Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KAJIAN PUSTAKA
salah satu kegawat daruratan dalam orthopedi. Sudah dikenal sejak zaman
Hippocrates sampai setelah Perang Sipil Amerika, Pada saat itu, pengobatan yang
dianjurkan untuk fraktur terbuka adalah amputasi, dengan kematian dari sepsis
terjadi pada sekitar 50% pasien. Teknik antiseptik dan debridement mulai dikenal
pada akhir abad 19, dan penggunaan agen antibiotik dimulai di abad ke-20.
konfigurasi dari fraktur itu sendiri, dan derajat kontaminasi luka. Sehingga insiden
lingkungan luar berukuran kurang dari 1 cm. Pada umumnya berupa luka tusuk
5
6
yang relatif bersih akibat tusukan fragmen tulang yang tajam melalui kulit.
Kerusakan jaringan lunak pada tipe I ini ringan dan tidak ditemukan tanda-tanda
atau short oblique dengan kominusi yang minimal (Solomon et al, 2001)
Pada fraktur terbuka tipe II, luka berukuran lebih dari 1 cm tanpa disertai
dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, flap, maupun avulsi. Pada tipe ini juga
Patah Tulang terbuka tipe III ditandai dengan kerusakan jaringan lunak yang
luas, meliputi otot, kulit, dan struktur neurovaskuler. Konfigurasi fraktur pada tipe
ini disertai dengan derajat kominusi yang berat. Patah Tulang terbuka pada tipe ini
dapat dibagi menjadi tiga subtipe. Pada tipe IIIA, walaupun disertai dengan laserasi
yang luas, pembentukan flap dan derajat kominusi fraktur yang berat, namun
jaringan lunak masih dapat menutupi daerah faktur secara adekuat. Pada subtipe ini
termasuk fraktur kominutif atau segmental akibat high energy trauma tanpa
menghiraukan ukuran dari luka. Patah Tulang terbuka tipe IIIB berhubungan
dengan cedera yang luas atau kehilangan jaringan lunak, disertai dengan periosteal
stripping dan bone expose, kontaminasi yang masif, dan derajat kominusi yang
berat. Setelah dilakukan debridement dan irigasi, segmen tulang masih terekspos
dan membutuhkan flap untuk menutupinya. Pada tipe IIIC meliputi semua fraktur
terbuka yang disertai dengan cedera vaskular yang harus diperbaiki, tanpa
Tabel 2.1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo (Solomon et al, 2001)
Tipe Deskripsi
I Fraktur terbuka, luka besih, ukuran luka < 1cm
II Fraktur terbuka, Panjang luka > 1cm tanpa kerusakan jaringan lunak
sekitar dan avulsi
III Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, laserasi
dengan atau tanpa fraktur segmental. Tipe ini juga termasuk pada fraktur
terbuka dengan kontaminasi tinggi, kerusakan vaskular, atau terjadi lebih
dari 8 jam sebelum mendapatkan tindakan.
IIIA Fraktur terbuka tipe III dengan periosteal yang masih adekuat pada
lokasi tulang yang fraktur meskipun terdapat kerusakan jaringan lunak
yang luas
IIIB Fraktur terbuka tipe III dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dan
hilangnya sebagian jaringan lunak serta adanya kerusakan periosteum
dan tulang. Sering disertai dengan kontaminasi yang berat. Sering
memerlukan prosedur jaringan lunak untuk menutup defek (flap)
IIIC Fraktur terbuka tipe III dengan disertai adanya kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan vascular tanpa melihat derajat kersakan jaringan
lunak
Selain itu dapat juga digunakan sistem penghitungan Sardjito Scoring System
untk menetukan derajat dan keparahan fraktur terbuka pada ekstremitas bawah
sesuai yang dideskripsikan oleh Armis pada tahun 2018. Ada lima variabel dalam
1. Keparahan kerusakan kulit (skin damage) yang meliputi luas luka dan
B. Tulang yang tampak dari luar tidak dapat ditutup oleh jaringan lunak
Analisis di atas didasarkan pada pasien kondisi normal dan tentunya akan
Tabel 2.2. Sardjito Scoring System untuk fraktur terbuka ekstremitas bawah
1. Kerusakan kulit
Ukuran luka pada kulit
a. < 5 cm 1
b. 5-10 cm 2
c. > 10 cm 3
Tepi luka
a. Tidak ada jaringan mati (kontusio) 1
b. Ada sedikit daerah degloving 2
c. Degloving yang luas atau hilangnya jaringan lunak 3
2. Kerusakan otot
a. Tidak ada kontusio otot atau rupture parsial 1
b. Rupture total dari 1 kompartmen otot 2
c. Defek otot dengan crush injury pada otot 3
3. Kerusakan tulang
a. Fraktur simple : tranverse, oblique, spiral, butterfly dengan 1
sedikit kominutif
b. Fraktur simple dengan displace signifikan, fraktur segmental atau 2
kominutif sedang
c. Kominutif berat, bone loss/defect 3
4. Kerusakan vaskular
a. Tanpa kerusakan neurovascular 1
b. Trauma neurovascular local 2
c. Kerusakan neurovascular yang luas 3
5. Kontaminasi
a. Tidak ada partikel 5
b. Hanya partikel superfisial 10
c. Adanya partikel dalam jaringn profunda (+1 jika ada partikel pada 15
medulla atau pada fraktur terbuka pelvis) (+1)
GRADE Skor
Grade I : Energi Rendah, Tidak Ada Partikel 10
Grade II : Energi Sedang, Kerusakan Jaringan Lunak Sedang, 11-20
Partikel Superficial
Grade III : Energi Tinggi, Kerusakan Jaringan Lunak Yang Berat, 21-31
Partikel Profunda
A. Fragmen fraktur dapat ditutup oleh jaringan lunak
B. Tulang yang terekspos tidak dapat ditutup dengan otot
atau kulit
C. Terkait dengan kerusakan vaskular yang memerlukan
perbaikan
10
lingkungan luar melalui luka, hal ini menyebabkan risiko untuk terjadi infeksi
menjadi sangat tinggi. Dengan demikian penanganan fraktur terbuka tidak hanya
juga bertujuan untuk mencegah infeksi (Salter, RB, 1999). Patah Tulang terbuka
termasuk kasus gawat darurat oleh karena itu beberapa prinsip dalam
terbuka.
maupun material lainnya harus diirigasi dengan larutan saline dalam jumlah
besar. Material yang masih menempel setelah irigasi harus diambil hingga
menghambat proses penyembuhan luka dan merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya kuman. Oleh karena itu, jaringan yang sudah mati seperti kulit,
lemak subkutan, fasia, otot, dan fragmen tulang yang kecil harus dieksisi
(Salter, RB, 1999). Disarankan untuk mengambil bahan hapusan untuk kultur
kuman pada tahap ini. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam tahap
a. Eksisi tepi luka. Tapi luka dieksisi hingga tepi kulit yang sehat.
lanjut.
d. Pembuangan jaringan mati. Jaringan otot yang sudah mati harus dapat
e. Saraf dan tendon. Secara umum otot dan tendon yang terpotong
dan tenaga yang ahli tersedia, maka saraf dan tendon tersebut dapat
disambung kembali.
Tabel 2.3. Prinsip debridement pada fraktur terbuka (Cross W dan Marc F, 2008)
Pengangkatan debris dapat mengurangi resiko infeksi akut dan kronis. Pada
fraktur terbuka tipe I diberikan irigasi 1 liter, tipe II 6 liter dan tipe III 9 liter.
Tabel 2.4. Prinsip Irigasi pada Penanganan Fraktur Terbuka (Anglen, J 2001)
4) Penanganan fraktur. Pada fraktur terbuka tipe I dengan luka yang kecil, fraktur
dibiarkan terbuka. Namun bila luka yang terjadi cukup besar, biasanya
dibutuhkan traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi skeletal. Secara
13
umum, fiksasi internal dapat digunakan bila tidak menyebabkan trauma lebih
Penumpukan darah dan serum di dasar luka dapat dicegah dengan membuat
Penutupan luka sebelum, selama, dan setelah penanganan luka. Untuk fraktur
tidak dapat menjamin sepenuhnya luka akan bebas dari infeksi. Antibiotik
sistemik sulit mencapai jaringan luka yang telah kehilangan suplai darahnya,
oleh karena itu telah dikembangkan berbagai macam metode untuk memberikan
Salah satu komplikasi yang berbahaya pada fraktur terbuka adalah infeksi.
Oleh karena itu, pencegahan infeksi merupakan salah satu tujuan utama dalam
penanganan fraktur terbuka. Salah satu cara yang digunakan dalam pencegahan
topikal.
kelompok Gram negatif secara fisiologis dapat ditemukan pada kulit, mukosa
2.2.1 Patogenesis
Bakteri yang tidak berkoloni atau berada dalam kelompok kecil, bersifat aktif
secara metabolik dan rentan terhadap sistim imunitas inangnya maupun antibiotik
yang sesuai. Kolonisasi bakteri baru akan terjadi bila bakteri tersebut menempel
pada sebuah permukaan dan mengalami serangkaian proses yang kompleks dan
15
teratur sehingga dapat bertahan terhadap sistim imunitas inangnya maupun faktor
eksternal lainnya.
Tulang yang rusak dapat berfungsi sebagai substrat yang baik untuk
kolonisasi bakteri. Struktur tulang relatif aseluler dengan matriks organik yang
terdiri dari prolin, hidroksiprolin, glisin, dan alanin. Matriks organik tersebut dapat
berfungsi sebagai ligand dalam proses adhesi dari bakteri terhadap permukaan
tulang.
reaktif pada lingkungan biologis. Pada tahap awal kolonisasi, bakteri masih dapat
dibunuh oleh inangnya. Namun terdapat beberapa kondisi dimana bakteri dapat
bertahan yaitu, jumlah inokulum melebihi batasan sistim imunitas inang, rusaknya
sistim imunitas inang, jaringan tempat bakteri berkoloni mengalami cedera maupun
nekrosis, adanya benda asing, dan adanya permukaan yang aselular (tulang mati,
adanya gaya Van Der Waals. Keadaan ini memungkinkan bakteri untuk membentuk
terbentuk pada permukaan yang non reaktif atau nonviabel. Antibiotik harus dapat
nekrotik, implan, dan debris lainnya merupakan media yang baik bagi bakteri untuk
membentuk koloni dan lapisan biofilm. Lapisan biofilm ini dibentuk oleh
memperkuat agregasi antar bakteri. Karena implan dan material yang digunakan
dalam bidang orthopaedi dapat mengurangi respon kekebalan tubuh, koloni bakteri
Sebuah sinus juga dapat ditemukan, sehingga terdapat saluran untuk mengeluarkan
sisa jaringan dan bakteri. Pada akhirnya akan terbentuk sebuah keseimbangan
dalam bentuk infeksi kronis. Biasanya ditemukan riwayat gejala yang intermiten
dan drainase yang merespon terhadap antibiotik. Manifestasi klinis yang berbahaya
dari infeksi umumnya disebabkan oleh karena masuknya bakteri ke dalam aliran
darah, pelepasan toksin, dan pelepasan enzim oksidatif oleh sel inang. Meskipun
bakteri tersebut cenderung rentan terhadap sistim pertahan tubuh dan antibiotik,
namun jumlah bakteri dan masuknya bakteri secara kontinyu ke dalam aliran darah,
17
terus berlangsung. Dengan demikian infeksi dapat terjadi, menyebar dan bertahan
oleh bakteria, tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan infeksi. Risiko
terjadinya infeksi juga berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan lunak. Pada
fraktur terbuka tipe 3B, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, infeksi dapat
terjadi hingga 40% kasus. Selain itu, infeksi juga dapat disebabkan oleh kuman
tanah, Pseudomonas dan Aeromonas hydrophilia pada cedera di air tawar, dan
Vibrio dan Erysipelothrix pada cedera di air laut (Solomon, et al., 2001)
didapatkan 78,7 % dari seluruh kasus fraktur terbuka terkontaminasi oleh bakteri.
Tingkat infeksi ini berkorelasi langsung dengan jenis fraktur menurut Gustillo, 24,5
% pada fraktur terbuka tipe I dan 86,8 % pada fraktur terbuka tipe 3C. Infeksi
aureus (52,8 %), Escherichia coli dan Enterobacter (32,5 %), Streptococcus (26,0
%), Pseudomonas (17,1%) dan Proteus (1,6%) (Seekamp et a,. 2000). Dalam
18
penelitian lain dengan 60 sampel kasus fraktur terbuka didapatkan kultur hapusan
luka awal positif pada 41 kasus. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan
besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase
inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan
pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro
(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
19
robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu.
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat fraktur. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase
ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada
minggu ke 4 – 8
20
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya
disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi
lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan
lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkanuntuk
pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang
tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan
fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Pusat dari kalus
membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang
(Ford,J.L,et al,2003).
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
21
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan
Patah Tulang telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada
anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
2.4. Irigasi
pengangkatan jaringan mati dan irigasi yang adekuat. Meskipun semua sepakat
teknik irigasi merupakan yang paling efektif, teknik irigasi masih diperdebatkan
suntik, namun pada tahun 1960 mulai dikenal sebagai "jet lavage" atau "pulsatile
lavage" yang mulai sering digunakan. Tekanan hingga 70 psi dan aliran yang cepat
Air suling secara rutin digunakan di laboratorium rumah sakit setiap hari
untuk titrasi larutan dan evaluasi sampel darah. Hal ini dihasilkan oleh uap
Hal ini sering digunakan dalam irigasi sebagai alternatif yang lebih murah untuk
Mengingat bahwa luka irigasi lebih tergantung pada mekanik dari sifat antibakteri
atau kimia solusi irigasi berlebihan mahal dan tersedia solusi dapat digunakan
2.4.1.1.Normal Saline
(0,9%) adalah solusi pembersihan luka yang disukai karena ini adalah larutan
menyebabkan sensitisasi atau alergi atau mengubah flora bakteri normal kulit (yang
2016).
2.4.1.2.Povidon Iodine
chlorhexidine gluconate. Antiseptik ini aktif melawan spektrum bakteri, jamur dan
virus yang luas, dan membantu menghilangkan patogen luka. Pengguna antiseptik
23
terhadap sel dan fungsi sel, yang dapat menyebabkan penyembuhan luka yang
hidrogen peroksida membunuh 100% dari fibroblast manusia diuji invitro. Tingkat
terlalu kuat dari sudut pandang penyembuhan luka, dan bahwa solusi 1% lebih
aman. Ini efisien dalam mengurangi jumlah infeksi luka pada anak-anak dengan
2.4.1.3.Hidrogen peroksida
keluar dari puing-puing makanan bersama dengan bakteri anaerob dari daerah
irigasi; menghasilkan pembersihan yang lebih baik dalam rentang waktu yang
100% dari fibroblast manusia diuji invitro. Tingkat pengenceran yang tidak
24
2.4.1.4.Antibiotik
Tidak semua antibiotik dapat digunakan untuk irigasi pada luka karena sifat
adalah neomisin, yang cara kerjanya tidak diketahui, bacitracin, yang mengganggu
sintesis dinding sel, dan polymyxin, yang secara langsung mengubah permeabilitas
ortopedi masih jarang. Namun, model hewan menunjukkan bahwa irigasi dengan
2.4.1.5.Surfaktan
dengan mengganggu gaya hidrofobik atau elektrostatik yang mendorong tahap awal
adhesi permukaan bakteri. Tujuan dari sabun adalah untuk menurunkan beban
2007).
setidaknya sama efektifnya dengan banyak antiseptik dan antibiotik. Sebuah studi
25
klinis acak prospektif membandingkan sabun dan larutan antibiotik untuk irigasi
luka pada fraktur terbuka pada ekstremitas bawah menunjukkan bahwa kedua
Asam askorbat atau vitamin C pertama kali diisolasi pada tahun 1923 oleh ahli
biokimia Hungaria dan peraih Nobel Szent-Gyorgyi dan disintesis oleh Howarth
dan Hirst. Ini ada dalam bentuk tereduksi (askorbat) dan teroksidasi sebagai asam
berperan sebagai antioksidan penting. Asam askorbat mudah teroksidasi asam dan
hancur oleh oksigen, alkali dan suhu tinggi. Sebagian besar spesies tumbuhan dan
hewan memiliki kemampuan untuk mensintesis asam askorbat dari glukosa dan
galaktosa melalui jalur asam uronik namun manusia dan primata lainnya tidak dapat
reaksi hidroksilasi dengan mempertahankan pusat aktif ion logam dalam keadaan
al, 2013)
26
Kadar maksimal asam askorbat dalam darah adalah 20mg/Kg berat badan
dengan kandungan maksimal dalam darah sebesar 1.5g. Jika terdapat kadar lebih
dari itu dalam tubuh maka ekskresi asam askorbat pada urine akan meningkat pesat.
Toksisitas asam askorbat biasanya tidak teradi karena asam larut dalam air dan
mudah diekskresi oleh tubuh. Kadar asam askorbat yang tinggi dalam urine dapat
menyebabkan false positive sebagai gula. Pemberian vitamin C dosis tinggi harus
dhindari pada pasien dengan batu ginal karena dapat menyebabkan pembentukan
hs-CRP dan IL-6 dievaluasi setelah 8 minggu asupan harian. Pada kelompok
27
eksperimen, pengurangan yang signifikan dalam hs-CRP dan IL-6 tingkat yang
mengobati dan mengurangi peradangan, yang diukur dengan hs-CRP dan IL-6 pada
oksidatif dan menyebabkan induksi sitokin dan adhesi molekul pada endotel
vascular yang akan memproduksi TNF-α dan IL-6 yang diproduksi hepar. Vitamin
C dapat mengurangi kadar plasma mediator inflamasi TNF-α dan IL-6 dengan
menurunkan ekspresi mRNA hepatik (Ellulu, et al., 2015). Asam Askorbat akan
menghambat aktivasi TNF-α dari NF-κB pada sel tubuh manusia secara in vitro dan
akan menghambat produksi GM-CSF, IL-3, dan IL-5 (Mirikova et al., 2013).
Gambar 2.2. Peranan NF-κB dalam proses inflamasi dan aktivasi IL-6
28
tambahan pada kasus keganasan. Pada penelitian oleh Isela dkk pada tahun 2013,
10mg/ml memiliki kemampuan untuk melawan bakteri oral dan fungus. Sedangkan
dalam dosis 20mg/ml dapat mencegah pembentukan biofilm (Isela et al., 2013).
rekonstruksi ACL dapat mennurunkan kadar CRP pada darah dan mempromosikan
2013). Asam askorbat juga dapat mengurangi koloni kuman Staphylococcus aureus
Irigasi asam askorbat berkurang secara signifikan kadar CRP serum pada
hari ke 1 postoperation pada semua dosis yang diuji, menunjukkan bahwa tingkat
untuk efek yang diamati dari irigasi asam askorbat pada penyembuhan graft,
sebagai efek menguntungkan irigasi asam askorbat pada Rekonstruksi ACL hanya
mungkin memiliki implikasi langsung pada potensi efek dari irigasi asam askorbat.
Karena irigasi asam askorbat tidak memerlukan prosedur tambahan, maka akan
mudah dikombinasikan dengan bentuk modulasi biologis lainnya. (Fu et al, 2013)