacenta pooling) dalam
ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

d. Persalinan kala empat


Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.

B. Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, & IV


Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk
menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan
(antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.

Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena
kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan,
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor
nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu,
dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa
suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka
waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pada saat
melahirkan.

Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal
ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi
dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan
ibu dan janin.

Ada beberapa kepercayaan yang berhubungan dengan persalinan, antara lain:


1. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan
yang banyak. Dampak dari hal ini yaitu ibu hamil kekurangan gizi yang sangat penting.
2. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan
sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Faktanya pertumbuhan itu bersifat irrevesible (tidak dapat kembali ke ukuran
semula) jadi bila bayi sudah besar tidak dapat mengecil kembali. Dampaknya jika
mengurangi makanan saat hamil ibu akan kekurangan gizi, dan dapat mengalami anemia.
3. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting
karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Sebenarnya makan makanan yang asin
tidak akan menyebabkan ASI menjadi asin.
4. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring
yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan.
jika makan dengan piring kecil maka makanannya pun porsi kecil sehingga menyebabkan
ibunya kurang gizi serta berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini
sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
5. Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan
membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya
cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan
berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat
saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi.
Harus diketahui pula, yang membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air
ketuban.
6. Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa, memang konotasinya
membuat lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama
sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis, ibu hamil
meyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya.
7. Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tidak boleh
sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu
karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk karbohidrat yang
paling tinggi kalorinya. Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB
naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera dihentikan. Tetapi telur tidak masalah,
karena mengandung protein yang juga menambah kalori.
8. Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas. Rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil karena
menyebabkan kontraksi. Penggunaan rumput fatimah ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kematian pada ibu. Meminum rumput fatimah akan membuat kontraksi
menjadi abnormal.
9. Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan. Yang
membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua
kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal
karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya
melakukan persalinan di RS besar, sehingga bila terjadi sesuatu dapat segera ditangani.

Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun
yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina
dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke
dalam vagina dan uterus untuk rmengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama
berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu
dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan
pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih,
namun praktek-praktek tradisional tertentu rmasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi
kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil
persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.

Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi
dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara
tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun,
kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi
juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama
di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus
dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan
ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan
yang seharusnya dilakukan dengan cepat.

Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga
mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh
faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup
jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada
anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal.
Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan
kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu
keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi
merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada
masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses
pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi
untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena
dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek
yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si
ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi
semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan
maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau
memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.

Selain itu, kelancaran persalinan juga sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu,
antara lain:

1. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan
besar bayi
2. Faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga
harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi
selama persalinan.
3. Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah riwayat kesehatan ibu, apakah pernah
menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya, gizi ibu selama hamil, apakah
mencukupi atau tidak, dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena
ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh
pada bayinya. Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa
melahirkan anak hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar, kemampuan komunikasi
yang kurang, dan tak bisa kerja sama.

C. Solusi
1. Pendekatan Melalui Agama
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan
solusi dengan pendekatan melalui agama. Agama dapat memberikan
petunjuk/pedoman pada umat manusia dalam menjalani hidup meliputi seluruh
aspek kehidupan. Selain itu agama juga dapat membantu umat manusia dalam
memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang dihadapi.

Pendekatan melalui agama: bidan mengadakan pengajian bersama masyarakat yang


kemudian diselingi dengan memberikan informasi mengenai pantangan makanan
tertentu yang tidak terbukti kebenarannya sehingga masyarakat tidak mempercayai
hal itu lagi.
2. Pendekatan melalui Kesenian Tradisional
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan
solusi dengan pendekatan melalui kesenian Tradisional. Pendekatan sosial budaya
yang dilakukan oleh bidan melalui kesenian tradisonal menyatakan bahwa peran
bidan bukan hanya dalam pelayanan kesehatan saja. Tetapi bidan juga dapat
menjadi seorang bidan pengelola. Misalnya seorang bidan praktik selain sebagai
nakes, bidan juga dapat membuka hubungan kerja sama dengan suatu sanggar tari,
lewat yayasan tersebut ia dapat menyampaikan pesan atau melakukan penyuluhan
kesehatan.

Dalam perannya sebagai peneliti dimana bidan ikut meneliti tentang kebudayaan
apa yang ada pada suatu daerah tempat penelitiannya tersebut.
Pendekatan melalui Kesenian tradisional : bidan dan ahli kesehatan lainnya ikut
dalam kesenian tradisional misalnya kesenian wayang orang yang di dalamnya
menampilkan pesan-pesan tentang hal yang mitos dan yang nyata agar masyarakat
awam tidak salah persepsi dan tidak mempercayai hal-hal yang belum ada
kebenarannya.

3.Pendekatan melalui Paguyuban


Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan
solusi dengan pendekatan melalui paguyuban. Paguyuban atau Gemeinschaft adalah
suatu kelompok atau masyarakat yang diantara para warganya di warnai dengan
hubungan-hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah dan
kekal,serta jauh dari pamrih-pamrih ekonomi.

Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan


pendekatan-pendekatan khususnya paguyuban. Untuk itu kita sebagai tenaga
kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan
berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar
pentingnya kesehatan, misalnya saja dengan mengadakan kegiatan posyandu di
puskesmas-puskesmas.

Pendekatan melalui Paguyupan: bidan masuk kedalam kelompok masyarakat untuk


bersosialisasi dan mencari tahu apa masalah yang sedang dialami masyarakat yang
berhubungan mengenai kesehatan terutama ibu yang sedang hamil dan menjelaskan
pada masyarakat bahwa pantangan - pantangan seorang ibu hamil untuk tidak
makan makanan tertentu itu benar ataukah salah.

4. Pendekatan melalui Pesantren


Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan
solusi pendekatan melalui pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan
islam yang mengembangkan fungsi pendalaman agama, kemasyarakatan dan
penyiapan sumber daya manusia
.
Tujuan umumnya adalah tercapainya pengembangan dan pemantapan
kemandirian pondok pesantren dan masyrakat sekitar dalam bidang kesehatan.
Tujuan khususnya adalah tercapainya pengertian positif pondok pesantren dan
masyarakat sekitarnya tentang norma hidup sehat, meningkatkan peran serta
pondok pesantren dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, terwujudnya
keteladanan hidup sehat di lingkungan pondok pesantren.

Pendekatan melalui Pesantren: bidan melakukan penyuluhan di pesantren


mengenai aspek sosial budaya selama persalinan yang tidak boleh dipercayai dan
yang boleh dipercaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami
oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya
sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.

Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi
dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.

B. Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: sebaiknya aspek sosial budaya
yang ada selama persalinan dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk
memberi dampak positif tapi kadang juga memberi dampak negatif.

Anda mungkin juga menyukai